BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. dan kota (Sulistyaningrum, 2008). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004 membawa konsekuensi kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kemandiriannya dalam kewenangan yang lebih luas. Selain itu, otonomi daerah juga membawa perubahan fundamental dalam sistem tata pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pada sistem pemerintahan, perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Daerah. Pemberian otonomi luas kapada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadila, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah maka 1

2 otonomi ini dititikberatkan pada daerah Kabupaten/kota karena daerah Kabupaten/kota berhubungan langsung denngan masyarakat. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan. Dalam menjalankan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah (Sularmi dan Agus Endro Suwarno, 2006: 29). Dalam pelaksanaan otonomi daerah, daerah diberi kewenangan yang luas untuk merencanakan dan mengalokasikan dana yang diperoleh untuk penyelenggaraan pembangunan sesuai dengan kebutuhan. Dalam rangka pembangunan daerah tersebut dibutuhkan perencanaan dalam memanfaatkan sumber daya daerah sehingga tidak salah sasaran. Artinya Pemerintah Daerah harus tahu prioritas yang didahulukan untuk memacu perekonomian masyarakat (Rudi Pasrah, 2007: 199). Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Daerah otonomi diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan Pemerintah Daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada Pemerintah Pusat mempunyai proporsi yang lebih

3 kecil dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian yang terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan Pemerintah Daerah, oleh karena itu sudah sewajarnya PAD dijadikan tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah, demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah (Sularmi dan Agus Endro Suwarno, 2006: 29). Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat unutu memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumbersumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD (Wirawan Setiaji dan Priyo Hadi Adi, 2007: 2). Berdasarkan pandangan yang diungkapkan oleh Pamudji dalam Kaho (1998: 124) menegaskan bahwa Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Sumber daya keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian, masalah keuangan merupakan masalah penting dalam setiap

4 kegiatan pemerintah di dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah karena tidak ada kegiatan pemerintah yang tidak membutuhkan biaya, selain itu faktor keuangan ini merupakan faktor penting di dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Kemampuan daerah yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi Pemerintah Pusat (Heny Susantih dan Yulia Saftiana, 2009: 2). Selanjutnya, Halim (dalam Heny Susantih dan Yulia Saftiana, 2009: 3) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan Pemerintah Daerah menjadi lebih besar. Namun pada kenyataannya, hampir sepuluh tahun sejak otonomi daerah diberlakukan, saat ini kemampuan keuangan beberapa Pemerintah Daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat. Pendapatan Asli Daerah dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengetahui tingkat ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya, semakin besar sumbangan Pendapatan Asli Daerah

5 terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil sumbangan Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, menunjukkan semakin besar ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Anita Wulandari (2001), melakukan penelitian tentang Kemampuan Keuangan Daerah di kota Jambi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, kota Jambi dihadapkan pada kendala rendahnya kemampuan keuangan daerah, yang dilihat dari rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah. Sularmi dan Agus Endro Suwarno (2006), melakukan penelitian tentang Analisis Kinerja Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau dari Aspek Keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemandirian Pemerintah Daerah di setiap Kabupaten/kota di Eks Karesidenan Surakarta relatif rendah karena Pemerintah Daerah masih sangat tergantung kepada Pemerintah Pusat. Rudi Pasrah (2007), melakukan penelitian Analisis Kinerja dan Kemandirian Keuangan Daerah serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah Sumatera Selatan cenderung berfluktuasi dangan rata-rata per tahun adalah 48,50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi Sumatera Selatan tidak tergantung terhadap bantuan dan sumbangan dari Pemerintah Pusat.

6 Sri Wahyuni (2008), melakukan penelitian Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Sragen dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasilnya adalah rasio kemandirian keuangan daerah berada pada kisaran 9,72%-14,52% yang berarti kemampuan pemerintah Kabupaten Sragen dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaran tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari tahun ke tahun terus meningkat. Analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya demi mewujudkan kemandirian dalam era otonomi daerah perlu dilakukan untuk mengetahui kesiapan suatu daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya, perbedaan tersebut antara lain: 1. Perbedaan lokasi penelitian, penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surakarta. 2. Penelitian ini menganalisis kemampuan keuangan daerah Kota Surakarta pada tahun anggaran 2007-2009. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis mengambil judul: ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.

7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kemampuan keuangan daerah pemerintah Kota Surakarta dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah? C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah lebih terfokus pada perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kota Surakarta tahun anggaran 2007-2009. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah Kota Surakarta dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Menjadi bahan masukan bagi perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan pembangunan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah. 2. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya.

8 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis agar mempermudah bagi pembaca dalam memahami penulisan penelitian ini. Dari masing-masing bab secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi pembahasan tentang otonomi daerah, perencanaan pembangunan daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), keuangan daerah, analisis rasio APBD, dan tinjauan penelitian terdahulu. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, obyek penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas tentang gambaran umum Kota Surakarta dan hasil analisis data serta pembahasannya.

9 BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi tentang kesimpulan hasil analisis data dan pembahasannya serta saran yang dapat diberikan kepada pemerintah daerah Kota Surakarta.