BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia, tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang. menjadi dasar peraturan suatu negara. 1

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

No kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pas

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai dasar negara dan hubungannya dalam Pasal UUD 45. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG TERSENDIRI MENGENAI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT: PERLUKAH? 1

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

BAB VI PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. dimulai pada tahun Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. 1 Prinsip dasar tersebut dicerminkan dalam gagasan kedaulatan rakyat yang dikandung Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum maupun sesudah amandemen. Sementara yang dimaksudkan dengan kedudukan dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam konteks UUD 1945 sebelum perubahan adalah MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan lembaga tertinggi negara yang memiliki peran sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan lembaga tertinggi negara dalam kerangka sistem ketatanegaraan. Perubahan UUD 1945 turut mengubah pula kedudukan dan peran MPR dan mendudukkannya tidak lagi sebagai penjelmaan seluruh rakyat atau pun lembaga tertinggi negara melainkan menjadi lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi lainya sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan. MPR pun selanjutnya tidak lagi 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012, Gramedia, Jakarta, hlm. 131. 1

2 berperan sebagai satu-satunya pelaksana kedaulatan rakyat tertinggi sebagaimana dahulu. Perubahan yang signifikan tersebut tetap mempertahankan kewenangan MPR dalam hal mengubah dan menetapkan UUD 1945 sesuai Pasal 3 ayat (1) UUD 1945. 2 Sebagai lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara, MPR memiliki peran untuk menjalankan peran serta mewujudkan kedaulatan rakyat bersama-sama lembaga negara lainnya sebagaimana ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai tujuan berbangsa dan bernegara yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945. Gagasan kedaulatan rakyat dalam konstitusi lahir dalam suasana polemik intelektual di antara para pejuang kemerdekaan sejak tahun 1930-an, jauh sebelum konsep-konsep modern seperti negara hukum (rechtsstaat), hak asasi manusia (HAM) dan lain-lain diperdebatkan dalam rangka penyusunan UUD 1945. Pembahasan dalam perspektif historis tersebut, tidak dapat dilepaskan dalam memahami gagasan kedaulatan rakyat yang dirumuskan dalam UUD 1945 yang berlaku sekarang. Pada tanggal 18 Agustus 1945 mulai diberlakukan undang-undang dasar yang menjadi sumber hukum tertulis dalam kehidupan berbangsa dan 3 2 https://imannumberone.wordpress.com/2013/07/03/negara-dan-peran-mpr-di-indonesia/, di akses pada tanggal 21 Januari 2016. 3 Jimly Asshiddiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Bard Van Hoeve, Jakarta, hlm. 2-4.

3 bernegara yang disebut dengan UUD 1945. Sejak itu pula bangsa Indonesia telah memiliki sistem atau asas kedaulatan rakyat dalam proses penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Alinea keempat merupakan intisari dan substansi Pembukaan UUD 1945 yang memuat antara lain dasar negara, tugas pemerintahan negara dan struktur dasar kekuasaan tertinggi negara yakni kedaulatan rakyat. 4 Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, para pendiri negara telah mengambil keputusan politik teramat penting dalam proses mendirikan negara baru. Keputusan politik tersebut adalah merupakan tujuan dari didirikannya Negara Republik Indonesia yaitu: Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia 5 yang berkedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 dengan demikian menganut prinsip kedaulatan rakyat yang selanjutnya dijabarkan pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan yang menentukan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. MPR merupakan 4 Moerdiono, Hakekat, Makna dan Mekanisme Kedaulatan Rakyat Dalam Kehidupan Kenegaraan Kita, dalam Saafarudin Bakar (penyunting), 1987, Kedaulatan Rakyat, BP7 Pusat, Jakarta, hlm. 20. 5 Dahlan Thaib, 1999, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum Dan Konstitusi, Liberty, Yogyakarta, hlm. 2.

4 penyelenggara negara tertinggi yang melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menegaskan karakteristik dasar gagasan kedaulatan rakyat yang akan dianut negara Indonesia merdeka: Negara Indonesia bukan negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi, kita mendirikian negara semua buat semua. Saya yakin, bahwa syarat mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah: Permusyawaratan Perwakilan....Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi musyawarah yang memberi hidup. 6 Pemikiran Sukarno mengenai gagasan tentang demokrasi permusyawaratan berangkat dari kritiknya terhadap esensi individualisme dalam apa yang disebutnya sebagai demokrasi barat. Pemikirannya sendiri berdasar pada konsep negara semua untuk semua, kebutuhan akan terwujudnya negara yang demikian dapat dipenuhi dengan permusyawaratan seluruh bagian melalui sebuah mekanisme perwakilan. Kristalisasi atas pemikiran tersebut terwujud dalam UUD 1945 yang menetapkan suatu lembaga yang disebut dengan MPR dengan peran utama sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. MPR pun merupakan satu-satunya lembaga negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya. 6 Soekarno, 1984, Pancasila Sebagai Dasar Negara, Inti Dayu Press Yayasan Pendidikan Soekarno, Jakarta, hlm. 90-91.

5 Hal ini menunjukan sifat modern daripada UUD 1945. Karena negara modern pada umumnya adalah berdasarkan kedaulatan rakyat artinya kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Namun tidaklah bijaksana apabila seluruh rakyat melaksanakan kekuasaannya. 7 Kekuasaan tertinggi ada pada rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga yang mewakili rakyat, maka lembaga tersebut akan menghasilkan produk-produk hukum sesuai dengan kehendak atau kemauan rakyat yang telah diwakilinya. Ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa MPR adalah pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat yang unsur-unsurnya terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan-Utusan Daerah, dan Golongan-Golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Penjelasan UUD 1945 pun menyebutkan bahwa MPR merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, memegang kedaulatan negara, sehingga kekuasaannya tidak terbatas. Kedudukan demikian mengharuskan MPR memiliki kekuatan memadai dan dapat mempresentasikan kedaulatan rakyat dalam arti sebenarnya. MPR sudah seharusnya menjadi atasan bagi presiden dan kepadanyalah presiden harus tunduk dan bertanggung jawab karena presiden 8 7 Padmo Wahyono, 1982, Negara Republik Indonesia, Rajawali, Jakarta, hlm. 11. 8 Moh. Mahfud M.D., 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media Offset, Yogyakarta, hlm. 243.

6 pada dasarnya adalah mandataris MPR yang wajib menjalankan putusanputusan MPR. Presiden tidak neben, tetapi untergeordnet kepada MPR. 9 Studi yang mendalam, sistematis dan metodologis tentang konsep kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tidak hanya penting dilihat dari aspek akademis semata, tetapi juga dari sudut praktis dalam praktik ketatanegaraan. 10 Sejarah ketatanegaraan menunjukkan bahwa para pendiri negara sekaligus perumus UUD 1945 yang bersidang pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus 1945 berkehendak bahwa Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Keinginan tersebut bertujuan agar negara kelak tidak dikuasai oleh kekuasaan politik tertentu melainkan oleh seluruh Rakyat Indonesia yang secara konstitusional diakui kedaulatannya. Bagaimana pun niat baik dan usaha para pendiri negara memenangkan pemikiran yang dapat mengantisipasi pelemahan kedaulatan rakyat, tetap saja di dalam implementasinya berbagai penyimpangan sulit untuk dihindarkan dalam praktek ketatanegaraan. Intervensi yang berasal dari presiden pada pasca perisitiwa pembacaan dekrit presiden 5 Juli 1959 misalnya, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UUD 1945. Presiden dalam peristiwa tersebut telah membubarkan DPR dikarenakan DPR telah menolak RAPBN 9 Ibid., hlm. 244. 10 Dahlan Thaib, 1999, Kedaulatan Rakyat...Op.Cit., hlm. 4.

7 yang diajukan pemerintah. Apapun alasannya, presiden telah bertindak inkonstitusional. Berkaitan dengan dekrit presiden 1959 menurut Bagir Manan, 11 keputusan yang diambil oleh presiden kala itu disebutnya ekstra konstitusional yang dibedakan dari tindak inkonstitusional. Disebut demikian mengingat pembentukan negara relatif masih baru dan akan banyak menghadapi persoalan sehingga memerlukan pemerintahan yang kuat dan stabil. Untuk itu perlu sistem penyelenggaraaan pemerintahan yang terpusat di satu tangan (single executive). Pemusatan kekuasaan di tangan presiden hadir sebagai konsekuensi dari bentuk pemerintahan republik. Dalam kaitan ini, Hatta menulis: Orang lupa, bahwa Indonesia dalam masa peralihan ke pemerintahan nasional yang demokratis perlu suatu pemerintahan yang kuat. Sejarah Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 menyatakan, bahwa 12 pemerintahan yang kuat di Indonesia ialah pemerintahan Presidensil. DPR menurut UUD 1945 merupakan lembaga tinggi negara yang mempunyai tugas antara lain mengawasi tindakan-tindakan presiden. Kekuatan DPR setara dengan presiden yang secara struktural sama-sama merupakan lembaga yang satu tingkat berada di bawah MPR. Karena itu, secara konstitusional tindakan presiden membubarkan DPR tidak dapat dibenarkan. Hanya saja berbagai pandangan mengemuka bahwa secara 11 Bagir Manan, 2012, Membedah UUD 1945, UB Press, Malang, hlm. 110. 12 Muhammad Yamin, 1959, Pembahasan Uundang-Undang Dasar Republik Indonesia, Siguntang, Jakarta, hlm. 311.

8 empiris tindakan tersebut dapat dimaklumi karena kondisi negara yang membutuhkan kepemimpinan kuat di tengah kompetisi tajam di antara berbagai kekuatan politik nasional. Dasar historis pemakluman tersebut dapat dilacak dari sejak 1956 yang menjadi titik awal periode kekacauan perpolitikan Indonesia. Persoalan berasal dari disharmoni hubungan antara pusat dan daerah yang selanjutnya memicu kemunculan separatisme seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda. Dewan Lambung- Mangkurat dan sebagainya. Tidak hanya persoalan separatisme, di jantung kekuasaan sendiri berlangsung persaingan di antara partai-partai yang mengakibatkan instabilitas pemerintahan. Situasi demikian yang melatarbelakangit Presiden menempuh sikap untuk tetap menjalankan amanat Revolusi dan cita-cita bangsa dengan mengembalikan lagi UUD 1945. Seperti pidato Soekarno yang disampaikan pada tanggal 5 Juli 1959: Menemukan kembali Revolusi kita, berarti kita menyadari bahwa selama ini menjadi penyelewengan-penyelewengan dan harus kembali kepada dasar dan tujuan negara yang kita Proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan pendekritan berlakuknya kembali UUD 1945, maka terbukalah kemungkinan Revolusi kita mencapai tujuannya yang sebenar-benarnya, karena UUD 1945 mempunyai 2 landasan yang kuat, yaitu landasan idiil dan landasan materiil... 13 Memasuki tahun 1966 di Indonesia telah berlangsung transformasi politik yang lazim disebut dengan pergantian rezim Orde Lama menuju Orde 13 Pidato Presiden Soekarno berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita, tanggal 17 Agustus 1959.

9 Baru. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai tanggapan atas langkah-langkah politik Presiden Sukarno yang dipandang inkonstitusional. Hal ini juga berarti bahwa seluruh ketentuan UUD 1945 dilaksanakan secara konsisten, taat terhadap azas-azas dan tanpa penyimpangan-penyimpangan, termasuk di dalamnya akan melaksanakan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Kenyataan sebaliknya terjadi, terbukti bahwa di dalam masa Orde Baru pun dijumpai beragam penyimpangan atas UUD 1945 dengan cara yang berbeda dari masa sebelumnya. Manipulasi politik dalam wujud deparpolisasi yang berdampak pada perimbangan kekuatan di internal MPR, membuat presiden mampu memusatkan kekuasaan politik yang besar dan melampaui kekuasaan MPR sekali pun. Kedudukan MPR secara praktis subordinatif terhadap kekuatan eksekutif, salah satu penyebab hal demikian dapat terjadi adalah akibat dari mekanisme rekrutmen keanggotaan yang tidak memenuhi syarat substantif seperti yang dituntut oleh prinsip-prinsip demokrasi. Terjadi perubahan politik saat Indonesia memasuki masa reformasi, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya dan pemilu diselenggarakan tiga tahun lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Pemilu tahun 1999 menghasilkan 462 anggota MPR yang berasal dari kalangan partai politik. Pasca pemilu 1999, MPR melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui pengambilan suara terbanyak. Hal ini membedakan peran MPR pasca pemilu 1999 dengan peran MPR masa Orde Baru. Pada masa

10 Orde Baru, MPR tidak mampu berperan optimal dalam melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden karena mayoritas anggota MPR merupakan loyalis Presiden Soeharto. Pasca pemilu 1999 MPR mampu menjalankan kewenangannya merubah UUD 1945 sebanyak empat kali perubahan. Hal yang sulit dilakukan pada masa Orde Baru. MPR bahkan mampu melakukan pemakzulan atas Presiden Abdurrahman Wahid yang dipilih oleh MPR sendiri. Fakta ini menunjukkan bahwa MPR mampu menjalankan perannya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, terbebas dari belenggu lembaga negara lainnya sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru dan Orde Lama. Mempertimbangkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menyelidiki lebih jauh mengenai dinamika kedudukan dan peran MPR pada masa Orde Baru dan Reformasi 1999. Penulis membatasi dengan tidak menyertakan masa Orde Lama karena pada kedua masa setelahnyalah UUD 1945 beserta ketentuan mengenai MPR berlaku secara efektif. Penulis pun membatasi penelitian ini hanya sampai pada masa reformasi tahun 1999 karena mempertimbangkan adanya paradoks antara kedudukan dan peran MPR pada kedua masa di atas. Baik pada masa Orde Baru maupun Reformasi tahun 1999, kedudukan MPR tidak berbeda secara normatif, akan tetapi terdapat perbedaan peran MPR yang signifikan pada kedua masa tersebut. Fakta tersebut yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang kedudukan dan peran MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penelitian akan dilakukan

11 dengan mengkomparasikan kedudukan dan peran MPR pada masa Orde Baru dan masa Reformasi tahun 1999. B. Rumusan Masalah Mempertimbangkan latar belakang penulisan dapat dirumuskan permasalahan yang akan dijawab pada penilitian ini yang di antaranya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Kedudukan dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebagai Penjelmaan Kedaulatan Rakyat Pada Masa Orde Baru? 2. Bagaimanakah Kedudukan dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat Pada Masa Rerformasi tahun 1999? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat pada masa Orde Baru dan Reformasi tahun 1999. 2. Penelitian ini bertujuan menelusuri berbagai praktik ketatanegaraan yang relevan terhadap kedudukan dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat pada masa Orde Baru dan Reformasi tahun 1999. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis

12 a. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai studi komparasi tentang kedudukan dan peran MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan indonesia. b. Hasil penelitian ini dapat menyumbang wacana akademis tentang kedudukan dan peran ideal Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam sistem ketatanegaraan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi MPR untuk meninjau kembali kedudukan dan peran MPR sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat. b. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada publik terhadap kedudukan dan peran MPR di masa orde baru dan masa reformasi c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran, masukan dan perluasan ilmu hukum pada umumnya serta hukum kenegaraan pada khususnya. E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. 14 Dari penelusuran 14 Maria S.W. Soemardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 18.

13 pustaka yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum UGM. Penulis menemukan beberapa penelitian (tesis, laporan penelitian) yang memiliki relevansi terhadap proposal yang penulis susun. Sumber tersebut berasal dari penelitian ilmu hukum. Kendati demikian memiliki perbedaan dalam beberapa hal, diantaranya adalah: 1. Perbedaan judul karya tulis. Judul tesis ini adalah Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Pemakzulan Presiden Menuurut Undang-Undang Dasar 1945. 15 Sedangkan tesis yang penulis angkat adalah Kedudukan dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana Kedaulatan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (studi komparasi MPR masa Orba dan masa Reformasi tahun 1999) 2. Perbedaan fokus penelitian: Judul Tesis yang di tulis oleh Sugeng Riyadi ini berfokus pada Kedudukan MPR dan Pemakzulan Presiden. Sedangkan tesis yang penulis teliti adalah Kedudukan dan Peran MPR, Study komparasi Peran MPR masa Orba dan masa Reformasi. Sebuah kajian kesejarahan atas dinamika praktek MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat daalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 3. Perbedaan rumusan masalah di mana tesis dengan Kedudukan MPR dalam Pemakzulan Presiden menurut UUD 1945 memiliki rumusan masalah sebagai berikut: (1) Apa yang menjadi dasar pemikiran dari 15 Sugeng Riyadi, 2011, Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Pemakzulan Presiden Menuurut Undang-Undang Dasar 1945, Magister Hukum Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2011.

14 Pasal 3 ayat (3) jo. Pasal 7A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Negara RI Tahun 1945) yang memberikan kewenangan pemakzulan terhadap presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR?(2) Apakah Pasal 3 ayat (3) jo. Pasal 7A UUD Negara RI Tahun 1945 sejalan dengan gagasan purifikasi sistem pemerintahan presidensial? (3) Apakah mekanisme pemakzulan presiden yang telah ditetapkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 ini telah sesuai dengan doktrin pemerintahan presidensial? 16 Sedangkan, rumusan masalah yang penulis teliti yaitu sebagai berikut: (1) Bagaimanakah Kedudukan dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara dan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat pada masa Orde Baru dan bagaimana kedudukan dan peran MPR masa Reformasi? Selain judul tesis yang sudah penulis uraikan di atas, sejauh pengetahuan penulis, belum ada judul tesis apapun yang mengangkat hal yang serupa dengan apa yang penulis teliti saat ini. Demikian juga dengan rumusan masalah judul tesis tersebut, berbeda jauh dengan rumusan masalah yang penulis teliti. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa tesis ini merupakan karya asli dari penulis sendiri, dan karenanya, dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. 16 Ibid., hlm. 6.

15 Sejauh penelusuran penulis terkait penelitian-penelitian yang serupa dengan judul penelitian yang penulis angkat, memang belum tertlalu banyak yang meneliti terkait hal tersebut. Ada beberapa penelitian yang penulis telusuri untuk mencari persamaan maupun perbedaan dengan penelitian yang penulis angkaat. Salah satu dari penelitian tersebut yang penulis temukan adalah: Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Meilany Langi dengan judul Kedudukan MPR Sebagai Lembaga Kedaulatan Rakyat Dalam Menetapkan Tap MPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia. 17 Penelitian ini berupaya melacak kedudukan MPR untuk mengetahui kewenangannya sebagai lembaga kedaulatan rakyat yang salah satu fungsinya menetapkan Tap MPR dan lembaga apa yang berwenang menguji Tap MPR jika bertentangan dengan UUD 1945. Untuk menelusuri hal tersebut, Fitri Meilany merumuskan dua pertanyaan dalam rumusan masalah penelitianya: (1) Bagaimanakah Kedudukan MPR sebagai Lembaga Kedaulatan Rakyat dalam menetapakan TAP MPR. (2) Lembaga apakah Yang Berwenang Menguji Tap MPR Jika bertentangan dengan UUD 1945. Adapun metode penelitian Meilany adalah metode penelitian normatif. 17 Fitri Meilany Langi, Lex Administratum, Jurnal Unsrat Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013, unsrat.blog.spot.com., diakses pada tanggal 6 November 2015, pukul 15.49 WIB.

16 Penelitian yang dilakukan oleh Meilany ini tentu sangat berbeda dengan apa yang penulis teliti. Adapun letak persamaanya berada pada pembahasan kedudukan MPR dalam pelaksana kedaulatan rakyat dan metode penelitian yang digunakan. Titik fokus penelitian Meilany pada kedudukan MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat dalam menetapkan Tap MPR, sementara penelitian yang penulis teliti berpangkal pada kedudukan dan peran MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat dengan melakukan komparasi masa orde baru dan orde reformasi sebagai batasan kajian untuk melihat konsep MPR yang seharusnya. Selain itu, Meilany tidak melihat kedudukan MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat secara komprehensif. Dalam penelitian Meilany juga tidak membahas peran MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat, sementara penulis dalam penelitian ini mengulas peran MPR sebagai kajian kesejarahan atas konsep lembaga kedaulatan rakyat. Melihat kesesuaian mapun tidak kesesuaian antara Konsep MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, perdebetan sidang-sidang BPUPK dan peran MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat pada masa Orde Baru maupun Reformasi.