BAB I PENDAHULUAN. keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM KONSEP MATLA FI WILAYATIL HUKMI

KONSEP MATLA FI WILAYAH AL-HUKMI MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

BAB 1 PENDAHULUAN. nampaknya semua orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awal

BAB I PENDAHULUAN. terbenam terlebih dahulu dibandingkan Bulan. 2. ibadah. Pada awalnya penetapan awal bulan Kamariah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

ANALISIS KONSEP MAT}LA DALAM KITAB BUGHYAH AL-MUSTARSYIDIN SKRIPSI

BAB III METODE HISAB DAN RUKYAH MUHAMMADIYAH. A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majelis Tarjih Muhammadiyah

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA'

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

IMPLEMENTASI MATLAK WILAYATUL ḤUKMI

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi dalam menentukan awal bulan Kamariah khususnya Ramadan,

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

PERBEDAAN IDUL FITRI: HISAB, RU YAH LOKAL, DAN RU YAH GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANALISIS TERHADAP PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH MENURUT PERSATUAN ISLAM

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kandungan atau makna yang tersirat di dalam suatu nash. Mulai dari ibadah yang

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. banyak manfaatnya dalam kehidupan praktis. Berbagai aspek kehidupan dan

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012

umat Islam terhadap praktek keuangan yang tidak sesuai dengan syari ah perbankan konvensional yang diidentikkan dengan riba. 1 Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. (hisab) maupun pengamatan hilal (rukyat). Sehingga tidak jarang. perdebatan umat dibanding persoalan penentuan waktu salat dan arah

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metode dan Aplikasi), Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet I, 2002.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya. Sebab,

BAB I PENDAHULUAN. penentuan awal bulan kamariah 1 merupakan persoalan yang lebih. digunakan atau metode perhitungan yang dipakai.

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh: Hafidz Abdurrahman

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan masalah karena Rasulullah saw. ada bersama-sama sahabat dan

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

Metode Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal Rukyat or Hisab; Local or Global? (Lanjutan)

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini umat Islam di dunia sering mengalami perbedaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kasus perbedaan tersebut tidak juga dapat teratasi. 2 Masing-masing ormas

BAB I PENDAHULUAN. Matahari dan Bulan maupun kondisi cuaca yang terjadi ketika rukyat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

KONSEP DAN KRITERIA HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MUHAMMADIYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. penetapan bulan-bulan tersebut saja yang ada di tengah-tengah

BAB IV ANALISIS METODE PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH JAMA AH MUSLIMIN (HIZBULLAH) A. Analisis Metode Hisab Rukyah Jama ah Muslimin (Hizbullah) dalam

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI TENTANG UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DAN PROSPEKNYA MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah penentuan awal bulam kamariah terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaannya dengan penentuan awal bulan kamariah 1. Bahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi terkait dengan penetapan awal bulan dalam kalender hijriah.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

Rukyat Legault, Ijtimak Sebelum Gurub, dan Penyatuan Kalender Islam

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA' (Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla' Wilayatul Hukmi) 1

Kaedah imaging untuk cerapan Hilal berasaskan Charge Couple Device (CCD) Hj Julaihi Hj Lamat,

BAB I PENDAHULUAN. Tata surya terdiri atas berbagai macam benda langit, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hukum Islam, banyak ibadah yang keabsahannya digantungkan

PENJELASAN TENTANG HASIL HISAB BULAN RAMADAN, SYAWAL, DAN ZULHIJAH 1436 H (2015 M)

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

DAFTAR PUSTAKA. Abd al-mu thi, Fathi Fawzi Misteri Ka bah (Kisah Nyata Kiblat Dunia Sejak Nabi Ibrahim hingga Sekarang), Jakarta: Zaman, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pendapat mengenai penetapan awal bulan Qamariyah kerap

BAB I PENDAHULUAN. karena itu para ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang. berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya.

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini, dalam penetapan awal dan akhir Kamariah 1 khususnya bulan

HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN SKRIPSI

ASTROFOTOGRAFI SEBAGAI TEKNIK RU'YAT MENURUT FIQH ASTRONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

STUDI ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH SYEKH MUHAMMAD SALMAN JALIL ARSYADI AL-BANJARI DALAM KITAB MUKHTA R AL-AWQ T F ILMI AL-M T SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Hijriyah, Jawa dan Masehi termasuk salah satu persoalan yang penting untuk

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

PENENTUAN ARAH QIBLAT

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB II FIQH HISAB DAN RUKYAH DI INDONESIA. A. Tinjauan Umum tentang Hisab dan Rukyah di Indonesia

STUDI ANALISIS PEMIKIRAN AL-RAMLI TENTANG KETETAPAN SYAHADAH DALAM RUKYATUL HILAL DALAM KITAB NIHAYAH AL-MUHTAJ ILA SYARAH AL-MINHAJ SKRIPSI

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sebagai a little mosque on the tundra oleh media Kanada, menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Rukyat adalah kegiatan yang berisi usaha melihat hilal atau Bulan

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN KAMARIAH SAIR AL-KAMAR. A. Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Kitab Sair Al-Kamar

BAB I PENDAHULUAN. mengahadap kiblat adalah salah satu syarat sah shalat. Kiblat yang

DAFTAR PUSTAKA. A. Kadir, Formula baru ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2011.

BAB III RESPONS ULAMA NU DAN MUHAMMADIYAH KUDUS TERHADAP UPAYA UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA PERSPEKTIF ASTRONOMI

BAB III DALAM PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA. Radjo adalah salah seeorang ahli falak kelahiran Bukittinggi (29 Rabi ul Awal

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH. beliau dikukuhkan sebagai khalifah ke-3 menggantikan khalifah Abu Bakar as-

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu falak atau biasa disebut ilmu hisab merupakan salah satu ilmu keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim sejak abad pertama Hijriah bukan hanya untuk pengembangan ilmu itu sendiri tetapi juga lebih penting untuk kepentingan praktis menjalankan perintah-perintah agama yang sangat berkaitan dengan waktu seperti sholat, puasa, dan haji. Dengan ilmu falak setiap muslim dapat memastikan ke mana arah qiblat bagi suatu tempat di permukaaan bumi yang jauh dari Mekkah, dengannya pula setiap muslim dapat mengetahui waktu shalat sudah tiba atau matahari sudah terbenam (ghurub) untuk berbuka puasa, dengannya juga orang yang melakukan rukyah dapat mengarahkan pandangannya ke posisi hilal yang lebih mendekati ketetapan. Dengan demikian ilmu falak atau ilmu hisab dapat mendatangkan keyakinan bagi setiap muslim dalam melakukan ibadah sehingga ibadahnya akan lebih khusu. 1 Berawal dari hal ini maka disusunlah sebuah kalender yang merupakan manifestasi dari satuan waktu yang satuan-satuan tersebut dinotasikan dalam ukuran hari, bulan, tahun dan sebagainya. Satuan-satuan inilah yang memberi peran penting bagi kepentingan ibadah umat manusia. I 2004, hlm.1 1 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, cet 1

2 Dalam satu tahun kita mengenal tahun Syamsiyah (Masehi) 2, tahun Kamariyah (Hijriah) 3 dan tahun jawa (saka) 4. Satu tahun Syamsiyah lamanya 365 hari untuk tahun pendek dan 366 hari untuk tahun panjang 5. Sedangkan untuk tahun Kamariyah lamanya 354 hari untuk tahun pendek dan 355 hari untuk tahun panjang 6. Dengan demikian perhitungan tahun Kamariyah akan lebih cepat 10 sampai 11 hari setiap tahun jika di bandingkan dengan tahun Syamsiyah. Sedangkan untuk tahun Jawa penetapan hari dan bulannya adalah sebagaimana tahun Kamariyah secara Urfi 7. Begitu juga dengan tahun Jawa, tahun Kabisatnya terdiri atas 355 hari dengan menambahnya 1 hari pada bulan ke 12 (Besar) yang di adakan 3 kali dalam 8 tahun (Sewindu) 8. Untuk bulan pada tahun Syamsiyah, jumlah harinya sudah dapat diketahui secara pasti yaitu 30 atau 31 hari setiap bulannya kecuali untuk bulan Februari jumlah harinya adalah 28 hari untuk tahun Basitoh dan 29 hari untuk tahun Kabisat. Sedangkan untuk tahun 2 Dinamakan tahun Syamsiyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran Matahari. Lihat dalam badan hisab dan rukyat departemen agama, lihat dalam Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Departemen Agama: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, hlm 40 3 Dinamakan tahun Kamariyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran bulan. Ibid, hlm.42 4 Dinamakan tahun jawa karena perhitungan pertama di dasarkan pada sistem jawa hindu yang terkenal dengan tahun SOKO yang sistem perhitungannya berdasarkan pada peredaran matahari. Ibid, hlm 44 5 Istilah lain untuk tahun panjang adalah tahun Kabisat dan tahun Basitoh untuk tahun pendek. Untuk mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Syamsiyah, angka tahun di bagi 4 jika tidak ada sisa maka dinamakan tahun Kabisat umur bulan Februari 29 hari. Sedangkan jika ada sisa dinamakan tahun Basitoh umur bulan Februari 28 hari. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, Yogyakarta: buana Pustaka cet.i 2004, hlm.107 6 Untuk Mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Kamariyah angka tahun di bagi 30 jika sisanya ada 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,29 maka dinamakan tahun Kabisat, umur Dzulhijjah 30 hari, Lihat dalam Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN walisongo, tt, hlm 5 7 Slamet Hambali, ibid hlm 5 8 Sehingga satu bulan rata rata jumlah harinya adalah 29,53125. lihat dalam Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta: PT Pembangunan, 1960, hlm 75

3 Kamariyah jumlah hari dalam tiap bulannya sama dengan satu synodic 9 sehingga selama satu tahun jumlah hari dalam satu bulan akan bergantian antara 29 atau 30 hari, sehingga penentuannya memerlukan perhitungan yang jelas. Sistem hisab awal bulan Kamariyah dapat diklasifikasikan pada dua jenis yaitu: 1. Hisab Urfi adalah sistem penghitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender islam abadi. 10 2. Hisab Haqiqi adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. 11 Dalam perkembangan selanjutnya sistem hisab haqiqi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi bi tahqiqi, hisab kontemporer. Hisab dan Rukyah sebenarnya saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Hisab dijadikan sebagai 9 Synodic atau dalam istilah falak Ijtima adalah durasi yang dibutuhkan oleh bulan berada dalam suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. Adapun waktu yang dibutuhkan adalah 29,530588 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Lihat dalam Susiknan Azhari Ensiklopedi Hisab Rukyah Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005, hlm 29 10 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah (edisi Revisi), Yogyakarta; Pustaka Pelajar, hlm. 79 11 Ibid,hlm.78

4 pembantu pelaksanaan rukyah karena tujuannya adalah perkiraan terhadap posisi hilal sedangkan rukyah digunakan untuk menguji hasil perhitungan yang sifatnya masih hipotetic verificative, Namun dalam prakteknya antara hisab dan rukyah tersebut sering tidak berjalan seiring bahkan sering terjadi perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Kamariyah. 12 Perbedaaan tidak hanya terjadi antara mazhab hisab dengan mazhab rukyah saja, tapi kini hisab pun dipertentangkan dengan hisab. Kriteria hisab mana yang akan dijadikan pedoman. Di Indonesia setidaknya terdapat kriteria hisab yang di anut yaitu Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan hukum). Sementara itu, NU menggunakan ketinggian minimal 2 derajat dengan prinsip menunggu hasil rukyat. 13 Muhammadiyah sering kali di anggap sebagai manifestasi dari mazhab hisab. Sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah melalui Departemen Agama dalam penentuan awal bulan Kamariyah terutama menyangkut penentuan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Perbedaan tersebut terjadi pada Syawal 1427/2006 dan 1428/2007. 14 Hal ini tidak terlepas dari 12 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarata: Erlangga, 2007, hlm.6 13 Thomas Djamaluddin, Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal, Media Indonesia, 10 Oktober 2007 14 Wawancara dengan Thomas Djamaluddin (Anggota Badan Hisab Rukyah Departemen Agama) via email pada tanggal 5 Nopember 2009

5 kriteria yang di pakai Muhammadiyah yaitu Wujudul Hilal 15 (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan hukum). Kebijakan Muhammadiyah mengenai masalah hisab rukyah menjadi wewenang Majelis Tarjih 16. Melalui mekanisme ijtihad yaitu mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar'i yang bersifat zanni dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh Majelis Tarjih baik secara metodologis maupun permasalahan yang ada yaitu mengenai masalah penentuan awal bulan Kamariyah. Kebijakan mengenai hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam keputusan Muktamar Khususi di Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun 1972 yang berbunyi: 1. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih untuk berusaha mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kesempurnaan penentuan hisab dan mematangkan persoalan tersebut untuk kemudian membawa acara ini pada muktamar yang akan datang. 2. Sebelum ada ketentuan hisab yang pasti, mempercayakan kepada PP Muhammadiyah untuk menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah. 15 Wujudul hilal di sini cukup di hitung dari satu bagian wilayah Indonesia, jadi hilal sudah positif meski derajatnya baru 1 derajat atau bahkan kurang bisa diputuskan masuk bulan baru 16 Majelis Tarjih salah satu dari 9 majelis Muhammadiyah yang bertugas menguatkan salah satu dalil sehingga dalil tersebut menjadi lebih utama untuk di amalkan. Asmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah,Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2004, hlm 4.

6 3. Selambat-lambatnya 3 bulan sebelumnya, PP Muhammadiyah Majelis Tarjih sudah mengirimkan segala perhitungannya kepada Pimpinan Muhammadiyah Wilayah untuk mendapatkan koreksi yang hasilnya dikirimkan pada PP Muhammadiyah majelis Tarjih. 4. Tanpa mengurangi keyakinan atau pendapat para ahli falak di lingkungan keluarga Muhammadiyah, maka untuk menjaga ketertiban organisasi setiap pendapat yang berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah supaya tidak disiarkan 17. Muhammadiyah berpedoman bahwa hisab mempunyai kekuatan yang sama dengan rukyah di dalam menentukan datangnya awal bulan Kamariyah. Dengan demikian jika secara hisab hilal telah wujud sekalipun dalam pelaksanaan rukyah tidak dapat melihat hilal, maka awal bulan masih bisa ditetapkan. 18 Argumentasi yang digunakan adalah hadis Nabi: عن ابن عمر رضي االله عنهما قال قال رسول االله صلى االله عليه وسلم انما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتي تروه ولا تفطروا حتي تروه فان غم عليكم فاقدرواله 19 (رواه مسلم) Artinya :" Bulan itu hanya 29 hari maka jangan kamu berpuasa kecuali telah melihat tanggal dan (kelak) janganlah kamu berbuka kecuali setelah melihatnya. Jika kalian di tutupi mendung maka kadarkanlah".(h.r Muslim) 17 PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta:cet III, tt, hlm 370 18 Thomas Djamaluddin, Op.cit, hlm.2 19 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm, 481.

7 Muhammadiyah menafsirkan bahwa lafadz faqduru lah dalam hadis tersebut yang artinya hitunglah atau kadarkanlah pelaksanaannya dengan perhitungan astronomi (hisab). berbeda dengan sebagian ulama yang menafsirkannya dengan menyempurnakan bilangan hari menjadi 30 hari 20. sehingga perbedaan dalam hal penafsiran inilah yang kemudian menjadi pangkal perbedaan dalam menentukan awal bulan Kamariyah, terutama menyangkut ketinggian hilal yang kurang dari kriteria Imkanurrukyah sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. 21 Pendekatan yang dilakukan Muhammadiyah adalah pendekatan secara astronomis bahwa hilal adalah penampakan bulan terkecil yang menghadap bumi beberapa saat setelah ijtima. Inilah yang kemudian menjadi kriteria hisabnya bahwa awal bulan baru ditandai dengan Wujudul Hilal, yaitu apabila matahari terbenam lebih dahulu dari bulan. 22 Dalam perkembangan ijtihadnya, penggunaan kriteria wujudul hilal patut dihargai. Karena hal itu merupakan syarat perlu untuk mengetahui munculnya hilal. tetapi syarat itu belum cukup. Hilal telah wujud bisa juga terjadi sesudah ijtima, monset after sunset (bulan terbenam sesudah matahari) dan wujudul hilal. Hal itu terjadi di Indonesia pada Dzulhijjah 1423 H. Di Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Papua, bulan telah wujud pada saat maghrib 1 Februari, tetapi belum terjadi ijtima. 20 Asmuni Abdurrahman, Op.cit, hlm 224-225 21 Ibid, hlm.225 22 Thomas Djamaludin, Redefinisi Hilal, titik temu kalender hijriah I. Dalam kolong berakhir pekan dengan Thomas Djamaludin, Pikiran rakyat tanggal 20-21 februari 2004. hlm.3

8 Kasus yang ekstrem terjadi pada bulan Sya ban 1423 H (Oktober 2002). Saat itu sebagian besar Indonesia bulan telah wujud tetapi belum terjadi ijtima 23 Sekalipun tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah, namun keputusan dari PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjihnya tetap eksis sampai saat ini terbukti dengan banyaknya warga Muhammadiyah yang mengikuti putusan tersebut sehingga tidak jarang pula kita jumpai adanya dua hari raya. Muhammadiyah selain menggunakan kriteria wujudul hilal, juga menggunakan matla fi wilayatil hukmi yaitu keberlakuan hilal untuk satu wilayah dimana pun di wilayah kawasan nusantara dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Konsekuensinya meskipun wilayah Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasional, garis ini tidak memperhitungkan faktor jarak antara dua tempat sehingga awal dan akhir puasa kedua tempat tersebut bisa jatuh pada tanggal yang sama tetapi bisa juga berbeda oleh karena itu Muhammadiyah tidak otomatis memberlakukan wujudul hilal atau matla fi wilayatil hukmi akan tetapi menyerahkan kewenangan tersebut kepada kebijakan pimpinan pusat muhammadiyah. Walaupun secara geografis dua buah tempat saling berdekatan. Jika keduanya berada pada sisi yang berlainan dari garis tanggal Kamariyah maka awal dan akhir ramadhan ditempat itu berbeda namun karena Indonesia menganut 23 Ibid. hlm.3

9 prinsip matla fi wilayatil hukmi maka penanggalan Kamariyah harus sama di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. 24 Dari dua kriteria tersebut terdapat peluang adanya inkonsistensi Muhammadiyah. Wujudul hilal seharusnya memungkinkan satu daerah dengan daerah yang lainnya terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan Kamariyah baru sekalipun masih dalam satu negara, sedangkan dengan konsep matla fi wilayatil hukmi kemungkinan perbedaan tersebut dengan sendirinya akan hilang. Dalam beberapa kasus misalnya, saat penentuan Idul Adha 1423, masalah ini teratasi dengan konsep matla' fi wilayatul hukmi. Namun bila kasus ekstrem seperti Syakban 1423 dengan garis ijtima' saat magrib bergeser ke arah barat, ke luar Indonesia, konsep matla fi wilayatul hukmi tidak dapat mengatasi wujudul hilal sebelum terjadi ijtima'. Kriteria wujudul hilal kemudian perlu ditambahkan dengan kriteria ijtima sebelum magrib (ijtima qablal ghurub) 25. Penggunaan konsep matla fi wilayatil hukmi yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. 26 Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode hisab yang 24 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah Telaah Syari ah, Sains dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm.18-19 25 Ijtima qabla al-ghurub yaitu apabila ijtima terjadi sebelum matahari terbenam maka pada malam harinya sudah di anggap sebagai bulan baru.lihat dalam, Susiknan Azhari, op.cit, hlm.75 26 M. Taufiq, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah Dalam Penetapan Awal Bulan Kamariyah, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo 2005, hlm.77

10 dikembangkan oleh Muhammadiyah beserta dasar hukum yang digunakannya. Mengingat saat ini Muhammadiyah mempunyai basic massa yang cukup kuat. B. Permasalahan Dengan berdasarkan pada uraian dalam pendahuluan maka dapat dikemukakan disini pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep mathla fi wilayatil hukmi? 2. Apakah latar belakang pemikiran yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep mathla fi wilayatil hukmi? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. 2. Untuk mengetahui latar belakang yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. D. Telaah Pustaka Adapun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah hisab rukyah adalah Fiqh Hisab rukyah Indonesia (Sebuah upaya penyatuan mazhab rukyah dengan mazhab hisab) karya Ahmad Izzuddin yang memberikan

11 deskripsi tentang kedua madzhab dalam term hisab rukyah beserta sebuah upaya penawaran penyatuan antara hisab dan rukyah, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik karya Muhyiddin Khazin buku ini menerangkan tentang penentuan awal bulan Kamariyah dan perhitungannya, dan juga Ilmu Falak (Perjumpan Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari, MA. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa syari at rukyat yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw dapat dimodifikasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan (sains) modern. Modifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk metode hisab untuk mengetahui wujudul hilal dalam menentukan awal bulan Kamariyah. Skripsi Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin Tentang Keharusan Mengikuti Matla Masing-Masing Negeri Dalam Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al Mukthar yang menguraikan tentang keharusan mengikuti matla dalam penentuan awal bulan Kamariyah menurut Ibnu Abidin. Pendapat Ibnu Abidin ini didasarkan pada atsar sahabat yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menjelaskan tentang perbedaan wujudul hilal yang mana kemudian diterapkan oleh Mu awiyah. 27 Skripsi Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi i Shaghir Tentang Rukyah Pada Dua Negara Yang Berbeda Matla nya Dalam Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al-Muhtaj yang menguraikan tentang bagaimana rukyah yang berbeda matla -nya menurut 27 Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin Tentang Keharusan Mengikuti Matla Masing-Masing Negeri Dalam Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al Mukthar, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, 1999

12 Syafi i Shaghir. 28 Menurut Syafi i Shagir, perbedaan matla antar negara menjadi hal penting. Maksudnya adalah meskipun jarak kedua negara dapat menyebabkan kebolehan meng-qashar shalat, namun jika kedua negara tersebut memiliki perbedaan matla maka syarat jarak qashar tidak dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menyamakan matla. Skripsi M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di Indonesia yang menerangkan tentang perbedaan awal bulan Kamariyah antara Muhammadiyah dan Pemerintah dalam perspektif hisab rukyah di Indonesia. Perbedaan awal bulan tersebut karena adanya perbedaan metode hisab. Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab wujudul hilal yaitu apabila hilal sudah positif di atas ufuk,maka awal bulan sudah dapat ditetapkan.meskipun ketinggian hilal belum mencapai ketentuan imkanurrukyah sebagaimana yang digunakan pedoman oleh Pemerintah yaitu ketinggian hilal minimal harus dua derajat. 29 Dalam kajian pustaka tersebut menurut penulis belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang penentuan (hisab) awal bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam konsep matla fi wilaytil hukmi, sedangkan penelitian penulis lebih memfokuskan pada penentuan awal bulan Kamariyah Muhammadiyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. Oleh sebab itulah 28 Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi i Shaghir Tentang Rukyah Pada Dua Negara Yang Berbeda Matla nya Dalam Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al- Muhtaj, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, 1999 29 M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di Indonesia, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, 2005

13 penulis merasa yakin untuk melakukan penelitian ini tanpa adanya kekhawatiran adanya asumsi plagiat. E. Metode Penulisan Agar di dalam penulisan skripsi ini lebih mengarah pada obyek kajian dan sesuai dengan tujuan, penulisan menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah library research yaitu suatu penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, koran, naskah, catatan, dokumen, dan lain-lain. 30 2. Sumber Data Adapun data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat data-data atau informasi tersebut. Data primer ini diperoleh dari Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Manhaj Tarjih Muhammadiyah, serta hasil Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Muktamar Muhammadiyah. b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut. Adapun sumbersumber data sekunder yang digunakan adalah Ilmu Falak (Perjumpaan hlm. 26. 30 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju, 1996,

14 Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari dan sumber lain serta kitab dan buku lainnya yang berkaitan dengan masalah penentuan awal bulan Kamariyah. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Adapun teknik pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dan penelaahan pada literatur dan bahan pustaka yang relevan dengan latar belakang yang diangkat. Penulis juga mengadopsi banyak pendapat yang diungkapkan oleh astronom dari LAPAN Thomas Djamaludin yang merupakan hasil wawancara penulis via Facebook. Serta pendapat pakar lain baik yang diterbitkan maupun tidak. 4. Metode Analisis Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut Lexy J. Moloeng proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul. 31 Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk hlm. 103. 31 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002,

15 mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. 32 Metode deskriptif kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan eksploratif yang merupakan data yang diambil dari penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan menerangkan apa adanya atau apa yang ada sekarang secara mendalam. 33 F. Sistematika Penulisan Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas tiga bagian yakni bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal memuat halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstraksi dan daftar isi. berikut: Sedangkan bagian isi terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai Bab I adalah Pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. 32 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 41 33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm. 245.

16 Bab II adalah teori tentang Fiqh Hisab Rukyah yang isinya meliputi Pengertian hisab rukyah, dasar hukum hisab rukyah, sejarah hisab rukyah, metode hisab rukyah Indonesia dan konsep matla dalam hisab dan rukyat. Bab III merupakan gambaran tentang Metode Hisab dan Rukyah Muhammadiyah yang isinya meliputi tentang sejarah singkat Muhammadiyah, metode hisab dan rukyah Muhammadiyah dan konsep matla fi wilayatul hukmi Muhammadiyah. Bab IV adalah Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah Dalam Konsep Matla Fi Wilayatil Hukmi yang isinya meiputi analisis metode yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatul hukmi dan analisis terhadap latar belakang penerapan konsep matla fi wilayatil hukmi. penutup. Bab V adalah Penutup yang isinya meliputi kesimpulan, saran dan kata Bagian akhir adalah bagian yang isinya meliputi daftar pustaka, lampiran dan biografi penulis.