ABSTRAK IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM RUANG LINGKUP KETENAGAKERJAAN. Bahmid, S.H., M.Kn Dosen Fakultas Hukum Universitas Asahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969

KESESUAIAN UNDANG-UNDANG NO

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

Asas asas perjanjian

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA BERSAMA. yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

Transkripsi:

ABSTRAK IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM RUANG LINGKUP KETENAGAKERJAAN Bahmid, S.H., M.Kn Dosen Fakultas Hukum Universitas Asahan Perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja harus menganut asas kebebasan berkontrak karena dalam perjanjian kerja diantara pihak yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu baik mengenai kondisi dan kedudukan hukum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah asas kebebasan berkontrak menjadi landasan bagi para pihak dalam membuat perjanjian kerja, dan bagaimanakah implementasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja bagi para pihak. Implementasi asas kebebasan berkontrak, dimana suatu perjanjian umumnya menganut asas kebebasan berkontrak begitu pula terhadap perjanjian kerja namun dalam perjanjian kerja diantara pihak yang mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu baik mengenai kondisi dan kedudukan hukum, dalam hal ini pekerja mempunyai kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kedudukan dan kondisi dari pihak pengusaha. Oleh karenanya campur tangan pemerintah sangat diperlukan guna memberikan perlindungan terhadap pihak yang lemah yakni pekerja terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja. 1

A. Latar Pelakang Dalam setiap hubungan kerja, hubungan perburuhan atau hubungan industrial di negara manapun atau penganut sistem hubungan industrial apapun di dunia ini senantiasa dikenal adanya hukum yang mengatur bersifat otonom dan heteronom. Di Indonesia hukum yang bersifat otonom mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dan menentukan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak serta menentukan penyelenggaraan hubungan kerja, putusannya hubungan kerja serta pasca hubungan kerja. 1 Hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja menyebabkan kedudukan para pihak tidak seimbang. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang pekerja dengan seorang pengusaha, hubungan kerja hendak menunjukkan kedudukan kedua belah pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap buruh. 2 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, hal ini tercantum pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Subyek hukum dalam perjanjian kerja terdiri dari pengusaha dan pekerja. Menurut Pasal 1 ayat (3) yang dimaksud sebagai 1 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan, 1983), hal. 1. 2 Koko Kosidin, Perjanjian Kerja, Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 18. 2

pekerja/buruh setia orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha pada Pasal 1 ayat (5) adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 3 Pada mulanya perjanjian kerja diatur dalam Bab. VllA Buku III KUH Perdata dengan judul Melakukan Pekerjaan. Pengaturan perjanjian kerja tersebut bersifat hukum privat namun dalam perkembanganya banyak ketentuan yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti peraturan baru lagi yang kebanyakan bersifat hukum publik. Hal itu wajar karena hukum perburuhan sebagai hukum yang berdiri sendiri mempunyai sifat hukum privat maupun sifat hukum publik. Dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, hal ini tercantum pada Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian-Perjanjian Untuk Dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata menyebutkan 3 Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. pengertian perjanjian perburuhan 3

adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu si buruh, mingikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk suatu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. 4 Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b) kemampuan atau membuatnya, perjanjian itu dapat dibatalkan. 5 Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak dan menganut system terbuka. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian mengenai apa saja, sepanjang tidak bertentangan kecakapan melakukan perbuatan dengan undang-undang, hukum, c) adanya pekerjaan yang kesusilaan dan ketertiban umum. 6 diperjanjikan, dan d) pekerjaan Peraturan perundang-undangan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan mengenai hukum perjanjian pada umumnya juga bersifat menambah perundang-undangan yang atau pelengkap yang artinya pihakpihak dalam membuat perjanjian, berlaku. Perjanjian kerja yang bebas untuk menyimpang dari dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan kemampuan pada ketentuan-ketentuan dan kecakapan para pihak yang 4 Zainal Asikin, et. al, Dasar-Dasar 5 Mohd Syaufi Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005), hal. 7. 6 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 3. Cetakan 21, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 13. 4

tersebut, tentunya sepanjang tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketentuan umum. 7 Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian. Kalau tidak mengatur sendiri mengenai sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut para pihak akan tunduk kepada ketentuan undang-undang. Biasanya dalam suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua yang bersangkutan dengan perjanjian hanya menyetujui halhal yang pokok saja, yang lainnya tunduk pada undang-undang. 8 Sebagai konsekuensi sistem terbuka dari hukum perjanjian 7 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008), hal. 11. 8 Mohd Syaufi Syamsuddin, Op. Cit, hal. 4. yang mengandung asas kebebasan memebuat perjanjian tersebut, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan menekan pada perkataan semua, maka Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan kepada masyarakat, bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya sebagai suatu undang-undang. 9 Akan tetapi perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal 1338 dapat dimaknai bahwa para 9 Suharmoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hal. 13. 5

pihak bebas menentukan isi dan bentuk dari suatu perjanjian akan tetapi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan asas itikat baik yakni tidak bertentangan tetap, atau perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan Ketenagakerjaan di Indonesia. Posisi pekerja yang lemah kerena pengusaha menggunakan dengan undang-undang, landasan hukum berupa perjanjian berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. 10 Sehingga hak dan kewajiban dari pihak yang menentukan perjanjian tersebut yaitu sebagai alasan untuk menghindari beberapa kewajiban (meminta izin, permohonan penetapan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemberian uang pesangon, penghargaan atas pengusaha membatasi masa kerja dan ganti rugi) yang kewajibannya untuk memenuhi hak dari pekerja. Hal ini terkait dalam menentukan hak-hak pekerja seperti pemberian upah di bawah upah minimum, tidak memberikan keselamatan kerja maupun kesehatan kerja, tidak ada cuti, jenis dan sifat pekerjaan yang seharusnya merupakan pekerjaan menjadi tanggungan pengusaha. Kecenderungan ini akan merugikan pekerja dalam upaya memperoleh hak-hak mereka. 11 Dalam praktek dan perkembangannya perjanjian tidak dibuat dengan menggunakan perjanjian standar, sehingga dapat menciptkan ketidak seimbangan bagi para pihak dalam menentukan 10 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 35. 11 Iman Sjahputra Tunggal, Pokok- Pokok Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Harvarindo, 2009), hal. 307. 6

isi perjanjian. Salah satu pihak hanya menandatangani saja tanpa adanya kebebasan berkontrak. Perjanjian standar mensyaratkan bagi pihak yang membutuhkan dengan kesepakatan take it or leave it. Tanpa menjunjung prinsip konsensualisme yang berdasarkan kehendak bebas dari para pihak Berkontrak Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah maka, yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: Bagaimanakah asas dan asas itikad baik. 12 kebebasan berkontrak Mengingat begitu pentingnya penerapan asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian kerja antara para pihak, dimana obyek penelitian yang dipergunakan adalah perjanjian kerja yang dibuat antara perusahaan dengan para pekerja, maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuliskan hasilnya dalam sebuah menjadi landasan bagi para pihak dalam membuat perjanjian kerja. C. Metode Penelitian Penelitian skripsi ini termasuk jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan skripsi yang berjudul Analisis Penerapan Asas Kebebasan 12 Ibid, hal. 355. 7

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 13 Penelitian hukum normatif atau kepustakaan menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji mencakup: 14 1) Penelitian terhadap asasasas hukum; 2) Penelitian terhadap sistematik hukum; 3) Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal; 4) Perbandingan hukum; 5) Sejarah hukum. Dari kelima pembedaan penelitian hukum normatif di atas, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian untuk menemukan hukum in concreto, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan apakah hukum yang sesuai untuk diterapkan guna menyelesaikan suatu perkara tertentu. D. Telaah Pustaka 1. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian 1.1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya.oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar memperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud. 15 Dalam literatur hukum Indonesia, perumusan tentang materi perjanjian tergantung pada 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hal 13-14. 14 Ibid, hal. 12. 15 Suharmoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hal. 117. 8

kehendak yang dikaitkan dengan sumber hukum yang diikutinya. Namun, semuanya kembali ke Belanda. Kata overeenkomst lazimnya diterjemahkan dengan kata perjanjian, sedangkan hukum sumber awal hukum perikatan yang terdapat dalam Buku III Kitab perjanjian overeenkomstenrech. disebut Jadi Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yakni pada Pasal 1313 KUH Perdata, karena jika kita membicarakan tentang perjanjian, maka pertama-tama harus persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, sama artinya dengan perjanjian. Akan tetapi adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan diketahui pengertian perjanjian persetujuan. 17 Persetujuan yang diatur dalam Pasal 1313 KUH merupakan terjemahan dari Perdata yang berbunyi: perjanjian overeenkomst, sedangkan atau suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan orang atau lebih mengikatkan sebagai wilsovereenstemming dirinya terhadap satu orang lain atau lebih lainnya. 16 (persetujuan kehendak atau kata sepakat). 18 Kata persetujuan merupakan Sedangkan Abdulkadir terjemahan dari perkataan overeenkomst dalam bahasa 16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Terjemahan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cetakan XXV, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), hal. 282. Muhammad menyatakan bahwa 17 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 97. 18 R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1988), hal. 3. 9

perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan. 19 Ahmadi Miru mengatakan bahwa: Perikatan bersumber dari perjanjian dan undangundang, perikatan yang bersumber dari undangundang dibagi dua, yaitu dari undang undang saja dan dari hukum dan perbuatan yang melanggar hukum. 20 Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apabila seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang diperjanjikan oleh pihak lain. Hal undang-undang perbuatan karena manusia. ini berarti bahwa masing-masing pihak dibebani kewajiban dan Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua yaitu, perbuatan yang sesuai diberi hak sebagaimana yang dijanjikan. Dengan demikian, perjanjian merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal 19 Abdulkadir Muhammad, Hukum ini berbeda dari kegiatan yang Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 78. 20 Ibid, hal. 1-2. 10

tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas dapat datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu saling mengikat diri terlihat dari adanya consensus dari kedua belah pihak. 2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus maksudnya dalam pengertian perbuatan dipahami pengertian perjanjian termasuk tindakan hanya mengenai perjanjian sepihak termasuk juga pada perbuatan dan tindakan, seperti zaakwarneming, onregmatige daad. Abdulkadir Muhammad mengatakan Pasal 1313 KUH Perdata kurang memuaskan karena ada kelemahannya yaitu: 1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum yang tidak mengandung adanya consensus. Seharusnya dipakai kata persetujuan saja. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Dikatakan terlalu luas karena terdapat juga dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat dalam buku I seperti janji kawin, pelangsungan lainnya atau lebih. Kata kerja perkawinan. Sedangkan mengikat sifatnya hanya perjanjian yang dikehendaki oleh 11

buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan bersifat personal. 4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan atas kebebasan berkontrak yang berhubungan dengan isi perjanjian dan asas harus merupakan sesuatu yang halal. 22 Jadi, hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum mengadakan perjanjian, perikatan, bahkan sebagian ahli sehingga para pihak mengikat dirinya tidak untuk apa. 21 Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa dengan diizinkan orang membuat peraturan sendiri karena pasalpasal dari hukum perjanjian itu tidak lengkap, itulah yang menyebabkan sifat hukum perjanjian disebut dengan hukum pelengkap (optimal law) hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak dikenal dalam KUH Perdata, karena dalam KUH Perdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang. 23 selanjutnya bahwa asas yang menentukan bahwa setiap orang adalah bebas atau leluasa memperjanjikan apa saja disebut 21 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 78. 22 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 110. 23 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 1-2. 12

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa perbuatan hukum yang mengikat antara para pihak yang terlibat dalam suatu hubungan hukum diawali dengan adanya suatu perjanjian. Setiap orang diberi kebebasan untuk mengadakan perikatan atau perjanjian sepanjang tidak melanggar batasan yang ditentukan. Berdasarkan kehendak para pihak yang membuat perjanjian maka dapat diadakan pengecualian terhadap berlakunya pasal-pasal dari hukum yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari beberapa defenisi di atas penulis lebih memilih pendapat yang dikemukakan oleh R. Subekti, yaitu adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling mengikatkan diri dengan cara memberi dan menerima sesuatu. 1.2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat perjanjian yang telah di tentukan oleh Undang-undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat yang ada dalam Undang-undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak di akui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak 13

yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan 1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang mematuhi syarat perjanjian yang mereka buat walaupun tidak membuat (Consensus). perjanjian memenuhi syarat perjanjian itu berlaku diantara mereka. Apabila suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau perjanjian itu batal. Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh 2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity). 3. Ada suatu hal yang tertentu (A certain subject matter). 4. Ada suatu sebab yang halal (Legal cause). 24 Keempat syarat sahnya perjanjian tersebut selanjutnya undang-undang sehingga dapat dirinci sebagaimana, perjanjian tersebut diakui oleh hukum. Syarat-syarat sahnya suatu persetujuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata dengan sendirinya berlaku juga bagi sahnya suatu perjanjian. Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal dikemukakan berikut ini: 1. Adanya Kesepakatan Kedua Belah Pihak Syarat yang pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH 1320 KUH Perdata adalah, sebagai berikut: Cit, hal. 88. 24 Abdul Kadir Muhammad, Op. 14

Perdata. yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. pernyataan kehendak, yaitu dengan: a) Bahasa yang sempurna dan tertulis; b) Bahasa yang sempurna secara Dengan sepakat lisan; dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia c) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang kenyataannya seseorang seringkali menyampaikan diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan secara bebas. 25 Maksud, yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya; d) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; e) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan. 26 kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. Ada 5 (lima) cara terjadinya persesuaian 25 Komariah, Hukum Perdata, (Malang: UMM Press, 2008), hal.169. 26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan 1, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hal. 7. 15

2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan tidak terganggu ingatannya, cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang dewasa yang terganggu pengampuan dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. 27 Dalam membuat sesuatu perjanjian seseorang haruslah cakap bertindak dalam lalu lintas hukum, karena dalam perjanjian itu seseorang terikat untuk melaksanakan suatu prestasi dan harus dapat mempertanggung jawabkannya. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1339 KUH Perdata bahwa setiap orang adalah cakap untuk mengadakan persetujuan, kecuali orang-orang yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. 28 M. Yahya Harahap, menyatakan bahwa subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan adalah orang yang mampu melakukan ingatannya, anak di bawah umur dan orang yang berada di bawah 27 R. Subekti, Op. Cit, hal. 19. 28 Ibid, hal. 19. 16

tindakan hukum. Umumnya mereka yang mampu melakukan tindakan hukum adalah orang dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di bawah pengampuan wali maupun di bawah curatele. 29 Subjek dari perjanjian harus cakap bertindak menurut hukum. Dalam hal ini akan terikat dengan segala ketentuan yang telah disepakati bersama, maka ia harus mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Orang yang tidak sehat pikirannya walaupun telah dewasa, tidak mengadakan hubungan hukum, hal ini dikarenakan ia tidak dapat menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik. 30 Orang yang belum dewasa, umumnya belum dapat menentukan dengan sempurna dan tidak mampu mengendalikan ke arah yang baik, sehingga ia dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Sedangkan orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang berdasarkan keputusan hakim dinyatakan bahwa ia tidak mampu/pemboros dapat menyelenggarakan di dalam mengendalikan kepentingannya dengan baik dan memerlukan bantuan dari pihak lain untuk menyelenggarakan keinginannya sehingga bagi mereka harus ada wakil dari orang tertentu untuk menyelenggarakan kepentingannya. Ketidakcakapan kepentingannya. 31 ini disebut tidak cakap untuk 9. 29 M.Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 30 Ibid, hal. 9. 31 Ibid, hal. 9. 17

Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya cakap bertindak menurut hukum. Ahmadi Miru mengatakan bahwa: 32 Seorang dikatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum jika orang tersebut belum cukup 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang telah berumur 21 tahun ke atas, oleh hukum diangap telah cakap kecuali karena suatu hal ditaruh di bawah pengampuan, seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan atau pemboros. 3. Adanya Suatu hal Tertentu Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, belah pihak jika timbul suatu perselisihan. 33 Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang yang sudah ada di tangan si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. Akibat syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka perjanjian itu dianggap batal demi hukum. 34 artinya apa yang diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban kedua 33 R. Subekti, Op. Cit, hal. 19. 34 Abdul Kadir Muhammad, Op. 32 Ahmad Miru, Op. Cit, hal. 29. Cit, hal. 94. 18

Tidak menjadi halangan bahwa jumlah barangnya tidak tertentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Barang yang akanada di kemudian hari juga bisa menjadi objek dari suatu perjanjian, ketentuan ini disebutkan pada Pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata. Selain itu yang harus diperhatikan adalah suatu hal tertentu haruslah sesuatu hal yang biasa dimiliki oleh subyek hukum. Persyaratan yang demikian itu sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Untuk sahnya suatu perjanjian juga harus memenuhi syarat yang dinamakan sebab atau yang diperbolehkan. Akan tetapi, yang dimaksud dengan causa yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. menyatakan bahwa hal-hal yang Undang-undang tidak diperjanjikan dalam perjanjian haruslah tertentu barangnya atau memperdulikan apa yang terjadi sebab orang yang mengadakan sekurang-kurangnya jenisnya. ditentukan perjanjian, yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang 4. Ada suatu sebab yang halal Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi adalah isi perjanjian itu yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh 19

undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. 35 Jika perjanjian yang berisi causa yang tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa causa atau sebab, ia dianggap tidak pernah ada. 36 Dengan demikian, apabila apa yang diperjanjikan. Sedangkan suatu perjanjian yang isinya tidak ada sebab yang diperbolehkan atau isinya melanggar ketentuan, maka perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan karena melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja 2.1. Pengertian Perjanjian Kerja Pada mulanya perjanjian kerja diatur dalam BAB. Vll A Buku III KUH Perdata dengan judul dalam membuat perjanjian tidak Perjanjian-perjanjian Untuk terdapat suatu hal tertentu, maka dapat dikatakan bahwa objek perjanjian tidak ada. Oleh karena itu, perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang Melakukan Pekerjaan. Pengaturan perjanjian kerja tersebut bersifat hukum privat namun dalam perkembanganya banyak ketentuan yang dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti peraturan baru lagi yang kebanyakan bersifat hukum 35 Ibid, hal. 94. 36 Ibid, hal. 96. publik. Hal itu wajar karena hukum 20

perburuhan sebagai hukum yang berdiri sendiri mempunyai sifat hukum privat maupun sifat hukum publik. Pengertian perjanjian kerja yang diatur dalam Pasal 1601(a) KUH Perdata yaitu dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja merupakan perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan berdasarkan unsur wewenang perintah, untuk melakukan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu dengan menerima upah. Dalam Pasal tersebut terdapat 3 (tiga) hal pokok, yaitu: a. Pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. b. Upah yang diberikan oleh Ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian baru mengenai perjanjian kerja yaitu bahwa suatu perjanjian kerja adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pegusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 37 Perjanjian kerja menurut Iman Soepomo diartikan sebagai suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah dan pihak lain (majikan) mengikatkan diri untuk majikan. c. Keadaan siburuh yang ada dibawah perintah si majikan. 37 Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 21

mempekerjakan pihak yang satu (buruh) dengan membayar upah. 38 Perjanjian kerja menurut R. Subekti adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yang dalam bahasa Belanda disebut dienstverhording, yaitu suatu yang berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain. 39 Selanjutnya Ridwan Halim menyatakan bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan atau karyawan- 38 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan-Bidang Hubungan Kerja, Cetakan VI, (Jakarta: Djamban, 1987), hal- 51. 39 R. Subekti, Op. Cit,hal. 63. karyawan tertentu, yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban dari masing-masing terhadap satu sama lainya. 40 Istilah perjanjian kerja harus dibedakan dengan hubungan kerja, jadi tidak akan ada hubungan kerja apabila tidak dilakukan perjanjian kerja. Dalam praktek, hubungan kerja sering disebut sebagai hubungan perburuhan (labour relation) atau hubungan industrial. 2.2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Perjanjian kerja juga termasuk perjanjian pada umumnya, sehingga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam 40 A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 1-2. 22

ketentuan Pasal 1320 kuh Perdata. Mengenai syarat sahnya perjanjian kerja telah diatur tersendiri. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1320 KUH Perdata pihak-pihak untuk membuat perjanjian. c. Suatu hal tertentu, artinya bahwa isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan tentang syarat sahnya perjanjian, peraturan maka agar perjanjian kerja yang perundangundangan, ketertiban umum diadakan itu sah, maka harus maupun kesusilaan. memenuhi syarat-syarat perjanjian seperti yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Isiperjanjian kerja adalah hak-hak dan kewajibankewajiban tenga kerja serta Adapun perjanjian kerja berikut: syarat-syarat adalah sebagai hak-hak dan kewajibankewajiban majikan. 41 Ketentuan ini juga tertuang a. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu (antara buruh/tenaga kerja dan majikan). Jadi tidak boleh ada paksaan yang dalam Pasal 52 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar yaitu sebagai berikut: mengakibatkan perjanjian tersebut batal. b. Adanya kemampuan/kecakapan 41 Sedjun Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hal. 95. 23

a. Kesepakatan kedua belah pengusaha cakap dalam pihak; membuat perjanjian. Kesepakatan kedua belah pihak merupakan kesepakatan bagi mereka atau pihak-pihak yang mengikatkan dirinya yaitu pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju dan sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Semua hal yang didalam perjanjian kerja merupakan kehendak dari kedua belah pihak. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh pengusaha, begitu juga pengusaha menerima pekerja untuk dipekerjakan. b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Kedua belah pihak dalam perjanjian kerja yaitu pihak Seseorang dipandang cakap dalam membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan batasan umur dalam membuat perjanjian adalah minimal berusia 18 tahun selain itu seseorang dikatakan cakap dalam membuat perjanjian jika tidak terganggu jiwanya atau waras. c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; Pekerjaan disini merupakan obyek perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban bagi para pekerja dengan pihak 24

pihak yaitu pihak pengusaha dan pihak pekerja. d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan syarat syarat subyektif, karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian. Sedangkan syarat yang ketiga dan syarat keempat disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek peraturan perjanjian. Jika syarat obyektif perundangundangan yang berlaku. Pekerjaan sebagai obyek dalam perjanjian kerja harus halal, maksudnya tidak boleh tidak dipenuhi, maka akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberi kesepakatan secara bebas bertentangan Undang-undang, dengan ketertiban dan orang tua atau pengampu bagi orang-orang yang dibawah umum dan kesusilaan. Hal ini yang menyebabkan didalam suatu perjanjian kerja, jenis pekerjaan merupakan hal yang harus jelas disebutkan. Keempat syarat sahnya perjanjian kerja tersebut bersifat komulatif, yaitu harus dipenuhi pengampuan dapat meminta pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim. 2.3. Unsur Perjanjian Kerja semuanya dalam perjanjian kerja Berdasarkan pengertian agar perjanjian kerja tersebut sah. perjanjian kerja diatas, dapat Syarat pertama dan kedua disebut 25

ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja tersebut yaitu : a. Adanya unsur work atau pekerjaan, dalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang di perjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai yang diperjanjikan bentuk dari perintah tersebut dapat secara tertulis yang terdapat dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pekerja diwajibkan untuk mentaati seluruh perjanjian kerja yang ada dan berlaku didalam dikerjakan oleh pekerja itu perusahaan tempatnya sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. 42 b. Adanya unsur perintah, manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerjaan yang bersangkutan harus tunduk pada perintah 42 Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 67. bekerja. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan yang berdasarkan ketentuan Pasal 1603 huruf (b) KUH Perdata yang berbunyi: Si buruh diwajibkan menaati aturan-aturan tentang hal melakukan pekerjaan serta aturan-aturan yang ditujukan ada perbaikan tata tertib dalam perusahaan si majikan 26

didalam batas-batas, aturanaturan, Undang undang atau perjanjian, maupun reglemen atau jika tidak ada menurut perjanjian atau berakhirnya disetujui pada saat pekerjaan yag disepakati selesai. Oleh karena itu pekerja tidak boleh kebiasaan. melaksanakan pekerjaan Dalam perjanjian kerja unsur wewenang perintah memiliki sekehendak hatinya. Begitu pula simajikan tidak boleh peranan pokok, tanpa adanya memperkerjakan pekerjanya unsur wewenang perintah seumur hidup, karena berarti antara kedua belah memperkerjakan pekerja pihak ada kedudukan yang sama yaitu yang memerintah dan yang diperintah. c. Adanya waktu tertentu waktu tertentu memiliki pengertian yang sangat luas, dapat berarti waktu tidak tertentu, selama seumur hidup sama dengan perbudakan dan selain itu pekerjaan yang dilakukan pekerja haruslah pekerjaan yang memberikan manfaat bagi majikan, oleh karenanya pekerja tidak boleh artinya berakhirnya waktu melakukan pekerjaan perjanjian pada saat perjanjian kerja tidak ditetapkan, atau waktu seenaknya. Dalam KUH Perdata tidak ada Pasal mengenai waktu tertentu. Para tertentu, yang berarti berakhirnya waktu perjanjian ditetapkan pada saat dibuat 27

sarjana hukum memberikan definisi yang berbeda-beda. 43 Mengenai apa yang dimaksud dengan waktu tertentu, ada yang menolak dan ada yang mempertahankanya. Pembatasan dalam jam kerja dimaksudkan agar pekerja tidak melakukan pekerjaan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan Ketenagakerjaan. d. Adanya unsur pay atau upah; Tujuan utama seorang pekerja yaitu untuk mendapatkan imbalan, sehingga dengan adanya upah hubungan antara pekerja dengan pengusaha sekehendak waktunya, merupakan suatu hubungan demikian juga dengan kerja. Pemberian upah sebagai pengusaha tidak boleh penegasan pembayaran memerintahkan menurut pekerja kepentingan prestasi yang telah diberikan, dikenal dengan asas tiada usahanya semata. Dengan demikian waktu pelaksanaan perjanjian kerja tersebut harus sesuai dengan apa yang upah bila pekerja tidak melakukan pekerjaan (no work no pay). Upah biasanya diberikan setelah pekerja diperjanjikan dalam perjanjian selesai melakukan kerja dan sesuai dengan yang diinginkan oleh pengusaha, 43 Koko Kosidin, Perjanjian Kerja, Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 13. pekerjaanya. Hak atas upah baru akan ada pada saat dimulainya hubungan kerja dan berakhir setelah hubungan kerja berakhir. 28

Dengan di penuhinya keempat syarat tersebut maka perjanjian yang di buat di namakan perjanjian kerja dengan konsekwensi lebih lanjut bahwa orang yang berada di bawah pimpinan orang lain di sebut pekerja, sedangkan orang yang memimpin di sebut pengusaha. 44 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan unsur penting dalam perjanjian kerja, karena dengan tidak terpenuhinya upah maka hubungan kerja yang ada tersebut belum mencerminkan terlaksananya perjanjian kerja, meskipun telah memenuhi ketiga unsur yang lain. Pembayaran upah itu pada prinsipnya harus diberikan dalam bentuk uang, namun demikian dalam praktek pelaksanaanya sesuai dengan pengusaha atau pemberi kerja peraturan perundang-undangan, kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan atau dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan tidak mengurangi kemungkinan pemberian upah dalam bentuk barang, tetapi jumlahnya dibatasi. 45 perundang-undangan termasuk 45 Djumadi, Hukum Perburuhan 44 Ibid, hal. 18. dan Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 57. 29

E. PEMBAHASAN : IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK terjadi karena adanya pengaruh Ideologi Individualisme. 46 DALAM RUANG LINGKUP Pengaruh faham KETENAGAKERJAAN Dalam sejarah individualisme yang berkembang pada abad 17-18 telah memberi perkembangan asas kebebasan berkontrak, makna dan isi kebebasan berkontrak mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh suatu masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat. Pada saat lahirnya asas kebebasan berkontrak pada abad 17 dan 18, asas kebebasan berkontrak mempunyai daya kerja sangat kuat, kebebasannya itu tidak dapat dibatasi baik oleh rasa peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak sedemikian bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu. Namun dalam perkembangannya, akibat desakan faham-faham etis dan sosialis, faham individualisme mulai pudar, terlebih - lebih setelah perang dunia kedua. Faham ini secara umum menimbulkan zaman baru dalam hukum, demikian juga pengaruh faham etis dan sosialis ini terlihat dan sangat terasa pada isi dari asas kebebasan berkontrak. 47 keadilan masyarakat atau pun oleh campur tangan negara. Hal ini 46 Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat, (Medan, USU Press, 1985), hal. 2-3. 47 Ibid, hal. 4. 30

Asas kebebasan berkontrak berkontrak meliputi mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. Menurut Treitel, kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. b. Asas umum yang sebagaimana dikutip oleh Sutan mengemukakan pada Remy Sjahdeini, bahwa freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum, yaitu: a. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syaratsyarat umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas yang boleh diperjanjikan oleh kebebasan berkontrak para pihak; asas tersebut meliputi kebebasan bagi para tidak berlakunya membebaskan syarat-syarat pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau suatu perjanjian hanya karena tidak ingin membuat syaratsyarat perjanjian perjanjian. 48 tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan 48 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 47. 31

Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini ini diimplementasikan pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan. Berdasarkan prinsip asas inilah maka Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka. 49 Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak kebendaan demi pemenuhan 49 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 46. kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam KUHPerdata yang menganut sistem kontinental kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. 50 Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak kepemilikan. 51 Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian 50 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 30. 51 A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta: Liberty, 1985), hal. 18. 32

Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut: 1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. 2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. 3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. 4) Kebebasan untuk menentukan Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak di atas, telah menunjukkan bahwa dalam hal melakukan hubungan hukum dalam hal hubungan kerja melalui perjanjian kerja tertulis yang ditandai dengan adanya penandatanganan perjanjian kerja yang mengatur tentang syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak. Sedangkan hubungan kerja melalui perjanjian kerja lisan adalah hubungan kerja tanpa obyek perjanjian. adanya penandatanganan 5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. 6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat perjanjian kerja. Karena tidak ada perjanjian kerja yang ditandatangani, maka hubungan kerja tersebut akan mangacu kepada peraturan ketenagakerjaan opsional optional). 52 (aanvullend, yang berlaku. 53 Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal 53 Sehat Damanik, Hukum Acara hal. 47-48. 52 Sutan Remi Sjahdeini, Op. Cit, Perburuhan, (Jakarta: Dss Publising, 2004), hal. 2. 33

mengenai pembuatan perjanjian kerja, kewajiban pekerja, kewajiban pengusaha dan berakhirnya hubungan kerja. 1. Pembuatan Perjanjian Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, maka harus memuat sebagai berikut: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; Ketenagakerjaan mendefenisikan c. jabatan atau jenis pekerjaan; perjanjian kerja adalah Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Menurut d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban Undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis pengusaha pekerja/buruh; dan maupun lisan. Perjanjian kerja yang dibuat dalam bentuk tertulis diwajibkan terhadap perjanjian kerja waktu tertentu saja. 54 Sedangkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat dibuat secara g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 55 lisan maupun tertulis. 54 Pasal 57 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 55 Pasal 54 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 34

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan yang sekurang-kurangnya memuat keterangan: a. nama dan alamat perundang-undangan yang pekerja/buruh; berlaku. 56 Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. 57 b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah. 58 Selain hal-hal diatas terdapat juga beberapa hal lainnya yang perlu diatur dalam suatu perjanjian kerja: 59 a. Macam pekerjaan; Ketentuan Undang-Undang b. Cara-cara pelaksanaannya; Nomor 13 Tahun 2003 Tentang c. Waktu atau jam kerja; Ketenagakerjaan mengatur d. Tempat kerja; perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, terhadap perjanjian kerja 56 Pasal 57 ayat (2) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 57 Pasal 54 ayat (3) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 58 Lihat Pasal 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 59 A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1990), hal. 23. 35

e. Besarnya imbalan kerja, macam-macamnya serta cara pembayarannya; f. Fasilitas-fasilitas yang disediakan perusahaan bagi pekerja/ buruh/pegawai; g. Biaya kesehatan/pengobatan bagi buruh/pegawai/pekerja; h. Tunjangan-tunjangan tertentu; i. Perihal cuti; j. Perihal ijin meninggalkan pekerjaan; k. Perihal hari libur; l. Perihal jaminan hidup dan q. Berbagai masalah yang dianggap perlu. 2. Kewajiban Pekerja Dalam suatu hubungan kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan itu wajib dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh. Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha sesuai isi perjanjian kerja. Pekerja/buruh yang baik adalah buruh yang menjalankan masa depan pekerja; kewajibankewajibannya dengan m. Perihal pakaian kerja; n. Perihal jaminan perlindungan kerja; o. Perihal penyelesaiaan masalah-masalah kerja; p. Perihal uang pesangon dan uang jasa; baik, yang dalam hal ini kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama, seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. 60 Pekerja harus mentaati peraturan perusahaan yang 60 Pasal 1603d KUHPerdata. 36

menurut ketenagakerjaan undang-undang peraturan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya, yang dimaksud perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syaratsyarat kerja dan tata tertib perusahaan. 61 dengan imbalan termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada buruh secara teratur dan terusmenerus. 3. Kewajiban Pengusaha Pengusaha juga Pengusaha berkewajiban berkewajiban untuk memberikan upah terhadap pekerja. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku diperusahaan. Peraturan pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang perusahaan memuat: sekurang-kurangnya telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau a. Hak dan kewajiban pengusaha. b. Syarat kerja. c. Tata tertib perusahaan. peraturan perundang-undangan d. Jangka waktu berlakunya dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan 61 Lihat Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila bertentangan 37

dengan peraturan perundangundangan yang berlaku maka yang digunakan adalah peraturan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang perundang-undangan. Jangka dapat menyebabkan waktu berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah masa berlakunya habis. 4. Berakhirnya Hubungan Kerja Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja akan berakhir disebabkan oleh: a. Pekerja meninggal dunia. b. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir. c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau berakhirnya hubungan kerja. Dengan demikian, apabila membicarakan mengenai kerangka perjanjian kerja tentunya tidak akan terlepas dari adanya syaratsyarat kerja. Oleh karena itu, untuk lebih memahaminya terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian syarat-syarat kerja tersebut dan ketentuan yang diatur didalamnya. Perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan perusahaan atau pemberi kerja dalam mengikat penetapan penyelesaian lembaga perselisihan hubungan kerja, yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. Adanya keadaan atau kejadian kewajiban para pihak. Dalam pembuatan perjanjian kerja dipersyaratkan atau dibuat atas dasar: tertentu yang dicantumkan 38