IV. KONDISI UMUM LOKASI

dokumen-dokumen yang mirip
4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

Bab III Karakteristik Desa Dabung

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERSEPSI MASYARAKAT PETANI TAMBAK TERHADAP KELESTARIAN HUTAN MANGROVE DI DESA PABEAN ILIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 6. Peta Kabupaten Karawang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005

DAFTAR ISI. Ekspedisi Citarum Wanadri Muara Gembong, Bekasi...4 Sekilas Potret Masyarakat Muara...9 Pencemaran Air: Berkah atau Bencana?...

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Cakupan bahasan. A. Status B. Progres C. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

III. KEADAAN UMUM LOKASI

SYLVOFISHERY (MINA HUTAN) : PENDEKATAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SECARA LESTARI ABSTRAK

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

Melaksanakan tanaman hutan di setiap lokasi garapan masing-masing. pasang surut air laut dan aliran sungai. pengembangan pengelolaan ikan dan lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

IV. KONDISI UMUM LOKASI 4.1. Letak dan Luas Kawasan hutan BKPH Cikiong terletak di tiga wilayah administratif pemerintahan, yakni: Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, dan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Berdasarkan pembagian wilayah administratif pengelolaan hutan RPH Cibuaya termasuk ke dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Cikiong, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kawasan ini terbentang di pantai utara Jawa Barat antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cipanugara di sebelah timur, memanjang kurang lebih 31,80 km di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Pedes dan Batujaya. Bagian barat kawasan BKPH Cikiong termasuk kedalam Kecamatan Pakisjaya, bagian tengah termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Batujaya, dan bagian timur termasuk dalam wilayah Cibuaya. Batas-batas kawasan BKPH Cikiong adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Laut Jawa b. Sebelah Timur : Desa Sedari, Kedungjaya, dan Cibuaya Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang c. Sebelah Selatan : Desa Segarjaya, Batujaya, Karyabakti, Tambaksari, dan Tambaksumur Kecamatan Batujaya Kabupaten Karawang d. Sebelah Barat : Wilayah Administratif Kabupaten Bekasi Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 599/Kpts-II/1997 tanggal 17 September 1997, luas kawasan hutan BKPH Cikiong adalah 8.749,25 hektar. Kawasan ini terbagi atas Hutan Tetap seluas 7.823,25 hektar dan Hutan Cadangan seluas 912,65 hektar. Kawasan hutan di BKPH Cikiong termasuk kedalam Kelas Perusahaan Payau dengan jenis tanaman api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia alba), dan tancang ( Bruguirea gymnorhiza ). Sedangkan secara teknis, pengelolaan hutan BKPH Cikiong berada di lima Resort Pemangkuan Hutan (RPH), yaitu: 1. RPH Pakis : 2.028,35 Ha 2. RPH Cikeruh : 1.401,30 Ha

3. RPH Pangakaran : 1.518,10 Ha 4. RPH Ciwaru : 2.080,80 Ha 5. RPH Cibuaya : 1.707,35 Ha Luas lahan yang digarap oleh petani untuk dijadikan tambak adalah seluas ± 6.600 Ha, dengan petani penggarap sebanyak 1.508 orang pesanggem dengan sistem silvofishery. 4.2. Status dan Sejarah Pengelolaan Status kawasan hutan BKPH Cikiong berdasarkan Berita Acara Tata Batas tertanggal 15 Maret 1934, yang disahkan oleh Direksi Perum Perhutani pada tanggal 15 Agustus 1934, luas hutan Cikiong adalah 9.373,80 hektar. Selanjutnya berdasarkan Berita Acara Tata Batas tanggal 14 Agustus 1959 yang disahkan tanggal 25 Agustus 1959 terdapat pembebasan lahan mangrove seluas 1.550,55 hektar untuk lahan pertanian, sehingga luas kawasan menjadi 7.823,25 hektar. Berdasarkan usul Kepala KPH Purwakarta tanggal 4 Juli 1963, tanah yang ada di luar kawasan hutan yang terdapat di wilayah Pakis dimasukan kedalam areal hutan. Bupati Kepala Daerah tingkat II Karawang dengan suratnya Nomor : Pem-2095/12/63, tanggal 23 Agustus 1963 memutuskan bahwa tanah tersebut dimasukan ke dalam areal hutan Cikiong, sehingga luasnya yang semula 7.723,25 ha menjadi 8.735, 90 ha ( BKPH Cikiong, 1993) Berdasarkan bagan kerja KPH Purwakarta, kawasan hutan BKPH Cikiong terbagi dalam lima Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Pakis ( 1.115,70 ha), RPH Cikeruh (1.401,30 ha), RPH Pengakaran (1.158,10 ha), RPH Ciwiru (2.080,50 ha), dan RPH Cibuaya (1.707,35 ha). Luas kawasan masing-masing RPH tersebut secara terinci disajikan pada Tabel 4. Pada tanggal 11-19 September 1992 telah dilakukan pengukuran oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dan inventarisasi keadaan di dalamnya yang dilakukan oleh BPN Karawang dan Pemerintahan Desa dan Kecamatan Pakisjaya. Hasil dari pengukuran tersebut ternyata dari 871 ha, ± 41 ha terkena abrasi. Pada tanggal 16 Juni 1993 diadakan rapat yang dipimpin oleh Sekwilda Kabupaten Karawang yang intinya mohon pendirian Perhutani tentang penyelasaian/pengukuhan hutan blok Tanjungpakis,

yang keadaannya telah berupa kampung, sawah, tambak/empang, dan tegalan. Namun masalah tersebut masih dalam penyelesaian sehingga lahan tersebut belum dapat dikuasai dan dikelola, sehingga untuk mempermudah administrasi dipergunakan luasan angka luas kawasan 7. 823,25 ha. Tabel 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Pembagian Resort Pemangkuan Hutan BKPH Cikiong. No RPH Kecamatan Luas Kawasan Hutan(ha) Jumlah Hutan Tetap Hutan Cadangan (ha) 1 Pakis Pakisjaya Batujaya 1.115,70 912,65 2. 028,35 2 Cikeruh Batujaya 1. 401,30 0 1. 401,30 3 Pangakaran Batujaya 1. 518,10 0 1. 158,10 4 Ciwaru Batujaya Cibuaya 2. 080,80 0 2. 080,80 5 Cibuaya Cibuaya 1. 707,35 0 1. 707,35 Jumlah 7. 823,25 912,65 8. 735.90 Sumber BKPH Cikiong, 1993. Areal hutan BKPH Cikiong KPH Purwakarta ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove pada tanggal 17 September 2001 yang didasarkan pada SK. Menteri Kehutanan No. 599/Kpts-II/1997 tanggal 17 September 1997. Luas kawasan hutan ini adalah 8.749,25 hektar. Kawasan ini terbagi atas Hutan Tetap seluas 7.823,25 hektar dan Hutan Cadangan seluas 912,65 hektar. Kawasan hutan di BKPH Cikiong termasuk kelas perusahaan payau (Arief, 2002) Pengelolaan hutan payau Cikiong dimulai sejak dilaksakannya penataan pada tahun 1934. Beberapa kali terjadi kerusakan hutan yang berat akibat ulah manusia penyerobotan, perubahan fungsi hutan dan lainnya. Reboisasi besarbesaran dilaksanakan pada tahun 1967 menyusul kerusakan berat pada tahun 1963. Perum Perhutani berupaya agar sedapat mungkin menjawab kebutuhan masyarakat sekitar hutan, menata dan membangun hubungan saling menguntungkan. Banyak program yang telah digulirkan dan yang paling menarik adalah program-program dimana masyarakat sekitar diberi peranan dalam pembangunan hutan yang sekaligus dapat menghidupi mereka secara finansial. Tahun 1989 Perum Perhutani menerapkan sistem Perhutanan Sosial dalam mengatasi gangguan para petani tambak dalam areal hutan mangrove di BKPH Cikiong.

4.3. Iklim, Tanah dan Topografi 4.3.1. Iklim Berdasarkan pencatatan data iklim diketahui bahwa rata-rata harian di Kabupaten Karawang berkisar antara 25 27ºC, dengan suhu maksimum harian antara 28-32ºC, dan suhu minimum harian berkisar antara 18-20ºC. Kelembaban udara berkisar antara 70 80%. Jumlah hari hujan rata-rata 130 hari/tahun dan ketinggian curah hujan sekitar 2.223 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Arif (2003), lokasi penelitian tergolong dalam kelas C dengan jumlah bulan hujan rata rata 5-6 bulan. 4.3.2. Tanah Tanah di lokasi hutan mangrove RPH Cibuaya sebagian besar terbentuk dari endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, sehingga tampak tanahnya merupakan campuran dari bahan-bahan yang sudah hancur. Teksturnya tergolong liat, tanah berwarna abu-abu dan kedalaman tanah tergolong dalam. Diperkirakan jenis tanahnya termasuk jenis aluvial dengan ciri-ciri tekstur liat berpasir, lempung, warna coklat abu-abu, kedalaman tanah tergolong dalam. Tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong rendah sedang. Daerah ini pada umumnya terdiri atas tanah hitam berpasir yang dipengaruhi pasang surut air laut dan banjir ( Arief, 2002). 4.3.3. Topografi Keadaan topografi di dalam kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong secara keseluruhan tergolong datar sampai landai. Adapun ketinggian tempat lokasi tersebut diperkirakan 0 2 meter diatas permukaan laut. 4.4. Vegetasi dan Satwaliar Berdasarkan data yang didapat dari BKPH Cikiong (1993), kondisi hutan di BKPH Cikiong adalah sebagai berikut : (1) Kelas perusahaan hutan payau dengan tanaman yang terdiri dari api api (Avicennia alba), bakau (Rhizophora mucronata), kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan waru (Hibiscus sp.). (2) lahan lain yang terdiri dari pemukiman, lahan sengketa, lahan pinjam pakai, sawah, areal saluran, badan sungai, tanggul, serta tanah timbul.

Kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong termasuk dalam muara sungai Cibuntu. Kawasan ini mempunyai potensi keanekaragaman flora dan fauna yang besar. Jenis tumbuhan yang ada di lokasi penelitian diantaranya bakau-bakau (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia alba) dan tancang (Bruguiera gymnorrhiza). Dari jenis-jenis tersebut, jenis yang paling dominan adalah bakau-bakau (Rhizophora spp.). Satwaliar yang terdapat di kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong didominasi oleh jenis burung, yang sebagian besar termasuk jenis burung air. Kawasan hutan ini terdapat lebih kurang 30 jenis burung dan 13 jenis burung yang dilindungi. Jenis satwa yang berada di hutan mangrove adalah biawak (Varanus salvator), ular lampe, ular blibug dan beregul (pemakan ikan). Sedangkan jenis ikan yang ada diantaranya adalah sidat (Arguilla sp), lundo (Arilus maculatus), belosa (Elertis fuscus), sembilang (Cordosioma sp), kipper (Scatophagus argus), udang putih (Palemonetes sp), kepiting (Cardiosoma sp), glodok (Pheropthalmus cantonesis), kakap (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), betotot, mujair dan belanak. Terdapat juga jenis lain seperti ikan dan udang yang dibudidayakan oleh masyarakat dengan sistem sylvofishery di empang-empang yang terdapat di dalam kawasan ini. 4.5. Sejarah dan Letak Lokasi Penelitian 4.5.1. Sejarah Lokasi Wilayah BKPH Cikiong secara historis pada awalnya merupakan kawasan hutan mangrove yang didominasi tegakan jenis bakau-bakau (Rhizophora spp.) dan api-api (Avicennia spp.) dengan berbagai manfaat yang dihasilkannya, baik langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar antara lain berupa berbagai jenis ikan tangkapan yang selanjutnya menjadi masalah karena dilakukan dengan mengabaikan ekosistem hutan payau. Secara umum wilayah BKPH Cikiong adalah salah satu wilayah yang mengalami kerusakan akibat tekanan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dimulai pada tahun 1960-an dengan latar belakang ekonomi nasional yang cukup

parah, menyebabkan masyarakat sekitar hutan payau masuk dan menggarap kawasan hutan tanpa terkendali untuk dijadikan empang parit untuk budidaya ikan bandeng dan udang. Puncak kerusakan terjadi akibat euphoria reformasi. Akibat penggarapan yang dilakukan masyarakat tersebut, sebagian besar luasan (± 6.600 Ha) telah berubah menjadi empang budidaya ikan dengan sistem silvofishery. Rehabilitasi lahan kawasan hutan yang terus dilakukan sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan karena adanya perbedaan kepentingan antara sosial ekonomi dan kepentingan kelestarian hutan payau. 4.5.2. Aksesibilitas Lokasi penelitian berjarak ±41 km dari kota Karawang yang dilanjutkan ke Rengasdengklok menggunakan mobil, motor atau angkutan umum selama 30 menit. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Desa Sedari yang dapat ditempuh dengan menggunakan mobil atau motor karena tersedia jalan aspal. Dari Desa Sedari menuju ke lokasi penelitian (RPH Cibuaya dan PPS) dapat ditempuh dengan menggunakan motor selama 15 menit atau jika jalan terendam banjir dapat dilalui dengan menggunakan perahu motor yang disewakan penduduk sekitar selama 20 menit. 4.6. Kondisi Sosial Kemasyarakat Masyarakat yang berada di sekitar RPH Cibuaya memiliki pekerjaan yang beragam. Salah satu desa yang masuk dalam RPH Cibuaya adalah Desa Sedari. Jumlah kepala keluarga Desa Sedari sebanyak 1.147 dan jumlah penduduk sebanyak 4.452 orang dengan jumlah laki-laki 2.257 orang dan perempuan 2.195 orang. Dari total penduduk itu, terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 4.436 orang dan agama lainnya 16 orang. Mata pencaharian pokok masyarakat desa Sedari beraneka ragam, yaitu terdiri dari pemilik sawah (16 orang), buruh tani sawah padi (307 orang), penggarap empang (298 orang), bujang empang (307 orang), pemilik ternak (3 orang), PNS (guru, dll) sebanyak 3 orang, bidan (1 orang), pemilik warung/toko (20 orang), dan tukang (2 orang). Dari beberapa sumber mata pencaharian masyarakat tersebut, paling banyak yang bekerja sebagai penggarap dan bujang empang/tambak. Empang tersebut diisi dengan komoditas ikan dan udang. Jenis

interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan yaitu berupa garapan resmi, garapan tidak resmi dan perencekan/pencurian. 4.7. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di kawasan hutan mangrove BKPH Cikiong dapat dikategorikan kedalam dua kelompok yaitu : (1) lahan tanaman dan (2) bukan tanaman. Luas lahan yang dikategorikan sebagai lahan tanaman adalah seluas 7.220,87 ha. Lahan ini ditanami dengan berbagai jenis pohon, baik yang termasuk kelas perusahaan payau maupun tidak. Lahan yang dikhususkan bukan untuk tanaman mempunyai luas 601,385 ha. Lahan bukan untuk tanaman ini merupakan lahan pinjam pakai yang digunakan Pertamina (21,74 ha), untuk sawah (110,05 ha), pemukiman (39,895 ha), saluran /kali serta tanggul (362,20 ha), dan disengketakan dengan masyarakat setempat (18 ha) (Arief, 2002). Kawasan RPH Cibuaya yang dimanfaatkan sebagai tambak memiliki luasan 1286,86 Ha dengan jumlah pengelola (pesanggem) 194 orang.