BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA TINGKAT AWAL (2015) DAN TINGKAT AKHIR (2013) DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. adanya perbedaan yang signifikan antara self regulated learning pada mahasiswa 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). SBMPTN 2013 merupakan satu-satunya pola seleksi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

BAB II LANDASAN TEORI

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PERILAKU TERHADAP HASIL BELAJAR MATA KULIAH MATEMATIKA EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Belajar, Junal Anima, (Vol. XI, No. 42, Januari-Maret/1996), hlm Murjono, Inteligensi dalam Hubungannya dengan Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puncak dari seluruh kegiatan akademik di bangku kuliah adalah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. Remaja. Jurnal Al-Qalamvol 15.no Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB II KAJIAN TEORITIK

Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Penggunaan Pendekatan Modifikasi APOS

HUBUNGAN ANTARA TASK VALUE DENGAN SELF-REGULATION OF LEARNING PADA MAHASISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN SINDANGSARI AL-JAWAMI

BAB I PENDAHULUAN. terstruktur, di samping penguasaan alat belajar. Dengan demikian, pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mencapai tujuan pembangunan, karena sumber daya manusia yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Majunya dunia pendidikan sebaiknya diikuti oleh kemampuan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan agar berhasil di perguruan tinggi. Belajar di perguruan tinggi itu sangat berbeda dari belajar di sekolah menengah, karena perbedaannya itu banyak mahasiswa yang merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di perguruan tinggi. Mereka menggunakan strategi belajar yang telah mereka gunakan di sekolah menengah, namun mereka kecewa karena ternyata, di perguruan tinggi, hasilnya tidak sebagus ketika mereka di sekolah menengah. Banyak mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah (dropout) di tahun pertama karena kesulitan menyesuaikan diri (Sudarman, 2004). Disekolah menengah siswa biasanya bersifat lebih pasif, sementara guru yang lebih aktif. Di perguruan tinggi dosen lebih banyak mengharapkan mahasiswa aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara dosen hanya menjadi fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran. Tugas akademik di perguruan tinggi lebih cenderung lebih sulit daripada tugas akademik di sekolah menengah. Di sekolah menangah, siswa biasanya hanya diminta untuk merangkum isi sebagian buku atau mengerjakan latihan yang ada di dalam buku teks. Di perguruan tinggi, mahasiswa diminta untuk berfikir dan menganalisa suatu persoalan dan menuliskan analisa tersebut dalam bentuk makalah. Di sekolah menengah, guru seringkali memeriksa apakah siswa tersebut sudah mengerjakan tugas yang harus siswa kerjakan di rumah, seperti membaca,

dan mengerjakan latihan. Di perguruan tinggi, mahasiswa harus menjadi pembelajar yang mandiri. Oleh karena itu pada mahasiswa dituntut adanya sikap dan perilaku yang benar dalam belajar, banyak faktor yang mempengaruhi salah satu diantaranya adalah kurangnya motivasi belajar dan kurang dipahaminya strategi mahasiswa dalam belajar di perguruan tinggi (Sudarman, 2004). Belajar di perguruan tinggi merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman tentang suatu hal atau penguasaan dalam suatu hal atau bidang hidup tertentu lewat usaha, pengajaran, atau pengalaman. Deasyanti (2007), menyatakan bahwa pada kenyataanya, cukup banyak mahasiwa yang mengalami kesulitan dalam memenuhi pola belajar di perguruan tinggi. Misalnya, sebagian mahasiswa belum mampu melakukan pengaturan diri (self-regulation) dan waktu dalam memenuhi tugas-tugas perkuliahan. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam cara belajar. Untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan tersebut, individu perlu memiliki berbagai pengetahuan yang diperlukan dalam hidup. Pengetahuan yang dimiliki bukan hanya sekedar pengetahuan sesaat, melainkan pengetahuan yang bertahan lama, pengetahuan yang dapat dipahami dan dapat diterapkan setiap waktu ketika dibutuhkan. Dalam memperoleh pengetahuan yang bertahan lama dapat diterapkan suatu kemampuan untuk mengarahkan atau mengontrol proses perolehan tersebut. Piaget (dalam Miller, 1993), mengemukakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan (proses kognitif), setiap individu berperan aktif dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam mengkonstruk pengetahuan. Sedangkan, menurut Schunk dan Zimmerman (1994), kemampuan untuk mengontrol proses perolehan pengetahuan atau proses kognitif disebut sebagai selfregulation.

Self regulation adalah suatu pembelajaran yang membuat individu dapat mengatur dirinya. Pembelajaran yang termasuk didalamnya yaitu pengaturan yang meliputi proses berpikir dan akan dimunculkan menjadi suatu perilaku yang terarah dan teratur (Ormrod, 2009). Self-regulation akan lebih mudah dipahami melalui kegiatan belajar. Menurut Zimmerman (dalam Schunk dan Zimmerman, 1994), self-regulation merupakan kemampuan untuk mengontrol proses belajar. Menurutnya, individu yang memiliki selfregulation, dalam kegiatan belajar terlihat aktif, memiliki ketekunan dan inisiatif dalam mengerjakan tugas-tugas, menguasai strategi-strategi belajar, mampu memecahkan masalah, bereaksi terhadap hasil belajar dan memiliki keyakinan diri. Schunk (dalam Schunk dan Zimmerman 1996), berpendapat individu yang memiliki self-regulation dalam belajar memiliki tanggung jawab dalam belajar, mampu mengatur perilaku dan kognisinya dengan memperhatikan instruksi, mengontrol proses belajar dengan mengintegrasikan pengetahuan, melakukan latihan untuk mengingat, mempertahankan nilai-nilai positif mengenai kemampuan belajar dan dapat memperkirakan hasil belajar. Kebiasaan belajar mahasiswa erat kaitannya dengan waktu belajar maupun untuk kegiatan lain yang menunjang proses pembelajaran. Belajar yang efesien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni dengan adanya pengaturan waktu, baik waktu untuk mengikuti kuliah, belajar di rumah, belajar bersama/kelompok, maupun untuk mengikuti ujian. Strategi belajar yang efisien akan mengarah pada hasil belajar yang maksimal. Arjanggi dan Suprihatin (2010) berpendapat bahwa salah satu faktor yang berpengaruh untuk memperbaiki dan menimgkatkan hasil belajar mahasiswa, yaitu apabila adaanya self regulation. Mahasiswa yang mampu melakukan pengaturan diri

dengan baik adalah bekal yang penting bagi masa depannya. Mahasiswa yang mampu mengontrol setiap perilaku baik dalam belajar, dalam bergaul dengan lingkungan sosial, merupakan mahasiswa yang memiliki self regulated yang baik karena mahasiswa mampu mengontrol tingkat emosi agar tidak mengganggu hasil belajar dan mampu berusaha mengendalikan dirinya apabila hal yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan baik. Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (Papalia, 2001) berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL). Zimmerman (1988) menjelaskan penggunaan Self-Regulated Learning sebagai suatu bentuk upaya individu dalam memotivasi diri untuk dapat mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin baik Self-Regulated Learning, maka akan semakin baik hasil prestasi yang dapat dicapai. Sebaliknya, jika siswa memiliki Self- Regulated Learning yang rendah, maka kurang dapat melakukan perencanaan, pemantauan, evaluasi pembelajaran dengan baik, kurang mampu melakukan pengelolaan potensi dan sumber daya yang baik dan sebagainya, sehingga hasil dari belajarnya tidak optimal, sesuai dengan potensi diri yang dimilikinya. Dengan demikian, konsep selfregulated learning ini sangat cocok untuk mahasiswa, karena mereka memiliki kontrol yang besar atas jadwal waktu mereka sendiri, dan bagaimana mereka mendekati proses pembelajaran (Pintrich, 1995).

Sehingga dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang tinggi, maka cenderung memiliki tanggung jawab, adanya dorongan dari dalam diri, ketika menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan, karena mahasiswa mampu berpikir bahwa sesuatu yang dilakukan akan lebih maksimal jika dilandaskan dari dorongan dalam diri dan tingkat studi mahasiswa juga berhubungan dengan prestasi akademik mahasiswa sehingga self regulated learning menjadi dorongan dan usaha seseorang terhadap tujuannya untuk memiliki prestasi akademik yang tinggi dan tingkat studi mahasiswa menjadi tingkatan yang mengakibatkan kualitas dari pola pikir dan penyusunan strategi dalam belajar menjadi berbeda untuk mendapatkan hasil akademik yang sesuai dengan keinginanya. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana perbedaan self regulated learning pada mahasiswa tingkat awal (2015) dan mahasiswa tingkat akhir (2013) di Fakultas Psikologi Bina Nusantara. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan di latar belakang. Peneliti membuat identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah Perbedaan Self Regulated Learning antara mahahsiswa tingkat awal (2015) dan tingkat akhir (2013) di fakultas psikologi universitas Bina Nusantara? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu :

Mengetahui perbedaan Self Regulated Learning antara mahahsiswa tingkat awal (2015) dan tingkat akhir (2013) di fakultas psikologi universitas Bina Nusantara 1.3.2. Manfaat Penelitian Peneliti mengaharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun manfaat praktis bagi pembaca. 1.3.2.1. Manfaat Teoritis - Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi untuk menjelaskan self regulated learning pada mahasiswa tingkat awal dan mahasiswa tingkat akhir. - Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu psikologi, khususnya dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya, terutama mengenai self regulated learning. 1.3.2.2. Manfaat Praktis - Memberikan saran praktis kepada mahasiswa dalam meningkatkan self regulated learningnya - Memberikan saran praktis kepada dosen umtuk meningkatkan self regulated leraning.