PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN SPEKTRAL PADA CITRA SATELIT LANDSAT, SPOT DAN IKONOS

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

Citra Satelit IKONOS

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

PENGOLAHAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN VEGETASI MENGGUNAKAN ER MAPPER 7.0 (Laporan Peongolahan Citra Satelit)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

KEMAJUAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SERTA APLIKASINYA DIBIDANG BENCANA ALAM. Oleh: Lili Somantri*)

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

JENIS CITRA

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh ( Citra ASTER dan Ikonos ) Oleh : Bhian Rangga JR Prodi Geografi FKIP UNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

Model Citra (bag. 2)

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

BAB IV PENGOLAHAN DATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA CUACA PADA SAAT KEJADIAN ROBOHNYA JEMBATAN DI PULAU BERHALA TANGGAL 7 JULI 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 5 HASIL-HASIL PENGINDERAAN JAUH. Pemahaman Peta Citra

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK

BAB II KOMPRESI DATA PENGINDERAAN JAUH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ix

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

Transkripsi:

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com Received August 2016, Accepted August 2016 ABSTRAK Perkembangan zaman yang sangat pesat saat ini mendorong keinginan manusia untuk dapat melakukan kegiatan dan pekerjaan dalam segala bidang kehidupan dengan lancar dan tepat waktu. Salah satunya adalah satelit yang digunakan untuk merekam permukaan bumi. Satelit terdiri dari beberapa resolusi yaitu resolusi spasial yg merupakan ukuran terkecil dari suatu objek, resolusi ini terdiri dari resolusi tinggi (0.6-4 m), menengah (4-30 m) dan rendah (30 - > 1000 m). Kemudian resolusi temporal yaitu waktu pengambilan, resolusi ini terdiri dari Resolusi spasial tinggi (0.6-4 m), resolusi spasial menengah (4-30 m), resolusi spasial rendah (30 - > 1000 m). Sedangkan Resolusi Radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek. Resolusi ini berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0-63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-65535). Kata kunci : perbandingan, resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi radiometrik, kendala PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang sangat pesat saat ini mendorong keinginan manusia untuk dapat melakukan kegiatan dan pekerjaan dalam segala bidang kehidupan dengan lancar dan tepat waktu. Akan tetapi dalam hal ini manusia sering mengalami hambatan yang dikarenakan oleh kurang akuratnya hasil analisis cuaca yang menjadi salah satu sumber informasi yang digunakan oleh manusia dalam memprakirakan cuaca, agar dapat merencanakan dan melaksanakan berbagai kebijakan pekerjaan (Santi, 2011). Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropik. Letak tersebut mengakibatkan curah hujan yang diterima cukup tinggi. Di daerah tropik, bentuk presipitasi yang umum terjadi adalah hujan. Di Indonesia penelitian mengenai hujan menjadi penting mengingat seringkalinya timbul persoalan baik yang berkaitan dengan rendahnya curah hujan maupun persoalan tentang curah hujan yang tinggi (Kusmawati, 2008). Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi cuaca adalah satelit. Dengan menggunakan satelit, kondisi cuaca dapat teramati secara spasial dalam ruang lingkup yang cukup luas. Satelit GMS dapat memberikan informasi dari hasil liputannya yaitu memantau permukaan bumi, liputan awan, badai tropik, ENSO, posisi dan gerak ITCZ dan menduga curah hujan. Pemanfaatan satelit cuaca ini dapat pula digunakan untuk melihat sebaran awan di daerah Indonesia. Dengan pengolahan citra satelit dapat ditentukan pula sebaran hujan di berbagai daerah (Kusmawati, 2008). 74

Resolusi Spasial Merupakan ukuran terkecil obyek di lapangan yang dapat direkam pada data digital maupun pada citra. Pada data digital resolusi dilapangan dinyatakan dengan pixel. Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor, berarti sensor itu semakin baik karena dapat menyajikan data dan informasi yang semakin rinci. Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah (Suwargana,2013). Resolusi spasial merupakan kemampuan untuk menampakkan dua objek yang berdekatan secara terpisah. Dapat disebut juga daya memecah detail suatu objek. Resolusi spasial dipengaruhi oleh pixel citra tersebut. Semakin banyak pixel dan ukuran pixel yang kecil memberikan detail yang lebih baik, karena setiap pixel akan mewakili informasi suatu citra. Semakin besar matrix pixel maka akan memberikan resolusi spasial yang lebih baik. Resolusi spasial dapat disebabkan juga oleh blur akibat faktor geometris, misalnya karena ukuran fokus tabung, dofusi cahaya pada receptor, bukan diafragma, dan pergerakan pasien. Dalam diagnostik pencitraan digital, resolusi spasial 2,5-5,0 mm merupakan range optimal dalam menghasilkan citra. Untuk mammografi yang membutuhkan detail tinggi ketika ada mikro kalsifikasi, ataupun tulang yang membutuhkan detail maka dibutuhkan resolusi spasial yang lebih tinggi. Dalam pencitraan CR penyebab resolusi spasial yang rendah adalah karena hamburan cahaya saat imaging plate dibaca. Kejadian ini dapat mengakibatkan blur pada saat imaging plate dibaca oleh imaging plate reader (Setyawan, 2014). Dalam menentukan range resolusi, ada tiga tingkat ukuran resolusi yang perlu diketahui, yaitu: a. Resolusi spasial tinggi, berkisar : 0.6-4 m. b. Resolusi spasial menengah, berkisar : 4-30 m c. Resolusi spasial rendah, berkisar : 30 - > 1000 m (Suwargana, 2013). Gambar 1.1 Hasil Perbedaan Resolusi Spasial Beberapa contoh satelit bumi yang mempunyai resolusi spasial adalah: a. Landsat : 15 meter pada mode pankromatik dan 30 meter pada mode multispektral 75

b. Spot : 10 meter pada mode pankromatik dan 20 meter pada mode multispektral c. Ikonos : 1 meter pada mode pankromatik dan 4 meter pada mode multispektral (Suwargana, 2013). Berikut adalah resolusi spasial pada beberapa jenis citra : Citra SPOT resolusi spasialnya 10 dan 20 meter Citra Landsat TM resolusi spasialnya 30 meter Citra Landsat MSS resolusi spasialnya 79 meter Citra IKONOS resolusi spasialnya 1.5 meter, diluncurkan pertama kali pada tanggal 24 September 1999 oleh Space Imagine, merupakan citra satelit komersil pertama. Citra QuickBird resolusi spasialnya yang tertinggi saat ini yaitu 0.61 meter. Diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 oleh Digital Globe. Citra OrbView 3 resolusi spasialnya adalah 1 meter (pankromatik) dan 4 meter (multispektral). Diluncurkan pada 26 juni 2003 oleh GeoEye. Formosat 2 resolusi spasialnya adalah 2 meter (pankromatik) dan 8 meter (multispektral) (Sugiarto, 2012). Resolusi Temporal Resolusi temporal diartikan sebagai lamanya waktu bagi sensor satelit untuk mengindera daearah yang sama untuk yang kedua kalinya. Satuannya biasanya adalah hari. Semakin banyak jumlah hari yang diperlukan untuk mengindera daerah yang sama maka semakin rendah resolusi temperolanya, dan sebaliknya (Syah,2010). Resolusi temporal ialah frekuensi perekaman ulang kembali ke daerah yang sama pada rentang waktu tertentu. Rentang waktu perulangan ke asal daerah yang sama satuannya dinyakan dalam jam atau hari, contoh resolusi temporal ini: a. Resolusi temporal tinggi berkisar antara : <24 jam - 3 hari. b. Resolusi temporal sedang berkisar antara : 4-16 hari c. Resolusi temporal rendah berkisar antara:> 16 hari (Suwargana, 2013). Bebarapa contoh satelit bumi yang mempunyai resolusi temporal: a. Landsat generasi 1 : 18 hari b. Landsat generasi 2 : 16 hari c. SPOT : 26 hari atau 6-7 kali/bulan karena sensor dapat ditengokkan arah perekamannya d. Ikonos: antara 1,5 sampai 3 hari (Suwargana, 2013). 76

Gambar 1.3 Hasil Sensor Resolusi Temporal oleh LANDSAT generasi 1 :18 hari. Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik dapat diartikan sebagai julat (range) representasi/kuantisasi data, yang biasanya dipergunakan untuk format raster. Julat tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0-63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-65535). Semakin besar bit yang dimiliki oleh suatu sensor, maka sesnsor tersebut dapat dikatakan mempunyai resolusi radiometrik yang tinggi (Syah,2010). Resolusi radiometrik ialah kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding, yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan dalam bit. Landsat 7 ETM+ memiki resolusi radiometrik sebesar 8 bit yang berarti 256 tingkat kecerahan (0-255), 0 untuk sinyal terlemah (hitam) dan 255 untuk sinyal terkuat (putih). Berbeda halnya dengan Landsat 8 OLI yang memiliki resolusi radiometrik sebesar 16 bit yang berarti 65536 tingkat kecerahan 0 untuk sinyal terlemah (hitam) dan 65535 untuk sinyal terkuat (putih). Hal tersebut menjelaskan bahwa Landsat 8 OLI memiliki resolusi radiometrik lebih tinggi dibandingkan Landsat 7 ETM+. Semakin tinggi resolusi radiometrik yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula kemampuan untuk membedakan objek-objek di permukaan bumi (Hernan, 2016). 77

Gambar 1.4 Hasil Sensor Resolusi Radiometrik 8 bits = 256 pixel value [from 0-255] Kendala Resolusi Meskipun benar bahwa resolusi yang tinggi akan memberikan data yang lebih banyak, tetapi itu tidak sinonim dengan meningkatnya jumlah informasi yang diperoleh. Dari segi teknis, pemakai dihadapkan pada pilihan untuk mengoptimalkan resolusi (spasial, temporal, spektral dan radiometrik), biaya untuk mendapatkan data, dan pengolahan data tersebut. Meningkatnya resolusi membawa konsekuensi meningkatnya jumlah data yang harus diperoleh. MSS yang mengkover 185 km x 170 km dengan resolusi 79 m x 79 m, 4 band dengan resolusi radiometrik 7 bit untuk band 4, 5 dan 7 serta 6 bit untuk band 6 membutuhkan ruang 24 MB, sementara TM yang mencakup areal yang sama, dengan resolusi 30 m x 30 m, 7 band dan 8 bit membutuhkan 227 MB. Berangkat dari hal di atas, maka pemilihan resolusi perlu disesuaikan dengan obyek atau fenomena masalah yang dihadapi serta biaya yang tersedia (Forester, 2016). KESIMPULAN Sistem penginderaan jauh ini memiliki macam-macam resolusi yang terdiri dari resolusi spasial,temporal dan radiometrik. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek di lapangan yang dapat direkam pada data digital maupun pada citra. Pada data digital resolusi dilapangan dinyatakan dengan pixel. Tingkat resolusi spasial terdiri dari resolusi spasial tinggi berkisar : 0.6-4 m, menengah berkisar : 4-30 m dan rendah berkisar : 30 - > 1000 m. Resolusi spasial ini terdapat pada beberapa citra yaitu LANDSAT, SPOT,IKONOS, dan lain-lain. Sedangkan resolusi temporal adalah lamanya waktu bagi sensor satelit untuk mengindera daearah yang sama untuk yang kedua kalinya, dan resolusi ini hanya terdapat pada LANDSAT dan SPOT saja. resolusi temporal terdiri dari resolusi temporal tinggi berkisar antara : <24 jam - 3 hari. Resolusi temporal sedang berkisar antara : 4-16 hari. Resolusi temporal rendah berkisar antara:> 16 hari. Sedangkan 78

resolusi Radiometrik adalah julat (range) representasi/kuantisasi data, yang biasanya dipergunakan untuk format raster. Julat tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0-63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-65535). Semakin besar bit yang dimiliki oleh suatu sensor, maka sesnsor tersebut dapat dikatakan mempunyai resolusi radiometrik yang tinggi. Sedangkan kendalanya menggunakan resolusi citra ini adalah biaya untuk mendapatkan data, dan pengolahan data tersebut. Meningkatnya resolusi membawa konsekuensi meningkatnya jumlah data yang harus diperoleh. MSS yang mengkover 185 km x 170 km dengan resolusi 79 m x 79 m, 4 band dengan resolusi radiometrik 7 bit untuk band 4, 5 dan 7 serta 6 bit untuk band 6 membutuhkan ruang 24 MB, sementara TM yang mencakup areal yang sama, dengan resolusi 30 m x 30 m, 7 band dan 8 bit membutuhkan 227 MB. DAFTAR PUSTAKA Forester,A. 2016. Dsiplay Citra Digital Penginderaan Jauh (Bab I). Http://Www.Forester.Id/2016/03/Display-Citra-Digital-Penginderaan- Jauh.Html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2016. Pukul : 23.50 Hernan. 2016. Konsep Resolusi Dalam Penginderaan Jauh. Https://Hernandeaff.Wordpress.Com/2016/02/29/Konsep-Resolusi-Dalam- Penginderaan-Jauh-Spasial-Spektral-Radiometrik-Temporal/. Diakses Tanggal 11 Oktober 2016. Pukul : 07.46 Kusmawati, Y. 2008. Variasi Spasial Dan Temporal Hujan Konvektif Di Pulau Jawa Berdasarkan Citra Satelit. Jurnal Agromet Indonesia. 22(1) : 1-14. Syah, A.F. 2010. Penginderaan Jauh Dan Aplikasinya Di Wilayah Pesisir Dan Lautan. Jurnal Kelautan. 3(1). 18-28 Santi,R.C.N. 2011. Teknik Perbaikan Kualitas Citra Satelit Cuaca Dengan Sataid. Jurnal Teknologi Informasi Dinamik. 16(2) : 101-109 Setyawan, H.T. 2014. Uji Resolusi Spasial Pada Perangkat Lunak Computed Radiography Menggunakan Pengolahan Citra Digital. Youngster Physics Journal. 3(4) : 311-316 Sugiarto, D.P. 2012. Menilai Keunggulan Resolusi Citra. Https://Tnrawku.Wordpress.Com/2012/03/25/Menilai-Keunggulan-Resolusi- Citra/. Diakses Tanggal 08 Oktober 2016. Pukul : 20.00 Suwargana, N. 2013. Resolusi Spasial, Temporal Dan Spektral Pada Citra Satelit Landsat, Spot Dan Ikonos. Jurnal Ilmiah Widya. 1(2) : 167-174 79