KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Upik Hamidah. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 8/Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

BAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman dan sebagai lahan untuk pertanian. Namun pada perkembangannya,

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam. merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis

Transkripsi:

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) jika dalam pembuatan akta jual beli tanah tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dan apa akibat hukum untuk PPAT dalam membuat akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertanggungjawab secara keseluruhan pembuatan akta jual beli baik prosedur, mekanisme, dan tatacara. 2. PPAT yang menerbitkan sertifikat akta jual beli tidak sesuai dengan prosedur, maka PPAT dibebankan tanggung jawab hukum dan tanggung jawab administrasi. Pejabat, Akta, Jual beli. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sedemikian pentingnya akta yang dibuat PPAT dalam rangka peralihan hak atas tanah, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah, kecuali pendaftaran peralihan tak melalui lelang hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pendaftaran peralihan tersebut didasarkan pada akta yang dibuat oleh PPAT. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 37 Ayat (1) peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yang berbunyi sebagai 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Merry Elisabeth Kalalo, SH, MH; Elko L. Mamesah, SH, M.Hum; Corneles Dj. Massie, SH, MH 2 NIM. 100711079 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat berikut : Pendirian hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akta PPAT adalah akta otentik dan sebagai sebuah akta otentik terdapat persyaratan ketat dalam hal prosedur pembuatan, bentuk dan formalitas yang harus dilakukan sehingga akta tersebut berhak disebut sebagai akta otentik. Hal ini ditegaskan oleh pasal 1868 KUHP perdata : suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat. Jadi syarat otentisitas suatu akta yaitu: 1. Dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang 2. Oleh atau dihadapkan pejabat umum 3. Pejabat tersebut harus berwenang di tempat dimana akta tersebut dibuat. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat dengan daftardaftar yang ada dikantor pertanahan. Tata cara dan formalitas pembuatan akta otentik adalah merupakan ketentuan hukum yang memaksa, artinya tata cara dan prosedur pembuatan itu harus diikuti dengan setepat-tepatnya tanpa boleh disampingi sedikitpun. Penyimpangan dari tata cara dan prosedur pembuatan akta otentik akan 49

membawa akibat hukum kepada kekuatan pembuktian akta itu. 3 Meskipun prosedur untuk melaksanakan peralihan (peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak)atau pemindahan hak atas tanah (hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada orang lain). Misalnya dalam jual beli tanah sangat ketat, tapi dalam setiap peralihan dan pemindahan hak atas tanah selalu terbuka kemungkinan adanya tuntutan dari orang ketiga, bahwa tanah tersebut adalah miliknya, jadi meskipun peralihan hak atas tanah tersebut sudah dilaksanakan melalui akta PPAT, tetap terbuka kemungkinan akan dapat menimbulkan sengketa pertanahan. Hal ini baik yang disebabkan oleh adanya pihak ketiga yang merasa mempunyai hak atau yang disebabkan oleh adanya kesalahan pada PPAT yang membuat aktanya atau adanya cacat hukum pada aktanya baik yang disebabkan oleh karena adanya penyimpangan atau kesalahan pada pembuatan ataupun karena adanya kesalahan pada prosedur penandatanganan aktanya. Dari uraian diatas, penulis tertarik dan bermaksud mengkaji dan memahami lebih dalam hal ini dan penulis memberi judul skripsi ini: Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana tanggung jawab dari Pejabat PembuatAkta Tanah (PPAT) jika dalam pembuatan akta jual beli tanah tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT? 2. Apa akibat hukum untuk PPAT dalam membuat akta jual beli tanah yang tidak 3 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentuk Undang-Undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2007, hal. 507. sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT? C. METODE PENELITIAN Dalam penulisan ini metode penelitian yang digunakan adalah gabungan dari metode pendekatan yang bersifat normatif dan metode bersifat empiris.dengan menggabungkan kedua metode pendekataan ini yaitu melihat kenyataan dilapangan dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan, kemudian dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada dalam peraturan perundangundangan dengan kenyataan yang ada dilapangan. PEMBAHASAN A. TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM PEMBUATAN AKTA YANG TIDAK SESUAI DENGAN TATA CARA PPAT Dasar hukum tanggung jawab PPAT telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang memberikan kewenangan yang bersifat atribusi kepada pejabat pembuat akta tanah untuk menerbitkan sertifikat. Sesuai dengan pasal 1 butir 24 PP No. 24 tahun 1997, bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta tanah tertentu. Menurut Pasal 1 butir 1 PP No. 37 tahun 1998 dinyatakan : Pejabat Pembaut Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Ketentuan ini sebenarnya sudah tercantum dalam PP No. 10 tahun 1961, yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah, 50

dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat aktaakta yang akan dijadikan dasar perubahan data pendaftaran tanah (Penjelasan Umum alinea ke-33 PP No. 37 tahun 1998). Dalam melaksanakan tugas-tugas keagrarian atau yang berhubungan dengan pertanahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 24 tahun 1997, kedudukan PPAT sangat penting terutama sebagai pejabat umum yang berperan dalam hal bertugas melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah karena setiap perjanjian yangbermaksud memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT. Di dalam PP No. 37 tahun 1998, di samping mengenal PPAT juga ada yang disebut PPAT Sementara dan PPAT Khusus. PPAT Sementara adalah Pejabat membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu (Pasal 1 butir 2 dan 3 PP No. 37 tahun 1998). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh PPAT, meliputi : 1) Jual beli; 2) Tukar menukar; 3) Hibah; 4) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); 5) Pembagian hak bersama; 6) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; 7) Pemberian Hak Tanggungan; 8) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan; (vide Pasal 2 PP No. 37 tahun 1998). Kedudukan PPAT sebagai pejabat umum, maka PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi sebagai pengacara atau advokat, pegawai negeri atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah (vide Pasal ayat (2) PP No. 37 tahun 1998). Dalam melaksanakan sebagian tugas pendaftaran tanah khususnya perbuatan hukum tertentu, PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum tersebut di atas yang terletak di dalam daerah kerjanya. Sedangkan untuk PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukkannya. Dengan demikian, kedudukan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuat oleh PPAT diberi kedudukan sebagai akta otentik. Sertifikat merupakan bukti terkuat dan terpenuh dari kepemilikan seseorang atas tanah sebagaimana diatur dalam Undangundang Pokok Agraria (UUPA No. 5 tahun 1960). Dengan memiliki sertifikat seseorang dianggap sah menduduki dan memiliki tanah serta melakukan hubunganhubungan hukum maupun transaksi terhadap tanah tersebut. B. AKIBAT HUKUM UNTUK PPAT DARI PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH OLEH PPAT YANG TIDAK SESUAI 51

DENGAN TATA CARA PEMBUATAN AKTA PPAT. Akta jual beli merupakan bukti yang sah dari terjadinya peralihan hak kepemilikan atas tanah baik dalam proses jual beli maupun proses lainnya. Keabsahan akta jual beli sangat penting mengingat kalau terjadi gugatan atau penolakan dari satu pihak maka akta jual beli sebagai bukti bahwa telah terjadi peralihan. PPAT yang membuat akta jual beli kedudukannya sangat penting karena PPAT adalah pejabat yang membuat dan mengesahkan terjadinya jual beli atau peralihan tanah lainnya. Pentingnya kedudukan PPAT dalam menerbitkan akta jual beli menuntut pertanggungjawaban hukum terhadap atak yang dibuat. Itulah sebabnya PPAT harus mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Undang-undang dan berbagai peraturan pemerintah yang terkait dengan peralihan kepemilikan atas tanah dan pendaftaran tanah. Semua tatacara tersebut harus diikuti agar supaya akta peralihan hak yang dibuat oleh PPAT sah menurut hukum. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dapat menimbulkan risiko bagi kepastian hak atas tanah yang timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut. 4 PPAT mempunyai peranan besar dalam peralihan hak atas tanah karena memiliki tugas membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang merupakan akta otentik. Sebagai akta otentik akta PPAT haruslah memenuhi tata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang dan peraturan-peraturan lainnya. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dapat membuat suatu akta batal demi hukum dan akan mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak dalam akta tersebut. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah disingkat IPPAT adalah perkumpulan/organisasi bagi para PPAT, berdiri semenjak tanggal 24 September 1987, diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon) berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 April 1989 nomor C2-3281.HT.01.03 Th.89, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatannya selaku PPAT yang menjalankan fungsi pejabat umum, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tersebut diatas dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 11 Juli 1989 nomor 55 Tambahan nomor 32.Berbicara mengenai akibat hukum untuk seorang PPAT tentunya berkaitan dengan Kode Etik tentang PPAT. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) dalam Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Indonesia yang berbunyi : Kode Etik PPAT dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan berdasarkan keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk didalamnya para PPAT Pengganti 5 Kode etik ini berlaku bagi seluruh PPAT dan bagi para PPAT Pengganti, baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (khusus bagi yang melaksanakan tugas jabatan 4 eprints.undip.ac.id 5 denbagusrasjid.fils.wordpress.com 52

PPAT) ataupun dalam kehidupan seharihari. PPAT memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang kan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Mengenai sanksi yang dapat dikenakan terhadap PPAT juga ditetapkan dalam Pasal 6ayat (1)Kode Etik PPAT yakni bagi anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat dikenai sanksi berupa: 6 a. Teguran; b. Peringatan; c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT; d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan IPPAT; e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan IPPAT. Penjatuhan sanksi-sanksi tersebut disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut (Pasal 6 ayat [2] Kode Etik PPAT). Sedangkan sanksi pidana yang akan diterima PPAT jika mengetahui data-data yang diberikan oleh pihak yang akan membuat akta adalah palsu yaitu Pasal 55 KUHP yakni mengenai Penyertaan. Kedudukan PPAT selaku pejabat umum dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah yaitu dapat dikatakan sebagai pejabat perantara kepentingan antara pemegang hak milik atas tanah yang berkehendak untuk memperoleh sertifikat dengan pihak Kantor Pertanahan dan sangat menentukan sepanjang mengenai tugas dan wewenangnya dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentua mengenai hak atas tanah 6 www.hukumonline.com khususnya hak milik atas tanah yang terletak di dalam daerah kerjanya. Sertifikat adalah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat untuk semua hak atas tanah khususnya hak milik atas tanah yang sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat hak milik atas tanah diberikan untuk kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan tujuan pendaftaran tanah adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya, seperti dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain. Tiap-tiap hak atas tanah khususnya hak milik atas tanah yang telah dilakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan Nasional/Daerah, pemilik hak atas tanah berhak untuk meminta diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, yang masingmasing telah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Daftar buku tanah terdiri atas kumpulan buku yang dijilid. Bentuk buku tanah dan cara pengisiannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agraria No. 7 tahun 1961 tentang Penyelenggara Tata Usaha Pendaftaran Tanah, yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan adanya Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftara Tanah. Bahwa yang sering dipermasalahkan adalah pengertian pendaftaran peralihan hak yang oleh Pasal 23 ayat (2) UUPA dikatakan merupakan alat bukti yang kuat itu bukan syarat sahnya peralihan hak, pendaftaran dimaksudkan untuk 53

memperoleh sehingga lingkup berlakunya mengikat umum, sehingga pendaftaran itu merupakan keharusan. Dengan demikian pendaftaran itu tidak hanya bersifat adminitratif, proses jual belinya sendiri sudah selesai semenjak dibuatnya akta PPAT, dan semenjak saat itu barang telah beralih kepada pembeli. Hal demikian adalah sesuai dengan azas hukum adat yang dianut dalam UUPA. Dalam hal pendaftaran tanah yang dikenal sekarang ini sebagaimana dimaksud dalam PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah dilakukan melalui pendaftaran secara sistimatik yaitu didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri, disamping pendaftaran tanah secara sporadik yaitu dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistimatik. Cara pendaftaran tanah yang dimaksud ini senantiasa ditingkatkan mengingat dalam kenyataan banyak permintaan dari masyarakat untuk mendaftar tanah secara individual maupun bersama-sama untuk memperoleh kepastian hukum tentang status hak atas tanah yang dimilikinya. Pendaftaran tanah secara sistimatik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Menurut Pasal 32 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan : (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlakunya sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis yang termuat data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. (2) Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997, dinyatakan : Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertanggungjawab secara keseluruhan pembuatan akta jual beli baik prosedur, mekanisme, dan tatacara. 2. PPAT yang menerbitkan sertifikat akta jual beli tidak sesuai dengan prosedur, maka PPAT dibebankan tanggung jawab hukum dan tanggung jawab administrasi. Tanggung jawab hukum maka PPAT akan dituntut sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. B. SARAN 1. Untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pembuatan akta jual beli maka 54

semua PPAT yang melakukan pelanggaran dalam prosedur pembuatan akta jual beli harusdihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku yang mengatur tentang Jabatan PPAT. Begitu juga kepada pihak yang dirugikan harus diberikan ganti rugi oleh PPAT tersebut sesuai dengan nilai tanah atau sesuai kesepakatan. Agar PPAT dapat lebih bertanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan untuk PPAT. 2. Untuk menciptakan kepastian hukum dalam jual beli tanah dan menghindari semakin banyaknya terjadi perselisihan atau perkara tanah di pengadilan, maka seharusnya pengawasan terhadap PPAT harus diperketat. Dengan diperketatnya pengawasan terhadap PPAT diharapkan penyalahgunaan prosedur dan penyimpangan prosedur akan dapat ditanggulangi. DAFTAR PUSTAKA Acmad. Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang,Bayuwangi,2007 Anton M. Moeliono, d.k,k, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya,djambatan, Jakarta,1999 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2000 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 10 tahun 1961 Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Sebelum Dan Sesudah Berlakunya UUPA Hadjon P, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, 1997 Indonesia Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Jabatan Notaris & PPAT,CV, Karya Gemilang, Jakarta, Desember, 2013 Jeddawi M,Memacu Invenstasi Di Era OtonomiDaerah, UII Press. Yogyakarta,2005 Marbun, Ilmu Perundang-undangan Dasardasar dan Pembentukannya,Kanisius, Yogyakarta, 2003 Muliawan. JW, Pemberian Hak Milik Untuk Rumah Tinggal, Jakarta, Cerdas Pustaka Publisher, 2009 Mulyosudarmo,Aspek-Aspek Hukum Ekonomi Global, Gramedia, Jakarta, 1997 Ridwan, Hukum Administrasi Di Daerah, F.H, UII Press, Yogyakarta Subekti.SH, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, 2009 SUMBER-SUMBER LAIN : Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT Peraturan Menteri Negra Agraria/Kepala BPN No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 eprints.undip.ac.id Penunjukan PPAT Sementara denbagusrasjid.fils.wordpress.com Kode Etik IPPAT www.worldbank.com tentang Laporan Bank Dunia. 55