BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akhir-akhir ini kenakalan remaja mendapat sorotan yang cukup tajam dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Pada kehidupan bermasyarakat itu telah ada norma-norma

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

Transkripsi:

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini kenakalan remaja mendapat sorotan yang cukup tajam dari kalangan masyarakat yang memperhatikan masalah ini. Kenakalan remaja yang sering terjadi dewasa ini, tampaknya sudah kehilangan ciri nakalnya dan sudah menjurus pada tindakan-tindakan brutal yang membahayakan keselamatan, baik harta maupun nyawa orang lain. Pada awalnya, kenakalan remaja hanyalah merupakan perilaku nakal dari kalangan remaja yang sering dikatakan sedang mencari identitas diri. Kenakalan remaja yang demikian ini tidak menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat luas. Beberapa peristiwa yang terjadi di kota-kota besar menunjukkan beberapa kenakalan remaja yang menjurus pada tindakan kriminalitas. 1 Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para remaja melakukan perilaku yang mengarah pada kriminalitas. Tulisan ini berusaha menjelaskan secara teoritis tentang hal ini, kenakalan remaja dalam kaitannya dengan perbuatan-perbuatan yang menjurus pada kriminalitas yang dilakukan secara bersama-sama. Pada awalnya kenakalan remaja dikatakan sebagai perbuatan deviasi yang tidak perlu dikhawatirkan. Inilah yang dikatakan sebagai deviasi primer. Setiap orang, yang telah melewati masa remaja, pasti pernah melakukan deviasi primer. Ada beberapa kriteria yang dapat dikategorikan sebagai deviasi primer yaitu perbuatan tersebut tidak dilakukan secara terus-menerus dan 1 Made Darma Weda, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, 1996, halaman 83-84 1

8 perbuatan deviasi yang dilakukan secara disorganisasi dan tidak dilakukan secara lihai, pada dasarnya perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan oleh yang berwajib. 2 Di kalangan remaja, melakukan perbuatan-perbuatan yang menjurus pada kriminalitas tidaklah mudah. Perbuatan tersebut secara teoritis memerlukan dukungan dari kawan-kawan mereka. Mengapa demikian? Edwin.H Sutherland menyatakan bahwa semua perilaku termasuk perilaku jahat merupakan perbuatan hasil dari proses belajar. Hal ini berarti ia menolak teori yang menyatakan bahwa kejahatan merupakan sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir, yang berasal dari keturunan. Oleh karena itulah ia dalam proporsisinya menyatakan bahwa perilaku jahat dipelajari dari orang lain melalui interaksi. Selain proses interaksi, maka yang terpenting perilaku tersebut diperoleh melalui pergaulan yang akrab. Apa artinya semua ini? Menurut Sutherland, orang tidak akan mempelajari tingkah laku jahat hanya melalui interaksi yang tidak akrab. Kejahatan hanya bisa dipelajari kalau ada hubungan yang akrab antara para pihak. Di sinilah kemudian muncul indikasi bahwa kejahatan selalu mempunyai jaringan, selalu mempunyai dukungan. Tanpa adanya dukungan, seseorang akan khawatir untuk melakukan kejahatan seorang diri. Dengan demikian dalam mempelajari kejahatan tidak hanya menyangkut teknik/cara melakukan kejahatan saja tetapi juga hal-hal yang mendorong serta alasan pembenar dalam melakukan kejahatan. 3 2 Ibid., halaman 84-85 3 Ibid., halaman 86

9 Berdasarkan uraian di atas maka dukungan orang lain untuk terjadinya suatu kejahatan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Steven Box dalam bukunya yang berjudul Deviance, Reality, and Society mengemukakan bahwa ada anakanak remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kejahatan tetapi tidak pernah terwujud. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, ada beberapa hal yang diperlukan yaitu : Pertama, keahlian. Anak-anak remaja yang mempunyai keinginan untuk melakukan kejahatan, mungkin harus menunda keinginannya mengingat mereka tidak mempunyai tingkat pengetahuan yang khusus atau keahlian. Keahlian dalam melakukan kejahatan merupakan proses belajar, yang diperoleh dari teman-teman sekelompok. Kedua, adalah perlengkapan. Seseorang yang mempunyai keinginan melakukan kejahatan akan mengabaikan keinginannya bila tidak mempunyai perlengkapan yang memadai. Perlengkapan ini pun tidak mudah diperoleh. Hanya mereka yang dikenal dan termasuk dalam kelompoklah yang mudah memperoleh perlengkapan. Ketiga, adalah adanya dukungan sosial. Mereka yang mempunyai keinginan untuk melakukan kejahatan baru dapat melaksanakan keinginannya bila terdapat dukungan kelompok. 4 Meningkatnya kenakalan remaja dewasa ini disebabkan oleh kepribadian anak yang belum terkontrol, jika anak remaja tidak mampu mengoreksi perbuatan yang salah maka ini akan sangat membahayakan anak itu sendiri. remaja misalnya, membentuk kelompok-kelompok yang mengarah kepada tindakan kriminal seperti tawuran, mencuri bahkan merampok. 4 Ibid., halaman 87

10 Pada kehidupan bermasyarakat sering terdapat adanya penyimpanganpenyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup masyarakat terutama yang dikenal dengan nama norma hukum. Penyimpangan norma hukum di masyarakat disebut dengan kejahatan. Sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma di tengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari timbulnya gejala sosial itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan baik kehidupan sosial, ekonomi, hukum, maupun teknologi. Kejahatan ini juga ditimbulkan dari perkembangan-perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negatif dari setiap kemajuan atau perkembangan sosial di masyarakat. Saat ini, dunia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan modernisasi. Perkembangan dan modernisasi tersebut terutama dapat dirasakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena perkembangan tersebut juga telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan pertumbuhan perekonomian. Satjipto Raharjo menulis bahwa modernisasi menekankan pada rasio, penampilan manusia secara individual, kebebasan manusia, orientasi kepada dunia serta penggunaan rasio sebagai alat untuk memecahkan berbagai masalah. 5 Sutan Takdir Alisyahbana dalam bukunya Hukum dan proses Modernisasi di Indonesia menulis antara lain bahwa proses modernisasi menyangkut perubahan 5 Nanda Agung Dewantara, Kemampuan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kejahatan Kejahatan Baru yang Berkembang Dalam Masyarakat, Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 33

11 kelakuan dan nilai-nilai kebudayaan yang sejalan dengan perubahan sikap hidup dan cara berfikir manusia. 6 Pada dasarnya pertumbuhan perekonomian yang terjadi belakangan ini mengalami perkembangan yang tidak seimbang. Hal ini dapat di lihat dimana pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan taraf hidup masyarakat sehingga jumlah masyarakat miskin semakin bertambah di indonesia. Diketahui bahwa keadaan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut menyebabkan sangat rendahnya tingkat daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang kemudian akan dapat menjadi penyebab atau latar belakang dari setiap kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat, dimana salah satu bentuknya adalah pencurian. Kejahatan adalah suatu masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, dimana setiap masalah sosial dapat berbeda-beda dari setiap masyarakat, tergantung dari kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab dari terjadinya masalah sosial tersebut adalah berasal dari faktor lingkungan, sifat dari masyarakat tersebut, serta keadaan dari setiap orang yang menjadi anggota penduduk dari masyarakat tersebut. Terkait dengan hal tersebut diatas, maka dapat kita ketahui bahwa perkembangan kejahatan adalah merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi, baik pada masyarakat sederhana maupun modern. 6 Ibid., halaman 31

12 Salah satu jenis kejahatan yang semakin berkembang baik dari segi frekuensi maupun dari segi cara melakukannya adalah kejahatan pencurian. Telah dijelaskan bahwa pencurian terjadi disebabkan oleh banyaknya kalangan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena daya beli yang sangat rendah. Memang pencurian tetaplah bentuk pencurian, akan tetapi alangkah baiknya jika disesuaikan dengan kejahatan pencuriannya apakah memang pantas untu disidang di Pengadilan atau masih bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan. Saat ini kejahatan pencurian memang sangat marak terjadi, baik yang terjadi di pinggir jalan, di perumahan, bahkan di dalam pasar. Pencurian itu sendiri dapat dilakukan pada siang hari, malam hari, dengan kekerasan, tidak dengan kekerasan, ataupun terhadap keluarganya sendiri. Sanksi yang dijatuhi pun berbeda atas jenis pencurian yang berbeda pula. Pencurian merupakan tindakan kriminalitas yang sengaja mengganggu kenyamanan rakyat. Tindakan konsisten diperlukan dalam penegakan hukum, sehingga terjalin kerukunan. Kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan yang terjadi ditengah masyarakat, dibuktikan dari rasio pencurian yang makin meningkat ditengah kondisi objektif pelaku di dalam melakukan aktifitasnya. 7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari apa yang telah dipaparkan dalam bagian pendahuluan pada penulisan skripsi ini, dan juga untuk memberikan pembatasan dari ruang 7 www.google.com/tindak Pidana dengan Kekerasan

13 lingkup pembahasan yang kemudian akan diangkat sebagai bahan materi dalam skripsi ini, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan diangkat, yaitu sebagai berikut : 1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya kenakalan anak? 2. Bagaimana pengaturan hukum anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan? 3. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap anak tindak pidana pencurian pemberatan pada (putusan No.03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Pada dasarnya tujuan adalah merupakan salah satu alasan penting bagi kita dalam melakukan suatu pekerjaan, oleh sebab itulah perlu dirumuskan apakah yang menjadi tujuan dari penulisan dan penyelesaian skripsi ini. Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui secara teori perbedaan unsur-unsur kejahatan jenis tindak pidana pencurian, yaitu unsur-unsur tindak pidana pencurian biasa dengan unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan. b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan bagi jaksa dalam membuat tuntutan dan dasar hakim dalam pertimbangan bagi membuat putusan. 2. Manfaat Penelitian Hasil dari pelaksanaan penelitian sudah selayaknya akan dapat bermanfaat tidak hanya bgi penulis saja, tetapi juga dapat bermanfaat pula bagi semua pihak

14 terkait dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saya memaparkan tentang hal-hal yang menurut saya akan memberikan manfaat dari hasil penelitian dan penulisan skripsi ini, yaitu antara lain : a. Manfaat Teoritis Diharapkan agar kiranya hasil dari penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai kejahatan pencurian yang dilakukan pada waktu malam hari. b. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi seluruh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum pidana, khususnya mengenai kejahatan pencurian dengan kekerasan, dengan mengetahui unsur-unsur tindak pidana pencurian serta dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. D. Keaslian Penulisan Proses penulisan skripsi berjudul Tindak Pidana Membantu melakukan Pencurian Dengan Kekerasan oleh Anak di bawah Umur terhadap perkara kasus Pencurian dengan Kekerasan Pasal ini, sejauh pengamatan dan pengetahuan penulis tentang materi yang diangkat dalam skripsi ini, belum ada penulis lain yang mengemukakannya, sehingga saya tertarik untuk mengangkat judul tersebut serta pokok permasalahannya sebagai judul dan pembahasan yang akan diangkat dan dikembangkan dalam skripsi ini. Apabila di kemudian hari ada judul yang sama sebelum penulisan ini, saya bertanggung jawab sepenuhnya.

15 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Kata strafbaarfeit diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain : tindak pidana, delik, perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaarfeit. 8 Istilah yang digunakan dalam undang-undang di atas antara lain : 1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam Undang- Undang Dasar Sementara Tahun 1950 khususnya dalam Pasal 14. 2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil. 3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen 4. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam Undang- Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 5. Tindak pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang, misalnya : 8 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2009, halaman 101.

16 a. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum b. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi. c. Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang Kewajiban Kerja Bakti Dalam Rangka Pemasyarakatan bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan. 9 Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, setelah melihat berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum). 10 Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka didalam tindak pidana tersebut terdapat unsurunsur tindak pidana, yaitu : a. Unsur objektif 9 Ibid., halaman 102 10 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, halaman 49

17 Unsur yang terdapat diluar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari : - Sifat melanggar hukum - Kualitas dari si pelaku - Kausalitas Yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. b. Unsur subjektif Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari : - Kesengajaaan atau ketidaksengajaan - Maksut pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP - Macam-macam maksut seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya - Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu - Perasaan takut seperti terdapat di dalam pasal 308 KUHP. 11 11 Ibid., halaman 50

18 2. Pengertian Membantu Melakukan Penyertaan adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta /terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pidana, perbuatan masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana maupun terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang demikian rupa eratnya, dimana perbuatan oleh yang satu menunjang perbuatan oleh yang lainnya yang semuanya mengarah pada satu terwujudnya tindak pidana. 12 Pembagian Peserta inilah yang dipergunakan KUHPidana, ialah : a. Pasal 55 KUHPidana ayat (2) menyebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun pelanggaran. 1) Yang melakukan (pleger) Ia sendiri telah berbuat dan perbuatan itu memenuhi unsur-unsur dari delik yang bersangkutan. 2) Yang menyuruh melakukan (doen pleger) Minimal ada 2 orang yaitu menyuruh melakukan dan yang disuruh melakukan. Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan suatu delik, melainkan ia menyuruh orang lain, walaupun demikian tetap dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri. Agar 12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, halaman 68

19 supaya masuk dalam pengertian menyuruh melakukan maka orang yang disuruh itu harus hanya merupakan alat saja, maksutnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 3) Yang turut melakukan (medepleger), yang berarti bersama-sama melakukan, jadi sedikit-dikitnya harus ada dua orang ialah yang melakukan dan turut melakukan. 4) Yang membujuk (uitlokker), minimal 2 orang, yaitu yang membujuk dan yang dibujuk. Dan caranya membujuk harus dengan jalan seperti yang tercantum dalam pasal 55 ayat (1) 2e KUHPidana dan tidak boleh dengan cara lainnya b. Pasal 56 : Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan : 1) Barang siapa dengan membantu melakukan kejahatan itu. 2) Barang siapa dengan sengaja memberi kesempatan, dan upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu. 13 Pelajaran umum Turut Serta termasuk diatas dibuat untuk menuntut pertanggungjawaban mereka yang memungkinkan pembuat melakukan suatu delik, walaupun perbuatannya sendiri tidak memuat semua unsur delik tersebut. Menurut pendapat VAN HATTUM, pasal 55 dan 56 KUHPidana itu memuat ketentuan-ketentuan yang memperluas lingkungan orang-orang yang bertanggungjawab menurut Hukum Pidana atas terjadinya atau percobaan 13 R.Atang Ranoemiharjo, Hukum Pidana, Tarsito, Bandung 1983, halaman 113-118

20 melakukan suatu delik yang unsur-unsurnya disebut dalam Undang-Undang Pidana. Seseorang dapat dipersalahkan membantu melakukan jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut dan waktu atau sebelum delik itu dilakukan. 14 Pertimbangan bahwa pembantu pembuat itu bukan pembuat dalam suatu perbuatan pidana, yaitu bahwa peranannya jauh lebih santun dibandingkan dengan semua peserta lainnya. Kedudukan yang lebih menguntungkan diri si pembantu pembuat terungkap dalam pengurangan maksimum pidana dan dalam ketentuan bahwa pembantuan dalam pelanggaran-pelanggaran tak dapat dipidana. 15 Tetapi apakah yang membedakan peranan pembantu pembuat dari peranan peserta-peserta lainnya, sehingga kedudukan yang menguntungkan itu dibenarkan/ Bagaimanapun juga, adalah pasti bahwa prakarsa si pembuat harus sudah ada pada saat si pembantu pembuat dalam tahap pembuatan rencana-rencana atau dalam tahap pelaksanaannya tercampur dalam perkara. Oleh karena itu pembantuan itu secara singkat dapat didefinisikan sebagai kalau diminta, memberikan bantuan pada atau, dalam suatu bentuk tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, supaya orang lain dapat berbuat kejahatan. Dalam hal ini si pembantu pembuat berdiri sendiri, yaitu semua peserta lainnya, jadi yang tersebut pada 2, 3 dan 4 telah mengambil prakarsa sendiri. 16 3. Pengertian Kejahatan Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita menangkap 14 Ibid., halaman 118 15 J. E. Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, halaman 250 16 Ibid.

21 berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. 17 Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Usaha memahami kejahatan ini sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuan terkenal. Plato misalnya menyatakan dalam bukunya Republik menyatakan antara lain bahwa emas, manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan. Sementara Aristoteles menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Thomas Aquino memberikan beberapa pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri. 18 Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Kejahatan ditinjau dari sudut yuridis, merupakan jenis-jenis kejahatan yang sudah definitif atau menimbulkan akibat hukum karena unsur deliknya. Maksutnya telah ditentukan secara tertentu dalam suatu ketentuan Undang-Undang bahwa perbuatan jenis-jenis tertentu dianggap sebagai perbuatan jahat, dengan kata lain 17 Topo Santoso, Eva Achjani Zulva, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, halaman 1 18 Ibid., halaman 1

22 dalam norma hukum tertentu dalam suatu masyarakat telah ditetapkan berbagai jenis perbuatan yang merupakan kejahatan. 19 Pengertian kejahatan dalam hukum pidana menganut asas legalitas, maksutnya kejahatan pidana harus ditentukan oleh suatu aturan Undang-Undang yang definitif. Kejahatan adalah delik hukum, dan pelanggaran merupakan delik Undang-Undang. Menurut beberapa ahli hukum, pengertian kejahatan adalah : a. Paul Mudikdo Muliono menyatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma, yang dirasa merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan. b. W. A. Bonger menyatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan yang immoral dan asosial yang tidak dikehendaki oleh masyarakat dan harus dihukum oleh masyarakat. c. Utrecht mengemukakan bahwa kejahatan adalah perbuatan karena sifatnya bertentangan dengan ketertiban hukum, sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang oleh undang-undang dicap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum. 20 4. Pengertian Anak Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Sistem penilaian anak-anak ini dengan bantuan usaha pendidikan harus bisa dikaitkan atau disesuaikan dengan sistem penilaian manusia dewasa. Namun 19 Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Study Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998, halaman 28 20 Ibid.

23 demikian adalah salah apabila menerapkan kadar nilai orang dewasa pada diri anak-anak. Untuk memudahkan dalam mengerti tentang anak dan menghindari salah penerapan kadar penilaian orang dewasa kepada anak, maka perlu diketahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu : 1. Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental. 2. Fase kedua adalah dimulai pada usia 7-14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan ke dalam 2 periode, yaitu : a. Masa anak sekolah dasar mulai dari usia 7-12 tahun adalah periode intelektual. Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai dengan memasuki masyarakat di luar keluarga, yaitu lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak dalam berbagai macam potensi. b. Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal. Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniah ditandai dengan berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah yang menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, berandal, kurang sopan, liar dan lain-lain.

24 3. Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14-21 tahun, yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Masa remaja pubertas bisa dibagi dalam 4 (empat) fase, yaitu : a. Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pra pubertas b. Masa menentang kedua, fase negatif c. Masa pubertas sebenarnya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari pada masa pubertas anak laki-laki d. Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19-21 tahun. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang sitem Peradilan Pidana Anak secara umum dikatakan, Anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. 21 Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Anak. 21 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

25 Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, antara lain disebabkan oleh faktor di luar diri anak tersebut. 5. Pengertian Hakim Anak Hakim Anak adalah hakim yang khusus ditetapkan sebagai hakim anak, baik di tingkat Pertama (Pengadilan Negeri), Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi), dan Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung). Pada Tingkat Pertama, Hakim Anak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. 22 Untuk menjadi Hakim Anak, harus memenuhi syarat-syarat berdasarkan undang-undang (Pasal 10 ayat (2) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu : a. Telah berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum b. Mempunyai minat, dedikasi, dan memahami masalah anak. 23 Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hakim yang memeriksa dan mengadili perkara anak adalah Hakim Tunggal, namun dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim Majelis apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya. 22 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, halaman 113 23 Ibid., halaman 114

26 6. Pertanggungjawaban Pidana Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pengertian pertanggungjawaban pidana. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung apakah dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan. Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau harus didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Tidak adil rasanya jika tiba-tiba seseorang harus bertanggungjawab atas suatu tindakan, sedang ia sendiri tidak melakukan tindakan tersebut. 24 Dalam hukum pidana konsep pertanggungjawaban itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan dikenal dengan istilah mens rea. Doktrin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat. 25 Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh udang-undang. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. 155 24 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2011, halaman 25 Ibid.

27 Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pida pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Makanya tidak heran jika dalam hukum pidana dikenal asas tiada pidana tanpa kesalahan. Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana, demikian fundamentalnya asas tersebut. Sehubungan dengan kemampuan bertanggungjawab ini, dalam menentukan apakah seseorang itu salah atau tidak, menurut hukum ditentukan oleh 3 (tiga ) faktor, yaitu :

28 1. keadaan batin orang yang melakukan itu, erat berkait dengan kemampuan bertanggungjawab. Yang dimaksutkan dengan keadaan batin orang yang melakukan perbuatan ialah apabila pelaku tidak menyadari bahwa perbuatannya itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. 2. Adanya hubungan batin antara pelaku dengan perbuatan yang dilakukannya. Yang dimaksutkan dengan hubungan batin antara pelaku dengan perbuatan yang dilakukannya itu dapat berupakesengajaan, kealpaan/kelalaian. 3. Tidak adanya alasan pemaaf. Yang dimaksutkan dengan alasan pemaaf ialah dalam hal misalnya pembelaan diri dalam hal melampaui batas. 26 F. Metode penelitian 1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terdiri dari : a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. Penelitian terhadap asas-asas hukum ini seperti misalnya penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaidahkaidah hukum yang hidup dalam masyarakat. b. Penelitian terhadap sistem hukum. Penelitian terhadap sistem hukum dapat dilakukan pada perundangundangan tertentu ataupun hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah 26 Adami Chazawi, Op.Cit., halaman 30

29 untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum. Penelitian ini sangat penting oleh karena masing-masing pengertian pokok / dasar mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum. c. Penelitian sinkronisasi hukum. Penelitian terhadap sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal, maka yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum positif tertulis yang ada serasi. Hal ini dapat ditinjau secara vertikal, yakni apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarki perundangundangan tersebut, sedang apabila dilakukan penelitian taraf sinkronisasi secara horizontal, maka yang ditinjau adalah perundangundangan yang sederajat yang mengatur bidang yang sama. d. Penelitian terhadap sejarah hukum. Penelitian terhadap sejarah hukum merupakan penelitian yang lebih dititik beratkan pada perkembangan-perkembangan hukum. Biasanya dalam perkembangan demikian, pada setiap analisa yang dilakukan akan menggunakan perbandingan-perbandingan terhadap satu atau beberapa sistem hukum.

30 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan anak dalam suatu tindak pidana dari perspektif Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan objek penelitian dan melakukan penelitian terhadap putusan yang dibuat oleh hakim di Pengadilan Negeri Medan. Putusan pengadilan yang menjadi isu hukum yang dihadapi tersebut merupakan bahan hukum primer yang dirujuk oleh peneliti hukum. 4. Analisis Data Pada penulisan skripsi ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, Dari penelitian tersebut diatas, kemudian dapat memenuhi pembahasan skripsi ini secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat representatif (sesungguhnya, nyata, sesuai keadaan). G. Sistematika Penulisan Sistematikan penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 bab, yaitu sebagai berikut : BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan

31 kepustakaan (yang terdiri dari Pengertian Tindak Pidana, Pengertian Membantu Melakukan, Pengertian Kejahatan, Pengertian Anak, Pengertian Hakim Anak, Pertanggungjawaban Pidana), metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Merupakan bab yang membahas anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan (yang terdiri dari pengertian restoratif justice dan diversi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, pengaturan lembaga pemasyarakatan anak, dan faktor penyebab timbulnya kenakalan anak). BAB III : Merupakan bab yang membahas pengaturan tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan (dalam kasus yang terdapat dalam putusan PN Medan No. 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn). BAB IV : Merupakan bab yang membahas studi putusan dengan melakukan analisis hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang berisi kasus posisi ( yang terdiri dari dakwaan, fakta-fakta hukum, putusan pengadilan negeri), dan pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pada putusan No. 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn BAB V : Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.