HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sumber :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak.

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

KESIMPULAN DAN SARAK. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan. 1. Tepung daun alang-alang muda umur 28 hari dapat digunakan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Burung puyuh mempunyai potensi besar karena memiliki sifat-sifat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Organik. Ekstraksi dengan Alkali. Bahan Humat (Larut) Humin (Tidak Larut) Ekstraksi dengan Alkali. Asam Humat (Tidak Larut)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh Umur 15 Minggu Peubah Folikel Perlakuan BJ0 BJ3 BJ6 BJ9 BJ12 Butir/ekor 124,83 a ± 2,13 100,50 b ± 1,03 97,17 b ± 1,42 81,67 b ± 0,76 87,83 b ± 6,81 Bobot 6,13 ± 0,98 4,86 ± 0,84 4,85 ± 1,84 4,30 ± 1,81 5,18 ± 1,86 (g/ekor) Bobot (mg/butir) 49,11 ± 1,57 48,36 ± 7,50 49,91 ± 1,71 52,65 ± 2,27 58,98 ± 1,81 Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi Jumlah Folikel Kuning Telur Rataan jumlah folikel kuning telur yang dihasilkan antara 87,83-124,83 butir/ekor. Protein kuning telur diproduksi di dalam hati, kemudian ditransport oleh darah dan dideposisikan dalam folikel yang berkembang (Riis, 1983). Pemberian BBJP 3, 6, 9, dan 12% nyata (P<0,05) menurunkan jumlah folikel puyuh penelitian. Hal ini karena adanya phorbolester sebesar 15,28 µg/g (Tabel 2) dan serat kasar sebesar 33,7 % (Tabel 4) dalam bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi, sehingga menghambat sintesis protein untuk pembentukan folikel. Penghambatan sintesis protein dapat menurunkan jumlah folikel yang dibentuk. Konsumsi ransum selama penelitian dan taraf BBJP fermentasi menyebabkan perbedaan konsumsi phorbolester selama 7 minggu penelitian. Kandungan phorbolester (µg/g) (Tabel 2) bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi berdasarkan Sumiati et al. (2010). Perhitungan konsumsi phorbolester puyuh selama 7 minggu penelitian yaitu mengalikan kandungan BBJP fermentasi dalam ransum (%) dengan konsumsi ransum (g/ekor) dan kandungan phorbolester (µg/g). Konsumsi phorbolester puyuh selama penelitian yang diberi BBJP fermentasi dalam ransum dengan taraf 0, 3, 6, 9, 21

dan 12% berturut-turut yaitu 0; 438,24; 823,38; 1.282,96; dan 1.672,20 µg/ekor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf BBJP fermentasi dalam ransum yang diberikan, konsumsi phorbolester semakin meningkat. Batas toleransi taraf phorbolester dalam ransum tikus yaitu 0,09 mg/g ransum (Aregheore et al., 2003). Konsumsi serat kasar puyuh selama penelitian yang diberi BBJP fermentasi dalam ransum dengan taraf 0, 3, 6, 9, dan 12% berturut-turut yaitu 23,03; 29,45; 34,31; 42,35; dan 48,43 g/ekor. Taraf BBJP fermentasi dalam ransum semakin tinggi menyebabkan konsumsi serat kasar semakin meningkat. Perhitungan konsumsi serat kasar (SK) puyuh selama 7 minggu penelitian yaitu mengalikan kandungan serat kasar ransum (%) dengan konsumsi ransum (g/ekor). Korelasi antara konsumsi phorbolester (µg/ekor) dengan jumlah folikel (butir/ekor) menunjukkan R 2 phorbolester sebesar 0,544. Korelasi antara konsumsi serat kasar (g/ekor) dengan jumlah folikel (butir/ekor) menunjukkan R 2 serat kasar sebesar 0,548. Peningkatan konsumsi phorbolester dan serat kasar menyebabkan jumlah folikel kuning telur yang dibentuk menurun. Korelasi antara konsumsi phorbolester (µg/ekor) selama penelitian dengan jumlah folikel (butir/ekor) disajikan pada Gambar 8. Korelasi antara konsumsi serat kasar (g/ekor) selama penelitian dengan jumlah folikel (butir/ekor) disajikan pada Gambar 9. 160,00 Jumlah Folikel (butir/ekor) 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 y = 117,3-0,022x R² = 0,544 0,00 0,00 500,00 1000,00 1500,00 2000,00 Konsumsi Phorbolester (µg/ekor) Gambar 8. Korelasi Konsumsi Phorbolester dengan Jumlah Folikel 22

Jumlah Folikel (butir/ekor) 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 y = 150,6-1,470x R² = 0,548 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Konsumsi Serat Kasar (g/ekor) Gambar 9. Korelasi Konsumsi Serat Kasar dengan Jumlah Folikel Konsumsi phorbolester dan serat kasar semakin tinggi menyebabkan folikel kuning telur yang dibentuk menurun. Hal ini menunjukkan bahwa phorbolester dapat mengganggu sintesis protein untuk pembentukan folikel kuning telur. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat merusak jaringan, mengganggu aktivitas enzim, dan menghambat sintesis protein, walaupun dalam konsentrasi rendah. Phorbolester menstimulasi protein kinase C yang terlibat dalam transduksi sinyal, sehingga menyebabkan gangguan biologis pada berbagai organisme. Phorbolester juga melepaskan protease, sitokin, dan mengaktivasi NADPH oksidase yang berakibat rusaknya jaringan. Konsumsi serat kasar yang semakin tinggi menyebabkan nutrien tidak dapat dicerna dengan baik oleh unggas. Serat kasar sulit dicerna oleh unggas, sehingga kemampuan dalam mencerna serat kasar sangat rendah. Serat kasar yang tidak dicerna dapat membawa nutrien lain keluar bersama ekskreta. Hal ini dapat mempengaruhi pembentukan folikel kuning telur, sehingga jumlah folikel kuning telur puyuh yang dibentuk menurun. Bobot Folikel Kuning Telur Bobot folikel kuning telur antara 4,30-6,13 g/ekor dan bobot folikel kuning telur antara 48,36-58,98 mg/butir. Pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot folikel. Adanya gangguan sintesis protein dalam pembentukan folikel yang dapat menurunkan jumlah folikel tidak 23

mempengaruhi bobot folikel kuning telur yang dibentuk. Hal ini menunjukkan bahwa puyuh memiliki kemampuan dalam mempertahankan bobot folikel. Bobot folikel kuning telur per ekor cenderung turun pada BJ3, BJ6, dan BJ9 yaitu 4,86 ; 4,85 ; dan 4,30 g/ekor. Tabel 6. Persentase Bobot Organ Dalam Puyuh Rataan persentase bobot organ dalam puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 6. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Puyuh Umur 15 Minggu Peubah Perlakuan BJ0 BJ3 BJ6 BJ9 BJ12 -----------------------------------------------(%)------------------------------------------------- Jantung 0,73 ±0,07 0,68 ±0,08 0,73 ±0,06 0,78 ±0,06 0,81 ±0,08 Hati 3,32 ±0,62 3,36 ±0,30 3,14 ±0,18 3,18 ±0,32 3,10 ±0,25 Proventrikulus 0,57 ±0,10 0,48 ±0,09 0,60 ±0,18 0,50 ±0,02 0,58 ±0,11 Gizzard 1,77 c ±0,20 2,04 bc ±0,19 2,61 ab ±0,61 2,94 a ±0,38 2,78 a ±0,42 Ginjal 0,49 ±0,11 0,60 ±0,11 0,39 ±0,18 0,43 ±0,17 0,34 ±0,07 Limpa 0,06 ±0,01 0,07 ±0,03 0,10 ±0,03 0,06 ±0,01 0,07 ±0,03 Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi Persentase Bobot Jantung Rataan persentase bobot jantung antara 0,68%-0,81% dari bobot hidup. Persentase bobot jantung penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Marginingsih (2004) tentang kombinasi eceng gondok, minyak ikan hiu, dan wheat bran terhadap persentase bobot organ dalam yaitu 0,94% dari bobot hidup. Pemberian bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot jantung. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak menghambat kerja organ jantung. Ressang (1986) menyatakan pembengkakan jantung terjadi akibat adanya akumulasi racun, sehingga menyebabkan penambahan jaringan otot jantung. Pembengkakan jantung 24

akan memicu kontraksi yang berlebihan. Menurut North dan Bell (1990), jantung merupakan organ yang memegang peranan penting dalam peredaran darah. Persentase Bobot Hati Rataan persentase bobot hati berkisar antara 3,10%-3,36% dari bobot hidup. Persentase bobot hati penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Kasiyati et al. (2010) tentang fotostimulasi cahaya monokromatik untuk optimasi karkas puyuh masak kelamin yaitu 4,50%-4,90% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot hati. Amrullah (2004) menyatakan bahwa hati merupakan tempat detoksifikasi senyawa-senyawa yang beracun dan ekskresi senyawa-senyawa metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot hati normal dan tidak menunjukkan pembengkakan yang mengindikasikan hati bekerja berat dalam mendetoksifikasi racun. Bobot hati yang diduga normal tidak dapat mengindikasikan terjadinya kelainan pada hati, kemungkinan terjadinya kerusakan pada sel hati yang mengakibatkan penurunan jumlah folikel kuning telur puyuh penelitian. Spector (1993) menyatakan bahwa peningkatan bobot hati yang ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati mengindikasikan adanya kelainan pada hati. Persentase Bobot Proventrikulus Rataan persentase bobot proventrikulus berkisar antara 0,48%-0,60% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot proventrikulus. Hal ini menunjukkan bahwa phorbolester yang masih ada dalam BBJP fermentasi dengan konsentrasi 15,28 µg/g (Tabel 2) tidak mengganggu kerja proventrikulus. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat mengganggu aktivitas enzim. Menurut North dan Bell (1990), proventrikulus merupakan tempat disekresikannya pepsin dan HCl. Pemberian bungkil biji jarak pagar fermentasi dalam ransum meningkatkan kerja proventrikulus karena adanya racun, sehingga proventrikulus ayam broiler mengalami peningkatan bobot (Istichomah, 2007). 25

Persentase Bobot Gizzard Rataan persentase bobot gizzard berkisar antara 1,78%-2,93% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% nyata (P<0,05) meningkatkan bobot gizzard dibandingkan perlakuan BJ0. Peningkatan bobot gizzard tersebut disebabkan oleh kandungan serat kasar dari ransum yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan BJ0. Semakin tinggi taraf BBJP dalam ransum, serat kasar ransum semakin meningkat. Serat kasar dalam ransum BJ0, BJ3, BJ6, BJ9, dan BJ12 berturut-turut adalah 2,33; 3,08; 3,82; 4,54; dan 5,31%. Menurut Pond et al. (1995), gizzard berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel secara fisik. Konsumsi serat kasar puyuh semakin tinggi dengan meningkatnya taraf BBJP dalam ransum menyebabkan gizzard bekerja semakin berat, sehingga bobot gizzard meningkat. Amrullah (2004) menyatakan bahwa unggas yang memperoleh makanan kasar memiliki ukuran gizzard lebih besar. Persentase Bobot Ginjal Rataan persentase bobot ginjal berkisar antara 0,34%-0,60% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot ginjal. Bungkil biji jarak pagar memiliki racun curcin yang dapat menghambat sistem metabolisme di dalam tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP sampai taraf 12% tidak menghambat kerja organ ginjal dalam sistem metabolisme di dalam tubuh. Ginjal berfungsi dalam filtrasi menyerap kembali material yang berguna bagi tubuh, metabolisme, dan ekskresi material yang tidak digunakan lagi oleh tubuh (Pond et al., 1995). Zat toksik yang masuk ke dalam tubuh semakin banyak menyebabkan ginjal bekerja semakin berat dalam menetralisir toksik (Ressang, 1986). Persentase Bobot Limpa Rataan persentase bobot limpa berkisar antara 0,06%-0,10% dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi dalam ransum sampai taraf 12% tidak nyata meningkatkan bobot limpa. Hal ini menunjukkan bahwa kerja organ limpa tidak dihambat oleh racun yang ada di dalam BBJP. Limpa berfungsi untuk membentuk sel-sel darah putih, pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, dan berperan dalam metabolisme nitrogen. Kelainan pada limpa dapat ditandai dengan pembengkakan 26

limpa yang dapat meningkatakan bobot limpa. Perubahan ukuran limpa disebabkan oleh racun yang masuk ke dalam tubuh (Ressang, 1986). Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Puyuh Rataan persentase bobot dan panjang saluran pencernaan puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Puyuh Umur 15 Minggu Peubah Usus Halus Perlakuan BJ0 BJ3 BJ6 BJ9 BJ12 Bobot (%) 3,73 b ±1,19 3,43 b ±0,17 4,49 ab ±0,45 5,42 a ±0,62 4,66 ab ±0,60 Panjang (cm/100g) Seka 41,01 ab ±5,25 37,43 b ±5,11 46,20 a ±3,11 43,95 ab ±4,77 41,79 ab ±2,17 Bobot (%) 0,75 c ±0,02 0,59 d ±0,08 0,91 ab ±0,06 1,02 a ±0,12 0,80 bc ±0,07 Panjang (cm/100g) Usus Besar 5,92 c ±0,09 5,46 d ±0,19 6,97 ab ±0,03 6,80 a ±0,41 6,46 b ±0,35 Bobot (%) 0,28 ab ±0,07 0,20 b ±0,04 0,30 ab ±0,07 0,28 ab ±0,02 0,36 a ±0,06 Panjang (cm/100g) 3,98 ab ± 0,22 3,56 b ±0,29 4,14 ab ±0,52 3,84 ab ±0,68 4,55 a ±0,15 Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). BJ0 = ransum tanpa bungkil biji jarak pagar BJ3 = ransum mengandung 3% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ6 = ransum mengandung 6% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ9 = ransum mengandung 9% bungkil biji jarak pagar difermentasi BJ12 = ransum mengandung 12% bungkil biji jarak pagar difermentasi Persentase Bobot dan Panjang Usus Halus Rataan persentase bobot usus halus yang dihasilkan antara 3,43%-5,43% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 37,43-46,20 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 9% dalam ransum (BJ9) nyata (P<0,05) meningkatkan bobot usus halus. Hal ini menunjukkan bahwa usus halus bekerja berat dalam berat dalam mensekresikan enzim-enzim pemecah polimer pati, lemak, dan protein, sehingga terjadinya penebalan dinding usus halus yang menyebabkan bobot usus halus meningkat. Sekresi enzim yang berlebihan dapat mengganggu penyerapan 27

nutrien di usus halus. Aktivitas enzim yang terganggu diduga karena masih adanya phorbolester di dalam tubuh. Phorbolester dapat memodifikasi sel-sel usus menjadi rusak, sehingga fungsi usus terganggu dan menyebabkan penyerapan nutrien menurun. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester dapat mengganggu aktivitas enzim didalam tubuh. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% dalam ransum tidak nyata (P<0,05) meningkatkan panjang relatif usus halus dibandingkan perlakuan BJ0. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan di usus halus tidak berlangsung cepat, walaupun diduga terjadi gangguan penyerapan. Persentase Bobot dan Panjang Seka Rataan persentase bobot seka yang dihasilkan antara 0,59%-1,02% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 5,46-6,97 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 9% dalam ransum nyata (P<0,05) meningkatkan bobot dan panjang relatif seka dibandingkan perlakuan BJ0. Hasil ini menunjukkan bahwa seka bekerja berat dalam mencerna nutrien yang tidak dapat dicerna di usus halus, walaupun dalam jumlah sedikit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penebalan dan ukuran seka lebih panjang dibandingkan seka perlakuan BJ0. Menurut Ensminger (1992), seka berfungsi menyerap air, mencerna karbohidrat dan protein. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa serat kasar di seka dicerna dengan bantuan bakteri yang ada di seka. Persentase Bobot dan Panjang Usus Besar Rataan persentase bobot usus besar yang dihasilkan antara 0,20%-0,36% dari bobot hidup dan panjang relatifnya antara 3,56-46,55 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian BBJP fermentasi 6, 9, dan 12% tidak meningkatkan bobot maupun panjang relatif usus besar dibandingkan dengan perlakuan BJ0. Hal ini menunjukkan bahwa usus besar tidak bekerja berat dalam mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air, serta mereabsorbsi nutrien yang tidak dapat dicerna di usus halus. Usus besar berfungsi sebagai penyalur makanan dari usus kecil menuju kloaka untuk dibuang (Grist, 2006). 28