BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Muhammad Nur Alif, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga semakin digemari semua lapisan masyarakat, bahkan olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan olahraga walaupun menguras energi namun disisi lain memiliki manfaat. berbagai aspek baik kesehatan mental maupun fisik.

BAB I PENDAHULUAN. pembuktian bahwa pada jaman itu Taekwondo berafialiasi ke ITF (International

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini olahraga mendapat perhatian yang cukup besar baik untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandu Fauzi Fahmi, 2014 Profil Kualitas Interaksi Sosial Atlet Cabang Olahraga Beladiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

PERBANDINGAN PENDEKATAN TAKNIS DAN PENDEKATAN TEKNIS TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA BASKET

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aris Risyad Ardi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini berarti bahwa siswa harus belajar sesuatu dari padanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan memiliki peran yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PenjasOrkes) sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. mentalnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Supandi dalam Saputra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia. indonesia perlu memiliki warga yang bermutu atau berkualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. yang melatar belakangi suatu gerak yang ditampilkan dalam suatu perbuatan yang nyata dan

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani termasuk bagian integral dari sistem pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sekolah dasar. Pendidikan jasmani sering dilakukan pada luar kelas atau outdoor

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

2015 PERBAND INGAN PERILAKU SOSIAL ANTARA SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER CABANG OLAHRAGA IND IVIDU D AN BEREGU D I SMA PASUND AN 2 BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan bagian pendidikan secara

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap belum memenuhi tujuan utama pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran dalam pendidikan jasmani tidak hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempelajari fakta dan informasi saja, namun juga harus mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan, terutama dinegara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kegiatan formal yang dilakukan di sekolah.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Guru pedidikan jasmani merealisasikan tujuannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk social tidak dapat dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ada dua yaitu, Kumite dan Kata. Kumite adalah nomor yang mempertandingkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang mendukung perkembangan tersebut adalah pendidikan. pembelajaran, sumber-sumber belajar dan lain sebagainya.

2016 PENGARUH PERMAINAN BULUTANGKIS TERHADAP KEBUGARAN JASMANI DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SMP NEGERI 6 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. olahraga permainan dan banyak dikenal oleh semua orang. Salah satu sekolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF ROLE PLAYING DENGAN CD INTERAKTIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan peraturan, pendidikan,pelatihan,pembinaan,pengembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ada merupakan bagian dari pendidikan yang tidak dapat dipisahkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mas Athi Sugiarthi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan harus diarahkan pada pencapaian

I. PENDAHULUAN. Menurut Hasbullah (2009:2). Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, pemerintah sangat serius dalam menangani bidang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usaha pencapaian tujuan proses pembelajaran, perlu diciptakannya

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan prilaku sosial dan penanaman dasar keilmuan. Tentu saja, kemampuan numerik maupun kemampuan-kemampuan sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. juga peran guru. Siswa dan guru harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sehat dan bugar merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Untuk meraihnya diperlukan aktivitas fisik yang menyenangkan dan dalam jangka waktu

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karate merupakan olahraga bela diri yang mempunyai ciri khas yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut adanya perubahan dari segi pendidikan yang merupakan wadah perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan olahraga Nasional, seperti tercantum dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lembaga formal dalam sistem pendidikan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Intan Komariah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah smpai masalah tersebut dapat di pecahkan dengan baik. Untuk dapat. bermutu tinggi dan mampu berkompetensi secara global.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut. Hal itulah yang merupakan asumsi secara umum terhadap

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. kelas, merupakan inti dari setiap lembaga pendidikan formal. Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi antara pengembangan aspek: (a) organik, (b) neuro moscular,(c)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoritis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati. Pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Kegiatan belajar dan pembelajaran dalam konteks pendidikan formal disekolah, merupakan fungsi pokok guna mewujudkan tujuan institusional suatu lembaga. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugas institusional itu, guru menempati kedudukan sebagai figur formal. Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik adalah untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar, dalam hal ini disebut dengan pembelajaran. Melihat perkembangan pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan pada dasarnya pendidikan jasmani merupakan aktivitas fisik yang dilakukan melalui pembelajaran yang diarahkan dan mendorong kepada pendidik agar seluruh potensi peserta didik tumbuh dan berkembang untuk mencapai suatu tujuan secara utuh dan menyeluruh. Menurut Saputra dkk (2008, hlm. 40) bahwa: pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas fisik sebagai media utama untuk mencapai tujuan. Selain itu, menurut Mahendra. (2008, hlm. 3) menjelaskan bahwa pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.

2 Dewasa ini pendidikan jasmani mendapat perhatian yang cukup besar baik untuk meningkatkan kualitas manusia dalam kesegaran jasmani maupun untuk pencapaian prestasi. Salah satu tempat dimana siswa dapat melakukan aktivitas olahraga ialah di sekolah, selain sebagai tempat kegiatan belajar, kegiatan olahragapun dapat dilakukan di luar jam sekolah yaitu dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga berguna untuk meningkatkan kualitas kesegaran jasmani siswa dan dapat memperluas wawasan atau kemampuan olahraga, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan siswa. Ekstrakurikuler olahraga merupakan kegiatan olahraga yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka dilaksanakanan di sekolah atau di luar sekolah untuk memperluas wawasan atau kemampuan, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan serta kemampuan olahraga. Salah satu ektrakurikuler yang terdapat di sekolah yaitu ekstrakurikuler karate. Zaman modern sekarang ini olahraga beladiri karate sudah dikenal oleh masyarakat luas. Gichin Funakoshi (dalam Suntoda, 2012, hlm. 8) bahwa seni beladiri ini pertama kali disebut Tote yang berarti seperti Tangan Cina kemudian Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote : Tangan Cina) dalam kanji Jepang menjadi Karate (Tangan Kosong). Dalam olahraga karate terdapat 3 hal yang harus dipelajari, yaitu kihon, kata dan kumite. Kata merupakan seni dalam olahraga karate yang membutuhkan kerjasama dalam mempelajarinya. Dalam seni beladiri karate terdapat tiga teknik yang harus dikuasai, salah satu diantaranya adalah teknik bermain kata. Kata dalam istilah kita adalah jurus, dalam karate bersifat baku yaitu gerakan dan alur gerakan sudah ditetapkan sehingga tidak dapat dirubah atau di modifikasi sesuai keinginan kita. Pertandingan olahraga karate pun sudah dapat kita jumpai setiap tahunnya di setiap daerah di Indonesia. Olahraga karate yang di bawa dari Cina ke Jepang oleh Gichin Funakoshi ini sudah popular dan masuk ke dalam dunia pendidikan jasmani. Dalam olahraga karate apabila seseorang yang ingin mempelajarinya membutuhkan ketekunan dan keseriusan untuk menguasai olahraga karate tersebut. Dan yang paling

3 penting adalah memahami filosofi olahraga karate itu sendiri. Tapi yang terjadi saat ini adalah titik jenuh dalam pembelajaran karate. Yang pada akhirnya berdampak pada cara berfikir mereka, bahasa, perilaku dan pergaulan mereka yang memandang olahraga karate adalah olahraga yang membosankan. Terkadang mengenal atau sekedar mencari tahu saja tidak mau. Bisa disebut peminatnya sedikit, sehingga siswa malas untuk mempelajarinya. Banyaknya model yang belum diterapkan oleh pengajar sehingga berpengaruh terhadap gerak dasar karate khususnya keterampilan kata yang membutuhkan kerjasama. Dengan banyaknya model-model pembelajaran, inovasi dapat diterapkan pada proses pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran kolaboratif. Sebagaimana dikemukakan oleh Barkley (dalam Barkley 2012, hlm. 4) bahwa pembelajaran kolaboratif berarti belajar melalui kerja kelompok, bukan belajar dengan bekerja sendirian. Menurut Matthews (dalam Barkley dkk, 2012, hlm. 8) mengemukakan bahwa: Pembelajaran kolaboratif bisa berlangsung apabila pelajar dan pengajar bekerja sama menciptakan pengetahuan Pembelajaran kolaboratif adalah sebuah pedagogi yang pusatnya terletak dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses tersebut selalu memperkaya dan memperluas wawasan mereka Dalam collaborative learning terdapat teknik pembelajaran kolaboratif yang dapat diterapkan, salah satunya teknik jigsaw. Hal ini didukung oleh pendapat Barkley (2012, hlm. 236) bahwa: siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membangun pengetahuan tentang sebuah topic dan merumuskan cara-cara efektif untuk mengajarkannya pada orang lain. Kelompok-kelompok pakar ini kemudian dipecah, dan siswa membentuk kelompok-kelompok jigsaw yang baru, dimana setiap kelompok terdiri atas siswa yang sudah membangun keahlian dalam beberapa macam subtopik

4 Berdasarkan dikemukakannya teori-teori di atas sudah sangat jelas bahwa model pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw dapat diterapkan dalam pembelajaran beladiri, salah satunya olahraga beladiri karate. Karena dalam olahraga beladiri karate nomor kata siswa dituntut untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah satunya untuk dapat menguasai materi dalam pembelajaran olahraga beladiri karate ini yang diberikan oleh gurunya. Kuranya interaksi pun disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab sulitnya dalam menghafal dan menguasai kata. Karena kata merupakan rangkaian gerakan dari beberapa teknik dasar dalam olahraga karate. Dengan diterapkannya model pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw adalah salah satu cara yang dapat meningkatkan keterampilan kata. Pada pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu kelompok jigsaw dan kelompok pakar. Dalam model jigsaw versi Barkley ini, Pertama siswa diberikan materi kata heian shodan yang kemudian pada pertemuan selanjutnya dilakukan tes awal penampilan kata. oleh guru untuk memperkenalkan pembelajaran karate terlebih dahulu. Siswa yang sudah membentuk kelompok yang terediri dari empat sampai enam orang ini ditugaskan untuk mempelajari materi salah satu rangkaian gerakan kata yang diberikan oleh guru guna untuk menguasai rangkaian tersebut dan diajarkan kepada teman dikelompok jigsaw. Menurut Edward 1989 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 55) bahwa kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana 1989 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 55) mengemukakan bahwa beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang siswa. Kemudian perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan perwakilan anggota dari kelompok lain dikelompok jigsaw untuk mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai dalam masing-masing rangkaian gerakan kata yang telah dipelajari dari setiap rangkaian gerakan dikelompok pakar sebelumnya. Setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat menggabungkan setiap rangkaian gerakan kata yang berbeda-beda hingga utuh pada kelompok jigsaw,

5 maka masing-masing perwakilan kembali ke kelompok asalnya (kelompok pakar) dan mulai menjelaskan dan mempraktikkan materi kata kepada teman satu kelompoknya dengan tujuan untuk menyempurnakan dari setiap rangkaian gerakan kata. Jadi, dalam teknik jigsaw ini siswa bekerja kelompok selama dua kali, yaitu dalam kelompok jigsaw dan dalam kelompok pakar. Disini siswa akan menemui permasalahan yang tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental siswa tersebut dan secara tidak langsung rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya pun akan ikut berkembang. Piaget 1991 (dalam Isjoni, 2012, hlm. 56) menyatakan bahwa bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat dapat masuk ketahap yang lebih tinggi., supaya anak diperkaya dengan banyak pengalaman. Kemudian siswa diberikan tes akhir berupa penampilan kata oleh masingmasing kelompok dengan penilaian tetap individu. Karena skor individu menentukan skor kelompoknya masing-masing. Disini akan terjadi persaingan positif antara diantara kelompok dan anggotanya masing-masing. Sehingga para siswa akan berusaha untuk menampilkan kata dengan baik dan benar. Kegiatan seperti ini secara tidak langsung akan memberikan motivasi pada siswa untuk saling berinteraksi untuk dapat menghafal kata yang baik dan benar pada pembelajaran kata dikelompoknya masing-masing sebelum tes dilaksanakan. Peran pengajar disini sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk belajar mandiri dalam kelompoknya serta mengembakan kerja sama antara anggota dalam setiap kelompoknya sehingga dapat meningkatnya keterampilan kata. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya untuk menyelesaikan setiap kesulitan yang dihadapi pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam model pembelajaran lain pengajar menjadi pusat kegiatan kelas, akan tetapi pada model pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw ini meskipun pengajar tetap mengendalikan aturan, pengajar tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswa yang menjadi pusat kegiatan kelas. Karena pengajar sudah memberikan materi kata pada siswa untuk dipelajari kembali oleh masing-masing anggota pada

6 kelompoknya dikelompok pakar dan diajarkan dikelompok pakar untuk menggabungkan rangkaian gerakan secara utuh. Pembagian kelompok diadakan setelah tes awal, kemudian di ranking agar siswa tidak dapat bebas membuat kelompok sendiri, karena biasanya siswa akan memilih teman-teman yang diharapkannya, misalnya sama dalam kemampuannya. Indikator peserta didik itu saling berinteraksi adalah dengan saling memperbaiki setiap gerakan yang salah dengan komunikasi dan demonstrasi yang dilakukan oleh peserta didik sesuai yang diberikan oleh pengajarnya. Ini menjadi dasar pemikiran penulis untuk meningkatkan keterampilan kata dengan menerapkan model collaborative learning teknik jigsaw kepada siswa yang mengikuti ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak tahun 2014-2015. Sikap egois yang tinggi dikalangan siswa akan berdampak berdampak pada kurangnya interaksi dalam pembelajaran karate tersebut. Alasan penulis menggunakan model pembelajaran kolaboratif adalah karena pembelajaran kolaboratif menggalakan sikap kerja sama agar siswa dapat saling berinteraksi satu sama lain. Dengan model collaborative learning teknik jigsaw siswa mau tidak mau akan berinteraksi dengan kelompok pakar dan kelompok jigsaw untuk menyampaikan materi yang telah diberikan oleh pengajar. Pengulangan setiap gerakan dalam kata tanpa tersadari akan terus berulang hingga hafal, karena pada teknik jigsaw ini nilai individu menentukan nilai kelompok. Dari pemaparan di atas maka penulis mengambil judul pengaruh penerapan model collaborative learning teknik jigsaw terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabpaten Sukabumi. 1.2. Identifikasi Masalah Olahraga karate merupakan salah satu mata ekstrakurikuler yang terdapat di SMP Negeri 1 Cibadak. Ekstrakurikuler karate merupakan salah satu olahraga bela

7 diri yang mulai dikembangkan di sekolah-sekolah pada umumnya. Terbukti dengan adanya mata pelajaran pembelajaran karate dibeberapa sekolah di Sukabmi. Dalam olahraga karate terdapat salah satu materi yang dinamakan kata (dalam bahasa Indonesia disebut jurus). Pada pembelajaran kata siswa dituntut untuk dapat menghafal rangkaian gerakan yang sudah baku. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lihat di lapangan pada saat proses pembelajaran berlangsung, ada permasalahan yang muncul saat dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung sulit menghafal gerakan karena kurangnnya interaksi dalam kelas sehingga siswa belajar secara individu. Siswa lebih sering selalu menyerap informasi tentang pembelajaran kata langsung dari pengajarnnya dibandingkan bekerja sama dengan temannya. Hal tersebut selain akan menghambat menghasilkan proses pembelajaran yang maksimal, dalam kelas tersebut juga akan sangat jarang terjadi interaksi positif dari setiap siswa dalam bekerjasama untuk memaksimalkan kemampuan menampilkan gerakan kata. Maka dari itu peneliti mencoba menerapkan model collaborative learning teknik jigsaw untuk meningkatkan keterampilan kata dalam proses pembelajaran kata pada ekstrakurikuler karate di sekolah. 1.3. Rumusan Masalah Pada pembelajaran karate dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi penerapan salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan kata merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi siswa secara keseluruhan. Model pembelajaran yang diperlukan dalam merangsang dan mengembangkan kerjasama yang dapat menunjang aspek keterampilan dan kemampuan pribadi siswa dilakukan dengan memanfaatkan model pembelajaran yang dapat dilakukan guna menstimulasi perkembangan dan kamampuannya, salah satunya model pembelajarannya, yakni dengan menggunakan model collaborative learning teknik jigsaw. Melalui model collaborative learning teknik jigsaw inilah siswa melakukan pembelajaran melalui interaksi positif antar

8 individu maupun kelompok oleh setiap siswa kelompok pakar kepada kelompok jigsaw untuk menyampaikan materi kata yang diberikan oleh pengajar guna meningkatkan keterampilan kata melalui kerja sama dalam pembelajaran karate nomor kata. Karena model pembelajaran ini menggalakkan kerja sama dalam proses pembelajarannya, maka siswa mau tidak mau akan terlibat aktif karena nilai individu menentukan nilai kelompok. Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah penelitian tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah Apakah penerapan model collaborative learning teknik jigsaw berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi 1.4. Tujuan Penelitian Dalam setiap penelitian harus memiliki tujuan yang akan dicapai, sehingga dapat menghasilkan informasi dan hasil-hasil penelitian yang benar. Berdasarkan masalah dalam penelitian, maka tujuan yang penulis rumuskan adalah untuk mengetahui Apakah penerapan model collaborative learning teknik jigsaw berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi 1.5. Batasan Masalah Agar penelitian ini ruang lingkupnya terarah pada tujuan, maka penulis membatasi penelitian hanya pada masalah. Batasan penelitian ini yakni: 1. Variabel bebas adalah model collaborative learning teknik jigsaw 2. Variabel terikat adalah keterampilan kata 3. Model pembelajaran yang diberikan adalah model collaborative learning teknik jigsaw berupa pembentukan kelompok pakar dan kelompok jigsaw

9 4. Sampel penelitian adalah siswa/siswi yang aktif mengikuti ekstrakurikuler karate minimal 5 bulan tahun 2014 2015 5. Lokasi penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Cibadak Jl. Siliwangi no. 123 Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat 6. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa/siswi yang mengikuti ekstrakurikuler Karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi 7. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampel jenuh, yaitu adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. 8. Instrumen penelitian adalah tes keterampilan kata berdasarkan kriteria penilaian kata (dalam World Karate Federation rule of competition, 2011, hlm. 29) 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang penulis harapkan dari beberapa hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis: 1). Sebagai tambahan informasi bagi siswa mengenai pengaruh penerapan model collaborative learning teknik jigsaw terhadap keterampilan kata dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak Kabupaten Sukabumi 2). Sebagai tambahan motivasi siswa agar mengikuti mata ekstrakurikuler karate di sekolah. 3). Sebagai tambahan wawasan bagi penulis tentang pengaruh penerapan model collaborative learning teknik jigsaw terhadap keterampilan kata siswa dalam ekstrakurikuler karate di SMP Negeri 1 Cibadak

10 2. Secara praktis: 1). Diharapkan dapat membangkitkan perhatian pihak-pihak yang terkait dengan perkembangan dunia pendidikan yaitu dosen dan guru khususnya para guru penjas mengenai pentingnya penerapan model pembelajaran. 2). Model collaborative learning teknik jigsaw dapat dijadikan bahan masukan sistem model pembelajaran karate nomor kata.