Evaluation Performance of Building Structure with Response Spectrum Analysis using Software ETABS V 9.50 (Case Study : Solo Center Point Building)

dokumen-dokumen yang mirip
( STUDI KASUS : HOTEL DI DAERAH KARANGANYAR )

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT MENENGAH. Refly. Gusman NRP :

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN KOLOM BERBENTUK PIPIH

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL 2017

KINERJA STRUKTUR AKIBAT BEBAN GEMPA DENGAN METODE RESPON SPEKTRUM DAN TIME HISTORY

EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT DENGAN ANALISIS DINAMIK TIME HISTORY MENGGUNAKAN ETABS STUDI KASUS : HOTEL DI KARANGANYAR SKRIPSI

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG HOTEL IBIS PADANG MENGGUNAKAN FLAT SLAB BERDASARKAN SNI

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

ANALISIS PENGARUH BENTUK SHEAR WALL TERHADAP PERILAKU GEDUNG BERTINGKAT TINGGI ABSTRAK

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 2.1. ACUAN PERATURAN

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

STUDI KOMPARASI SIMPANGAN BANGUNAN BAJA BERTINGKAT BANYAK YANG MENGGUNAKAN BRACING-X DAN BRACING-K AKIBAT BEBAN GEMPA

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan analisis statik ekivalen, analisis spektrum respons, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

BAB II STUDI PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

Yogyakarta, Juni Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

DAFTAR ISI Annisa Candra Wulan, 2016 Studi Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Analisis Pushover

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

ANALISIS BANGUNAN ASIMETRIS TERHADAP TINJAUAN DELATASI AKIBAT GAYA HORIZONTAL

TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

KAJIAN PEMBATASAN WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL TERHADAP STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT.

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS STRUKTUR

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

BAB III METODE ANALISA STATIK NON LINIER

ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

DAMPAK PEMBATASAN WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL PADA BANGUNAN GEDUNG TINGKAT RENDAH

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id EVALUASI KINERJA STRUKTUR PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN ANALISIS RESPON SPEKTRUM MENGGUNAKAN SOFTWARE ETABS V 9.50 ( STUDI KASUS : GEDUNG SOLO CENTER POINT ) Evaluation Performance of Building Structure with Response Spectrum Analysis using Software ETABS V 9.50 (Case Study : Solo Center Point Building) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun oleh : ISMAILAH NUR ELLIZA I 0109043 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2013 to user i

digilib.uns.ac.id ii

digilib.uns.ac.id iii

digilib.uns.ac.id MOTTO Alloh SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS.Al-Baqoroh:286) Semua yang indah akan tepat pada waktunya. Orang harus cukup tegar untuk memaafkan kesalahan, cukup pintar untuk belajar dari kesalahan dan cukup kuat untuk mengoreksi kesalahan. Semangat dan kerja keras adalah kunci keberhasilan yang dilandasi keyakinan dan doa Tuhan menabulkan do a kita dengan 3 cara : Apabila Tuhan Mengatakan YA maka kita akan mendapatkan apa yang kitamau Apabila Tuhan mengatakan TIDAK maka kita akan mendapatkan yang lebih baik Apabila Tuhan mangatakan Tunggu maka kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendak-nya Bagaimana sikap kita pada orang lain, akan mencerminkan sikap orang lain ke kita. iv

digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Assalamu alaikum.wr.wb. Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-nya. Nikmat iman dan sehat yang ALLAH SWT berikan kepada saya. Skripsi ini saya persembahkan sebagai ucapan terima kasih juga kepada: Ibu dan Bapak yang selalu mendukung, mendo akan, membimbing, juga mendengarkan segala keluh kesah saya selama ini. Terimakasih ya Ibu, Bapak, segala pengorbanan yang kalian lakukan untukku hanya Allah SWT yg dapat membalasnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kalian. Saya akan selalu berusaha untuk membahagiakan kalian sampai akhir hidup saya. Terima kasih pada si ade Nisa dan seluruh keluarga besar saya, yang telah memberi dukungan semangat dan doanya. Dosen pembimbing saya, Bapak Edy Purwanto dan Bapak Setiono terimakasih atas bimbingan, ilmu yang disampaikan pada saya dan menyemangati saya sehingga Tugas Akhir dapat terselesaiakan. Teman seperjuangan saya Dian Ayu Angling Sari dan Bagus Hendri S, yang saling bahu membahu, saling menyemangati, mendengarkan seluruh keluh kesahku, menikmati lembur di ces bersama sampai satpam ngusir,berbagi suka dan duka bersama,terima kasih maaf aku sering merepotkan. Semoga kenangan ini akan menjadi kenangan manis yang akan menjadi cerita indah buat anak-anak kita kelak dan tak lekang oleh waktu. Buat Mamahnya Ayu terima kasih banyak atas dukungannya selama ini maaf kalo selama ini sering merepotkan. Dede Kinanthi semoga jadi anak yang berbakti yaa, amin.sekali lagi terima kasih telah menjadi pendukung kami bertiga,serasa punya keluarga baru di Solo. Teman sepermainan saya, Eir, Tyo, Tutut, Revy, Paska, Nisa, Nadya. Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. Maaf kalo selama ini saya banyak nyusahin dan ngerepotin kalian. Kalo kita udah punya hidup masing masing nanti, jangan pernah lupa keep contact. Buat para pejuang kloter satu Tutut, Revy, Alty, Syfa pejuang kloter selanjutnya semangat kawan mari kita susul perintis 09 Festy, ST. Semangat. Buat warga setia CES yang budiman, pak ketua Patrich, Ade Dewa, Fido, Satya, Adit kecil dan warga Ces lainnya terima kasih, maaf sering merepotkan dan sering rusuh di CES. v

digilib.uns.ac.id Buat para atlit badminton 09 terima kasih telah menjadi coach saya salam sehat selalu. Buat mba mba kos: mb Hyw, mb puu, mb lia, mb ayu ang telah menginspirasiku, terima kasih. Seluruh teman - teman Civil Engineering 2009 yang telah saya anggap keluarga. Terimakasih banyak. Mohon maaf atas semua kesalahan yang saya lakukan. Sukses untuk kita semua. Semua teman-teman dan sahabat saya dimanapun kalian berada saat ini, semoga silaturahmi kita selalu terjaga dengan baik. Wassalamu alaikum.wr.wb. vi

digilib.uns.ac.id ABSTRAK Ismailah Nur Elliza, 2012. EVALUASI KINERJA STRUKTUR PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN ANALISIS RESPON SPEKTRUM MENGGUNAKAN SOFTWARE ETABS V 9.50 (STUDI KASUS : GEDUNG SOLO CENTER POINT) Wilayah Indonesia terdiri daratan, lautan dan gunung-gunung maka dari itu Indonesia termasuk negara yang rawan terjadi gempa. Hal ini disebabkan Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Eurasia, Pasifik, Filipina dan Indo-Australia. Pengembangan infrastruktur yang sangat digemari pada zaman sekarang adalah gedung bertingkat karena semakin terbatasnya lahan yang tersedia. Dengan adanya kejadian gempa di Indonesia yang mengakibatkan kerugian sangat besar bagi bangunan, maka diperlukan pengembangan analisis gempa terhadap struktur. Ada 2 pendekatan yang digunakan untuk memperhitungkan beban lateral (gempa bumi) yang bekerja pada suatu struktur, yaitu analisis secara statik ekivalen dan analisis dinamik ( response spectrum atau time history ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan gedung dilihat dari displacement, drift dan base shear. Hasil dari penelitian ini dianalis dengan kinerja struktur batas layan dan kinerja struktur batas ultimit. Metode yang digunakan adalah analisis dinamik response spektrum dengan menggunakan program ETABS V 9.50. Nilai displacement pada arah X adalah 0,1254 m dan pada arah Y adalah 0,1533 m. Maksimum total drift pada arah X adalah 0,0055 m dan pada arah Y adalah 0,0099 m, sehingga gedung aman terhadap kinerja batas ultimate (0,02h) dan kinerja batas layan {(0,03/R) x h}. Displacement pada gedung Solo Center Point tidak melampaui displacement maksimal dan aman terhadap gempa rencana. Kata kunci : Response spektrum,drift, displacement, base shear vii

digilib.uns.ac.id ABSTRACT Ismailah Nur Elliza, 2012. EVALUATION PERFORMANCE OF BUILDING STRUCTURE WITH SPECTRUM RESPONSE ANALYSIS USING SOFTWARE ETABS V 9.50 (CASE STUDY: SOLO BUILDING CENTER POINT) Indonesian territory consists of lands, oceans and mountains, that is why Indonesia becomes an earthquakes prone country. This because Indonesia is located at the confluence of four major tectonic plates, the Eurasian plate, the Pacific, the Philippines and Indo-Australia. The development of popular infrastructure in recent times is the high rise building due to the limited area. Because of the earthquakes in Indonesia, which resulted in huge losses for the building, it would require the development of seismic analysis of structures. There are two approaches used to calculate the lateral loads (earthquakes) on working structure, the equivalent static analysis and dynamic analysis (spectrum response or time history). The objecives of this study is to determine the safety of the building seen from the displacement, drift and base shear. The results of this study had been analyzed by the performance of the structure service ability limit the performance of the structure and performance of structures ultimit limit. The method used is the spectrum response dynamic analysis using ETABS program V 9.50. The value of displacement in the X direction is 0,1254 m and the Y direction is 0,1533 m. Maximum total drift in the direction of X is 0,0055 m and the Y direction is 0,0099 m, so that the building is safe for ultimate performance limit (0,02 h) and service ability performance limit {(0,03 / R) x h}. The displacement in Solo Center Point building does not exceed the maximum displacement and safe against earthquake plan. Keywords : Response Spectrum, drift, displacement,base shear viii

digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, hidayah, serta karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul EVALUASI KINERJA STRUKTUR PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN ANALISIS RESPON SPEKTRUM MENGGUNAKAN SOFTWARE ETABS V 9.50 ( STUDI KASUS : GEDUNG SOLO CENTER POINT ). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan wacana dan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi orang lain pada umumnya. Atas bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak hingga selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Univeritas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Edy Purwanto, ST, MT, dan Setiono, ST, MSc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dalam menyusun laporan ini. 4. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT selaku pembimbing Akademik. 5. Rekan-rekan mahasiswa teknik sipil angkatan 2009 atas kerjasama dan bantuannya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca, karena banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Kritik dan saran akan penulis terima untuk kesempurnaan tulisan ini. Surakarta, Januari 2013 Penulis ix

digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL... xvii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah... 1 1.2. Rumusan Masalah... 2 1.3. Batasan Masalah... 3 1.4. Tujuan Penelitian... 3 1.5. Manfaat Penelitian... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... 4 2.1. Tinjauan Pustaka... 4 2.2. Dasar Teori... 8 2.2.1. Analisis Dinamik... 8 2.2.2. Sistem dengan Banyak Kebebasan... 13 2.2.2.1. Pembentukan Persamaan MDOF... 14 2.2.3. Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa... 15 2.2.4. Prinsip dan Kaidah Perancangan... 16 2.2.4.1. Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan... 16 2.2.4.2. Sistem Struktur... 17 2.2.4.3. Jenis Beban... 18 x

digilib.uns.ac.id 2.2.4.4. Kombinasi Pembebanan... 24 2.2.4.5. Defleksi Lateral... 24 2.2.5. Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa... 25 2.2.5.1. Faktor Keutamaan... 25 2.2.5.2. Koefisien Modifikasi Respon... 28 2.2.5.3. Wilayah Gempa... 30 2.2.5.4. Jenis Tanah Setempat... 31 2.2.5.5. Faktor Respon Gempa... 32 2.2.5.6. Kategori Desain Gempa (KDG)... 34 2.2.5.7. Arah Pembebanan Gempa... 36 2.3. Kinerja Struktur... 36 2.3.1. Kinerja Batas Layan... 36 2.3.2. Kinerja Batas Ultimit... 37 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 38 3.1. Data Struktur Gedung... 38 3.2. Tahapan Analisis... 39 3.2.1. Studi Literatur... 40 3.2.2. Pengumpulan data... 40 3.2.3. Pemodelan 3D... 41 3.2.4. Perhitungan Pembebanan... 42 3.2.5. Analisis Respon Spektrum... 43 3.2.6. Diagram Alir Pembuatan Grafik Respon Spektrum... 44 3.2.7. Pembahasan Hasil Analisis Respon Spektrum Dari Program ETABS V 9.5... 45 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 47 4.1. Denah Solo Center Point... 47 4.2. Data Elevasi Gedung... 48 4.3. Spesifikasi Material... 49 4.3.1. Mutu Beton... 49 4.3.2. Mutu Baja Baja Tulangan... 50 xi

digilib.uns.ac.id 4.3.3. Data Elemen Struktur... 50 4.3.3.1. Plat Lantai... 50 4.3.3.2. Balok... 51 4.3.3.3. Kolom... 52 4.4. Pembebanan... 52 4.4.1. Beban Mati... 52 4.4.2. Reduksi Beban Hidup (L R )... 53 4.4.3. Perhitungan Berat Struktur Tiap Lantai... 53 4.4.4. Momen Inersia Massa Bangunan... 57 4.4.5. Beban Gempa... 59 4.4.5.1. Faktor Respon Gempa... 59 4.4.6. Data Gempa... 59 4.4.7. Faktor Reduksi Gempa... 61 4.4.8. Tekanan Tanah Pada Dinding Basement... 62 4.4.9. Tekanan ke Atas (Uplift) Pada Lantai dan Pondasi... 63 4.5. Hasil Analisis Displacement, Drift dan Base Shear dengan Beban Gempa... 64 4.5.1. Hasil Analisis Displacement akibat Beban Kombinasi... 64 4.5.2. Hasil Analisis Base Shear akibat Beban Kombinasi... 65 4.6. Hasil Kontrol Struktur Gedung... 66 4.6.1. Evaluasi Beban Gempa... 66 4.6.2. Kinerja Batas Layan... 67 4.6.3. Kinerja Batas Ultimit... 70 4.6.4. Kontrol Partisipasi Massa... 73 4.6.5. Level Kinerja Struktur (ATC-40)... 74 4.7. Grafik Simpangan Struktur Terhadap Beban Gempa... 76 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 80 5.1. Kesimpulan... 80 5.2. Saran... 80 DAFTAR PUSTAKA... 81 DAFTAR LAMPIRAN xii

digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Beban Hidup Pada Lantai Gedung... 20 Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan... 21 Tabel 2.3. Berat Sendiri Komponen Gedung... 23 Tabel 2.4 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur lainnyan untuk beban gempa... 25 Tabel 2.5. Faktor Keutamaan Gempa dan Angin, ASCE 7-10... 28 Tabel 2.6. Parameter Sistem Struktur Beton Umum... 29 Tabel 2.7. Klasifikasi Situs... 32 Tabel 2.8. Koefisien Situs, Fa... 33 Tabel 2.9. Kategori Lokasi Fv untuk Menentukan Nilai S1... 33 Tabel 2.10. Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter Percepatan Perioda Pendek... 35 Tabel 2.11. Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter Percepatan Perioda 1,0 detik... 35 Tabel 2.12. Kategori Desain Gempa (KDG) dan Resiko Kegempaan... 36 Tabel 3.1. Deskripsi Gedung... 38 Tabel 4.1. Data Elevasi Gedung... 48 Tabel 4.2. Mutu Beton Gedung Solo Center Point... 49 Tabel 4.3. Tipe Balok... 51 Tabel 4.4. Tipe Kolom... 52 Tabel 4.5. Beban Mati Lantai Basement 2... 53 Tabel 4.6. Rekapitulasi Berat Struktur Per Lantai... 55 Tabel 4.7. Massa Bangunan... 56 Tabel 4.8. Momen Inersia Lantai Banguan... 58 Tabel 4.9. Data Tanah yang Digunakan Untuk Desain... 59 Tabel 4.10. Faktor Skala Spektrum Respon Gempa Rencana... 61 Tabel 4.11. Parameter Sistem Struktur Beton Umum... 61 Tabel.4.12. Simpangan Horisontal (Displacement) Terbesar... 64 Tabel 4.13. Base Shear Terbesar... 65 Tabel 4.14. Evaluasi Beban Gempa commit Arah X to dan user Y... 66 xiii

digilib.uns.ac.id Tabel 4.15. Kinerja Batas Layan Arah X ( s)... 67 Tabel 4.16. Kinerja Batas Layan Arah Y( s)... 68 Tabel 4.17. Kinerja Batas Ultinit Arah X ( m)... 70 Tabel 4.18. Kinerja Batas Ultinit Arah Y ( m)... 71 Tabel 4.19. Hasil dari Modal Partisipasi Massa Rasio... 73 Tabel 4.20. Batasan Rasio Drift Atap Menurut ATC-40.... 74 Tabel 4.21. Level Kinerja Struktur arah X... 75 Tabel 4.22. Level Kinerja Struktur arah Y... 75 xiv

digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Tampak Gedung Solo Center Point... 2 Gambar 2.1. Kestabilan Struktur Portal... 7 Gambar 2.2. Diagram Beban (P) - Waktu (t)... 11 Gambar 2.3. Balok dengan Tumpuan Sederhana dengan Beban Merata p(x,t).. 13 Gambar 2.4. Respons Struktur... 13 Gambar 2.5. Defleksi Lateral... 24 Gambar 2.6. Peta Wilayah Gempa di Indonesia untuk S 1... 30 Gambar 2.7. Peta Wilayah Gempa di Indonesia untuk S s... 31 Gambar 2.8. Desain Respon Spektrum... 34 Gambar 3.1 Tampak Gedung Solo Center Point... 38 Gambar 3.2. Sistem koordinat yang digunakan dalam program ETABS... 42 Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Respon Spektrum... 45 Gambar 3.4. Diagram Alir Analisis Respon Spektrum... 46 Gambar 4.1. Tampak Gedung Solo Center Point... 47 Gambar 4.2. Respon Spektrum Gedung Solo Center Point... 60 Gambar 4.3. Data Tanah... 62 Gambar 4.4. Beban Tekanan Tanah... 62 Gambar 4.5. Beban Uplift... 63 Gambar 4.6. Grafik Kontrol Kinerja Batas Layan Arah X dan Arah Y... 69 Gambar 4.7. Grafik Kontrol Kinerja Batas Ultimit Arah X dan Arah Y... 72 Gambar 4.8. Displacement Akibat Beban Gempa Arah X... 76 Gambar 4.9. Displacement Akibat Beban Gempa Arah Y... 77 Gambar 4.10. Story Drift Akibat Beban Gempa Arah X... 78 Gambar 4.11. Story Drift Akibat Beban Gempa Arah Y... 79 xv

digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Langkah ETABS V 9.50 xvi

digilib.uns.ac.id DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL B = Panjang gedung pada arah gempa yang ditinjau (m) C = Faktor respons gempa dari spektrum respons Ct = Koefisien pendekatan waktu getar alamiah untuk gedung beton bertulang menurut IBC 2006 Ec = Modulus elastisitas beton E = Beban Gempa e = Eksentrisitas antara pusat masa lantai dan pusat rotasi Fa = Koefisien periode pendek Fv = Koefisien periode 1.0 detik f c = Kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa) f y f ys g Hn I k M n N P- = Mutu baja / kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan (Mpa) = Mutu tulangan geser/sengkang (Mpa) = Percepatan gravitasi = Tinggi gedung = Faktor keutamaan = Kekakuan struktur = Momen = Jumlah tingkat = Nomor lantai tingkat paling atas = Beban lateral tambahan akibat momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpan kesamping yang disebabkan oleh beban gempa lateral (N-mm) q = Beban merata (Kg/m 2 ) q D = Beban mati merata (Kg/m 2 ) q L = Beban hidup merata (Kg/m 2 ) R S S S 1 = Faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan = Parameter respon spektra percepatan pada periode pendek = Parameter respon spektra percepatan pada periode 1 detikk xvii

digilib.uns.ac.id SS = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon site spesifik T = Waktu getar gedung pada arah yang ditinjau (dt) T eff T 1 V V i Vn W i W t Z i D roof ζ ξ (ksi) = Waktu getar gedung effektif (dt) = Waktu getar alami fundamental (dt) = Gaya geser dasar (ton) = Gaya geser dasar nominal (ton) = Gaya geser gempa rencana (ton) = Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai (ton) = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai (ton) = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral (m) = Displacement atap = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung, bergantung pada wilayah gempa = Faktor pengali dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada taraf pembebanan nominal untuk mendapatkan simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan γ (Gamma) = factor beban secara umum (Sigma) = Tanda penjumlahan xviii

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terdiri daratan, lautan dan gunung-gunung maka dari itu Indonesia termasuk negara yang rawan terjadi gempa. Hal ini disebabkan Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Eurasia, Pasifik, Filipina dan Indo-Australia. Gempa bumi adalah getaran atau gerakan bergelombang pada kulit bumi akibat dari pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi (lempeng bumi). Ketika pergeseran ini terjadi, maka timbul getaran yang disebut dengan gelombang seismic. Gelombang ini menjalar ke segala arah menjauhi pusat gempa. Getaran yang sampai ke permukaan bumi bisa bersifat merusak struktur bangunan serta menelan korban jiwa. Gempa dahsyat yang melanda Indonesia yang telah menimbulkan korban terhadap manusia dan harta benda yang cukup besar diantaranya : Gempa/Tsunami Aceh 26 Desember 2004 dengan besaran 9 Skala Richter Gempa Nias 28 Maret 2005 dengan besaran 8,7 Skala Richter Gempa Yogyakarta 26 Mei 2006 dengan besaran 5,9 Skala Richter Gempa Padang tahun 2009 dengan besaran 7,6 Skala Richter Gempa Mentawai tahun 2010 dengan besaran 7,2 Skala Richter Dengan adanya kejadian gempa di Indonesia yang mengakibatkan kerugian sangat besar bagi bangunan, maka diperlukan pengembangan analisis gempa terhadap struktur. Ada 2 pendekatan yang digunakan untuk memperhitungkan beban lateral (gempa bumi) yang bekerja pada suatu struktur, yaitu analisis secara statik ekivalen dan analisis dinamik ( respon spektrum atau time history ). Analisis 1

digilib.uns.ac.id 2 dinamik sangat cocok digunakan untuk analisis struktur bangunan yang tidak beraturan, bertingkat banyak terhadap pengaruh gempa. Dalam penelitian ini menggunakan analisis dinamik dengan metode analisis respon spektrum. Respon spektrum adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode struktur T, lawan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Dalam analisis respon spektrum hanya dipakai untuk menentukan gaya geser tingkat nominal dinamik akibat pengaruh gempa rencana. Gaya-gaya internal dalam unsur struktur gedung didapat dari analisis 3 dimensi berdasarkan beban gempa statik ekuivalen. Gambar 1.1. Tampak Gedung Solo Center Point Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011) 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah ini adalah bagaimana mengevaluasi struktur dengan analisis respon spektrum dilihat berdasarkan Displacement, drift dan base shear.

digilib.uns.ac.id 3 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Struktur yang digunakan adalah struktur beton. 2. Bangunan yang ditinjau bangunan bertingkat 19 lantai dan 2 basement. 3. Analisis struktur ditinjau dalam 3 dimensi menggunakan bantuan software ETABS v9.5 4. Analisa gaya gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002 dengan peta gempa terbaru (Peta Hazard Gempa Indonesia 2010). 5. Sistem struktur yang direncanakan adalah : a. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus. b. Dual System (kombinasi sistem rangka pemikul momen dan sistem dinding struktural). 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur gedung dengan analisis respon spektrum yang ditinjau berdasarkan displacement, drift dan base shear. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini memberi manfaat terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik sipil. 2. Mengembangkan pengetahuan mengenai penggunaan software ETABS v9.5 khususnya dalam desain struktur beton portal 3 dimensi. 3. Memberikan pemahaman tentang analisis gempa dinamik.

digilib.uns.ac.id 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah yang dapat disebabkan oleh aktivitas tektonik, vulkanisme, longsoran termasuk batu, bahan peledak. Dari semua penyebab tersebut di atas, goncangan yang disebabkan oleh peristiwa tektonik merupakan penyebab utama kerusakan struktur dan perhatian utama dalam kajian tentang bahaya gempa. (Chen dan Lui, 2006) Gempa bumi yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah gempa bumi tektonik, yang merupakan jenis gempa yang menimbulan kerusakan paling luas. (Dewi dan Sudrajat, 2007) Hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan bangunan yang memadai untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya terutama lantai atas. Semakin tinggi bangunan, defleksi lateral yang terjadi juga semakin besar pada lantai atas. (Mc.Cormak,1995) Hal penting dari evaluasi berbasis kinerja adalah sasaran kinerja bangunan terhadap gempa dinyatakan secara jelas. Sasaran kinerja tersebut terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. (Dewobroto, 2006) Evaluasi kinerja dapat memberikan informasi sejauh mana gempa akan mempengaruhi struktur bangunan gedung. Hal ini penting untuk evaluasi perilaku seismik struktur gedung pasca leleh. (Pranata, 2006) 4

digilib.uns.ac.id 5 Dinamik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perubahan waktu. Beban dinamik adalah setiap beban yang besarnya, arahnya atau posisinya berubah menurut waktu. Demikian juga, respons struktur terhadap beban dinamik, yaitu lendutan dan tegangan yang dihasilkan, juga perubahan waktu, atau sifat dinamik (Clough and Penzien, 1997). Berdasarkan IBC 2006, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan kriteria sebagai berikut: a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil. b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural. c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh. d. Sistem sprinkler untuk proteksi kebakaran dan tangga keluar tetap utuh. Menurut SNI-1726-2002 pasal 1.3 dilakukannya perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung bertujuan untuk : a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat gempa yang kuat. b. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga masih dapat diperbaiki. c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi gempa ringan sampai sedang d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung. Menurut Applied Tecnology Council (ATC)-40, kriteria-kriteria struktur tahan gempa adalah sebagai berikut : 1. Immediate Occupancy (IO) Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural. Sehingga dapat langsung commit dipakai. to user

digilib.uns.ac.id 6 2. Life Safety (LS) Struktur gedung harus mampu menahan gempa sedang tanpa kerusakan struktur, walaupun ada kerusakan pada elemen non-struktur. 3. Collapse Pervention (CP) Struktur harus mampu menahan gempa besar tanpa terjadi keruntuhan struktural walaupun struktur telah mengalami rusak berat, artinya kerusakan struktur boleh terjadi tetapi harus dihindari adanya korban jiwa manusia. Daniel L. Schodek (1999) menyatakan bahwa pada struktur stabil apabila dikenakan beban, struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang lebih kecil dibandingkan struktur yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pada struktur yang stabil memiliki kekuatan dan kestabilan dalam menahan beban. Stabilitas merupakan hal yang sulit di dalam perencanaan struktur yang merupakan gabungan dari elemen-elemen. Untuk memperjelas mengenai stabilitas struktur akan diilustrasikan dalam Gambar 2.1. Δ (a) Susunan kolom dan balok (b) Ketidakstabilan terhadap beban horisontal

digilib.uns.ac.id 7 (c) Tiga metode dasar untuk menjamin kestabilan struktur sederhana meliputi : penopang diagonal, bidang geser dan titik hubung kaku. (d) Setiap metode yang dipakai untuk menjamin kestabilan pada struktur harus dipasang secara simetris. Apabila tidak, dapat terjadi efek torsional pada struktur. Gambar 2.1. Kestabilan Struktur Portal. Sumber : Daniel L. Schodek (1999) Pada Gambar 2.1(a). struktur stabil karena struktur belum mendapatkan gaya dari luar, apabila suatu struktur dikenakan gaya horisontal maka akan terjadi deformasi seperti yang terlihat pada Gambar 2.1(b). Hal ini disebabkan karena struktur tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan gaya horisontal dan struktur tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula apabila beban horisontal dihilangkan sehingga akan terjadi simpangan horisontal yang berlebihan yang dapat menyebabkan keruntuhan. Menurut Daniel L. Schodek (1999), terdapat beberapa cara untuk menjamin kestabilan struktur seperti pada Gambar 2.1(c). Cara pertama dengan menambahkan elemen struktur diagonal pada struktur, sehingga struktur tidak mengalami deformasi menjadi jajaran genjang seperti pada Gambar 2.1(b). Hal ini disebabkan karena dengan menambahkan elemen struktur diagonal gaya-gaya yang dikenakan pada struktur akan disebarkan keseluruh bagian termasuk ke elemen diagonal, gaya-gaya yang diterima masing-masing struktur akan berkurang sehingga simpangan yang dihasilkan lebih kecil. Cara kedua adalah dengan menggunakan dinding geser. Elemennya merupakan elemen permukaan bidang kaku, yang tentunya dapat commit menahan to deformasi user akibat beban horisontal dan

digilib.uns.ac.id 8 simpangan horisontal yang akan dihasilkan akan lebih kecil. Cara ketiga adalah dengan mengubah hubungan antara elemen struktur sedemikian rupa sehingga perubahan sudut untuk suatu kondisi pembebanan tertentu. Hal ini dengan membuat titik hubung kaku diantara elemen struktur sebagai contoh meja adalah struktur stabil karena adanya titik hubung kaku di antara setiap kaki meja dengan permukaan meja yang menjamin hubungan sudut konstan di antara elemen tersebut, sehingga struktur menjadi lebih kaku. Dalam menentukan letak bresing maupun dinding geser hendaknya simetris. Hal ini untuk menghindari efek torsional. 2.2. Dasar Teori 2.2.1. Analisis Dinamik Secara umum analisis struktur terhadap beban gempa dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Analisis beban statik ekuivalen adalah suatu cara analisis struktur dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horizontal yang diperoleh dengan hanya memperhitungkan respon ragam getar yang pertama. Biasanya distribusi gaya geser tingkat ragam getar yang pertama ini di sederhanakan sebagai segitiga terbalik. 2. Analisis dinamik adalah analisis struktur dimana pembagian gaya geser gempa di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh dinamis gerakan tanah terhadap struktur. Analisis dinamik terbagi menjadi 2, yaitu : a. Analisis ragam respon spektrum dimana total respon didapat melalui superposisi dari respon masing-masing ragam getar. b. Analisis riwayat waktu adalah analisis dinamis dimana pada model struktur diberikan suatu catatan rekaman gempa dan respon struktur dihitung langkah demi langkah pada interval tertentu. Analisis dinamik untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa.

digilib.uns.ac.id 9 Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis dinamik dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis dibedakan Analisis Ragam Riwayat Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respon (Respons Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respon maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respon Rencana (Design Spectra). Pada analisis dinamis elastis digunakan untuk mendapatkan respon struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration Method). Analisis dinamik elastis lebih sering digunakan karena lebih sederhana. Untuk struktur gedung yang tidak beraturan yang tidak memenuhi struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis respon dinamik 3 dimensi. Untuk mencegah terjadinya respon struktur gedung terhadap pembebanan gempa yang dominan dalam rotasi dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, paling tidak gerak ragam pertama (fundamental) harus dominan dalam translasi. (SNI 03-1726-2002) Analisis dinamik adalah untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan cara analisis ragam spektum respon. Pembagian gaya geser tingkat tersebut adalah untuk menggantikan pembagian beban geser dasar akibat gempa sepanjang tinggi gedung pada analisis beban statik ekuivalen. Pada analisis ragam spektum respon, sebagai spektrum percepatan respon gempa rencana harus dipakai diagram koefisien gempa dasar (C) untuk wilayah masing-masing gempa. Nilai C tersebut tidak berdimensi sehingga respon masing-masing ragam merupakan respon relatif. Untuk stuktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respon ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal

digilib.uns.ac.id 10 dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares atau SRSS) (SNI 03-1726-2002) Perbedaan antara Beban Statik dan Dinamik (Widodo 2000) Pada ilmu statika keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik, artinya gaya-gaya tersebut tetap intesitasnya, tetap tempatnya dan tetap arah/ garis kerjanya. Gaya-gaya tersebut dikategorikan sebagai beban statik. Kondisi seperti ini akan berbeda dengan beban dinamik dengan pokok-pokok perbedaan sebagai berikut ini : a. Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu. b. Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu tertentu. Untuk gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang hanya beberapa detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun beban angin dan beban gempa misalnya dapat merusakkan struktur dengan kerugian yang sangat besar. c. Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan. d. Beban dinamik lebih kompleks dibanding dengan beban statik, baik dari bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi kadang perlu diambil untuk mengatasi ketidakpastian yang mungkin ada pada beban dinamik. e. Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu, maka pengaruhnya terhadap struktur juga berubah-ubah menurut waktu. Oleh karena itu penyelesaian problem dinamik harus dilakukan secara berulang-ulang bersifat penyelesaian tunggal ( single solution ), maka penyelesaian problem dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang (multiple solution). f. Sebagai akibat penyelesaian yang berulang-ulang maka penyelesaian struktur dengan beban dinamik akan lebih mahal dan lebih lama.

digilib.uns.ac.id 11 Beban Statik Beban Impak Getaran Mesin Getaran Gempa Gambar 2.2. Diagram Beban (P) - Waktu (t) Sumber : www.mafiosodeciviliano.com (Mei,2011) Beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah menurut waktu, maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar atau ada gerakan. Dalam hal ini bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan pada umumnya dikatakan bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran. Dengan demikian pada pembebanan dinamik, akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak ada pada pembebanan statik. Menurut Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung SNI 01-1726-2002, Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m. 2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. 3. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut. 4. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama orthogonal denah struktur gedung secara keseluruhan.

digilib.uns.ac.id 12 5. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka. 6. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat. 7. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini. 8. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut. 9. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya. Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar ini analisisnya dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.

digilib.uns.ac.id 13 Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan diatas, ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh Gempa Rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respon dinamik. 2.2.2. Sistem dengan Banyak Derajat Kebebasan (MDOF) Pada kenyataan adalah sulit mendapatkan struktur yang hanya memiliki satu derajat kebebasan (Single Degree Of Freedom = SDOF) atau pendekatan yang diberikan oleh sistem SDOF mempunyai keandalan yang kurang memenuhi untuk beberapa struktur pada umumnya, sehingga pendekatan pada sistim MDOF akan lebih baik. (Paz, 1996). Sebagai contoh suatu struktur berupa balok diatas tumpuan sederhana (simple beam) seperti gambar 2.1. P (x, t) m (x), EI (x) Gambar 2.3. Balok dengan Tumpuan Sederhana dengan Beban Merata p (x, t) Pendekatan diskrit struktur pada gambar 2.3. akan lebih baik jika derajat kebebasannya lebih dari satu, dan akibat dari beban yang bekerja p (x, t) akan timbul respons struktur sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. V (x, t) V 1 (t) V 2 (t) V 3 (t) V 4 (t) v : peralihan (displacement) Gambar 2.4. Respons struktur kumpulan dari respons yang diskrit pada gambar 2.4. ini menggambarkan respons struktur yang lebih teliti daripada hanya ditinjau satu derajat kebebasan saja, dan tentunya masih banyak derajat kebebasan yang ditinjau hasil yang diperoleh semakin akurat.

digilib.uns.ac.id 14 2.2.2.1. Pembentukan Persamaan MDOF Dengan memperhatikan gambar 2.4., maka pada tiap titik nodal mempunyai 3 (tiga) derajat kebebasan yang menyatakan : - perpindahan lateral ( ) - perpindahan rotasi ( ) - perpindahan longitudinal ( ) Selanjutnya pada tiap titik nodal, terdapat 4 tipe gaya yang bekerja yaitu : - gaya luar p i (t) - gaya pegas f S i - gaya redaman f D i - gaya inersia f I i Gaya pegas, gaya redaman dan gaya inersia adalah gaya-gaya yang disebabkan adanya gerakan (motion). Pada titik nodal (i) akan selalu berlaku persamaan kesetimbangan : f I i + f D i + f S i = p i (t) (2.1) dalam bentuk matik dapat ditulis : [ f I i ] + [ f D i ] + [ f S i ] = { p i (t)} (2.2) masing-masing suku dari persamaan (2.1) adalah a. [ f S i ] = koefisien pengaruh kekakuan f S i = k i1. u 1 + k i2. u 2 + k i3. u 3 + + k in. u n atau dalam bentuk matrik dapat ditulis [ f S ] = [ k ].{u} (2.3) dimana [ k ] : matrik kekakuan b. [ f D i ] = koefisien pengaruh redaman f D i = c i1. u 1 + c i2. u 2 + c i3. u 3 + + c in. u n atau dalam bentuk matrik dapat ditulis fd = c. u (2.4) dimana [ c ] : matrik redaman c. [ f I i ] = koefisien massa fi i = m ii. u i

digilib.uns.ac.id 15 atau dalam bentuk matrik dapat ditulis fi = m. u (2.5) dimana [ m ] = matrik massa, yang berupa matrik diagonal. Dengan demikian keseimbangan total pada MDOF adalah m u + c u + k u = p t (2.6) persamaan ini merupakan persamaan system MDOF. 2.2.3. Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa Struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan (tidak rusak dan tidak runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata (dalam perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa (Tjokrodimulyo, 2007) Dalam perencanaan bangunan tahan gempa struktur yang didesain harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Di bawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun dengan probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus dapat berespon elastik tanpa mengalami kerusakan baik pada elemen structural (balok, kolom, pelat dan pondasi struktur) dan elemen non struktural (dinding bata, plafond dan lain lain). b. Di bawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang 50-100 tahun) struktur bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok di muka kolom, yang diistilahkan sendi plastis, struktur pada tahap ini disebut tahap First Yield yang merupakan parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik (tidak rusak) dan kondisi plastik (rusak) tetapi tidak roboh atau disingkat sebagai kondisi batas antara beban gempa ringan dan gempa kuat. c. Di bawah gempa kuat (gempa dengan periode ulang 200-500 tahun dengan probabilitas 20%-10% dalam kurun waktu umur gedung) resiko kerusakan harus dapat diterima tapi tanpa keruntuhan struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-tempat tertentu sehingga mudah diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.

digilib.uns.ac.id 16 2.2.4. Prinsip dan Kaidah Perancangan 2.2.4.1. Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan Prinsip-prinsip dasar perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan dan pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gempa yaitu : 1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah dimana struktur bangunan tersebut berada terthadap gempa. 2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu diperhatikan. Dalam pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan, unsur-unsur struktur bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan struktur secara menyeluruh. 3. Konsistensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistem struktur yang dilaksanakan harus terjaga. 4. Materi beton yang digunakan haruslah memiliki daya tahan yang tinggi dilingkungannya. 5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus terikat dengan kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap sistem struktur. 6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam tahapan konstruksi harus dilaksanakan denagn baik dan harus sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa besarnya gaya gempa yang diterima struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik gempa yang tejadi, karakteristik tanah dimana bangunan berada dan karakteristik struktur bangunan. Karakteristik struktur bangunan yang berpengaruh diantaranya bentuk bangunan, massa bangunan, beban gravitasi yang bekerja, kekakuan dan lain-lain.

digilib.uns.ac.id 17 2.2.4.2. Sistem Struktur Ada 4 jenis sistem struktur dasar yang ditetapkan dalam peraturan perencanaan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002), yaitu : 1. Sistem dinding penumpu, yaitu sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. 2. Sistem rangka gedung, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memililki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. 3. Sistem rangka pemikul momen, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memililki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. 4. Sistem ganda, yaitu sistem yang terdiri dari rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi, pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral, dan kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda. Selain 4 sistem struktur dasar tersebut, dalam SNI 03-1726-2002 juga mengenalkan 3 sistem struktur lain, yaitu sistem struktur gedung kolom kantilever (sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral), sistem interaksi dinding geser dengan rangka, dan subsistem tunggal (subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan).

digilib.uns.ac.id 18 2.2.4.3 Jenis Beban Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi : a. Beban Lateral, yang terdiri atas : 1) Beban Gempa Besarnya simpangan horisontal (drift) bergantung pada kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horisontal yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung baja, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%. 2) Beban Angin Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang struktur. Beban angin tidak memberi konstribusi yang besar terhadap struktur dibandingkan dengan beban yang lainnya. Menurut Schodek (1999), besarnya tekanan yang diakibatkan angin pada suatu titik akan tergantung kecepatan angin, rapat massa udara, lokasi yang ditinjau pada stuktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometris struktur, dimensi struktur.

digilib.uns.ac.id 19 b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas : 1) Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap. Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap aman. Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku, lemari arsip, perlengkapan mekanis dan sebagainya.

digilib.uns.ac.id 20 Tabel 2.1. Beban Hidup Pada Lantai Gedung No Lantai gedung Beban Satuan 1. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam no 2. 200 Kg/m 2 2. Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudanggudang tidak penting yang bukan untuk took, pabrik 125 Kg/m 2 atau bengkel. 3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba, restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit. 250 Kg/m 2 4. Lantai ruang olah raga. 400 Kg/m 2 5. Lantai dansa. 500 Kg/m 2 6. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari yang disebut dalam no 1 s/d 5, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang 400 Kg/m 2 rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap. 7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton berdiri. 500 Kg/m 2 8. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam no 3. 300 Kg/m 2 9. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam no 4,5,6 dan 7. 500 Kg/m 2 10. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no 3,4,5,6 dan 7. 250 Kg/m 2 11. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, took buku, took besi, ruang alat-alat dan ruang mesin harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum. 400 Kg/m 2 12. Lantai gedung parkir bertingkat : Untuk lantai bawah 800 Kg/m 2 Dilanjutkan

digilib.uns.ac.id 21 Lanjutan No. Lantai gedung Beban Satuan Untuk lantai tinggkat lainnya 400 Kg/m 2 13. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai yang berbatasan dengan minimum. 300 Kg/m 2 Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11) 2). Beban Mati Beban mati (DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap. Beban mati terdiri dari dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan superimpossed deadload (SiDL). Beban superimpossed adalah beban mati tambahan yang diletakkan pada struktur, dimana dapat berupa lantai (ubin/keramik), peralatan mekanik elektrikal, langit-langit, dan sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau peraturan pembebanan. Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan No Bahan Bangunan Beban Satuan 1 Baja 7850 Kg/m 3 2 Batu alam 2600 Kg/m 3 3 Batu belah, batu bulat, batu gunug ( berat tumpuk ) 1500 Kg/m 3 4 Batu karang ( berat tumpuk ) 700 Kg/m 3 5 Batu pecah 1450 Kg/m 3 6 Besi tuang 7250 Kg/m 3 7 Beton ( 1 ) 2200 Kg/m 3 8 Beton bertulang ( 2 ) 2400 Kg/m 3 9 Kayu ( kelas 1 ) ( 3 ) 1000 Kg/m 3 10 Kerikil, koral (kering udara commit sampai to lembab, user tanpa diayak) 1650 Kg/m 3 Dilanjutkan

digilib.uns.ac.id 22 Lanjutan No Bahan Bangunan Beban Satuan 12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 Kg/m 3 13 Pasangan batu cetak 2200 Kg/m 3 14 Pasangan batu karang 1450 Kg/m 3 15 Pasir ( kering udara sampai lembab ) 1600 Kg/m 3 16 Pasir ( jenuh air ) 1800 Kg/m 3 17 Pasir kerikil, koral ( kering udara sampai lembab ) 1850 Kg/m 3 18 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1700 Kg/m 3 19 Tanah, lempung dan lanau ( basah ) 2000 Kg/m 3 20 Timah hitam ( timbel ) 1140 Kg/m 3 Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 1983)

digilib.uns.ac.id 23 Tabel 2.3. Berat Sendiri Komponen Gedung No Komponen gedung Beban Satuan 1 Adukan, per cm tebal : Dari semen Dari kapur, semen merah atau tras 2 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm 21 Kg/m 2 17 Kg/m 2 14 Kg/m 2 tebal 3 Dinding pasangan bata merah : Satu batu Setengah batu 4 Dinding pasangan batako : Berlubang : Tebal dinding 20 cm ( HB 20 ) Tebal dinding 10 cm ( HB 10 ) Tanpa lubang Tebal dinding 15 cm Tebal dinding 10 cm 5 Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku ), terpadu dari : Semen asbes ( eternity dan bahan lain sejenis ), dengan tebal maksimum 4mm. Kaca, dengan tebal 3-4 mm. 6 Penggantung langit-langit ( dari kayu ), dengan bentang 450 250 200 120 300 200 11 10 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 Kg/m 2 maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 m. 40 Kg/m 2 7 Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m 2 bidang atap. 50 Kg/m 2 8 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk / kaso, per m 2 bidang atap. 40 Kg/m 2 9 Penutup atap seng gelombang ( BWG 24 ) tanpa gording 10 Kg/m 2 10 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm commit tebal. to user 21 Kg/m 2 Dilanjutkan

digilib.uns.ac.id 24 Lanjutan No Komponen gedung Beban Satuan 11 Semen asbes gelombang ( tebal 5 mm ) 11 Kg/m 2 12 Ducting AC dan penerangan 30,6 Kg/m 2 Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11-12) 2.2.4.4. Kombinasi Pembebanan Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.2, kombinasi beban yang dipakai dalam penelitian ini yaitu : a. U = 1,4 D b. U = 1,2 D + 1,6 L c. U = 0,9 D + 1,0E d. U = 1,2 D + 1,0L + 1,0E Dimana: U = Kuat Perlu D = Beban Mati L = Beban Hidup E = Beban Gempa 2.2.4.5. Defleksi Lateral Besarnya simpangan horisontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu kinerja batas layan struktur dan kinerja batas ultimit. Mc.Cormac (1981) menyatakan bahwa simpangan struktur dapat dinyatakan dalam bentuk Drift Indeks seperti pada Gambar 2.1. F H H L Gambar 2.5. Defleksi Lateral Sumber : Mc. Cormac (1981) L

digilib.uns.ac.id 25 Drift Indeks dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1 : Drift Indeks = h (2.1) Dimana : = besar defleksi maksimum yang terjadi (m) h = ketinggian struktur portal (m) Besarnya drift Indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang dikenakan pada struktur. Berdasarkan AISC 2005, besarnya drift indeks berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016. Kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002. 2.2.5. Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa 2.2.5.1. Faktor Keutamaan Untuk berbagai kategori gedung bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I). Tabel 2.4. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur lainnya Untuk Beban Gempa Kategori Jenis Pemanfaatan Resiko Gedung dan struktur lainnyan yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tidak dibatasi untuk : - Fasilitas Pertanian. - Fasilitas sementara tertentu - Fasilitas gedung yang kecil Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I,III,IV I II Dilanjutkan

digilib.uns.ac.id 26 Lanjutan Jenis Pemanfaatan Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan. Gedung dan struktur lainnyan, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fsilitas manufaktur, proses penanganan penyimpanan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak), yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lain yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, tetapi tidak dibatasi untuk : - Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat. - Fasilitas pemadam kebakaran, ambulance dan kantor polisi serta kendaraan darurat. - Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya. - Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat. - Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat. - Struktur tambahan ( termasuk tidak dibatasi untuk, tower Kategori Resiko III IV Dilanjutkan

Jenis Pemanfaatan - telekomunikasi, tangki penyimpan bahan bakar, tower pendingin, struktur stasiun listrik,tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) diisyaratkan dalam kategori resiko IV untuk operasi pada saat keadaan darurat - Tower. - Fasilitas penampung air dan struktur pompa yang dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan air pada saat memadamkan kebakaran - Gedung dan struktur lainnya yang memiliki fungsi yang penting terhadap sistem pertahanan nasional. Gedung dan struktur lainnya (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya) yang mengandung bahan yang sangat beracun dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyarakan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi nasyarakat bila terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lainnya yang mengandung bahan yang beracun, sangat beracun atau mudah meledak dapat dimasukkan dalam kategori resiko yang lebih rendah bilamana dapat dibuktikan dengan memuaskan dan berkekuatan hukum melalui kajian bahaya bahwa kebocoran bahan beracun dan mudah meledak tersebut tidak akan mengancam kehidupan masyarakat. Penurunan kategori resiko ini tidak diijinkan jika gedung atau struktur lainnya tersebut juga merupakan fasilitas yang penting. Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko IV Sumber : RSNI 1726-2010 digilib.uns.ac.id 27 Lanjutan Kategori Resiko IV

digilib.uns.ac.id 28 Tabel 2.5. Faktor Keutamaan Gempa dan Angin, ASCE 7-10 Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa (I E ) Faktor Keutamaan Angin (I w ) I atau II 1,00 1,00 III 1,25 1,00 IV 1,50 1,00 Sumber : RSNI 1726-2010 2.2.5.2. Koefisien Modifikasi Respon. Koefisien modifikasi respon, rasio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung elastik penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung daktail, bergantung pada faktor daktilitas struktur gedung tersebut, faktor reduksi gempa representatif struktur gedung tidak beratutan.

digilib.uns.ac.id 29 Tabel 2.6. Parameter Sistem Struktur Beton Umum Tabel Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gaya Seismik R Ω o C d (Shear Wall Frame Interactive System With Ordinary Reinforced Concrete Moment Frames and Ordina 1. Sistem dinding penumpu (Bearing Wall System) - Dinding geser beton bertulang khusus 5,0 2,5 5,0 - Dinding geser beton bertulang biasa 4,0 2,5 4,0 - Dinding geser beton polos didetail 2,0 2,5 2,0 - Dinding geser beton polos biasa 1,5 2,5 1,5 - Dinding geser pracetak menengah 4,0 2,5 4,0 - Dinding geser pracetak biasa 3,0 2,5 3,0 2. Sistem rangka bangunan (Building Frame Systems) - Dinding geser beton bertulang khusus 6,0 2,5 5,0 - Dinding geser beton bertulang biasa 5,0 2,5 4,5 - Dinding geser beton polos didetail 2,0 2,5 2,0 - Dinding geser beton polos biasa 1,5 2,5 1,5 - Dinding geser pracetak menengah 5,0 2,5 4,5 - Dinding geser pracetak biasa 4,0 2,5 4,0 3. Sistem rangka pemikul momen (Moment Resisting Frame Systems) - Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8,0 3,0 5,5 - Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5,0 3,0 4,5 - Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3,0 3,0 2,5 4. Sistem ganda dengan rangka pemikul momen khusus (Dual Systems With Special Momen Frames) - Dinding geser beton bertulang khusus 7,0 2,5 5,5 - Dinding geser beton bertulang biasa 6,0 2,5 5,0 5. Sistem ganda dengan rangka pemikul momen menengah (Dual Systems With Intermediate Momen Fram - Dinding geser beton bertulang khusus 6,5 2,5 5,0 - Dinding geser beton bertulang biasa 5,5 2,5 4,5 6. Sistem interaktif dinding geser-rangka dengan rangka pemikul momen beton bertulang biasa dan dinding 4,5 2,5 4,0 7. Sistem kolom kantilever didetail untuk memenuhi persyaratan untuk: (Cantievered Coloum Systems Det - Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 2,50 1,25 2,50 - Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 1,50 1,50 1,50 - Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 1,00 1,50 1,00 Catatan : TB = Tidak Dibatasi; TD= Tidak Diijinkan Sumber : RSNI 1726-2010

digilib.uns.ac.id 30 2.2.5.3. Wilayah Gempa Menurut peta hazard gempa Indonesia 2010, meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk periode 1.0 detik (S1) dengan redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun. Definisi batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs) mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu. Pada Pererncanaan Gedung Solo Center Point digunakan wilayah gempa yang disusun berdasarkan peta respon spektrum percepatanuntuk periode pendek 0,2 detik di batuan dasar S B untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun (redaman 5%). Gambar 2.6. Peta Wilayah Gempa di Indonesia untuk S 1 Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010

digilib.uns.ac.id 31 Gambar 2.7. Peta Wilayah Gempa di Indonesia untuk S S Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010 2.2.5.4. Jenis Tanah Setempat Perambatan gelombang Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) melalui lapisan tanah di bawah bangunan diketahui dapat memperbesar gempa rencana di muka tanah tergantung pada jenis lapisan tanah. Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar (SNI 03-1726- 2002). RSNI Gempa 2010 menetapkan jenis-jenis tanah di Indonesia menjadi 4 kategori, yaitu Tanah Keras, Tanah Sedang, Tanah Lunak, dan Tanah Khusus.

digilib.uns.ac.id 32 Tabel 2.7. Klasifikasi Situs Kelas Situs Kecepatan Rambat Gelombang (m/s) N SPT (cohesionles soil layers) Kuat geser niralir (kpa) SA (Batuan Keras) >1500 N/A N/A SB (Batuan) 750 1500 N/A N/A SC (Tanah Keras, Sangat 350 750 Padat dan Batuan Lunak) > 50 100 SD ( Tanah Sedang) 175-350 15-50 50-100 < 175 < 15 < 50 Atau setiap profil yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan karakteristik SE (Tanah Lunak) sebagai berikut: 1. Indeks plastisitas, PI > 20 2. Kadar air, w 40 % 3. Kuat geser niralir š u < 25 kpa SF ( Tanah Khusus yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifiksitus yang mengikuti Pasal 6.9.1) Keterangan : N/A = tidak dapat dipakai Sumber : RSNI 1726-2010 Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut : Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H>3 m) Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H>7,5m dengan indeks plastisitas PI>75) Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H> 35m dengan š u < 50 kpa 2.2.5.5. Faktor Respon Gempa Faktor respon gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi, besarnya nilai faktor respon gempa diperoleh dari perhitungan S S dan S 1.

digilib.uns.ac.id 33 Tabel 2.8. Koefisien Situs, Fa Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCE R Kelas Situs Terpetakan Pada Periode Pendek, T=0,2 detik, S S Ss 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1 1 1 1 1 SC 1,2 1,2 1,1 1 1 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SS b Catatan : 1. Untuk nilai-nilai antara S 1 dapat dilakukan interpolasi linier 2. SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik,lihat pasal 6.9.1 Sumber : RSNI 1726-2010 Tabel 2.9. Kategori Lokasi Fv untuk Menentukan Nilai S1 Kelas Situs Mapped Maximum Consideret Earthquike Spectral Response Acceleration Parameter at 1-s periode S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0.5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1 1 1 1 1 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SS b Catatan : 1. Untuk nilai-nilai antara S 1 dapat dilakukan interpolasi linier 2. SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik,lihat pasal 6.9.1 Sumber : RSNI 1726-2010

digilib.uns.ac.id 34 Gambar 2.8. Desain Respon Spektrum Sumber : Peta hazard gempa Indonesia 2010 Keterangan: S S = Parameter respon spektra percepatan pada perioda pendek, yang didapat dari Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk S S. S 1 = Parameter respon spektra percepatan pada perioda 1-detik, yang didapat dari Peta Wilayah gempa di Indonesia untuk S 1. F a = Parameter respon spektra percepatan untuk gempa maksimum yang ditinjau, bergantung pada kelas lokasi dan nilai S S. F v = Parameter respon spektra percepatan untuk gempa maksimum yang ditinjau, bergantung pada kelas lokasi dan nilai S 1. S DS = Parameter respon spektra percepatan desain. (2/3.F a.s S ) S D1 = Parameter respon spektra percepatan desain. (2/3.F v.s 1 ) T = Periode 2.2.5.6. Kategori Desain Gempa (KDG) Pengklasifikasian ini dikenakan pada struktur berdasar Kategori Resiko Banguan (KRB) dan tngkat kekuatan gerakan tanah akibat gempa yang diantisipasi dilokasi struktur banguan.

digilib.uns.ac.id 35 KDG : A B C D E Resiko gempa meningkat. Persyaratan desain dan detailing gempa meningkat. F Kategori desain gempa dievaluasi berdasarkan parameter respon percepatan periode pendek dan berdasarkan parameter respon percepatan periode 1,0 detik. Tabel 2.10. Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter Percepatan Perioda Pendek Nilai S DS Kategori Resiko Bangunan (KRB) I atau II III IV S DS < 0,167 A A A 0,167 < S DS < 0,33 B B B 0,330 < S DS < 0,50 C C C 0,500 < S DS D D D Sumber : RSNI (2010) Tabel 2.11. Kategori Desain Gempa (KDG) Berdasarkan Parameter Percepatan Perioda 1,0 detik Nilai S D1 Kategori Resiko Bangunan (KRB) I atau II III IV S D1 < 0,067 A A A 0,067 < S D1 < 0,133 B B B 0,133 < S D1 < 0,20 C C C 0,20 < S D1 D D D Sumber : RSNI 1726-2010

digilib.uns.ac.id 36 Tabel 2.12. Kode Kategori Desain Gempa (KDG) dan Resiko Kegempaan Tingkat Resiko Kegempaan Rendah Menengah Tinggi RSNI 1726-10 KDG A,B KDG C KDG D,E,F SRPMB/mM/K SRPMM/K SRPMK Sumber : RSNI 1726-2010 2.2.5.7. Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsurunsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. 2.3. Kinerja Struktur 2.3.1. Kinerja Batas Layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal yang telah dibagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak

digilib.uns.ac.id 37 boleh melampaui 0,03 R bergantung yang mana yang nilainya terkecil. kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, 2.3.2. Kinerja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ. a. Untuk struktur gedung beraturan : ξ = 0,7 R (2.3) b. Untuk struktur gedung tidak beraturan : ξ = 0,7R Faktor Skala (2.4) dengan R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.

digilib.uns.ac.id BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Struktur Gedung Pada penelitian ini dilakukan pada Solo Center Point yang berada didaerah Surakarta. Struktur gedung beton bertulang dengan ketinggian 19 lantai dan 2 basement. Fungsi utama bangunan adalah sebagai apartement, penthouse, condotel dan mall. Tabel 3.1. Deskripsi Gedung Gedung Solo Center Point Sistem Struktur Fungsi Gedung Dual System Wall-frame beton bertulang apartement, condotel dan mall Jumlah Lantai 19 Tinggi Maksimum Gedung Tinggi Lantai Tipikal Jumlah Lantai Basement Tinggi Lantai Tipikal Basement Luas Total Gedung Termasuk Basement Kedalaman Basement 80,15 m 3,5 m 2 3 m 178.050 m 2 6 m Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011) 38

digilib.uns.ac.id 39 Tampak Gedung Solo Center Point dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Tampak Gedung Solo Center Point Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011) 3.2. Tahapan Analisis Metode penelitian ini menggunakan analisis respon spektrum. Analisis menggunakan program ETABS V 9.5.0 Untuk mewujudkan uraian diatas maka langkah analisis yang hendak dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

digilib.uns.ac.id 40 3.2.1. Studi Literatur Studi literatur dari jurnal dan buku yang terkait dalam analisis respon spektrum. Mempelajari semua yang berhubungan dengan analisis nonlinier respon spektrum. Buku acuan yang dipakai antara lain SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, Peraturan pembebanan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1727-1989, Federal Emergency Management Agency for Prestandard And Commentary For The Seismic Rehabilitation Of Buildings (FEMA-356), Uniform Building Code for Earthquake Design volume-2 (UBC,1997) dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan analisis respon spektrum. 3.2.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi bangunan Solo Center Point yang diteliti, baik data sekunder maupun data primer. Data yang didapat adalah Shop Drawing Apartemen Tuning. Data ini digunakan untuk pemodelan struktur 3D yang selanjutnya dianalisis dengan bantuan ETABS V 9.50. Data tanah yang digunakan berdasarkan data tanah yang sudah ada (Data Perancangan Gedung Solo Center Point). Shop Drawing digunakan untuk tahapan pemodelan yang sesuai dengan gambar yang ada sehingga analisis ini tidak menyimpang dari gambar yang ada. Semua struktur yang dimodelkan harus sesuai dengan Shop Drawing, untuk bangunan non striktural tidak dimodelkan karena tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pemodelan 3D ini. Data tanah digunakan untuk menentukan besarnya gaya tanah yang menekan dinding basement. Besarnya gaya tekan tanah mempengaruhi struktur bagunan yang akan dianalisis, oleh sebab itu besarnya gaya tekan tanah ini perlu diperhatikan dalam pemodelan 3D.

digilib.uns.ac.id 41 3.2.3. Pemodelan 3D Pembuatan model struktur bangunan dengan pemodelan 3D sesuai dengan data dan informasi dari shop drawing Gedung Solo Center Point. 1. System koordinat global dan lokal Pemodelan ini dibuat sesuai dengan Shop Drawing yang ada. Perlu diketahui pembuatan model 3D yang ada pada program ETABS V 9.50 mempunyai aturan sistem koordinat global dan lokal. Sistem koordinat global adalah sistem koordinat 3 dimensi yang saling tegak lurus dan perjanjian tanda yang digunakan memenuhi kaidah aturan tangan kanan. Sistem ini memiliki 3 sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu X,Y,Z. Arah koordinat dalam model struktur yang digunakan munggunakan nilai ± X, ± Y dan ± Z. Semua sistem koordinat dalam model struktur yang digunakan selalu didefinisikan dengan koordinat global baik secara langsung maupun secara tidak langsung. ETABS V 9.50 mengasumsikan bahwa sumbu global Z selalu merupakan sumbu vertikal, dimana sumbu global +Z merupakan sumbu vertikal yang memiliki arah ke atas. Bidang X-Y merupakan suatu bidang horizontal. Komponen-komponen struktur seperti joint, element, dan constraint memiliki sumbu lokal tersendiri untuk mendefinisikan properties, beban dan respon dari bagian struktur tersebut. Sumbu dari sistem koordinat lokal ini dinyatakan dengan sumbu 1, 2 dan 3. Secara umum sistem koordinat lokal dapat bervariasi untuk setiap joint, element, dan constraint. Sistem koordinat lokal elemen yang dipakai pada penelitian ini dinyatakan dengan sumbu lokal 1, sumbu lokal 2, dan sumbu lokal 3 di mana : a. Sumbu lokal 1 adalah arah aksial. b. Sumbu lokal 2 searah sumbu global +Z untuk balok dan searah sumbu global +X untuk kolom. c. Sumbu lokal 3 mengikuti kaidah aturan tangan kanan, di mana sumbu 3 tegak lurus dengan sumbu lokal 1 dan sumbu lokal 2.

digilib.uns.ac.id 42 Sumbu Z Global Sumbu Y Global Sumbu Lokal 2 Sumbu Lokal 1 Sumbu Lokal 3 Sumbu Lokal 2 Arah Putar Sumbu Sumbu X Global Sumbu Lokal 3 Sumbu Lokal 1 Gambar 3.2. Sistem koordinat yang digunakan dalam program ETABS. Sumber : Aplikasi Rekayasa Konstruksi Edisi Baru 2007, Wiryanto Dewobroto. 2. Elemen-elemen portal dan pelat lantai Tahapan awal yang dilakukan adalah mendefinisikan semua jenis dan ukuran penampang elemen portal yang digunakan. Setelah tahapan ini selesai, masingmasing elemen portal harus disesuaikan dengan jenis dan ukuran penampang yang dibuat. Tahapan kedua adalah pembuatan pelat yang merupakan satu kesatuan struktur bangunan. 3. Diaphragm constraint Tahapan ini dilakukan secara manual dalam ETABS V 9.50. Diaphragm Constraint ini menyebabkan semua joint pada satu lantai diberi batasan constraint bergerak secara bersamaan sebagai diafragma planar yang bersifat kaku (rigid) terhadap semua deformasi yang mungkin terjadi. Asumsi Diaphragm constraint sangat tepat untuk fenomena terbentuknya rigid floor di mana lantai struktur bergerak bersamaan ketika suatu struktur mengalami gempa. 3.2.4. Perhitungan Pembebanan Menghitung beban-beban yang bekerja pada struktur berupa beban mati, beban hidup. Beban mati yang dihitung berdasar pemodelan yang ada dimana beban sendiri didalam Program ETABS V 9.50 dimasukkan dalam load case dead, sedangkan berat sendiri tambahan yang tidak dapat dimodelkan dalam program ETABS V 9.50 dalam load case super dead. Perhitungan berat sendiri ini dalam program ETABS V 9.50 yang untuk dead adalah 1, sedangkan super dead adalah 0, dimana beban untuk dead telah commit dihitung to secara user otomatis oleh program ETABS

digilib.uns.ac.id 43 V 9.50, sedangkan untuk beban super dead bebannya perlu dimasukkan secara manual sesuai dengan data yang ada. Beban hidup yang dimasukkan dalam program ETABS V 9.50 dinotasikan dalam live. Beban hidup ini mendapatkan reduksi beban gempa. Beban hidup disesuaikan dengan peraturan yang ada. Perhitungan beban hidup ini dalam program ETABS V 9.50 yang untuk live adalah 0, di mana beban hidup perlu dimasukkan secara manual sesuai dengan data yang ada. 3.2.5. Analisis Respon Spektrum Menganalisis model struktur dengan respon spektrum untuk mendapat kurva respon spektrum sesuai wilayah gempa yang dianalisis dengan bantuan program ETABS V 9.50. Data yang dibutuhkan dalam analisis respon spektrum adalah fungsi bangunan, letak bangunan terhadap wilayah gempa, jenis tanah dan tipe struktur. Data fungsi bangunan digunakan untuk mendapatkan nilai faktor keutamaan (I), letak bagunan terhadap wilayah gempa dan jenis tanah dipakai untuk mendapatkan nilai waktu getar alami (Tc) dan kurva respon spektrum gempa rencana sedangkan tipe struktur dipakai untuk mentukan faktor reduksi gempa.

digilib.uns.ac.id 44 3.2.6. Diagram Alir Pembuatan Grafik Respon Spektrum Mulai Menentukan Letak Lokasi Pada Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 Menentukan S 1 dari Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 (Gambar 2.4) Menentukan S s dari Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 (Gambar 2.5) Menentukan Kategori Resiko Bangunan (Tabel 2.4) Menentukan Faktor Keutamaan (I e ) pada Tabel 2.5 Menentukan Koefisien Situs (Site Coeficient) pada Tabel 2.7, Fa dan Fv - S DS = 2/3. (Fa. Ss) - S D1 = 2/3. (Fv. S 1 ) - T 0 = 0,2. (S D1 /S DS ) - T S = S D1 /S DS - S a = S D1 /T - S = S.{0,4+0,6(T/T )} Plot dalam Bentuk Grafik A

digilib.uns.ac.id 45 A Menentukan Kategori Desain Gempa (Seismic Design Seismic) pada Tabel 2.10, 2.11, 2.12 Mencari Faktor Modifikasi (R) pada Tabel 2.6 Menghitung Gaya Lateral Ekuivalen Menghitung Berat Struktur Tiap Lantai Menghitung Mass Moment of Inertia (MMI) Selesai Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Respon Spektrum Langkah-langkah dalam menentukan S 1 dan S s adalah : 1. Menentukan lokasi gedung yang kita tinjau pada Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 (Gambar 2.4) untuk menentukan S 1 2. Kemudian tergolong pada warna apakah lokasi yang kita tinjau itu, warna menunjukkan nilai dari S 1 tersebut. Nilai tersebut masih dalam konstanta dikali dengan gravitasi (0,55g). 3. Lakukan langkah yang sama dalam menentukan nilai S s.

digilib.uns.ac.id 46 3.2.7. Pembahasan Hasil Analisis Respon Spektrum dari Program ETABS V 9.50 Dari hasil analisis respon spektrum didapatkan nilal displacement, gaya geser dasar dan drift. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Mulai Data struktur (Shop Drawing) Membuat model geometri sruktur 3D sesuai data yang ada Perhitungan Pembebanan : 1.Beban gravitasi (Beben mati dan beban hidup) 2. Beban gempa (Respon spectrum) Analisis struktur dengan program ETABS 9.5 Hasil analisis struktur : 1.Displacement 2. Drift 3.Base Shear Menentukan nilai maksimum displacement dan drift Out Put 1. Grafik hubungan antara Displacement dengan ketinggian bangunan. 2. Grafik hubungan antara drift dengan tinggi per lantai Selesai Gambar 3.4. Diagram Alir Analisis Respon Spektrum

digilib.uns.ac.id BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Setelah menganalisis struktur gedung Solo Center Point menggunakan metode response spectrum, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis ragam spektrum respons pada arah X dan Y menghasilkan V > 0,8 V 1, maka dapat disimpulkan bahwa nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana memenuhi persyaratan SNI 03-1726-2002 Pasal 7.1.3. 2. Berdasarkan tinjauan displacement pada arah X = 0,1185 m dan arah Y = 0,1442 m, gedung Solo Center Point dinyatakan aman terhadap syarat evaluasi kinerja batas layan dan batas ultimate sesuai SNI 03-1726-2002. 3. Berdasarkan hasil analisis ragam spektrum respons terhadap level kinerja struktur sesuai ATC-40, pada arah X maupun arah Y nilai maksimum total drift menunjukan gedung yang dianalisis termasuk dalam kategori level Immediate Occupancy. Nilai maksimum total inelastik drift pada arah X menunjukan gedung yang dianalisis juga termasuk dalam kategori level Immediate Occupancy. 5.2. Saran Penulis mempunyai beberapa saran, bila di masa depan dilakukan penelitian lanjutan : 1. Analisis respon spektrum perlu dicoba pada gedung-gedung tinggi lainya untuk mendalami perilaku seismik gedung bertingkat banyak. 2. Penelitian ini dapat dikembangkan melalui penambahan metode analisis lainnya seperti analisis pushover dan modal pushover analysis serta memberi tambahan evaluasi kinerja yang commit sesuai to dengan user metode yang akan digunakan. 80

digilib.uns.ac.id 81

digilib.uns.ac.id BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Denah Solo Center Point Gambar 4.1. Tampak Gedung Solo Center Point Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011) 47

digilib.uns.ac.id 48 4.2. Data Elevasi Gedung Tabel 4.1. Data Elevasi Gedung No, Lantai Elevasi Tiap Lantai (m) Tinggi Bangunan (m) 1 Basement 2-6,20 2,8 2 Basement 1-3,40 3,4 3 Lantai Dasar 0,00 4,20 4 Lantai 1 +4,20 4,00 5 Lantai 2 +8,20 4,00 6 Lantai 3 +12,20 4,00 7 Lantai 4 +16,20 4,00 8 Lantai 5 +22,30 6,10 9 Lantai 6 +25,80 3,50 10 Lantai 7 +29,30 3,50 11 Lantai 8 +32,80 3,50 12 Lantai 9 +36,30 3,50 13 Lantai 10 +39,80 3,50 14 Lantai 11 +43,30 3,50 15 Lantai 12 +46,80 3,50 16 Lantai 13 +50,30 3,50 17 Lantai 14 +54,80 4,50 18 Lantai 15 +58,10 3,30 19 Lantai 16 +61,40 3,30 20 Lantai 17 +64,70 3,30 21 Lantai 18 +68,00 3,30 22 Lantai 19 +71,30 3,30 23 Atap +75,30 4,00 Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011)

digilib.uns.ac.id 49 4.3. Spesifikasi Material 4.3.1. MutuBeton Tabel 4.2. Mutu Beton Gedung Solo Center Point Mutu Beton Fungsi Gedung Solo Center Point K f c Ec *) MPa MPa Balok Balok Induk 300 25,38 23886,9148 Balok Anak 300 25,38 23886,9148 Balok di dalam core 400 25,38 23886,9148 Balok penggantung Lift 400 33,84 27340,9144 Balok Tie beams 300 25,38 23886,9148 Kolom Kolom 400 33,84 27340,9144 Wall Core Wall 400 33,84 27340,9144 RC Wall 300 25,38 23886,9148 Shearwall lift 400 33,84 27340,9144 Pelat Pelat lantai 300 25,38 23886,9148 Pelat atap 300 25,38 23886,9148 Pelat basemen 300 25,38 23886,9148 Ground slab 300 25,38 23886,9148 Dinding Penahan Tanah Dinding 400 33,84 27340,9144 Pondasi PondasiBorpile - 30 25742,96 Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011)

digilib.uns.ac.id 50 Contoh Perhitungan Konversi : f c = (0,83 x K) / 9,81 Ec = 4700 f c Keterangan : Faktor gravitasi = 9,81 kg/dt 2 Faktor konvers dari silinder ke kubus = 0,83 Balok Induk dengan K = 300 f c = (0,83 x K) / 9,81 f c = (0,83 x 300) / 9,81 f c = 25,38 MPa Ec = 4700 f c Ec = 4700 25,38 Ec = 23886,9148 MPa 4.3.2. Mutu Baja Tulangan Mutu baja tulangan, fy = 400 MPa ( Ulir ) = 240 MPa ( Polos ) Tulangan geser d > 10 mm fy = 400 MPa d < 10 mm fy = 240 MPa Modulus elatisitas baja Es = 200.000 Mpa 4.3.3. Data Elemen Struktur 4.3.3.1. Pelat Lantai Tebal pelat basement 1 Tebal pelat basement 2 Tebal Pelat Tipikal t = 35 cm t = 22,5 cm t = 22,5 cm

digilib.uns.ac.id 51 4.3.3.2. Balok Tipe balok yang dipakai sebagai berikut : Tabel 4.3. Tipe Balok No Tipe Dimensi Dimensi No Tipe (mm) (mm) 1 B.01 150 x 300 20 B.20 350 x 700 2 B.02 150 x 500 21 B.21 350 x 1080 3 B.03 150 x 600 22 B.22 350 x 1600 4 B.04 150 x 700 23 B.23 400 x 450 5 B.05 200 x 400 24 B.24 400 x 600 6 B.06 200 x 500 25 B.25 400 x 700 7 B.07 200 x 600 26 B.26 400 x 800 8 B.08 200 x 700 27 B.27 400 x 850 9 B.09 250 x 500 28 B.28 400 x 900 10 B.10 250 x 600 29 B.29 400 x 950 11 B.11 250 x 700 30 B.30 400 x 1200 12 B.12 250 x 1200 31 B.31 450 x 700 13 B.13 300 x 500 32 B.32 450 x 900 14 B.14 300 x 600 33 B.33 450 x 1600 15 B.15 300 x 700 34 B.34 450 x 1800 16 B.16 300 x 750 35 B.35 500 x 600 17 B.17 300 x 950 36 B.36 500 x 700 18 B.18 300 x 1050 37 B.37 600 x 1200 19 B.19 350 x 600 Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011)

digilib.uns.ac.id 52 4.3.3.3. Kolom Tipe kolom yang dipakai sebagai berikut : Tabel 4.4. Tipe Kolom No Tipe Dimensi (mm) 1 K1 250 x 250 2 K2 300 x 300 3 K3 400 x 400 4 K4 400 x 617 5 K5 400 x 750 6 K6 400 x 834 7 K7 400 x 1691 8 K8 500 x 500 9 K9 500 x 875 10 K10 600 x 600 11 K11 600 x 900 12 K12 600 x 925 13 K13 600 x 1200 14 K14 603 x 508 15 K15 700 x 1025 16 K16 700 x 1200 17 K17 700 x 1875 18 K18 875 x 877 Sumber : PT. Mukti Adhi Sejahtera (2011) 4.4. Pembebanan 4.4.1. Beban Mati Beban Mati (Berat Sendiri) Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Beton bertulang : 2400 kg/m 3 = 2,400 t/m 3 Beton ringan : 200 kg/m 3 = 0,200 t/m 3 Pasir (kering udara sampai lembab) : 1600 kg/m 3 = 1,600 t/m 3 Adukan semen/spesi (untuk t=2 cm) : (2*21) kg/m 2 = 0,042 t/m 2 Eternit / Plafond : 11 kg/m 2 = 0,011 t/m 2

digilib.uns.ac.id 53 Penggantung langit-langit : 7 kg/m 2 = 0,007 t/m 2 Dinding partisi (kaca) : 10 kg/m 2 = 0,010 t/m 2 Penutup lantai (keramik) : 24 kg/m 2 = 0,024 t/m 2 Pasangan Bata Merah : 1700 kg/m 3 = 1,700 t/m 3 Pasangan Pre Cast : 1200 kg/m 3 = 1,200 t/m 3 Koefisien Reduksi Beban Mati : = 0,9 Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11-12) 4.4.2. Reduksi Beban Hidup (L R ) Reduksi beban hidup untuk gedung adalah : Peninjauan beban gravitasi 0,75 Peninjauan beban gempa 0,3 Reduksi beban hidup komulatif di lantai 1 adalah 0,4 n >= 8 4.4.3. Perhitungan Berat Struktur Tiap Lantai Hasil perhitungan berat per lantai disajikan dalam tabel berikut : 1. Lantai Basement 2 Tabel 4.5. Beban Mati Lantai Basement 2 No Unit Volume Berat sendiri Berat 1 Kolom 55,6774 m 3 2,400 t/m 3 133,6258 ton 2 Plat 500,8350 m 3 2,400 t/m 3 1202,0040 ton 3 Balok 87,6394 m 3 2,400 t/m 3 210,3346 ton 4 Shear Wall 15,9033 m 3 2,400 t/m 3 38,1679 ton 5 Core Wall 62,3522 m 3 2,400 t/m 3 149,6453 ton 6 Pas Bata - m 3 1,700 t/m 3 - ton 7 Plesteran - m 3 0,021 t/m 3 - ton 8 Kolom Praktis - m 3 2,400 t/m 3 - ton 9 Dinding Partisi - m 3 0,010 t/m 3 - ton 10 Beton Ringan - m 3 0,200 t/m 3 - ton 11 Pre Cast - m 3 1,200 t/m 3 - ton 12 Keramik - m 3 0,240 t/m 3 - ton 13 Spesi Keramik - m 3 0,042 t/m 3 - ton 14 Plafond - m 3 0,011 t/m 3 - ton Jumlah 1733,7776 ton

digilib.uns.ac.id 54 Beban hidup lantai basement 2 : Beban hidup lantai parkir = luas lantai m 2 x beban hidup lantai parkir t/m 2 = 1247,43 m 2 x 0,4 t/m2 = 498,97 ton Reduksi beban hidup Berat total basement 2 = beban hidup lantai parkir x koefisien reduksi gempa pada bangunan apartemen = 498,97 ton x 0,3 = 149,6916 ton = 2017,0949 ton

digilib.uns.ac.id 55 Perhitungan beban struktur untuk lantai berikutnya direkapitulasi pada tabel berikut ini : Tabel 4.6. Rekapitulasi Berat Struktur Per lantai No. Lantai Beban Mati (Ton.f) Beban Hidup (Ton.f) Beban Total (Ton.f) 1 Basement 2 1733,7776 149,6916 1883,4692 2 Basement 1 2803,6790 149,6916 2953,3706 3 Lantai Dasar 3071,4513 302,4375 3373,8888 4 Lantai 1 3022,3983 255,3825 3277,7808 5 Lantai 2 2136,6311 252,8925 2389,5236 6 Lantai 3 2701,7277 252,2775 2954,0052 7 Lantai 4 3059,8720 215,745 3275,6170 8 Lantai 5 1735,6570 130,944 1866,6010 9 Lantai 6 1103,6077 77,8815 1181,4892 10 Lantai 7 1096,6200 77,8815 1174,5015 11 Lantai 8 1096,6200 77,8815 1174,5015 12 Lantai 9 1096,6200 77,8815 1174,5015 13 Lantai 10 1096,6200 77,8815 1174,5015 14 Lantai 11 1441,9794 77,8815 1519,8609 15 Lantai 12 1441,9794 77,8815 1519,8609 16 Lantai 13 1273,0551 77,8815 1350,9366 17 Lantai 14 1497,3985 83,445 1580,8435 18 Lantai 15 1497,3985 83,445 1580,8435 19 Lantai 16 1497,3985 83,445 1580,8435 20 Lantai 17 1497,3985 83,445 1580,8435 21 Lantai 18 1497,3985 83,445 1580,8435 22 Lantai 19 1612,3406 79,2105 1691,5511 23 Lantai Atap1 380,9704 6,1506 387,1210 24 Atap LMR 34,3836 0,54456 34,9282

digilib.uns.ac.id 56 Tabel 4.7. Massa Bangunan No. Lantai Berat Bangunan (Ton.f) g (m/s 2 ) Massa Bangunan (Ton) 1 Basement 2 1883,4692 9,81 18476,8326 2 Basement 1 2953,3706 9,81 28972,5660 3 Lantai Dasar 3373,8888 9,81 33097,8490 4 Lantai 1 3277,7808 9,81 32155,0293 5 Lantai 2 2389,5236 9,81 23441,2266 6 Lantai 3 2954,0052 9,81 28978,7908 7 Lantai 4 3275,6170 9,81 32133,8026 8 Lantai 5 1866,6010 9,81 18311,3562 9 Lantai 6 1181,4892 9,81 11590,4093 10 Lantai 7 1174,5015 9,81 11521,8597 11 Lantai 8 1174,5015 9,81 11521,8597 12 Lantai 9 1174,5015 9,81 11521,8597 13 Lantai 10 1174,5015 9,81 11521,8597 14 Lantai 11 1519,8609 9,81 14909,8355 15 Lantai 12 1519,8609 9,81 14909,8355 16 Lantai 13 1350,9366 9,81 13252,6880 17 Lantai 14 1580,8435 9,81 15508,0748 18 Lantai 15 1580,8435 9,81 15508,0748 19 Lantai 16 1580,8435 9,81 15508,0748 20 Lantai 17 1580,8435 9,81 15508,0748 21 Lantai 18 1580,8435 9,81 15508,0748 22 Lantai 19 1691,5511 9,81 16594,1166 23 Lantai Atap1 387,1210 9,81 3797,6572 24 Atap LMR 34,9282 9,81 342,6452 Jumlah 42262,2276 414592,4531

digilib.uns.ac.id 57 4.4.4. Inersia Massa Bangunan Perhitungan mass moment of inertia (MMI cm ) lantai bangunan pada lantai gedung ini termasuk dalam lantai bangunan yang tidak beraturan, maka menggunakan rumus sebagai berikut : (Computers and Structures, Inc, 2005) Dimana : MMI cm = m (I x + I y ) A m = massa per lantai (ton) A = luas per lantai (m 2 ) I x = inersia arah x (m 4 ) I y = inersia arah y (m 4 )

digilib.uns.ac.id 58 No. Hasil perhitungan momen inersia lantai bangunan sebagai berikut: Tabel 4.8. Momen Inersia Lantai Bangunan Massa Luas Lantai (m 2 Perlantai ) (Ton) Ix (m 4 ) Iy (m 4 ) MMi (Ton. m 2 ) 1 Basement 2 1247,43 18476,8326 770616,1686 2421905,3855 47287372 2 Basement 1 1247,43 28972,5660 1001572,7464 2252608,0207 75580968,2 3 Lantai Dasar 4032,5 33097,8490 964667,7118 2492361,2718 28374512,9 4 Lantai 1 3405,1 32155,0293 868016,3095 1625189,2940 23543831,1 5 Lantai 2 3371,9 23441,2266 1001097,1317 1892828,9561 20118383,5 6 Lantai 3 3363,7 28978,7908 890402,3226 1910580,2070 24130893,6 7 Lantai 4 2876,6 32133,8026 817931,9972 1754029,7846 28730762,7 8 Lantai 5 1745,92 18311,3562 5132439,3830 412086,1461 58151451,4 9 Lantai 6 1038,42 11590,4093 22639,6494 332826,8642 3967568,42 10 Lantai 7 1038,42 11521,8597 21796,3002 332491,0931 3931019,86 11 Lantai 8 1038,42 11521,8597 21796,3002 332491,0931 3931019,86 12 Lantai 9 1038,42 11521,8597 21796,3002 332491,0931 3931019,86 13 Lantai 10 1038,42 11521,8597 21796,3002 332491,0931 3931019,86 14 Lantai 11 1038,42 14909,8355 21796,3002 332491,0931 5086927 15 Lantai 12 1038,42 14909,8355 21796,3002 332491,0931 5086927 16 Lantai 13 1038,42 13252,6880 21796,3002 332491,0931 4521542,63 17 Lantai 14 1112,6 15508,0748 24803,0764 344786,1091 5151551,97 18 Lantai 15 1112,6 15508,0748 24803,0764 344786,1091 5151551,97 19 Lantai 16 1112,6 15508,0748 24803,0764 344786,1091 5151551,97 20 Lantai 17 1112,6 15508,0748 24803,0764 344786,1091 5151551,97 21 Lantai 18 1112,6 15508,0748 24803,0764 344786,1091 5151551,97 22 Lantai 19 1056,14 16594,1166 5954,1300 327244,7720 5235235,31 23 Lantai Atap1 1025,1 3797,6572 5954,1300 327244,7720 1234391,98 24 Atap LMR 90,76 342,6452 756,3333 623,0203 5207,45878

digilib.uns.ac.id 59 4.4.5. Beban Gempa 4.4.5.1. Jenis Tanah Setempat Tabel 4.9. Data Tanah yang Digunakan Untuk Desain Kedalaman (m) Nilai SPT 2 14 4 17 6 20 8 48 10 > 60 12 35 14 36 16 37 18 44 20 56 Nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata pada lapisan tanah setebal 20 m paling atas bernilai 15 < N < 50 maka sesuai dengan tabel 4 SNI 1726 2002 hal 15, jenis tanah ditetapkan sebagai tanah sedang. 4.4.6. Data Gempa Tanah Dasar : Tanah Sedang (Kelas D) ( Tabel 2.7. ) Kategori Resiko Bangunan : III (le = 1,25) ( Tabel 2.4. dan Tabel 2.5. ) Fungsi Bangunan : Apartemen Tebal Plat Basement 2 : 350 mm Tebal Plat Basement 1 : 225 mm Tebal Plat Lantai : 150 mm Tebal Plat Atap : 150 mm Tebal Shear Wall : 400 mm Tebal Core Wall : 250 mm Jumlah lantai : 2 Basement + 19 lantai + 1 atap Nilai S 1 : 1,056 ( Dari Gambar 2.6. ) Nilai S S : 3,193 ( Dari Gambar 2.7. )

digilib.uns.ac.id 60 Nilai Fa dan Fv: Fa = 1 ( Dari Tabel 2.8 ) Karena S s = 3 193 dan termauk S s 1,20 Fa = 1 Nilai Fv Karena S 1 = 1,056 dan termasuk S 1 > 0,5 Fv = 1,5 ( Dari Tabel 2.9 ) Perhitungan Nilai S DS dan S D1 S DS = 2/3 x Fa x S S = 2/3 x 1,0 x 3,193 = 2,1287 S D1 = 2/3 x Fv x S 1 = 2/3 x 1,5 x 1,056 = 1,056 Penentuan Respon Spektra dan KDG T 0 = 0,2(S D1 / S DS ) = 0,0992 Dengan T S = (S D1 / S DS ) = 0,4961 Sa = SDS (0,4 + 0,6 (T/T0)) = 7,2389 Dari perhitungan gempa di atas maka didapat grafik spectra response acceleration (g) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Respon Spektra 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,51010,5 Periode T (sec) Gambar 4.2. Respon Spektrum Gedung Solo Center Point

digilib.uns.ac.id 61 Menurut SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.1: nilai Ordinat dari Spektrum Respon Gempa Rencana harus dikalikan dengan faktor skala I/R, sedangkan nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi, maka harus dikali juga dengan nilai percepatan gravitasi pada lokasi bangunan tersebut. Tabel 4.10. Faktor Skala Spektrum Respon Gempa Rencana Percepatan Gempa Arah (Direction) Faktor Skala ( I R.g) RSPX RSPY U1 (100%) 1,5328 U2 (30%) 0,4598 U1 (30%) 0,4598 U2 (100%) 1,5328 4.4.7. Faktor Reduksi Gempa Faktor reduksi gempa diambil dari tabel nilai R = 8, Ω 0 = 3 dan C d = 5,5 RSNI 1726-2010, nilai faktor reduksi gempa dengan jenis sistem rangka penahan momen dengan rangka momen beton bertulang khusus adalah 8. Tabel 4.11. Parameter Sistem Struktur Beton Umum Tabel Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gaya Seismik R Ω o C d 1. Sistem dinding penumpu (Bearing Wall System) - Dinding geser beton bertulang khusus 5,0 2,5 5,0 - Dinding geser beton bertulang biasa 4,0 2,5 4,0 - Dinding geser beton polos didetail 2,0 2,5 2,0 - Dinding geser beton polos biasa 1,5 2,5 1,5 - Dinding geser pracetak menengah 4,0 2,5 4,0 - Dinding geser pracetak biasa 3,0 2,5 3,0 2. Sistem rangka bangunan (Building Frame Systems) - Dinding geser beton bertulang khusus 6,0 2,5 5,0 - Dinding geser beton bertulang biasa 5,0 2,5 4,5 - Dinding geser beton polos didetail 2,0 2,5 2,0 - Dinding geser beton polos biasa 1,5 2,5 1,5 - Dinding geser pracetak menengah 5,0 2,5 4,5 - Dinding geser pracetak biasa 4,0 2,5 4,0 3. Sistem rangka pemikul momen (Moment Resisting Frame Systems) - Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8,0 3,0 5,5 - Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5,0 3,0 4,5 - Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3,0 3,0 2,5 Sumber : RSNI 1726-2010

digilib.uns.ac.id 62 4.4.8. Tekanan Tanah Pada Dinding Basement Data tanah diambil dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil. Semua data tanah di seluruh tempat diasumsikan sama dengan data tanah yang ada. 0 γ = 17,25 kn/m 3 C = 0,741 kg/cm 2 = 74,1x10 3 kn/m 2 M.A.T -4-6 -10 = 21,679 o γ = 19,33 kn/m 3 C = 0,072 kg/cm 2 = 7,20 x10 3 kn/m 2 = 23,796 o Gambar 4.3. Data Tanah 0 Ka = tan 2 (45-21,679/2) = 0,1758-4 12,1302 Pa = 17,25x4x0,1758 = 12,1302 kn/m 2 Ka = tan 2 (45-23,796/2) = 0,4250-6 12,1302 Pa = 19,33x2x0,4250 = 16,4305kN/m 2 Ka = tan 2 (45-23,796/2) = 0,4250-8 12,1302 16,4305 Pa = (19,33-1)x2x0,4250 = 15,5805 2 2 2 2 Ka = tan 2 (45-23,796/2) = 0,4250-10 12,1302 16,4305 15,5805 Pa = (19,33-1)x2x0,4250 = 15,5805 kn/m 2 Pw= 1x6 = 6 kn/m 2 Gambar 4.4. Beban Tekanan Tanah

digilib.uns.ac.id 63 4.4.9. Tekanan ke Atas (Uplift) Pada Lantai dan Pondasi Kondisi geologi lapisan tanah di lokasi didominasi oleh lempung lanau dengan muka air tanah rata-rata pada kedalaman 6 m. Dalam desain lantai basement dan elemen-elemen horisontal sejenis lainnya yang berada di bawah tanah, tekanan ke atas air harus diambil sebesar tekanan hidrostatis penuh dan diterapkan di seluruh luasan. Besarnya tekanan hidrostatik harus diukur dari sisi bawah struktur. Bebanbeban ke atas lainnya harus diperhitungkan dalam desain tersebut. El = -6,2 m Ground Slab Uplift Pw = 1x6 = 6 kn/m 2 Gambar 4.5. Beban Uplift

digilib.uns.ac.id 64 4.5. Hasil Analisis Displacement, Drift dan Base Shear Akibat Beban Kombinasi Hasil analisis displacement, drift dan base shear dengan menggunakan program ETABS V.9.5.0 melalui beban gempa diperoleh nilai displacement, drift dan base shear terbesar. 4.5.1. Hasil Analisis Displacement akibat Beban Kombinasi Tabel 4.12. Simpangan Horisontal (Displacement) Terbesar No. Lantai UX (m) UY (m) 1 Lantai Atap 0,1185 0,1442 2 Lantai 19 0,1137 0,1353 3 Lantai 18 0,1094 0,1278 4 Lantai 17 0,1050 0,1203 5 Lantai 16 0,1003 0,1128 6 Lantai 15 0,0953 0,1052 7 Lantai 14 0,0901 0,0977 8 Lantai 13 0,0826 0,0874 9 Lantai 12 0,0766 0,0797 10 Lantai 11 0,0705 0,0721 11 Lantai 10 0,0642 0,0647 12 Lantai 9 0,0579 0,0575 13 Lantai 8 0,0515 0,0505 14 Lantai 7 0,0450 0,0437 15 Lantai 6 0,0385 0,0371 16 Lantai 5 0,0327 0,0308 17 Lantai4 Mezz 0,0295 0,0274 18 Lantai4 0,0218 0,0219 19 Lantai 3 0,0155 0,0159 20 Lantai 2 0,0096 0,0101 21 Lantai 1 0,0044 0,0049 22 Lantai Dasar 0,0006 0,0009 23 Basement 1 0,0002 0,0003 24 Basement 2 0 0 Sumber : Etabs Table Point Displacement

digilib.uns.ac.id 65 4.5.2. Hasil Analisis Base Shear akibat Beban Kombinasi Tabel 4.13. Base Shear Terbesar Lantai Vx (kn) Vy (kn) Base 37339,10 39740,23 Sumber : Etabs Table Support Reaction 4.6. Hasil Kontrol Struktur Gedung 4.6.1. Evaluasi Beban Gempa Berdasarkan pasal 5.6 SNI 03-1726-2002 mengatakan bahwa untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T 1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan T 1 < ζ. n, dengan nilai T 1 = 1,056 (Sumber: Gambar 4.2) maka : 1,056 < 0,18 x 23 1,056 < 4,14 (memenuhi syarat) Nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama, maka perlu dievaluasi. T 1 = 1,056 C 1 = 0,3125 (didapat dari grafik respon spektra) Maka, V 1 = C 1 I R V 1 = W t 0,3125 1,25 8 42262,2276 = 2063,5853 t = 20635,853 kn

digilib.uns.ac.id 66 Mencari Faktor Skala Faktor skala (FS) = 0,8 V 1 V t > 1 ( SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.3) V > 0,80 V 1.( SNI 03-1726-2002 Pasal 7.1.3) Vx = 37339,10 kn > 0,8. 20635,853 Vx = 37339,10 kn > 16508,6827 kn ( Memenuhi Syarat ) Vy = 39740,23 kn > 0,8. 20635,853 Vy = 39740,23 kn > 16508,6827 kn ( Memenuhi Syarat ) Tabel 4.14. Evaluasi Beban Gempa Arah X dan Arah Y Lantai Vx (kn) Vy (kn) Syarat (kn) Ket Base 37339,10 39740,23 16508,6827 Aman Analisis ragam spektrum respons pada arah X dan Y menghasilkan V > 0,8V 1, maka dapat disimpulkan bahwa nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada arah X dan Y memenuhi persyaratan SNI 03-1726-2002 Pasal 7.1.3. 4.6.2. Kinerja Batas Layan Hasil dari analisis ragam spektrum respons dengan program ETABS kemudian dicek dengan kinerja batas layan sesuai SNI 03-1726-2002, dengan persyaratan sebagai berikut : FS 0,03 R h i 30 mm Dimana: R = Koefisien Modifikasi Respons (Tabel 2.5) Δ = Simpangan Antar Tingkat FS = Faktor Skala hi = Tinggi Tingkat

digilib.uns.ac.id 67 Tabel 4.15. Kinerja Batas Layan Arah X ( s) No. Lantai H (m) s arah X (m) s antar tingkat X (m) Syarat s (m) {(0.03/R)*H} Ket. 1 Lantai Atap 4 0,1185 0,0048 0,01500 Aman 2 Lantai 19 3,3 0,1137 0,0043 0,01238 Aman 3 Lantai 18 3,3 0,1094 0,0044 0,01238 Aman 4 Lantai 17 3,3 0,1050 0,0047 0,01238 Aman 5 Lantai 16 3,3 0,1003 0,0050 0,01238 Aman 6 Lantai 15 3,3 0,0953 0,0052 0,01238 Aman 7 Lantai 14 4,5 0,0901 0,0075 0,01688 Aman 8 Lantai 13 3,5 0,0826 0,0060 0,01313 Aman 9 Lantai 12 3,5 0,0766 0,0061 0,01313 Aman 10 Lantai 11 3,5 0,0705 0,0063 0,01313 Aman 11 Lantai 10 3,5 0,0642 0,0063 0,01313 Aman 12 Lantai 9 3,5 0,0579 0,0064 0,01313 Aman 13 Lantai 8 3,5 0,0515 0,0065 0,01313 Aman 14 Lantai 7 3,5 0,0450 0,0065 0,01313 Aman 15 Lantai 6 3,5 0,0385 0,0058 0,01313 Aman 16 Lantai 5 6,1 0,0327 0,0032 0,02288 Aman 17 Lantai4 Mezz 4 0,0295 0,0077 0,01500 Aman 18 Lantai4 4 0,0218 0,0063 0,01500 Aman 19 Lantai 3 4 0,0155 0,0059 0,01500 Aman 20 Lantai 2 4 0,0096 0,0052 0,01500 Aman 21 Lantai 1 4,2 0,0044 0,0038 0,01575 Aman 22 Lantai Dasar 3,4 0,0006 0,0004 0,01275 Aman 23 Basement 1 2,8 0,0002 0,0002 0,01050 Aman 24 Basement 2 0 0,0000 0,0000 0,00000 Aman

digilib.uns.ac.id 68 Tabel 4.16. Kinerja Batas Layan Arah Y ( s) No. Lantai H (m) s arah Y (m) s antar tingkat Y (m) Syarat s (m) {(0.03/R)* H} Ket. 1 Lantai Atap 4 0,1442 0,0089 0,01500 Aman 2 Lantai 19 3,3 0,1353 0,0075 0,01165 Aman 3 Lantai 18 3,3 0,1278 0,0075 0,01165 Aman 4 Lantai 17 3,3 0,1203 0,0075 0,01165 Aman 5 Lantai 16 3,3 0,1128 0,0076 0,01165 Aman 6 Lantai 15 3,3 0,1052 0,0075 0,01165 Aman 7 Lantai 14 4,5 0,0977 0,0103 0,01588 Aman 8 Lantai 13 3,5 0,0874 0,0077 0,01235 Aman 9 Lantai 12 3,5 0,0797 0,0076 0,01235 Aman 10 Lantai 11 3,5 0,0721 0,0074 0,01235 Aman 11 Lantai 10 3,5 0,0647 0,0072 0,01235 Aman 12 Lantai 9 3,5 0,0575 0,0070 0,01235 Aman 13 Lantai 8 3,5 0,0505 0,0068 0,01235 Aman 14 Lantai 7 3,5 0,0437 0,0066 0,01235 Aman 15 Lantai 6 3,5 0,0371 0,0063 0,01235 Aman 16 Lantai 5 6,1 0,0308 0,0034 0,02153 Aman 17 Lantai 4 Mezz 4 0,0274 0,0055 0,01412 Aman 18 Lantai 4 4 0,0219 0,0060 0,01412 Aman 19 Lantai 3 4 0,0159 0,0058 0,01412 Aman 20 Lantai 2 4 0,0101 0,0052 0,01412 Aman 21 Lantai 1 4,2 0,0049 0,0040 0,01482 Aman 22 Lantai Dasar 3,4 0,0009 0,0006 0,01200 Aman 23 Basement 1 2,8 0,0003 0,0003 0,00988 Aman 24 Basement 2 0 0,0000 0,0000 0,00000 Aman

digilib.uns.ac.id 69 B2 B1 Dasar 1 2 3 4 4 Mezz 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Atap Lantai Kinerja Batas Layan Syarat s (m) s antar tingkat Y (m) s antar tingkat X (m) Simpangan (m) 0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 Gambar 4.6. Grafik Kontrol Kinerja Batas Layan Arah X dan Arah Y 4.6.3. Kinerja Batas Ultimit Hasil dari analisis ragam spektrum respons dengan program ETABS kemudian dicek dengan kinerja batas ultimit sesuai SNI 03-1726-2002, dengan persyaratan sebagai berikut: ξ. 0,02. h i Dimana: ξ = Faktor Pengali (Persamaan 2.7) Δ = Simpangan Antar Tingkat hi = Tinggi Tingkat

digilib.uns.ac.id 70 a. Evaluasi Kinerja Batas Ultimit arah X Untuk Gedung Tidak Beraturan ξ = ξx = 0,7xR FS 0,7R Faktor Skala = 0,7x 8 1,1565 ( SNI 03-1726-2002 Pasal 8.2.1) = 4,8422 Tabel 4.17. Kinerja Batas Ultimit Arah X ( m) No. Lantai H (m) m arah X (m) m antar tingkat X (m) ξ. m antar tingkat X (m) Syarat m (m) Ket. 1 Lantai Atap 4 0,1185 0,0048 0,0232 0,08 Aman 2 Lantai 19 3,3 0,1137 0,0043 0,0208 0,07 Aman 3 Lantai 18 3,3 0,1094 0,0044 0,0213 0,07 Aman 4 Lantai 17 3,3 0,1050 0,0047 0,0228 0,07 Aman 5 Lantai 16 3,3 0,1003 0,0050 0,0242 0,07 Aman 6 Lantai 15 3,3 0,0953 0,0052 0,0252 0,07 Aman 7 Lantai 14 4,5 0,0901 0,0075 0,0363 0,09 Aman 8 Lantai 13 3,5 0,0826 0,0060 0,0291 0,07 Aman 9 Lantai 12 3,5 0,0766 0,0061 0,0295 0,07 Aman 10 Lantai 11 3,5 0,0705 0,0063 0,0305 0,07 Aman 11 Lantai 10 3,5 0,0642 0,0063 0,0305 0,07 Aman 12 Lantai 9 3,5 0,0579 0,0064 0,0310 0,07 Aman 13 Lantai 8 3,5 0,0515 0,0065 0,0315 0,07 Aman 14 Lantai 7 3,5 0,0450 0,0065 0,0315 0,07 Aman 15 Lantai 6 3,5 0,0385 0,0058 0,0281 0,07 Aman 16 Lantai 5 6,1 0,0327 0,0032 0,0155 0,12 Aman 17 Lantai4 Mezz 4 0,0295 0,0077 0,0373 0,08 Aman 18 Lantai4 4 0,0218 0,0063 0,0305 0,08 Aman 19 Lantai 3 4 0,0155 0,0059 0,0286 0,08 Aman 20 Lantai 2 4 0,0096 0,0052 0,0252 0,08 Aman 21 Lantai 1 4,2 0,0044 0,0038 0,0184 0,08 Aman 22 Lantai Dasar 3,4 0,0006 0,0004 0,0019 0,07 Aman 23 Basement 1 2,8 0,0002 0,0002 0,0010 0,06 Aman 24 Basement 2 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,00 Aman

digilib.uns.ac.id 71 b. Evaluasi Kinerja Batas Ultimit arah Y Untuk Gedung Tidak Beraturan ξ = ξy = 0,7R Faktor Skala 0,7xR FS = 0,7x 8 1 ( SNI 03-1726-2002 Pasal 8.2.1) = 5,60 Tabel 4.18. Kinerja Batas Ultimit Arah Y ( m) No. Lantai H (m) m arah Y (m) m antar tingkat Y (m) ξ. m antar tingkat Y (m) Syarat m (m) Ket. 1 Lantai Atap 4 0,1442 0,0089 0,0498 0,08 Aman 2 Lantai 19 3,3 0,1353 0,0075 0,0420 0,07 Aman 3 Lantai 18 3,3 0,1278 0,0075 0,0420 0,07 Aman 4 Lantai 17 3,3 0,1203 0,0075 0,0420 0,07 Aman 5 Lantai 16 3,3 0,1128 0,0076 0,0426 0,07 Aman 6 Lantai 15 3,3 0,1052 0,0075 0,0420 0,07 Aman 7 Lantai 14 4,5 0,0977 0,0103 0,0577 0,09 Aman 8 Lantai 13 3,5 0,0874 0,0077 0,0431 0,07 Aman 9 Lantai 12 3,5 0,0797 0,0076 0,0426 0,07 Aman 10 Lantai 11 3,5 0,0721 0,0074 0,0414 0,07 Aman 11 Lantai 10 3,5 0,0647 0,0072 0,0403 0,07 Aman 12 Lantai 9 3,5 0,0575 0,0070 0,0392 0,07 Aman 13 Lantai 8 3,5 0,0505 0,0068 0,0381 0,07 Aman 14 Lantai 7 3,5 0,0437 0,0066 0,0370 0,07 Aman 15 Lantai 6 3,5 0,0371 0,0063 0,0353 0,07 Aman 16 Lantai 5 6,1 0,0308 0,0034 0,0190 0,12 Aman 17 Lantai4 Mezz 4 0,0274 0,0055 0,0308 0,08 Aman 18 Lantai4 4 0,0219 0,0060 0,0336 0,08 Aman 19 Lantai 3 4 0,0159 0,0058 0,0325 0,08 Aman 20 Lantai 2 4 0,0101 0,0052 0,0291 0,08 Aman 21 Lantai 1 4,2 0,0049 0,0040 0,0224 0,08 Aman 22 Lantai Dasar 3,4 0,0009 0,0006 0,0034 0,07 Aman 23 Basement 1 2,8 0,0003 0,0003 0,0017 0,06 Aman 24 Basement 2 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,00 Aman

digilib.uns.ac.id 72 Kinerja Batas Ultimate Lantai B1 1 3 4 Mezz 6 8 10 12 14 16 18 Atap 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 Simpangan (m) Syarat m (m) m antar tingkat Y (m) m antar tingkat X (m) Gambar 4.7. Grafik Kontrol Kinerja Batas Ultimit Arah X dan Arah Y Berdasarkan nilai kontrol batas layan dan batas ultimit struktur gedung sesuai SNI 03-1726-2002 yang ditampilkan dalam Tabel 4.15. - Tabel 4.17. menunjukan bahwa struktur gedung tersebut pada arah X maupun arah Y memenuhi dari batas yang disyaratkan.

digilib.uns.ac.id 73 4.6.4. Kontrol Partisipasi Massa Tabel 4.19. Hasil dari Modal Partisipasi Massa Rasio Mode Period UX UY UZ Sum UX Sum UY 1 1,778421 46,7343 1,4552 0 46,7343 1,4552 0 2 1,756257 1,4777 43,9476 0 48,212 45,4028 0 3 1,28623 0,0001 0,0376 0 48,2121 45,4404 0 4 0,555847 17,3655 0,0947 0 65,5776 45,5351 0 5 0,46146 0,0776 17,3313 0 65,6552 62,8664 0 6 0,385762 0,1024 3,692 0 65,7576 66,5585 0 7 0,302586 7,3284 0,1013 0 73,086 66,6598 0 8 0,235935 0,1348 4,594 0 73,2208 71,2539 0 9 0,19156 0,2315 4,1888 0 73,4524 75,4426 0 10 0,184191 2,7741 0,557 0 76,2265 75,9996 0 11 0,136845 0,0801 2,2312 0 76,3066 78,2309 0 12 0,12731 2,7393 0,066 0 79,046 78,2969 0 13 0,110174 0 0 0 79,046 78,2969 0 14 0,110171 0 0 0 79,046 78,2969 0 15 0,108379 0,0006 0,0001 0 79,0466 78,2969 0 16 0,108376 0,0033 0,0001 0 79,0498 78,297 0 17 0,106823 0,0158 1,4196 0 79,0656 79,7166 0 18 0,099098 1,0357 1,5547 0 80,1013 81,2714 0 19 0,095604 1,4909 1,1739 0 81,5922 82,4453 0 20 0,086127 0 0 0 81,5922 82,4453 0 21 0,086118 0,0003 0,0002 0 81,5925 82,4455 0 22 0,078572 0,1114 0,1069 0 81,7039 82,5524 0 23 0,077108 0,0006 0,0001 0 81,7045 82,5524 0 24 0,074378 0,9469 1,1588 0 82,6514 83,7113 0 25 0,072662 0,3188 2,6609 0 82,9702 86,3722 0 26 0,061091 1,4519 0,0006 0 84,4221 86,3727 0 27 0,05861 0,2608 0,0003 0 84,6829 86,373 0 28 0,057683 0,7755 1,4264 0 85,4584 87,7994 0 29 0,055351 0,5497 0,256 0 86,0081 88,0554 0 30 0,051775 1,045 0,7099 0 87,053 88,7653 0 31 0,047813 0,0262 2,5698 0 87,0793 91,3351 0 32 0,046069 0,0002 0,0617 0 87,0794 91,3968 0 33 0,044697 0,0612 0,9908 0 87,1406 92,3876 0 34 0,044191 0 0 0 87,1406 92,3876 0 35 0,044191 0 commit 0,0001 to user 0 87,1406 92,3877 0 Sum UZ Dilanjutkan

digilib.uns.ac.id 74 Lanjutan 36 0,043191 0,1587 0,7358 0 87,2993 93,1235 0 37 0,043178 0,0209 0,1321 0 87,3201 93,2556 0 38 0,043164 0,0105 0,0026 0 87,3306 93,2582 0 39 0,042535 0,014 0,0003 0 87,3446 93,2585 0 40 0,04252 0,0664 0,0058 0 87,411 93,2642 0 41 0,042121 4,7198 0,0076 0 92,1308 93,2719 0 42 0,041298 0,0001 0 0 92,1309 93,2719 0 Sumber : Etabs Table Modal Partisipation Massa Ratio Pada tabel 4.19. menunjukkan bahwa mode ke 27 mampu memenuhi syarat partisipasi massa (melampaui 90%) sesuai SNI 03-1726-2002 pasal 7.2.1. 4.6.5. Level Kinerja Struktur (ATC-40) Menurut ATC-40, batasan rasio drift adalah sebagai berikut : Tabel 4.20. Batasan Rasio Drift Atap Menurut ATC-40. Parameter Maksimum Total Drift Maksimum Total Inelastik Drift Perfomance Level IO Damage Control LS Structural Stability 0,01 0,01 s.d 0,02 0,02 0,33 Vi 0,005 0,005 s.d 0,015 No limit Pi No limit Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19 Persamaan yang digunakan : Dt Maksimal Drift = Htotal Maksimal In-elastic Drift = Dt D1 Htot Keterangan : Dt = displacement atap (paling atas) D1 = displacement lantai 1 (lantai diatas penjepitan lateral)

digilib.uns.ac.id 75 a. Evaluasi kinerja arah X Batasan rasio drift atap yang dievaluasi dengan analisis ragam spektrum respons pada gedung, dengan parameter maksimum total drift dan maksimum inelastik drift, maka : Tabel 4.21. Level Kinerja Struktur Arah X D t (m) 0,1185 D 1 (m) 0,0000 h t (m) 81,5 Maksimum total drift (Dt / ht) 0,0015 Level kinerja Immediate Occupancy Maksimum total inelastik drift {(D t - D 1 )/ h t } 0,0015 Level kinerja Immediate Occupancy b. Evaluasi kinerja arah Y Batasan rasio drift atap yang dievaluasi dengan analisis ragam spektrum respons pada gedung, dengan parameter maksimum total drift dan maksimum inelastik drift, maka : Tabel 4.22. Level Kinerja Struktur Arah Y D t (m) 0,1442 D b1 (m) 0,0000 h t (m) 81,5 Maksimum total drift (Dt / ht) 0,0018 Level kinerja Immediate Occupancy Maksimum total inelastik drift {(D t - D 1 )/ h t } 0,0019 Level kinerja Immediate Occupancy Hasil evaluasi level kinerja struktur sesuai Applied Technology Council 40 pada Tabel 4.21. dan Tabel 4.22., untuk nilai maksimum total drift dan nilai maksimum total inelastik drift pada arah X maupun Y termasuk dalam kategori level Immediate Occupancy (IO) yakni struktur bangunan aman, resiko korban jiwa dari kegagalan struktur tidak terlalu berarti, gedung tidak mengalami kerusakan berarti, dan dapat segera difungsikan/beroperasi kembali.

digilib.uns.ac.id 76 4.7. Grafik Simpangan Struktur Terhadap Beban Gempa Displacement maksimum dan story drift maksimum akibat beban gempa dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini : Gambar 4.8. Displacement Akibat Beban Gempa Arah X