Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii

Choerunnisa N, Tjiptaningrum A, Basuki W Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

Sakina Meta, Basuki Wiranto, Tjiptaningrum Agustyas, Soleha Tri Umiana Medical Faculty of Lampung University. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE UNTUK DIAGNOSA DEMAM TIFOID. Agnes Sri Harti 1, Saptorini 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu

PEMERIKSAAN IMMUNOGLOBULIN M ANTI SALMONELLA DALAM DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN WIDAL TERHADAP KULTUR SALMONELLA SPECIES SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah banyak. Penularannya dapat melalui kontak antar manusia atau melalui

Typhoid fever (Demam tifoid) disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi), bersifat akut dan umumnya menyerang sistem RES (re

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang

Ni Putu Eka Rosiana Dewi 1, A.A. Wiradewi Lestari 2, Wayan Sutirtayasa 2

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

Rancang Bangun Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Demam Typhoid dan Demam Berdarah Dengue dengan Metode Forward Chaining

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Ketepatan Uji Tubex TF dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambaran Hasil Uji Widal Berdasarkan Lama Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

GAMBARAN KLINIS PENDERITA DEMAM TIFOID DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTABARU. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Interpretasi dan Aspek Legalitas Hasil. Pemeriksaan Laboratorium pada HIV/AIDS

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

PREVALENSI DEMAM TIFOID DENGAN TITER AGLUTININ O DAN H 1:320 MENGGUNAKAN UJI WIDAL PADA LABORATORIUM KLINIK NIKI DIAGNOSTIC CENTER TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan

DIAGNOSIS DEMAM THYPOID DENGAN PEMERIKSAAN WIDAL ABSTRAK

ABSTRAK PERANAN UJI KULIT TUBERKULIN DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS ( STUDI PUSTAKA )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PRIMER DAN SEKUNDER BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGIS DI RUMAH SAKIT BALIMED DENPASAR

ABSTRAK ASPEK KLINIK PEMERIKSAAN ANTIGEN NS-1 DENGUE DIBANDINGKAN DENGAN HITUNG TROMBOSIT SEBAGAI DETEKSI DINI INFEKSI DENGUE

DAFTAR ISI Halaman COVER... i SAMPUL DALAM... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv PERNYATAAN KEASLIAN... v ABSTRAK...

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

Karakteristik Klinis Pasien Demam Tifoid di RSUP Sanglah Periode Waktu Juli 2013 Juli 2014

Perbandingan Pemeriksaan IgM Anti Salmonella typhi dengan Metode ICT dan ELISA pada Pasien Widal Positif

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

Pendekatan Diagnostik Serologik dan Pelacak Antigen Salmonella typhi

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

Gambaran Penggunaan Uji Serologis Ig M dan Ig G Serta Antigen NS1 Untuk Diagnosis Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2012

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. World Health Organization

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

Transkripsi:

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1 PERBANDINGAN METODE DIAGNOSIS DEMAM TIFOID COMPARISON OF METHODS FOR DIAGNOSIS OF TYPHOID FEVER Ghaida Putri Setiana 1 dan Angga Prawira Kautsar 2 Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia ghea.setiana@gmail.com ABSTRAK Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid cukup sulit karena gejala kliniknya tidak khas, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Artikel ini bertujuan untuk membandingkan metode diagnosis demam tifoid serta mencari metode diagnosis yang mudah digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya rendah. Uji widal merupakan pemeriksaan dengan uji aglutinasi, namun sensitivitas dan spesifitasnya rendah. Biakan darah yaitu isolasi kuman dari bagian tubuh, memiliki sensitivitas yang lebih baik dari uji widal. Tes tubex mendeteksi adanya antibodi anti-salmonella typhi O9 pada serum dapat dilakukan dengan cepat. Teknik PCR digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi menunjukkan hasil yang akurat dan cepat, namun sulit digunakan dan biayanya mahal. Sedangkan sistem pakar hanya tindakan awal dalam diagnosis demam tifoid dan hasilnya tidak akurat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biakan darah dikombinasikan dengan tes tubex merupakan diagnosis demam tifoid yang efektif karena memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik, mudah digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya terjangkau. Diagnosis tidak dapat dikatakan akurat hanya dengan satu pengujian, sehingga harus dibandingkan dengan pengujian yang lain. Kata kunci: Demam tifoid, Metode diagnosis, Biakan darah, Uji serologis, PCR, Sistem pakar ABSTRACT Typhoid fever is an acute systemic infectious disease caused by Salmonella typhi. Diagnosis is difficult because clinical symptoms of typhoid fever is not typical, so it is necessary to do laboratory tests. This article aims to compare the method of typhoid fever diagnosis and to find methods of diagnosis that is easy to use, the process is fast, and low cost.widal test is an examintation with agglutination test, but it has low sensitivity and specificity. Blood cultures is done by isolated germs from part of human body and it has better sensitivity than widal test. Tubex test detects the presence of antibodies anti-salmonella typhi O9 in serum and the process is fast. PCR technique is used to review amplify the gene specific S. typhi, the result is accurate and fast, but it's difficult to use and expensive. While the Expert System is only for early diagnosis of typhoid fever and the result is not accurate. It can be concluded that the culture of blood combined with tubex test are an effective diagnosis of typhoid feverbecause it has good sensitivity and specificity, easy to use, the process is fast, and affordable. Diagnosis is not accurate with only one test, so it should be compared with other tests.

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 2 Keywords: Typhoid fever, Diagnosis methods, Culture of blood, Serologic testing, PCR, Expert systems PENDAHULUAN provinsi dengan insidensi di daerah Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang bersifat akut, dapat disebabkan oleh Salmonella serotipe typhii, Salmonella serotipe paratyphi A, B, dan C, ditandai dengan demam berkepanjangan, bakteremia tanpa perubahan pada sistem endotel, invasi, dan multiplikasi bakteri dalam sel pagosit mononuklear pada hati dan limpa. 1 Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat terjadi di negara beriklim tropis maupun sub tropis. 2 Manifestasi klinis demam tifoid dimulai dari yang ringan (demam tinggi, denyut jantung lemah, sakit kepala) hingga berat (perut tidak nyaman, komplikasi pada hati, dan limfa). 3 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian setiap tahun. Di Indonesia, kasus ini tersebar secara merata di seluruh perdesaan dan perkotaansekitar 600.000dan 1,5 juta kasus per tahun. 1 Penegakan diagnosis demam tifoid menjadi cukup sulit bila tidak adanya gejalaatau tanda yang spesifik. Di daerah endemis, demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai demam tifoid sampai terbukti penyebabnya. 4 Beberapa pemeriksaan penunjang yang sering digunakanuntuk mendiagnosis demam tifoid terdiri dari pemeriksaan darah tepi, identifikasi kuman melalui isolasi atau biakan, identifikasi kuman melalui uji serologis, serta identifikasi kuman secara molekuler. 1 Diagnosis pastidemam tifoid ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhii dalam biakan darah, urin, feses, atau sumsum tulang. 5 Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhii maupun mendeteksi antigen itu sendiri.

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 3 Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini diantaranya adalah uji widal dantes tubex. 5 Uji widal merupakan pemeriksaan yang sering digunakan, namun karena sensitivitas dan spesifitasnya rendah maka uji widal menjadi kurang efektif lagi. Prinsip pemeriksaannya adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhii dengan antibodi yang disebut aglutinin. 4 Sedangkan uji tubex merupakan uji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik yang mendeteksi adanya antibodi anti-salmonella typhi O9 pada serum pasien. 6 Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan adanya kuman S.typhii tetapi terdapat kelemahan seperti waktu yang lama, sulit dilakukan di daerah, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal, volume spesimen yang tidak mencukupi dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti mulai menganjurkan teknik PCR(Polymerase Chain Reaction). 7 Selain itu, penggunaan sistem pakar juga sudah mulai digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid. 8 Pada artikel ini akan dibahas perbandingan dari metode-metode diagnosis demam tifoid yang telah disebutkan di atas, yaitu uji widal, tes tubex, teknik polymerase chain reaction (PCR), biakan darah, sistem pakar dengan metode Fuzzy Tsukamoto dan certainty factor (CF). Selain itu, artikel ini juga akan mencari metode diagnosis yang mudah digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya rendah. METODE Data-data metode diagnosis demam tifoid yang disajikan dalam artikel ini diperoleh dari studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya. Partisipan penelitian adalah pasien yang diduga terkena demam tifoid, kemudian partisipan menjalani pemeriksaan menggunakan metode-metode diagnosis yang dibahas dalam artikel ini. Dari hasil pemeriksaan

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 4 tersebut didapatkan hasil berupa persentase sensitivitas dan spesifitas setiap metode diagnosis, serta kelebihan dan perbandingan setiap metode dan diambil kesimpulan metode yang paling efektif untuk diagnosis demam tifoid. kekurangannya. Kemudian dilakukan HASIL Tabel 1. Sensitivitas dan Spesifitas Metode Diagnosis Demam Tifoid 9 Metode Diagnosis Sensitivitas (%) Spesifitas (%) Uji Mikrobiologi Biakan Darah 40-80 Tidak Tersedia Uji Serologis Uji Widal 47-77 50-92 Tes Tubex 65-88 63-89 Diagnostik Molekular Polymerase Chain Reaction (PCR) 100 100 Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diagnosis Demam Tifoid Metode Diagnosis Kelebihan Kekurangan Uji Mikrobiologi Biakan Darah -Sensitivitas paling baik selamaminggu pertama sampai minggu kedua sakit. 1 -Setelah minggu kedua sakit, hasil positif tidak pasti dapat ditemukan. 1 -Hasil dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik, perbedaan jenis media, jumlah volume darah, dan waktu pengambilan sampel. 10 Uji Serologis Uji Widal -Proses cepat. 11 -Sensitivitas dan

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 5 Tes Tubex Diagnostik Molekular Polymerase Chain Reaction (PCR) -Relatif murah dan mudah untuk dikerjakan. 4 -Dapat mendeteksi infeksi akut Salmonella typhi secara dini. 3 -Sensitivitas tinggi terhadap kuman Salmonella. 3 -Hanya diperlukan sedikit sampel darah. 3 -Hasil dapat diperoleh dengan cepat. 3 -Proses pemeriksaan cepat. 1 -Dapat mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam. 1 spesifitas rendah. 10 -Penggunaansebagai pemeriksaan tunggal di daerah endemik akan mengakibatkan overdiagnosis. 1 -Dapat terjadi reaksi silang dengan enterobakter lain, atau penderita demam tifoid tidak menunjukkan peningkatan titer antibodi. 1 -Belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off point). 5 -Hasil dapat terganggu dengan spesimen yang sangat hemolitik atau ikterik. 3 -Sulit untuk menginterpretasikan hasil dalam batas positif. 5 -Adanya risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu. 1 -Adanya bahan-bahan

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 6 Sistem Pakar Sistem Pakar (Program Komputer) dengan Metode Fuzzy Tsukamoto Sistem Pakar (Program Komputer) dengan Metode Certainty Factor (CF) PEMBAHASAN 1. Biakan Darah dalamspesimen yang bisa menghambat proses PCR. 1 -Biaya yang cukup tinggi. 1 -Teknis yang relatif rumit. 1 -Prosedur sederhana dan -Hasil tidak akurat. cepat. -Pemograman rumit. -Dapat digunakan untuk -Hanya dapat digunakan diagnosis dini. sebagai tindakan awal, -Dapat digunakan oleh bukan diagnosa yang masyarakat umum. valid. -Prosedur lebih sederhana -Hasil tidak akurat. dari metode Fuzzy -Pemograman rumit. Tsukamoto. -Hanya dapat digunakan -Pengerjaan cepat. sebagai tindakan awal, -Dapat digunakan oleh bukan diagnosa yang masyarakat umum. valid. terkadang ditemukan hasil positif. Kegagalan isolasi mikroorganisme dapat Isolasi kuman S.typhii penyebab demam tifoid dapat dilakukan dengan mengambil biakan dari berbagai bagian dalam tubuh. Biakan darah memberikan hasil positif pada 40-60% kasus. Sensitivitas biakan darah yang paling baik selama minggu pertama sakit, dapat positif sampai minggu kedua dan setelah itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terbatasnya media laboratorium, penggunaan antibiotika, jumlah volume darah yang digunakan, dan waktu pengambilan sampel. 1 Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S. typhii adalah media empedu (gall) dari sapi, dimana

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 7 media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhii dan S. paratyphii yang dapat tumbuh pada media tersebut. 1 2. Uji Serologis Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhii maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi uji widal, tes tubex, metode enzyme immunoassay (EIA), metode enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), dan pemeriksaan dipstik. Uji serologis sekarang rutin dan luas digunakan dalam mendiagnosis demam tifoid sejak diperkenalkannya uji widal pada tahun 1896. 5 2.1 Uji Widal sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off point). 5 Biakan darah, tes tubex, dan PCR dinilai lebih efektif dibandingkan dengan uji widal karena memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik. 2.2 Tes Tubex Tes tubex merupakan salah satu dari uji serologis yang menguji aglutinasi kompetitif semikuantitatif untuk mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S.typhii dantidak mendeteksi IgG. Tes tubex memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal. 12 Sensitivitasnya mampu ditingkatkan melalui penggunaan partikel berwarna, sedangkan spesifisitasnya ditingkatkan dengan penggunaan antigen O9. Antigen ini spesifik dan khas pada Salmonella Uji widal masih menjadi uji serologis serogrup D. 3 Tes ini dapat menjadi rutin di berbagai daerah endemik, namun uji ini memiliki banyak kelemahan seperti rendahnya sensitivitas dan spesifisitas, serta manfaatnya masih diperdebatkan dan pemeriksaan yang ideal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan rutin karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana. 5 Respon terhadap antigen O9

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 8 berlangsung cepat karena antigen O9 bersifat imunodominan yang mampu merangsang respon imun, sehingga deteksi anti O9 dapat dilakukan padahari ke- 4hingga ke-5 (infeksi primer) dan hari ke- 2 hingga ke-3 (infeksi sekunder). 3 Tes tubex menggunakan pemisahan partikeluntuk mendeteksi antibodi IgM dari seluruh serum pada antigen serotipe typhi O9 lipopolisakarida. Antibodi pasien menghambat pengikatan antara partikel indikator yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti-o9 dan lipopolisakarida yang dilapisi partikel magnetik. 13 Spesimen dapat menggunakan sampel serum atau plasma heparin. 7 Hasil tes tubex ditentukan berdasarkan skor yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel 3. 6 Tabel 3. Interpretasi Hasil Uji Tubex 6 Skor Nilai Interpretasi 2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif 3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian 4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif 6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid 3. Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan PCR menggunakan primer H1-d dapat digunakan untuk mengamplifikasigen spesifik S. typhii dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan menjanjikan. 1 Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada biakan kuman, uji widal, dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang dan tes tubex. 7 Kendala yang sering relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 9 dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan, sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. 1 4. Sistem Pakar Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidahkaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu. 14 4.1 Metode Fuzzy Tsukamoto Aplikasi ini dibangun untuk mendiagnosa penyakit DBD dan demam tifoid dengan menggunakan penerapan logika Fuzzy. Logika Fuzzy mampu menjadi solusi untuk diagnosis demam tifoid karena kemampuannya yang dapat memetakan suatu ruang input kedalam ruang output. Dalam hal ini pemetaan ruang input adalah gejala klinis dari penyakit DBD dan demam tifoid, dan ruang output adalah jenis penyakit yang sesuai dengan gejala klinis DBD dan demam tifoid. 8 Secara ringkas, pada aplikasi tersebut pasien akan memilih gejala apa saja yang dirasakan, sehingga nanti hasil yang akan didapat adalah pasien positif atau negatif menderita DBD, demam tifoid, atau harus melakukan pemeriksaan lab. 4.2 Metode Certainty Factor (CF) Tahapan pembangunan sistem ini dimulai dengan mengakuisisi pengetahuan dari dokter ahli anak, kemudian membangun basis pengetahuan dan memberikan nilai CF pada setiap gejala yang terkait dengan suatu penyakit anak dalam range nilai 0 dan1. Dengan memilih gejala-gejala penyakit yang dilihat atau dirasakan, maka sistem dapat mendiagnosa penyakit anak dengan menampilkan tiga

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 10 penyakit dengan nilai CF terbesar yang diurutkan secara descending. 14 SIMPULAN pada Pasien Suspect Demam Tifoid di Rumah Sakit Surya Husadha pada Bulan Januari sampai dengan Pemeriksaan biakan Desember 2013. E-Jurnal Medika darahdikombinasikan dengan tes tubex merupakan diagnosis demam tifoid yang efektif. Diagnosis tidak dapat dikatakan akurat hanya dengan satu pengujian, sehingga harus dibandingkan dengan pengujian yang lain. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada BapakAngga Prawira Kautsar, MARS., Apt. selaku dosen pembimbing atas kritik, saran, dan kesediaannya dalam menelaah artikel ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Sucipta, A. 2015. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Udayana, 4 (8): 1-12. 3. Pratama, I. dan Lestari, A. 2015. Efektivitas Tubex sebagai Metode Diagnosis Cepat Demam Tifoid. ISM, 2 (1): 70-73. 4. Choerunnisa, Tjiptaningrum, dan Basuki. 2014. Proporsi Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Typhi 09 Positif Menggunakan Tubex dengan Pemeriksaan Widal Positif pada Pasien Klinis Demam Tifoid Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University, 3 (1): 102-110. 5. Septiawan, I., Herawati, S., dan Yasa, Tifoid pada Anak. Husada, 12 (1): 22-26. Jurnal Skala I. 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti Salmonella dalam Diagnosis 2. Satwika, A. dan Lestari, A. 2015. Uji Diagnostik Tes Serologi Widal Dibandingkan dengan Tes IgM Anti Salmonella Typhi sebagai Baku Emas Demam Tifoid. E-Jurnal Medika Udayana, 2 (6): 1080-1090. 6. Kusumaningrat, I. dan Yasa, I. 2014. Uji Tubex untuk Diagnosis Demam

Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 11 Tifoid di Laboratorium Klinik Nikki Medika Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana: 3 (1): 22-37. 7. Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W., dan Theodorus. 2014. Ketepatan Uji Tubex TF dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 1 (1): 7-11. 8. Samuel, O., Omisore, M., and Ojokoh, B. 2013. A Web Based Decision Support System Driven by Fuzzy Logic for the Diagnosis of Typhoid Fever. Expert Systems with Applications, 40 (10): 4164-4171. 9. Bhutta, Z. 2006. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever. BMJ, 333 (1): 78-82. 10. Siba, V., et al. 2012. Evaluation of Serological Diagnostic Tests for Typhoid Fever in PapuaNew Guinea Using a Composite Reference Standard. Clinical and Vaccine Immunology, 19 (11): 1833-1837. 11. Harti, A. dan Saptorini. 2012. Pemeriksaan Widal Slide untuk Diagnosa Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 3 (2): 1-7. 12. Keddy, K., et al. 2011. Sensitivity and Specificity of Typhoid Fever Rapid Antibody Tests for Laboratory Diagnosis at Two Sub-Saharan African Sites. Bull World Health Organ, 89 (1): 640-647. 13. Kawano, R., Leano, S., and Agdamag, D. 2007. Comparison of Serological Test Kits for Diagnosis of Typhoid Feverin the Philippines. Journal of Clinical Microbiology, 45 (1): 246-247. 14. Latumakulita, L. 2012. Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Anak Menggunakan Certainty Factor (CF). Jurnal Ilmiah Sains, 12 (2): 112-119. 15. Wain, J. and Hosoglu, S. 2008. The Laboratory Diagnosis of Enteric Fever. Journal Infect Developing Countries, 2 (6): 421-425.