BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks situasi permasalahan Narkotika dunia hingga kini masih terus menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. global yang melanda semua wilayah maupun negara di dunia. Terkhususnya di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. (narkotika, zat adiktif dan obat obatan berbahaya) khususnya di kota Medan

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

efek stupor atau bingung yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan (Fransiska, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kecakapan untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini sangat

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan permasalahan sosial merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena Narkoba di Indonesia

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks situasi permasalahan Narkotika dunia hingga kini masih terus menjadi isu yang serius guna pemecahannya. Disadari bahwa akibat globalisasi telah membawa pengaruh yang sangat cepat terhadap kehidupan. Terkait dengan isu yang menjadi ancaman bangsa beradab ini adalah meningkatnya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Bisnis barang haram tersebut, kini telah merambah ke seluruh pelosok dunia. Semakin akrab dengan petualang mafia narkoba. Kejahatan yang tergolong sebagai transnational crime (kejahatan lintas batas negara) memang bukan mudah ditangani. Mengingat penanganan kejahatan ini membutuhkan aparat yang profesional dan melibatkan aparat yang mampu membangun jaringan nasional, regional maupun internasional. Dampak negatif kejahatan narkoba terhadap kehidupan manusia sangat dahsyat baik terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga pemerintah yang menjadi focal point dituntut meningkatkan profesionalismenya. Bersama seluruh elemen masyarakat, LSM dan tentunya melibatkan peran serta masyarakat secara aktif dan dinamis. Melalui berbagai organisasi internasional telah dikembangkan upaya pencegahan dan pemberantasan di tengah gencarnya mafia narkoba dunia yang terus melancarkan aksinya bagai tak kunjung reda. Sejalan dengan itu berbagai terobosan telah dilakukan langkah strategis dan inovatif terkait dengan program pencegahan dan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Berpijak dari pengalaman empirik, pemberantasan narkoba maka melahirkan prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati. Penanggulangan dan penyalahgunaan obat berbahaya hingga rehabilitasi bagi korban kejahatan narkoba, menjadi bagian dari 1

tanggungjawab seluruh warga bangsa. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menunjukan kecenderungan yang terus meningkat di negeri ini. Hal ini diindikasikan dengan dijadikannya Indonesia sebagai tempat transit dalam mata rantai perdagangan gelap narkoba. Dalam perkembangannya, kini telah dijadikan tempat pemasaran, produksi dan eksportir gelap narkoba. Kenyataan inilah yang telah menggambarkan ancaman bahaya narkoba telah dikendalikan oleh mafia narkoba dengan jaringan dan peralatan yang semakin canggih. Bila tidak dilakukan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat akan semakin memprihatinkan lagi kondisi bangsa ini. Tak sedikit mafia narkoba yang memanfaatkan kelompok perempuan dan orang-orang yang terlilit kemiskinan. Mereka dijadikan kurir peredaran gelap narkoba dengan berbagai modus operandi. Apabila tidak disikapi secara profesional dalam pencegahan dan pemberantasannya lambat laun akan merongrong eksistensi masyarakat dan bangsa negeri ini. Selain kompetensi penegak hukum, petugas pencegahan dan rehabilitasi maka pemberdayaan masyarakat harus semakin meningkat guna melakukan deteksi dini untuk selanjutnya mencegah hingga memutus jaringan maupun strategi eksploitasi oleh mafia perdagangan gelap narkoba. Dari terbongkarnya berbagai kasus menunjukan trend bahwa kejahatan narkoba telah didanai oleh sindikat internasional yang profesional dengan dukungan teknologi canggih. Berdasarkan karakteristiknya, kejahatan narkoba ini telah mengancam ketahanan bangsa, keamanan nasional, regional dan bahkan hingga ke seluruh dunia. Bisnis ini telah menyeret semua bangsa ke berbagai persoalan kehidupan seperti sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan nasional. Untuk itu diperlukan counter mafia narkoba melalui kemampuan aparat yang didukung oleh komitmen masyarakat yang telah diberdayakan. Fenomena di atas menunjukan bahwa gelagat kejahatan narkoba memanfaatkan kondisi kemiskinan, kebodohan bahkan kelemahan di bidang penegakan hukum di wilayah negeri ini. Bangsa yang lemah mudah dieksploitasi oleh pihak-pihak bermental mafia. 2

Keterbatasan ketrampilan, lapangan kerja dan rendahnya pendapatan menyebabkan sebagian anggota masyarakat termasuk perempuan bagai tak berdaya menghindarinya. Membuat mudahnya masyarakat tergoda untuk menjajakan barang haram. Sehingga mudah terjerumus mencari jalan pintas dalam mendapatkan uang dengan mengabaikan hukum sehingga terseretlah mereka ke dunia kelam dan menghancurkan masa depan bangsa. Narkoba sebagai musuh bersama setiap saat dapat menghancurkan sendi dan tatanan sosial kemasyarakatan serta kehidupan berbangsa. Ditinjau dari sudut pandang manapun permasalahan narkoba dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatannya. Berita di media massa dan data resmi BNN mendukung asumsi itu. Angka-angka jumlah kasus narkoba dari tahun 2002 hingga tahun 2007 naik rata-rata 40,35% per tahun. Pada tahun 2007 terjadi 22.360 kasus atau 62 kasus per hari. Dalam kurun waktu yang sama, jumlah tersangka meningkat rata-rata sebesar 43,8% per tahun. Pada tahun 2007, ditangkap 36.169 orang pelaku atau rata-rata 99 orang per hari. Jumlah barang bukti narkoba yang dapat disita juga meningkat tajam (Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, 2009). Hasil penelitian Badan Narkotika Nasioanl (BNN) bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2008, angka prevalensi nasional (penyalahgunaan narkoba) adalah 1,99% dari penduduk Indonesia (3,6 juta orang), tahun 2011 angka prevalensi nasional adalah 2,2% dan pada tahun 2015 akan mengalami kenaikan menjadi 2,8% (5,8-6 juta orang) (http://nasional.kompas.com/read//pengguna.narkoba.5.8.juta.tahun.2012 diakses pada hari Jumat, tanggal 10 Januari 2014, pukul 16.07). Sedangkan dalam Jurnal Data BNN Tahun 2009, jumlah kasus kejahatan narkoba pada periode berjalan dalam 5 tahun terakhir (2005-2009) cenderung mengalami peningkatan. Menurut laporan kejaksaan (2007), secara keseluruhan jumlah terpidana mati kasus narkoba di Indonesia adalah 72 orang yang divonis oleh berbagai Pengadilan Negeri. 3

Sementara itu, Polri mengaku telah menangkap 23.916 pengguna dan pengedar narkoba sejak awal 2012 hingga September 2012. Pada 2010 dan 2011, Polri menangkap puluhan ribu pengguna dan pengedar barang haram itu. "Yang kita tangani di tahun 2010, 26.614 kasus tersangka 33.000 sekian. Tahun 2011, 29.713 kasus tersangka 36.589 orang. Terakhir sampai September 2012, 19.000 kasus tersangka 23.966 orang," kata Kabareskrim Komjen Pol Sutarman. Polri dan BNN menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) terkait pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Penandatanganan dilakukan oleh Kabareskrim Komjen Pol Sutarman mewakili Polri dan Kepala BNN Komjen Pol Gories Mere mewakili BNN (http://www.merdeka.com/peristiwa/bnn-pengguna-narkoba-di-indonesiaterusmeningkat.html diakses pada hari Jumat, tanggal 10 Januari 2014, pukul 16.07). Berbagai upaya hukum telah dilakukan untuk memutus jaringan serta lalu lintas perdagangan obat terlarang ini. Konvensi PBB telah mengamanatkan tentang pembentukan The International Narcotic Control Board, badan yang bertugas membatasi kegiatan produksi, distribusi, manufaktur, dan penggunaan obat bius disamping untuk keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Masyarakat dunia mendukung kebijakan PBB juga menitikberatkan pada sistem kontrol yang lebih ketat terhadap perdagangan obat-obat kimia dan farmasi. Sedangkan United Nations Convention Against Illicit Traffick In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 merupakan titik puncak untuk memberantas pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkoba. Setiap negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut wajib melakukan kriminalisasi pencucian uang melalui peraturan perundang-undangan. Namun kenyataanya, obat terlarang masih beredar dengan cepat dan semakin meluas menembus berbagai lapisan masyarakat. 4

Berdasarkan data dari United Nations Officeon Drugs and Crime (UNODC) atau badan PBB yang menangani obat-obatan terlarang dan kejahatannya telah mencapai 200-an juta orang memakai narkoba di seluruh dunia. Terkait dengan hasil survey tersebut, menunjukan berbagai kota besar di ibukota provinsi telah dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat pemakaian narkoba melebihi rata-rata nasional 3,9%. Hingga akhir tahun 2009, 10 provinsi potensi kerawanan peredaran gelap narkoba aspek supply reduction adalah DKI Jakarta, Sulut, Kepri, Kalsel, Jatim, Kaltim, Sumut, Riau, Bali, Babel. Sedangkan 10 wilayah peringkat kasus bahan akdiktif lainnya adalah Jawa Barat, Jawa timur, Sulawesi Utara, Jawa tengah, Bali, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan DKI Jaya. Komponen bangsa sudah saatnya untuk tidak lagi setengah hati dan menganggap remeh masalah narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2010). Di Indonesia narkoba masuk melalui jasa pengedar gelap. Berbagai indikasi menunjukan bahwa di kancah pasar gelap narkoba dunia telah menjadikan Indonesia sebagai target operasi. Dengan jumlah penduduk yang 250-an juta jiwa termasuk sasaran yang sangat ideal bagi pemasaran. Ditambah lagi adanya sejumlah faktor klasik yang sudah diketahui oleh sindikat narkoba internasional menyebabkan tingginya kasus perdagangan gelap narkoba di Indonesia. 1. Motif keuntungan. Perdagangan narkoba menjanjikan keuntungan besar jika dibandingkan dengan bisnis legal manapun sehingga ada kecenderungan anggota mafia narkoba tidak gentar terhadap ancaman hukuman berat. 2. Besarnya jumlah penduduk Indonesia serta besarnya proporsi populasi golongan remaja dan pemuda yang merupakan pasar narkoba paling potensial. 3. Luasnya wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis batas terbuka dan rawan penyelundupan. 5

4. Lemahnya sistem penegakan hukum di negara Indonesia menyangkut perundangundangan, Sumber Daya Manusia, teknologi dan peralatan serta masyarakat sebagai sasaran penegakan hukum. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika menyentuh 1,99% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekita 3,6 juta orang. Sedangkan data penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan. Sedangkan angka kematian akibat penggunaan narkoba mencapai 1,5% dari pecandu per tahun atau sekitar 15 ribu orang. Jumlah angka kematian yang relatif tinggi ini sebagian besar akibat narkoba suntik. Ancaman bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah berkembang sangat pesat dan bahkan mengancam eksistensi generasi penerus bangsa. Sasaran utama peredaran narkoba adalah kelompok pelajar dan mahasiswa. Dengan populasi yang cukup besar, yaitu sekitar 16,9 juta orang (2008) dan meningkat menjadi 22,3 juta orang (2013), tentu mereka pasar yang amat potensial untuk digarap secara serius oleh para bandar/pengedar narkoba, apalagi kondisi perkembangan jiwa dari kelompok ini juga sangat mendukung. Diperkirakan ada sekitar 90% dari kelompok coba pakai narkoba berasal dari kelompok pelajar/mahasiswa. Bahkan hasil studi menemukan usia usia pertama kali pakai narkoba pada usia 16-18 tahun (41%) atau setara dengan mereka yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) (Badan Narkotika Nasional dan Puslitkes UI, 2008:22) Tingginya penggunaan narkoba di kalangan pelajar disebabkan faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam biasanya anak-anak remaja seringkali menggunakan narkoba sebagai bentuk pelarian dari berbagai masalah, rasa ingin tahu/coba yang tinggi, penemuan jati diri, serta keegoan. Selain itu, faktor dari luar juga sangat berpengaruh. Banyak anakanak yang terjebak kedalam pergaulan bebas yang salah. Mereka menjadikan narkoba sebagai 6

bagian dari salah satu lifestyle atau gaya hidup sehari-hari, ditambah tekanan faktor lingkungan dan teman (peer group) yang amat besar, menjadi pintu masuk yang cocok untuk peredaran gelap narkoba. Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional menunjukan jumlah penyalahguna narkoba pada kelompok pelajar mencapai 22 persen dari total penyalahguna berjumlah 4 juta orang. Dari 22 persen itu 50 persen penyalahguna merupakan pelajar SMA/K (http://nasional.sindonews.com/read/persen-pengguna-narkoba-adalah-pelajar dan http://www.jpnn.com/read/2013/10/30/198235/50-persen-pengguna-narkoba-pelajar-smadiakses pada hari Kamis, tanggal 27 Februari 2014, pukul 13.03). BNN sebagai lembaga yang dikedepankan dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 23 Tahun 2010 tentang kelembagaan BNN kini terus berkiprah mengembangkan kinerjanya. Ancaman narkoba di Indonesia semakin meningkat dan mengarah kepada generasi muda terdidik. Bahkan kini mulai merambah kepada keterlibatan aparat negara. Negeri ini kini bukan lagi sebagai wilayah transit, tetapi sasaran pemasaran, dan bahkan tempat produksi narkoba oleh jaringan sindikat internasional. Pada 2012 pengguna narkoba di Indonesia ada sekitar 4.000 orang atau sekitar 2,8% dari jumlah keseluruhan penduduk nasional, dimana 70% atau sekitar 2.800 orang merupakan pecandu dari kalangan pekerja, mulai dari karyawan perusahaan swasta, pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai BUMN. Sementara sekitar 25% atau sekitar 1.000 orang merupakan pecandu narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiwa se-indonesia. Kemudian 5% atau sekitar 200 orang merupakan penyalahguna narkoba dari kalangan ibu rumah tangga dan lainnya. Tingginya angka penyalahgunaan narkoba ini menurut dia sudah cukup mengkhawatirkan sehingga sudah selayaknya dilakukan upaya-upaya konkrit guna menekannya. Mengatasi persoalan narkoba harus melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga seluruh lapisan masyarakat 7

(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/06/03/bnn-seribu-pelajar-indonesiapengguna-narkoba diakses pada hari Kamis, tanggal 27 Februari 2014, pukul 13.03) Pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) diperkirakan sekitar 5 juta orang atau 2,8% dari total penduduk Indonesia. Angka ini lebih tinggi daripada jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur yang mencapai 4,6 juta jiwa. Pengguna remaja yang berusia 12-21 tahun ditaksir sekitar 14.000 orang dari jumlah remaja di Indonesia sekitar 70 juta orang. Di DKI Jakarta, berdasarkan catatan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, jumlah pengguna napza di kalangan remaja dalam 3 tahun terakhir terus naik. Pada tahun 2011, di kalangan SMA, tercatat 3.187 orang, tahun berikutnya menjadi 3.410 orang. Adapun kasus baru tahun 2013 tercatat 519 orang. Konsultan dari Rumah Pencandu Badan Narkotika Nasional (BNN), Benny Ardjil, mengatakan, untuk menangani masalah penyalahgunaan napza, koordinasi lintas sektor sangat diperlukan. Minimal lima pemangku kepentingan, yaitu Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, serta masyarakat (http://regional.kompas.com/read/2013/03/07/03184385/pengguna.narkoba.di.kalangan.re maja.meningkat diakses pada hari Kamis, tanggal 27 Februari 2014, pukul 13.03). Jumlah pelajar dan mahasiswa di Indonesia, yang menggunakan narkotika dan obat berbahaya (narkoba) diperkirakan berjumlah 1 juta orang atau sekira 32% dari angka total jumlah pengguna narkoba secara nasional sebanyak 3,2 juta orang. Prevalensi penyalahgunaan narkoba satu tahun terakhir adalah 5,3% artinya dalam setahun terakhir, pada setiap 100 orang pelajar dan mahasiswa terdapat lima orang pemakai narkoba. Sementara untuk jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan di lingkungan pelajar dan mahasiswa, adalah 43% campur-campur, 38% ganja, 21% kecubung, 15% ekstasi, 13% sabu, dan 9% benzodiazepam. Data jumlah pemakai narkoba itu berdasarkan hasil survei BNN dan Universitas Indonesia (UI) terhadap puluhan ribu pelajar dan mahasiswa di 33 provinsi. 8

Selama kurun waktu tiga tahun terakhir yakni 2004-2006, jumlah penyalahguna narkoba di lingkungan pelajar dan mahasiswa meningkat sebesar 1,4% (http://www.antaranews.com/berita/83588/sejuta-pelajar-dan-mahasiswa-jadi-penggunanarkoba diakses pada hari Kamis, tanggal 27 Februari 2014, pukul 13.03). Berkembangnya kasus kejahatan narkoba akan menjadi hambatan serius terhadap pembangunan peradaban bangsa. Menghadapi bahaya narkoba maka mutlak membutuhkan strategi yang efektif. BNN telah memerankan sebagai subyek, melalui metode P4GN dengan sasaran pemberdayaan masyarakat. Memerlukan langkah strategis dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berperan serta aktif. Melakukan kaderisasi sukarelawan masyarakat guna dijadikan sasarn sebagai people power againt drugs dalam pemberantasan narkoba. Dibutuhkan komponen bangsa yang berkomitmen kuat dan konsisten. Sejalan dengan visi Indonesia yakni tahun 2015 bebas dari narkoba, visi yang menjadi pijakan bagi bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa ASEAN untuk memberantas narkoba (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang kelembagaan BNN). Political will (itikat baik) pemerintah terus menggema dengan telah diwujudkannya bebagai kegiatan antara lain sosialisasi kelembagaan kepada institusi terkait maupun lembaga pendidikan di sekolah-sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang dibuat oleh pemerintah maupun mitra pemerintah melalui kebijakan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini berkaitan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 (Tingkilisan, 2004: 230). Namun, jika melihat keadaan sekolah sekarang secara nyatanya sudah mulai menyimpang dari kebijakan tersebut. Hal ini bisa dilihat berdasarkan informasi dari beberapa hasil penelitian antara BNN dengan universitas-universitas, media cetak, media elektronik, mengenai penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba khususnya yang terjadi pada pelajar sekolah yang sudah penulis 9

uraikan sebelumnya. Sekolah yang menjadi perhatian penulis untuk dijadikan lokasi penelitian adalah sekolah SMA Methodist 1 Medan. SMA Methodist 1 Medan merupakan salah satu sekolah yang mempunyai Satgas sekolah atau Organisasi Sekolah yang bergerak dalam bidang Sekolah Bebas Narkoba/Anti Narkoba, yang bernama Siswa-Siswi SMA Methodist 1 Anti Narkoba (SMANK). Organisasi ini dibentuk untuk mengetahui apakah di lingkungan sekolah SMA Methodist 1 terdapat halhal yang dapat dijadikan petunjuk awal penyalahgunaan narkoba ataupun peredaran narkoba. Hal inilah yang menjadi alasan Badan Narkotika Nasional Propinsi Sumatera Utara melakukan sosialisasi/penyuluhan bahkan pembentukan kaderisasi mengenai program pencegahan dan penyalahgunaan, pemberantasan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) di lingkungan sekolah. Badan Narkotika Nasional Propinsi Sumatera Utara bermaksud agar lingkungan sekolah tempat dilaksanakan kegiatan dibentuk yang sudah membentuk satgas sekolah yang berasal dari perwakilan siswa yang bersih/tidak menyalahgunakan narkoba dan mempunyai komitmen untuk mendukung terciptanya sekolah bebas narkoba. Anggota satgas tersebut diberi pembekalan tentang narkoba dan dampaknya, Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkoba dan materi tentang bagaimana caranya menolong korban. Berdasarkan latar belakang masalah inilah, penulis merasa tertarik untuk mengkaji program tersebut dalam penelitian yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Program P4GN oleh Badan Narkotika Nasional di SMA Methodist 1 Medan. 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan suatu langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakekatnya 10

merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (Soehartono, 2008 :23). Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah Sejauh mana efektivitas pelaksanaan program P4GN oleh Badan Narkotika Nasional di SMA Methodist 1 Medan?. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program P4GN yang telah diselenggarakan dan dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional di SMA Methodist 1 Medan. 1.3.2. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut: a. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pelaksanaan program P4GN yang diselenggarakan oleh Badan Narkotika Nasional. b. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini. 11

1.4. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menguraikan secara teoritis, uraian dan konsep yang berkaitan dengan variabel- variabel yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis mengadakan penelitian. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan. 12