TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa. pertumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

TINJAUAN PUSTAKA. (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Gambar 1 : Siklus hidup rayap Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat gamabar dibawah ini: Gambar 1. Siklus hidup rayap

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

Bentar UJI TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) DI LABORATORIUM

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Hama Rayap (Coptotermes curvignathus) dari rayap (C.curvignathus) adalah sebagai berikut : Filum: Antropoda, Kelas:

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA

Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

SKRIPSI OLEH : DORIS ROASIANNA L TOBING HPT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

II. TINJAUAN PUSTAKA. bekerjasama. Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

Rayap Sebagai Serangga Perusak Bangunan & Pengendaliannya (Implementasi SNI 2404:2015 dan SNI 2405: 2015)

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

4. Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

TINJAUAN PUSTAKA. setelah cabai dan kacang panjang (Djuariah dan Sumiati, 2003). Sebagai salah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

Rayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan Metode Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus) Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola, yaitu secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap pertumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga umumnya terdiri atas individu individu bersayap (laron) (Tarumingkeng, 2001). Menurut Nandika dkk (2003) sistematika dari rayap (C. curvinagthus) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Insecta : Isoptera : Rhinotermitidae : Coptotermes : Coptotermes curvinagthus Holmgren Panjang telur bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari. Jumlah telur rayap bervariasi, tergantung kepada jenis dan umur. Saat pertama bertelur betina mengeluarkan 4-15 butir telur. Telur rayap berbentuk silindris, dengan bagian ujung yang membulat yang berwarna putih. Telur yang menetas yang menjadi nimfa akan mengalami 5-8 instar (Nandika dkk, 2003). Nimfa yang menetas dari telur pertama dari seluruh koloni yang baru akan berkembang menjadi kasta pekerja. Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh kasta yang terdapat dalam koloni rayap. Waktu keseluruhan yang

dibutuhkan dari keadaan telur sampai dapat bekerja secara efektif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7 bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-24 bulan (Hasan, 1986). Struktur kepala pada nimfa muda dan pekerja sama dengan bentuk kasta reproduktifnya. Kadang tidak terdapat mata majemuk dan ocelli. Jika terdapat mata majemuk maka mata tersebut belum berkembang seperti halnya pada kasta reproduktif. Mata majemuk tampak jelas pada nimfa tua sebelum terbentuk laron. Jumlag segmen antenanya lebih sedikit dibandingkan setelah menjadi laron (Nandika dkk, 2003). Kasta Rayap Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing, yaitu : Kasta prajurit, kasta pekerja atau pekerja palsu dan kasta reproduktif. 1. Kasta Prajurit Prajurit Cryptotermes memiliki kepala yang berbentuk kepala bulldog tugasnya hanya menyumbat semua lobang dalam sarang yang potensial dapat dimasuki musuh. Semua musuh yang mencapai lobang masuk sulit untuk luput dari gigitan mandibelnya (Tarumingkeng, 2001). Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang mengalami penebalan yang nyata. Kasta prajurit mampu menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk, mengiris, dan menjepit. Biasanya gigitan kasta prajurit pada tubuh musuhnya susah dilepaskan sampai prajurit itu mati sekalipun (Nandika dkk, 2003).

Gambar 1. Kasta Prajurit Sumber : www.lintas.me Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati (Tarumingkeng, 2001). 2. Kasta Pekerja Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa.walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Populasi kasta ini dalam koloni rayap sekitar 80-90%. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti,

memelihara telur dan dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan (Nandika dkk, 2003). Gambar 2. Kasta Pekerja Sumber : www.rudyct.com Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80% populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja (Tarumingkeng, 2001). Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil (Borror and De Long, 1971). 3. Kasta Reproduktif Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu; betina (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Ratu dari Termitidae dapat mencapai ukuran panjang 5 9 cm atau lebih. Peningkatan ukiuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovary, usus dan penambahan lemak tubuh. Kepala dan thorak tidak membesar. Pembesaran ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas (Nandika dkk, 2003).

Gambar 3. Kasta Reproduktif Sumber : www.rudyct.com Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) (Tarumingkeng, 2001). Perilaku Rayap Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding behavior) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan (Tarumingkeng, 2001). Makanan utama rayap adalah selulosa yang diperoleh dari kayu dan jaringan tanaman lainnya kerusakan serius dapat dditemukan pada bangunan kayu, pot pagar, tiang telepon, kertas, papan serat dan tanaman lainnya. rayap

kadang-kadang melukai tanaman hidup, mereka dapat memperoleh makanan dari selulosa karena pada saluran pencernaan mereka protozoa flagellated tertentu dan mikroorganisme lain yang memiliki enzim yang mampu mengubah selulosa menjadi gula dan pati (Davidson and Lyon, 1987). Sifat thropalaxis merupakan ciri khas diantara individu dalam koloni rayap. Individu yang sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellate bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbion yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis (Tarumingkeng, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Rustamsjah (2001) bahwa didalam tubuh rayap terjadi interaksi antara rayap protozoa dan bakteri. Sistem Sarang Rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong-lorong dalam kayu atau tanah. Sarang berfungsi tidak saja sebagai tempat rayap kawin (ratu dan raja) tetapi juga sebagai tempat memperbanyak anggota koloni yang dihasilkan pasangan rayap. Sarang dibuat untuk melindungi mereka terhadap lingkungan luar yang lebih ekstrim. Kehidupan didalam system sarang inilah yang menyebabkan serangga ini berhasil hidup di daerah tropika atau daerah yang beriklim temperate Karena didalam sarang terdapat suatu system pengendalian iklim mikro sehingga kondisi optimum bagi kehidupan rayap dapat dipertahankan (Nandika dkk, 2003).

Gambar 4. Sarang Rayap Sumber : www.ipamtsnbagor.wordpress.com Rayap membangun sarangnya di tunggul-tunggul pohon kayu di bawah permukaan tanah dalam bentuk terowongan yang rumit dan berliku-liku. Seekor ratu dan pejantannya memegang pucuk pimpinan sebuah koloni dengan puluhan atau bahkan ratusan ribu tentara rayap. Kelompok tentara inilah yang mencari makan dan menjadi hama pada tanaman karet (Setiawan dan Andoko, 2005). Di dalam sarang rayap ada pasokan udara yang kontinu sehingga suhu dan kelembaban di dalamnya relatif tetap. Dinding yang tebal dan keras melindungi bagian dalam dari panas diluar sarang sirkulasi udara diatur dengan membuat terowongan khusus pada sisi dinding sebelah dalam. Sementara itu, pori-pori yang terdapat pada dinding berfungsi untuk menyaring udara (Yahya, 2003). Rayap sebagai Hama Tanaman Karet Serangan rayap pada berbagai spesies tanaman seringkali menyebabkan terjadinya penurunan hasil bahkan menyebabkan kematian pada tanaman inang sehingga menimbukan kerugian ekonomis yang sangat besar. Tingkat kerusakan akibat seranngan rayap dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tingkat preferensi rayap terhadap jenis tanaman, tingkat kesehatan tanaman dan kondisi tempat tumbuh (Nandika dkk, 2003).

Rayap sering menimbulkan kerusakan pada tanaman karet dengan cara menggerek batang dari ujung stum hingga akar sehingga mata okulasi tidak dapat tumbuh lagi. Rayap juga memeakan akar sehingga pertumbuhan tanaman merana dan akhirnya mati. Rayap membangun sarangnya di tunggul-tunggul pohon kayu dibawah permukaan tanah. Jika tidak dikendalikan, maka serangannya akan semakin meluas dan menggerogoti tanaman karet sekitarnya (Setiawan dan Andoko, 2005). Gambar 5. Serangan Rayap pada Tanaman Karet Sumber : Foto Langsung Rayap Coptotermes curvignatus menyerang beberapa perkebunan karet di Sumatera. Serangan rayap ini hampr dijumpai pada semua jenis tanah dan serangannya menghebat setelah penutupan tajuk. Adanya serangan hama ini baru diketahui ketika bagian kulit pohon yang terserang ditutupi oleh tanah. Namun demikian pada saat itu, kerusakan yang terjadi telah cukup parah sehingga sulit untuk ditanggulangi. Pohon yang terserang C. curvignathus tidak menunjukkan gejala awal yang jelas kecuali pda saat pohon akan mati yang ditunjukkan oleh perubahan warna daun. Pada umumnya, bagian pangkal batang pohon yang

teserang rayap mengalami kerusakan yang cukup parah dan dapat dengan mudah patah oleh tiupan angin (Nandika dkk, 2003). Pengendalian Rayap Pengendalian rayap hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia (termisida), yang dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui penyemprotan, atau pencampuran termisida dalam bentuk serbuk atau granula dengan tanah. Teknik penyuntikan pada bagian pohon atau sistem perakaran tanaman yang terserang atau dengan cara penyiraman disekitar tanaman (Nandika dkk, 2003). Pengendalian rayap dengan menggunakan formulasi umpan racun rayap. Termitisida dalam bentuk umpan racun bersifat lebih ramah lingkungan, karena target umumnya bersifat spesifik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa umpan racun dapat mengeliminasi anggota koloni rayap tanah. Cara Pengendalian dengan metode ini diperkirakan akan menjadi metode andalan pengendalian rayap masa depan. Dalam hal metode pengumpanan, insektisida yang digunakan dikemas dalam bentuk yang disenangi rayap sehingga menarik untuk dimakan (Iswanto, 2005). Pengendalian rayap pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu dengan lebih mengutamakan insektisida, bahkan sering dilakukan aplikasi terjadwal tanpa didahului dengan monitoring populasi rayap. Cara ini tidak efisien karena seluruh areal tanaman diaplikasi dengan insektisida. Disamping memboroskan uang, juga akan menimbulkan dampak buruk berupa pencemaran lingkungan (Purba dkk, 2002). Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke

dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan apabila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain: tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sampel (French, 1994). Kitosan Chitin merupakan bahan utama dari eksoskeleton invertebrate, crustacean, insekta dan juga dinding sel dari fungi dan yeast dimana komponen ini berfungsii sebagai komponen pelindung. Chitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam, memilki viscositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakteristik chitosan merupakan reaksi karakteristik chitin.secara umum chitin ( C 8 H13O5 N) n mempunyai bentuk fisis berupa Kristal berwarna putih hingga kuning muda, tidak berasa tidak berbau dan memiliki berat molekul yang besar dengan nama kimia Poly N-acetyl-D-glucosaamine atau beta(1-4)2-acetamido-2- deoxy-d-glucose (Suhardi, 1992 dalam Taufan dan Zulfahmi, 2008). Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit dan ekor. Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50-60% sementara udang 42-57%. Namun karena bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang (Widodo dkk, 2006).

Limbah udang berupa kulit, kepala dan ekor yang mengandung protein dan zat kitin dapat diolah menjadi kitosan yang memiliki banyak kegunaan. Kitosan adalah kitin termodifikasi yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan merupakan salah satu re sin alami yang bersifat non toksis, lebih ramah lingkungan dan mudah terdegradasi secara alami (Hargono, 2007 dalam Nendes, 2011). Kulit udang mengandung protein (25-40%), kitin (15-20%) dan kalsium karbonat (45-50%). Kitosan merupakan bio polimer yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Proses Utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses deproteinasi dan demineralisasi, yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Rege dan Lawrence, 1999 dalam Kurniasih dan Dwi, 2011). Kitosan bersifat nontoksik sehingga tidak langsung membunuh rayap (slow action). Namun kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam system pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan kitosan akan membunuh rayap (Prasetiyo dan yusuf, 2005). Kitosan mampu mengendalikan rayap dengan semakin meningkatnya mortalitas (kematian) rayap yang mengonsumsi kayu yang telah diaplikasi dengan kitosan dibandingkan dengan kayu yang tidak diaplikasi kitosan. Kitosan dapat diaplikasikan dengan cara peleburan, penyemprotan dan perendaman atau pengumpanan pada kayu sebagai makanan rayap dengan berbagai tingkat konsentrasi (Prasetiyo, 2006).

Kitosan dapat diaplikasikan dengan cara peleburan, penyemprotan dan perendaman atau pengumpanan pada kayu sebagai makanan rayap dengan berbagai tingkat konsentrasi. Teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengumpanan lain lebih memiliki keunggulan yang bersifat tepat sasaran. Pengumpanan dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu dengan sifat troafalaksinya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya (Kadarsah, 2005). Kitosan berfungsi sebagai pengawet karena mempunyai gugus amino yang bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Ini berbeda dengan polisakarida lain yang bermuatan netral. Karena sifat kimia tersebut, kitosan dapat berfungsi sebagai anti mikrobial, pelapis (coating), pengikat protein dan lemak. Pelapis dari polisakarida merupakan penghalang (barrier) yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa membentuk matrik yang kuat dan kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2 dan O2. Sebagai pelapis kitosan mampu melindungi dan melapisi bahan makanan sehingga dapat mempertahankan rasa asli dan menjadi penghalang masuknya mikroba (Suseno, 2006 ; Hardjito, 2006 dalam Sedjati, 2006). Kitosan, sebagaimana bahan anti mikrobial lainnya berkaitan dengan banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja penghambatan atau pembasmian mikroorganisma. Kerja bahan anti mikrobial dipengaruhi oleh : konsentrasi zat anti microbial, jumlah mikro organism, suhu, spesies mikro organism dan adanya bahan organik lain. Sedangkan cara kerja bahan anti mikrobial adalah sebagai berikut : merusak dinding sel, merusak permeabilitas sel. menghambat sintesis protein dan asam nukleat, merubah molekul protein dan asam nukleat,dan menghambat kerja enzim (Sedjati, 2006).