PEMANFAATAN BAMBU SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN KARST DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN WEDIOMBO GEOPARK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013

KEADAAN UMUM WILAYAH

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pada morfologi punggungan hingga perbukitan di wilayah timur dari

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Program penanaman bambu ini dilakukan pada tahun 2009 sebagai Pilot Demonstration Activities (PDA) yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB). Keg

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB III TINJAUAN WILAYAH

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

Transkripsi:

PEMANFAATAN BAMBU SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN KARST DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN WEDIOMBO GEOPARK Aristya Wiracitra A. Wardani Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII, Yogyakarta Yulianto P. Prihatmaji Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII, Yogyakarta ABSTRAK Pegunungan Sewu di sekitar Pantai Wediombo direncanakan sebagai kawasan geopark karena kekayaan geologi karst-nya. Selain bertujuan untuk mengkonservasi geologi, geopark juga memiliki tujuan edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Di daerah karst ini memiliki beberapa masalah seperti kekeringan, penambangan liar dan penebangan hutan, ditambah konturnya yang berbukit meningkatkan potensi longsor. Diperlukan upaya penanganan masalah tersebut salah satunya dengan perancangan wilayah penanaman bambu. Bambu dipilih karena dapat hidup di tanah yang kering, tumbuh lebih cepat (3-5 tahun) dibandingkan pohon kayu (10-20 tahun), menyerap 90% air hujan, serta akarnya mampu mencengkram tanah sehingga mampu mengurangi resiko longsor. Selain itu bambu dapat diolah menjadi berbagai produk yang diminati pasar hingga mancanegara. Dengan demikian, bambu dapat memberikan pekerjaan bagi masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi melakukan penambangan dan penebangan liar. Kata kunci: Geopark, karst, bambu, pemberdayaan masyarakat ABSTRACT The karst uniqueness of Pegunungan Sewu around Wediombo Coastal made this area planned as geopark with its missions that are conservation, preservation, and community empowerment. Some problem such as drought, mining, logging, and the hilly contours increases the potential for landslides, so it need solutions for those problems, one of the solution is by planning area of planting bamboo. Bamboo is able to live in dry land, the productive age three times faster than wood, absorbs 90% of rain water, and the roots that gripped the soil firmly can reduce the potential for landslides as well can be processed into products that attract international market. Therefore, bamboo can provide jobs for local people so that they no longer carry out mining and logging. Keywords: Geopark, karst, bamboo, community empowerment

PENDAHULUAN a. Latar Belakang Wilayah Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul merupakan ekosistem perbukitan karst yang secara geomorfologis memiliki permasalahan terbanyak. Secara alami, lahan karst sangat berpotensi untuk mengalami kekeringan, hal ini diperparah dengan banyaknya penambangan liar serta penebangan pohon tanpa reboisasi. Suryatmojo (2006) menyebutkan bahwa ekosistem karst dengan kemiringan lahan yang cukup tinggi semakin memicu potensi terjadinya longsor. Proses longsor yang tidak terkendali mengakibatkan berkurangnya solum tanah yang akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan kualitas lahan. Dari total 93.59 Km 2 wilayah Kecamatan Girisubo 8.709 Km 2 berupa lahan krtis dan 84.883 Km 2 berupa lahan sangat kritis. Keseluruhan area tersebut masuk ke dalam katergori kerawanan longsor sedang (Bappeda, 2005). Bahaya longsor pada umumnya terjadi pada daerah berbukit dengan lereng curam (>15 %), pada lahan-lahan bekas penambangan yang ditinggalkan, atau akibat lahan kritis. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pencegahan terjadinya longsor, salah satu caranya adalah dengan penanaman vegetasi yang akarnya mampu menahan tanah. Penanaman vegetasi ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menghijaukan kembali lahan kritis sekaligus mendukung ekonomi wilayah, ekowisata, serta pusat pendidikan. Berdasarkan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Gunung Kidul 2010-2015, area Kecamatan Girisubo merupakan Kota Hirarki III, diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dengan fungsi sebagai sentra produksi dan penghasil bahan baku, pusat perdagangan dan jasa skala kawasan, serta penyedia tenaga kerja. b. Tujuan Penulisan ini bertujuan sebagai penyampaian gagasan perencanaan sebagian wilayah di Kecamatan Girisubo guna mengatasi dan mengantisipasi permasalahan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

KAJIAN PUSTAKA a. Longsor Longsor adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Kemiringan lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya longsor. Semakin curam kemiringan lahan maka peluang terjadinya longsor semakin besar (Kementerian Pertanian, 2006) (a) Skoring berdasarkan Kemiringan Lahan (b) Skoring berdasarkan Jenis Tanah Gambar 1. Tingkat Potensi Longsor Sumber: Penanganan Khusus Kawasan Puncak Kriteria Lokasi & Standar Teknik, Dept. Kimpraswil dalam Kementerian PU, 2007 Selain faktor kemiringan lahan, jenis tanah pun mempengaruhi tingkat potensi terjadinya longsor. Longsor sering terjadi di wilayah berbukit dan bergunung, terutama pada tanah berpasir (Regosol atau Psamment), Andosol (Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau Mollisols) (Permentan, 2006). Tanah pada area perancangan berjenis Litosol yang sangat peka terhadap longsor. Secara alami, hutan (baik hutan heterogen maupun hutan homogen) merupakan cara menutup lahan yang paling efektif dalam mengurangi kemungkinan terjadinya erosi (Saribun, 2007).

b. Bambu Tanah yang bersifat basa pada area karst membuat banyak tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga perlu memperhatikan kesesuaian tanaman dengan lingkungannya. Salah satu tanaman yang cocok adalah Bambu (Pieter, 2010). Bambu mampu menjaga sistem hidrologis air dan tanah. Tanaman bambu yang berumpun rapat dapat mengikat tanah pada daerah lereng sehingga cocok untuk mengurangi potensi erosi (Asaad, 2012). Selain itu, tanaman bambu juga mampu menyerap air hujan hingga 90% (pohon lain hanya 35-40%). Environment Bamboo Foundation melaporkan bahwa setelah menanam bambu selama beberapa tahun, debit air meningkat dan pada beberapa kasus muncul mata air baru, ini menunjukkan bahwa tanaman bambu juga sangat baik dalam upaya konservasi air (Kaleka, 2011). Dari ratusan jenis bambu di Indonesia, beberapa yang dapat tumbuh dengan optimal di daerah karst adalah bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.), bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro), bambu tali (Gigantochloa apus J.A. & J.H. Schult. Kurz), dan bambu mayan (Gigantochloa robusta). Selain dapat tumbuh di tanah basa dengan baik, bambu-bambu tersebut juga memiliki nilai ekonomis yang dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. bambu dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi hingga ke pasar internasional (Gambar 2). Gambar 2. Contoh Produk Bambu Sumber: Alvarado, 2006

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Berdasarkan data dari Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Kidul (2005), pola pemanfaatan ruang wilayah pembangunan di Kabupaten Gunung Kidul diarahkan ke dalam tiga kelompok kawasan pengembangan, yaitu wilayah pengembangan utara (Perbukitan Baturagung), wilayah pengembangan tengah (Basin Wonosari), dan wilayah pembangunan selatan (Perbukitan Karst Gunung Sewu). Di area Selatan Gunung Kidul, sekitar Pantai Wediombo, merupakan salah satu lokasi yang diajukan menjadi Geopark (gunungkidulonline.com, 2013), dimana pada zona ini diarahkan sebagai kawasan lindung setempat, ekosistem karst, dan pariwisata pantai. Salah satu kegiatan yang diarahkan oleh pemerintah adalah pelestarian kawasan dengan mengembalikan hutan yang rusak. Gambar 3. Lokasi perancangan Sumber: Analisa Survei, 2013

Sebagian besar wilayah ini didominasi oleh kontur perbukitan yang difungsikan sebagai lahan pertanian. Di lahan seluas 62,9 Ha ini 80% nya berupa lahan pertanian dan 20% berupa hutan. Daerah berwarna merah (Gambar 4) menunjukkan area dengan kemiringan lahan >20%, sebagian besar area tersebut saat ini difungsikan sebagai lahan pertanian dimana akar dari tanaman pertanian tersebut tidak mampu mencengkram tanah dengan kuat, sehingga area tersebut sangat berpotensi terjadi longsor. Gambar 4. Peta penggunaan lahan eksisting Sumber: Survei, 2013 Berdasarkan penjelasan di atas, untuk mengkonservasi lahan dari erosi, maka perlu adanya pergantian fungsi lahan dari pertanian menjadi hutan karena area ini memerlukan tanaman yang akarnya mampu mengikat tanah dan air tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengkonservasi lahan dari erosi, maka perlu ada pergantian fungsi lahan dari pertanian menjadi lahan dengan tanaman keras yang akarnya mampu mencengram tanah dengan kuat, terutama pada lahan yang curam (>20%). Maka dari itu, 40% lahan pertanian yang ada dialih fungsikan menjadi lahan hutan bambu. Para petani yang lahan pertaniannya dialih fungsikan menjadi hutan bambu pun akan beralih pada industri bambu. Bambu yang diproduksi dapat digunakan penduduk lokal sebagai bahan baku utama material bangunan, kebutuhan furniture dalam Geopark, pembuatan kerajinan, ataupun produk olahan bambu lainnya yang memiliki nilai jual tinggi. Bambu dipilih karena : a. Tanaman bambu yang rapat dapat mengikat tanah pada daerah-daerah lereng, sehingga mampu mengurangi erosi; b. Tanaman bambu mampu menyerap 90% air hujan, sehingga sangat baik dalam mengatasi permasalahan kurangnya air tanah; c. Bambu merupakan tanaman yang memproduksi oksigen 35 % lebih banyak daripada tanaman berkayu, sehingga kawasan ini memiliki oksigen yang melimpah yang sangat diperlukan oleh masyarakat perkotaan terutama untuk berlibur/wisata (di mana banyak daerah terutama di perkotaan yang udaranya telah tercemar); d. Pertumbuhan bambu lebih cepat dibandingkan kayu. Luas area yang ditanami rumpun bambu adalah 40 % dari luas kawasan yang terbagi dalam tiga lokasi yaitu: 30% pada lereng curam (>20 derajat), 7% pada area pertanian, dan 3% pada area sekeliling hunian (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Penanaman Bambu Sumber: Penulis, 2013 Bambu yang ditanam pun memiliki manfaat bagi 40% lahan pertanian yang ada masih dipertahankan (pertanian yang dipertahankan adalah pertanian yang berlokasi di lahan yang landai (<20 derajat). Daun bambu mengandung banyak unsur fosfor dan kalium (sama seperti yang terkandung dalam pupuk P dan K yang sangat berguna bagi perbaikan struktur tanah dan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga para petani tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli pupuk P dan K. Rumpun bambu yang ditanam pada sekeliling area pertanian (Gambar 5) berfungsi sebagai penahan angin (wind barier) dan spons air, sehingga mampu meminimalisir kerusakan lahan pertanian yang disebabkan angin sekaligus sebagai penyedia air tanah untuk tanaman pertanian.

KESIMPULAN DAN SARAN Karst merupakan daerah yang memiliki beberapa problematika namun sekaligus ekosistem yang khas yang perlu dilestarikan keberadaannya. Penanaman bambu di area karst ini adalah salah satu upaya pemecahan masalah yang ada seperti longsor dan lahan kritis sekaligus mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Hal tersebut mengacu pada tujuan Geopark yaitu konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam usulan ini, terdapat pengubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan hutan bambu yang mengakibatkan adanya jenis mata pencaharian baru yaitu industri kerajinan bambu. Masyarakat yang awalnya bekerja sebagai petani, sebagiannya akan dihadapkan pada kegiatan pembuatan kerajinan bambu, sehingga dibutuhkan adanya pelatihan dan pembimbingan dalam mengembangkan desain, pembuatan, hingga pemasaran produk olahan bambu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Kementerian Pertanian (2006). Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006, pada http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/bab-ii.pdf Kementerian PU (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007, pada http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen41.pdf Bappeda Gunung Kidul (2010). RPJMD Gunung Kidul 2010-2015 Saribun, Daud S. 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub-DAS Cikapundung Hulu. Jatinangor: UNPAD Bappeda Gunung Kidul. 2005. Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Kidul. Wonosari Suryatmojo, Hatma (2006). Strategi Pengelolaan Ekosistem Karst di Kabupaten Gunung Kidul. Seminar Nasional Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi Di Daerah Padat Penduduk.9 Februari 2006 Pieter, Levina Augusta Geraldine (2010). Potensi Pengembangan Hutan Rakyat pada Daerah Karst. Seminar Hasil-hasil Penelitian.20 Oktober 2010. 193-198, pada http://bptaciamis.dephut.go.id/publikasi/file/13.%20levina.pdf Asaad, Ilyas (2012). Gerakan Masyarakat Bambu Pertiwi dan Deklarasi Persaudaraan Pencinta Bambu Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, pada http://www.menlh.go.id/gerakanmasyarakat-bambu-pertiwi-dan-deklarasi-persaudaraan-pecinta-bambu-indonesia/ Admin (2013). Inilah Sepuluh Objek Wisata Geopark Gunung Kidul. Gunung Kidul Online, pada http://gunungkidulonline.com/inilah-sepuluh-objek-wisata-geopark-gunungkidul/ Kaleka, Norbertus (2011). Hijau dengan Bambu. Suara Merdeka. 9 Agustus 2011, pada http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2011/08/09/155489

Alvarado, Paula (2006). Brazilian Feito Fibra Bamboo and Threads Accessories, pada http://www.treehugger.com/interior-design/brazilian-feito-fibra-bamboo-and-threadsaccesories.html