BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik yang dilakukan secara in vitro.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 4 METODE PE ELITIA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

EFEK XYLITOL TERHADAP RESISTENSI CANDIDA ALBICANS DALAM SERUM (UJI IN VITRO) SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti

III. MATERI DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mikrobiologi, dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB 3 METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sentral bagian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara semi terstruktur (semi-structured interview) disertai dengan

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei 2015 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat

BAB 4 METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

2011, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republ

BAB III METODE PENELITIAN

KETERAMPILAN LABORATORIUM DAFTAR ALAT LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun lokasi yang menjadi tempat penelitian yaitu di Desa Boludawa. Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango.

Teknik Isolasi Bakteri

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

EFEK PENAMBAHAN GLUKOSA PADA SABUROUD DEXTROSE BROTH TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS (UJI IN VITRO)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

PENGUJIAN DAYA MORTALITAS FUNGISIDA PADA ARSIP KERTAS

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG METODE ANALISIS KOSMETIKA

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

BAB III METODE PENELITIAN A.

Transkripsi:

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Sumber Data C. albicans strain ATCC 10231 yang diperoleh dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran. C. albicans usapan (swab) dari lesi mukosa mulut seorang pasien klinik Penyakit Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, dengan kriteria inklusi: - Penderita kandidiasis oral - Menandatangani informed consent Kriteria eksklusi: - Menolak ikut penelitian Pasien tersebut menderita kanker nasofaring dan terkena kandidiasis oral setelah menjalani terapi radiasi, dengan lesi pada bagian mukosa bukal kanan tanpa pengobatan antifungal. 4.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi, antara bulan Agustus sampai Oktober 2008. 4.4 Alat dan Bahan Penelitian Alat: Kaca mulut Alat sentrifugasi Inkubator 26

27 Otoklaf Tabung reaksi Rak tabung reaksi Sengkelit Cawan petri Eppendorf tube (1,5 ml tube) Tip Eppendorf Pipet Eppendorf Penanggas Air (Water Bath) Orbital Shaker Timbangan Ohaus Adventurer Timbangan Ohaus Explorer Labu Erlenmeyer Gelas Beker Lemari pendingin Pembakar Bunsen Mikroskop Kaca benda dan kaca tutup Bahan: C. albicans isolat klinis dari klinik Penyakit Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo C. albicans strain ATCC 10231 dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Wooden cotton bud Container cotton bud CHROMagar dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Gigi Fetal Bovine Serum (FBS), merk Biowest

28 Sarung tangan dan masker Phosphate Buffer Saline (PBS) sebagai larutan isotonis yang digunakan dalam pembuatan suspensi C. albicans Akuades Sabouraud Dextrose Agar (SDA), merk Laboratoris Conda, SA. Pronadisa, merupakan media tumbuh padat C. albicans dengan komposisi 40 g/l dekstrosa, 10 g/l pepton, dan 15 g/l bacteriological agar (agar bakteriologis) Sabouraud Dextrose Broth (SDB), media tumbuh cair C. albicans, merk Laboratoris Conda, SA. Pronadisa dengan komposisi 20 g/l dekstrosa dan 10 g/l pepton Xylitol dari PT. Lotte Indonesia 4.5 Variabel Penelitian Variabel terikat : jumlah koloni C. albicans isolat klinis dan strain ATCC 10231. Variabel bebas : konsentrasi dan durasi pemaparan xylitol. 4.6 Definisi Operasional a. Jamur uji / sampel C. albicans isolat klinis yang berasal dari usapan lesi mulut pasien kandidiasis oral yang belum diberi antifungal. b. Jamur pembanding C. albicans strain American Type Culture Cell (ATCC) 10231 yang diperoleh dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran. c. Xylitol Bubuk putih bersifat higroskopis (rumus kimia C 5 H 12 O 5 ), diperoleh dari PT. Lotte Indonesia yang telah dibuat menjadi larutan dengan konsentrasi 1%, 5%, 10% dengan pelarut SDB.

29 d. Konsentrasi xylitol Banyaknya gram xylitol yang terlarut dalam 100 ml SDB, yaitu nilai persentase larutan yang dikalikan dengan massa jenis xylitol 1,52 gr/ml. e. Colony Forming Unit (CFU) Merupakan ukuran yang digunakan untuk menyatakan jumlah koloni C. albicans yang tumbuh pada media SDA dalam cawan petri. Koloni jamur yang terbentuk dihitung dengan satuan CFU/ml. 76 4.7 Cara Kerja Setiap alat dan bahan yang digunakan disiapkan dalam keadaan steril. 4.7.1 Pengambilan Sampel dari Subyek Penelitian Siapkan wooden cotton bud steril, lengkapi identitas pasien pada container-nya. Sampel diambil dari swab seorang pasien klinik Penyakit Mulut RSCM yang memenuhi kriteria inklusi (menderita kandidiasis oral) dan eksklusi. Sebelum dilakukan pengusapan, isi container dengan 1 ml PBS. Penderita dimohon untuk membuka mulutnya, cari daerah lesi dengan bantuan kaca mulut. Usap daerah tersebut satu arah dengan tekanan ringan tanpa melukai mukosa. Celupkan usapan ini ke dalam container yang berisi 1 ml PBS, bawa ke laboratorium. 4.7.2 Persiapan Media Perbenihan Media perbenihan C. albicans yang digunakan adalah SDA dan SDB siap pakai yang telah disterilkan. Dibuat larutan SDA dengan perbandingan 65 g bubuk SDA yang dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Kemudian dibuat larutan SDB dengan perbandingan 6,5 g bubuk SDB yang dilarutkan dalam 100 ml akuades, yang akan digunakan untuk melarutkan ekstrak xylitol.

30 Setelah penimbangan dengan timbangan Ohaus, dilakukan pencampuran antara bubuk SDA/SDB dan akuades dalam labu Erlenmeyer, dikocok hingga merata. Labu Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Sterilisasi dan pemanasan selama 2 jam dilakukan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121C, dan dibiarkan mendingin hingga suhu 50ºC. Labu Erlenmeyer yang berisi larutan SDA tersebut diletakkan di atas Orbital Shaker beberapa saat agar tidak mengental. Kemudian larutan SDA tersebut dituang ke dalam cawan petri masing-masing 20 ml dan ke dalam tabung reaksi yang ditutup dengan kapas steril (untuk agar miring) kira-kira 5 ml sebagai media perbenihan padat, lalu dibiarkan pada suhu ruang. Tahap penuangan larutan SDA di atas dilakukan di dekat pembakar Bunsen untuk menjaga kesterilan media perbenihan. Larutan SDB yang berada dalam labu Erlenmeyer disimpan di dalam lemari pendingin, dan dikeluarkan bila akan digunakan. 4.7.3 Persiapan Media Coba Pindahkan SDB dari lemari pendingin ke penanggas air dengan suhu 37 o C dan diamkan selama 2 menit. Timbang bubuk xylitol untuk mendapatkan konsentrasi 1%, 5%, dan 10% sebagai berikut. - SDB tanpa xylitol (kontrol) : 20 ml SDB - SDB dengan kandungan xylitol 1% : 0,304 gr xylitol dilarutkan dalam 19,8 ml SDB. Cara perhitungan : volume campuran SDB dan xylitol yang diperlukan 20 ml. Untuk mendapatkan kandungan xylitol 1%, maka volume xylitol yang diperlukan diperoleh dengan cara 1% x 20 ml = 2ml. Untuk mendapatkan massa yang akan dilarutkan dalam SDB, maka volume yang diperlukan diperoleh dengan cara 2 ml x 1,52 gr/ml (berat jenis xylitol) = 0,304 gr. - SDB dengan kandungan xylitol 5% : 1,52 gr xylitol dilarutkan dalam 19 ml SDB

31 - SDB dengan kandungan xylitol 10% : 3,04 gr xylitol dilarutkan dalam 18 ml SDB Masing-masing konsentrasi larutan tersebut ditempatkan dalam 4 botol kecil yang sudah diberi label lalu dihomogenisasi dengan vortex mixer. Sterilisasi dan pemanasan dilakukan dengan menggunakan otoklaf selama 2 jam pada suhu 121C, dan dibiarkan mendingin hingga suhu 50ºC. Setelah disterilisasi, masing-masing konsentrasi larutan SDB dan xylitol tersebut disimpan pada suhu ruang. 4.7.4 Identifikasi C. albicans dengan CHROMagar dan Serum 4.7.4.1 CHROMagar Identifikasi pertama C. albicans dilakukan dengan media CHROMagar. Sampel diusapkan pada media CHROMagar, diinkubasi pada media CHROMagar pada suhu 37C selama 48 jam. Morfologi dan pigmentasi jamur uji diidentifikasi setelah 48 jam sesuai petunjuk pabrik pembuat CHROMagar (berwarna hijau). 4.7.4.2 Serum Identifikasi C. albicans juga dilakukan dengan pemaparan serum untuk melihat pembentukan germ tube. Siapkan C. albicans berumur 48 jam yang tumbuh pada CHROMagar, serum yang berasal dari FBS, kaca benda, kaca tutup, dan mikroskop. FBS diambil dari lemari pendingin pada (-20 C), diamkan pada suhu kamar sampai bekuan FBS mencair. Dengan pipet Eppendorf ambil 10 µl FBS, teteskan di atas kaca benda. Dengan ujung sengkelit yang telah dibakar diambil sedikit koloni C. albicans dari CHROMagar berumur 48 jam. Setelah dicampur dengan 10 µl FBS, lalu ditutup dengan gelas tutup.

32 Sediaan ini diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam, setelah itu diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dan 10 x 45 untuk melihat pembentukan germ tube. C. albicans strain ATCC 10231 ditanam dalam media CHROMagar dan serum sebagai pembanding untuk C. albicans isolat klinis. Koloni C. albicans baik isolat klinis maupun strain ATCC 10231 yang diidentifikasi positif baik pada CHROMagar maupun serum diambil dengan sengkelit untuk masing-masing dibiak pada SDA miring. Sebelum koloni C. albicans isolat klinis atau strain ATCC 10231 tersebut diambil, sengkelit dipanaskan sehingga kawat berwarna merah, didinginkan pada agar di pinggir cawan petri. Masing-masing koloni diambil sedikit untuk kemudian digoreskan pada SDA miring dan ditutup kembali. Setiap tahap dilakukan di dekat pembakar Bunsen untuk menjaga kesterilannya. Pada label masing-masing tabung reaksi tertera nama C. albicans isolat klinis atau strain ATCC serta tanggal penanamannya. Tabung-tabung ini kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 o C. 4.7.5 Membuat Suspensi C. albicans hingga Pengenceran 10 8 kali Dengan pipet Eppendorf, 1 ml PBS dimasukkan ke dalam Eppendorf tube. Biakan C. albicans isolat klinis dari SDA miring berumur 48 jam dikerok dengan sengkelit. Sebelum pengerokan, sengkelit dipanaskan di atas pembakar Bunsen sampai kawat berwarna merah kemudian didinginkan pada SDA di pinggir tabung reaksi. Kerokan koloni C. albicans ini lalu dimasukkan ke dalam Eppendorf tube yang berisi 1 ml PBS, kemudian dihomogenisasi. Untuk pengenceran ini, disiapkan 4 Eppendorf tube yang masing-masing diberi label A 1 A 4, tanggal, dan konsentrasi. Kemudian setiap Eppendorf tube diisi dengan 990 l PBS dengan menggunakan pipet Eppendorf.

33 Setelah itu dari 1 ml larutan induk C. albicans isolat klinis di atas diambil 10 l, dicampur dengan 990 l PBS dalam Eppendorf tube no A 1 lalu dihomogenisasi hingga didapatkan suspensi C. albicans dengan pengenceran 10 2 kali. Dari Eppendorf tube no A 1 ini kemudian diambil 10 l, masukkan ke dalam Eppendorf tube A 2 yang telah berisi 990 l PBS, dihomogenisasi hingga didapatkan suspensi C. albicans dengan pengenceran 10 4 kali. Untuk mendapatkan pengenceran hingga 10 8 kali, prosedur pengenceran ini dilanjutkan terhadap Eppendorf tube no A 3 dan A 4. Dari Eppendorf tube terakhir (pengenceran 10 8 ) diambil 10 l suspensi C. albicans ini, teteskan ke dalam cawan petri berisi SDA lalu diratakan dengan sudip. Prosedur yang sama dilakukan untuk C. albicans strain ATCC 10231. 10 l suspensi C. albicans baik isolat klinis maupun strain ATCC 10231 (pengenceran 10 8 ) ditanam secara duplo dalam SDA, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 48 jam. Kemudian penghitungan jumlah koloni C. albicans baik isolat klinis maupun strain ATCC 10231 dengan pengenceran 10 8 ini dilakukan, sehingga jumlah koloni isolat klinis dan strain ATCC 10231 diperoleh. Dari setiap Eppendorf tube, 10 l larutan 10 l dipindahkan ke Eppendorf tube berikutnya Larutan induk (C.albicans dalam PBS 1 ml) 10 2 10 4 10 6 10 8 Setiap Eppendorf tube berisi 990 µl PBS Gambar 4.1. Proses Pengenceran C. albicans hingga Pengenceran 10 8 kali

34 4.7.6 Pemaparan C. albicans dalam Media Coba (SDB dan Xylitol 1%, 5%, dan 10%) 1. Siapkan Eppendorf tube yang berisi 1 ml suspensi C. albicans isolat klinis yang sudah diencerkan 10 6 kali. 2. Siapkan 4 botol kecil berisi 20 ml media coba (SDB tanpa xylitol dan SDB + xylitol 1%, 5%, 10%) yang telah dibuat pada butir 4.7.3. 3. Dari ke empat konsentrasi pada butir 2 di atas, masing-masing ditambahkan 990 µl larutan ke dalam dua Eppendorf tube untuk durasi 3 hari dan 7 hari, sehingga diperoleh total 8 Eppendorf tube. 4. Kemudian dengan pipet Eppendorf diambil 10 l C. albicans dari butir 1 (pengenceran 10 6 kali) untuk dimasukkan ke dalam 8 Eppendorf tube pada butir 3 sehingga volume masing-masing Eppendorf tube menjadi 1 ml. Lakukan homogenisasi hingga didapat suspensi jamur dengan pengenceran 10 8 kali. Prosedur yang sama dilakukan terhadap C. albicans strain ATCC 10231.

35 Dipindahkan 10 l larutan ke tiap Eppendorf tube Jamur uji 0% 0% 1% 1% 5% 5% 10% 10% (C. albicans klinis 3 hari 7 hari 3 hari 7 hari 3 hari 7 hari 3 hari 7 hari hasil pengenceran10 6 kali) Kontrol Xylitol 1% Xylitol 5% Xylitol 10% (Dari tiap botol dipindahkan masing-masing 990 µl ke dalam 2 Eppendorf tube) Gambar 4.2. Pemaparan Jamur Uji dalam SDB dengan Kandungan Xylitol 1%, 5%, dan 10% dan Tanpa Xylitol 4.7.7 Penanaman C.albicans Berumur 3 dan 7 hari ke dalam SDA Siapkan 32 cawan petri yang masing-masing berisi 20 ml SDA untuk penanaman C. albicans isolat klinis dan strain ATCC 10231 yang telah diinkubasi (37 0 C, 72 jam) dalam SDB tanpa xylitol dan SDB dengan berbagai konsentrasi xylitol (1%, 5%, dan 10%). Masing-masing Eppendorf tube disentrifugasi dan dibuang supernatannya, lalu pada masing-masing Eppendorf tube ditambahkan PBS sampai volumenya 1 ml, kemudian dihomogenisasi.

36 Prosedur pembilasan ini dilakukan sebanyak 3 kali sampai didapat Eppendorf tube yang berisi 1 ml PBS yang mengandung C. albicans baik isolat klinis maupun strain ATCC 10231. Kemudian untuk setiap Eppendorf tube yang sudah dibilas tersebut, penanaman dilakukan secara duplo dalam cawan petri berisi 20 ml SDA. Sepuluh µl suspensi C. albicans diambil dengan pipet Eppendorf dari setiap Eppendorf tube lalu dimasukkan ke cawan petri yang berisi SDA, kemudian diratakan dengan sudip. Setelah itu, semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 C selama 48 jam untuk dihitung jumlah pembentukan koloni C. albicans masing-masing. Prosedur yang sama dilakukan untuk pemaparan xylitol durasi 7 hari.

37 4.8 Alur Penelitian C. albicans strain ATCC 10231 (jamur pembanding) Subyek: Pasien dengan Kandidiasis Oral Ambil usap mulut (swab) Tanam C. albicans pada CHROMagar (kontrol) Identifikasi C. albicans (jamur kontrol) dari swab dengan CHROMagar dan serum Ambil C. albicans dari CHROMagar Biak pada SDA miring, inkubasi (37 o C, 48 jam) Pembuatan suspensi C. albicans, pengenceran 10 8 kali Tanam dalam SDA, inkubasi (37 o C, 48 jam) Hitung CFU masing-masing Suspensi C. albicans pengenceran 10 6 kali + SDB yang mengandung xylitol 1%, 5%, 10%, dan tanpa xylitol, durasi 3 dan 7 hari Inkubasi pada SDA (37 o C, 48 jam) Hitung CFU C. albicans Analisis Data

38 4.9 Analisis Data Uji yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah didapatkan dari hasil penelitian meliputi uji Saphiro Wilk dan uji General Linear Model (GLM) Univariat. Untuk menguji normalitas sebaran data dengan jumlah sampel yang kecil, digunakan uji Saphiro Wilk. Tes normalitas data ini dilakukan untuk menentukan uji yang akan digunakan pada tahap berikutnya. Selanjutnya digunakan uji GLM Univariat dengan derajat kemaknaan 5% (α 0,05) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antara kelompok data yang dianalisis.