MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 UNDANG- UNDANG BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 33 / 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah UU 11 / 2009 tentang Kesejahteraan Sosial UU 7/ 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Karena UU tentang Pemerintah Daerah ini hadir sebelum UU PB, maka undang-undang ini belum mengatur secara jelas mandat Pemerintah Daerah dalam PB. Hal ini berakibat PB belum menjadi mandat pokok Implikasi dari hal trsebut di atas maka pendanaan untuk kegiatan PB menjadi anak tiri di dalam perimbangan keuangan pembangunan. Korban bencana alam termasuk salah satu mandat dalam perlindungan sosial. Dalam pelaksanaannya memungkinkan tumpang tindih. Perlu penegasan pembagian peran antara BNPB dan Kemensos Konflik sosial masih merupakan salah satu mandat BNPB dalam UU 24/2007 dan juga dalam UU 7 / 2012. Perlu aturan-aturan yang menegaskan masingmasing peran penerima mandat 1 Disiapkan oleh Eko Teguh Paripurno, paripurno@upnyk.ac.id & Dewi Andaruni dewi_andaruni@yahoo.com untuk diskusi-diskusi BNPB, UNOCHA dan MPBI. 1/13
PERATURAN PEMERINTAH PP 21 / 2008 tentang Penyelenggaraan PB PP 22 / 2008 tentang Pendanaan PB PP 41 / 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah PP 38 / 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, atau antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota PP 38 / 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara PP 39 / 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dalam tiap tahapan penanganan bencana akibat konflik sosial Sebagai PP yang lebih dulu hadir, PP 42 /2007 menempatkan badan termasuk lembaga teknis daerah yang tidak mempunyai otoritas komando (pasal 8) yang bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekda. Bencana tidak masuk sebagai urusan (pasal 22 ayat 5). Bencana merupakan unsur baru hadir yang belum ada dalam organisasi perangkat daerah. Pembaruan juga belum dilakukan. Pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan PB sering dianggap belum jelas. Perlu keputusan bersama antara BNPB dan Mendagri untuk memastikan hal ini. Korban bencana alam termasuk salah satu target perlindungan sosial. Dalam pelaksanaannya memungkinkan tumpang tindih mandat. Pendanaan PB di daerah tidak masuk dalam prioritas utama. 2/13
PERATURAN PRESIDEN Perpres 8 / 2008 tentang Pembentukan BNPB Perpres 24 / 2009 tentang Anggota Unsur Pengarah PB dari Masyarakat Profesional Perpres 59 / 2009 tentang Anggota Unsur Pengarah PB dari Instansi Pemerintah Pemerintah dengan Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, atau antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Perpres 47 / 2008 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara Perlu keputusan bersama antara BNPB dan Mendagri untuk memastikan hal ini. BNPB ditempatkan sebagai perangkat / lembaga teknis non departemen dengan Kepala BNPB setingkat menteri. Ini berimplikasi pada kesulitan BNPB menjalankan mandat koordinasi antar lembaga teknis dan berbagi peran melakukan tindakan teknis dengan kementrian yang ada. Perpres ini menarik, karena bila dibandingkan dengan Perpres 8 / 2008 (26 Januari 2008) menempatkan unsur pengarah BNPB lebih rendah dari BPLS (Perpres 4 / 2007, revisi Perpres 40 / 2009). Pada unsur pengarah dari masyarakat profesional, ada semacam down grade, mengingat unsur pengarah melewati fase seleksi fit & proper test DPR. Sedang dari sisi wakil pemerintah, unsur pengarah BNPB hanya diisi oleh eselon satu. 3/13
PERATURAN / KEPUTUSAN MENTERI / KEPALA LEMBAGA Inpres No. 4 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan Bencana Banjir Dan Tanah Longsor Perka BNPB 3 / 2008 tentang Pedoman Pembentukan BPBD Perka BNPB 17 / 2009 tentang Pedoman Standarisasi Peralatan PB Perka BNPB 17 / 2011 tentang Pedoman Permendagri No 46 / 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD. Kepmendagri Nomor 131 Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah Permendagri No.33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana Permendagri 27 / 2007 Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana dalam PB Permensos RI No.82/HUK/2006 Tentang Substansi inpres ini pada dasarnya menegaskan kembali fungsi BNPB dalam mengkoordinasikan kementrian dan lembaga. Apakah kehadiran Inpres ini dapat dimaknai dengan kurangmampunya semua komponen kebencanaan untuk berkoordinasi? Mampu mengkoordinasikan dan rela dikooordinasikan? Permendagri memberikan pilihan pembentukan badan dengan tingkat A / B seperti lazimnya lembaga teknis daerah, serta tidak mewajibkan daerah membentuk BPBD. Permendagri yang kadaluwarsa kadang masih dihunakan oleh aparat daerah di luar BPBD Berbeda pemaknaan istilah, tujuan dan kegiatan, karena sesuai dengan mandat sektor masing-masing. Permendagri belum mengacu UU PB Status dan prasarat relawan tumpang tindih sesuai 4/13
Relawan PB Taruna Siaga Bencana kepentingan sektor masingmasing Perka BNPB 1 / 2012 tentang Panduan Umum Desa / Kelurahan Tangguh Bencana Permensos RI 128 / 2011 tentang Peraturan Tentang Kampung Siaga Bencana. Berbeda pemaknaan istilah, tujuan dan kegiatan, karena sesuai dengan mandat sektor masing-masing. Ketisaksesuaian bisa dilihat pada Permensos tersebut pasal 1 tentang peristilahan, pasal 3 tentang tujuan dan pasal 15 tentang kegiatan. 5/13
UNDANG- UNDANG BNPB Kesehatan Pekerjaan Umum CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 26 / 2007 Tentang Penataan Ruang UU 28 / 2002 tentang Bangunan Gedung UU 7 / 2004 tentang Sumber Daya Air Indonesia sebagai kawasan rawan bencana sudah menjadi pertimbangan UU ini. Mitigasi bencana juga sudah menjadi pertimbangan tindakan. Namun secara umum belum ada penyelarasan tata ruang pengelolaan kawasan rawan bencana sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan pencegahan bencana Belum diselarasakan standar bangunan gedung dengan kecenderungan intensitas ancaman yang berhubungan dengan kehadirannya di dalam zona rawan ancaman yang berpengaruh langsung terhadap kerusakan gedung (gempa) atau pemanfaatan gedung untuk pengurangan risiko bencana (tsunami) Belum diselaraskan pengelolaan sumberdaya air dari sisi negatif (ancaman) baik dari sisi kelebihan air (banjir) maupun kekurangan air (kekeringan) sebagai bagian dari upaya 6/13
PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN / KEPUTUSAN MENTERI / KEPALA LEMBAGA PP 21 / 2008 tentang Penyelenggaraan PB Perka BNPB 12 / 2008 tentang Kajian Pembentukan dan Penyelenggaraan Unit Pelaksana Teknis Perka BNPB 3 / 2010 tentang Rencana Nasional UU 36 / 2009 tentang Kesehatan PP 21 / 2008 tentang Penyelenggaraan PB Permenkes No. 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Kesehatan Pusat Penanggulangan Krisis berubah menjadi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK), pada Bab XIV tentang PPKK PP No 26 / 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Permen PU 21/ PRT /M/2007 tentang Pedoman Penataan penyelenggaraan pencegahan bencana Penanganan kesehatan pada kondisi bencana sudah masuk dalam UU Kesehatan (pasal 47, 48, 82, 83) yang memandatkan rinciannya diatur dalam peraturan menteri. Perlu koordinasi dalam penyusunan peraturan menteri tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih. Kawasan rawan bencana geologi masuk dalam kawasan lindung nasional (pasal 51, 52. 53. 58). Hal ini berimplikasi pada zonasi pemanfaatan ruang untuk untuk pengurangan risiko sulit dilakukan (pasal 71, 98, 102, 105). Secara umum pendekatan kebencanaan tidak selaras dengan UU PB. Perlu koordinasi peran agar tidak terjadi tumpang tindih peran dalam penanganan darurat antara BNPB, dan Kementerian Kesehatan. Bila perlu dibuat nota kesepakatan antara BNPB dengan Kemenkes Perlu koordinasi yang baik agar tidak terjadi tumpang tindih 7/13
PB 2010-2014 Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi dalam pengelolaan kawasan rawan bencana. Bila perlu dibuat nota kesepakatan antara BNPB dengan Kemen PU Perka BNPB 13 / 2010 tentang Pedoman Perencanaan, Pertolongan dan Evakuasi Kepmenkes No 1653/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Penanganan Bencana Bidang Kesehatan Permen PU 22/ PRT/ M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Peraturan ini mempunyai hubungan saling asing. Namun demikian pada praktek pencarian dengan penanganan korban perlu dilakukan koordinasi dengan Menkes dan BASARNAS. UNDANG- UNDANG BNPB KEUANGAN KESEJAHTERAAN RAKYAT UU 24 / 2007 tentang PB UU 17 /2003 tentang Keuangan Negara UU 33 / 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 8/13 CATATAN Belum ada pemastian penggunaan uang negara untuk penanggulangan bencana seperti dalam sektor pendidikan. Keuangan daerah yang selalu terbatas akan cenderung mengesampingkan kebutuhan akan penanggulangan bencana. Karena itu perimbangan keuangan pusat dan daerah perlu ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat
risiko masing-masing daerah PERATURAN PEMERINTAH PP 44 / 2012 tentang Dana Darurat PP 44 / 2012 tentang Dana Darurat Perpres Nomor 13 Tahun 2009 Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Peraturan penggunaan dana darurat perlu mengakomodir praktek-prakek penanganan darurat yang memunculkan status kesiapan darurat dan transisi darurat, dengan mempertimbangkan implikasi yang ada. Kemiskinan merupakan akar masalah kerentanan bencana. Penanggulangan kemiskinan berorientasi pada pengurangan risiko. Padahal kita ketahui bahwa masyarakat miskin merupakan masyarakat rentan. Berkenaan dengan hal tersebut penanganan kemiskian di kawasan rawan bencana perlu dilakukan koordinasi dengan baik. BNPB ESDM PERIKANAN & KELAUTAN CATATAN UNDANG- UNDANG UU 24 / 2007 tentang PB UU 27/2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pemaknaan istilah yang berhubungan dengan bencana, terutama mitigasi bencana (pasal 56) berbeda dengan yang 9/13
PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN / KEPUTUSAN MENTERI / KEPALA LEMBAGA PP 21 / 2008 tentang Penyelenggaraan PB Perka BNPB 2 / 2012 tentang Pedoman Pengkajian Risiko Bencana Kepmen ESDM 15 / 2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung Api, Gerakan Tanah, Gempa Bumi dan Tsunami. PP No. 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana Di Wilayah Pesisir Dan Pulau- Pulau Kecil tercantum pada UU PB. Ini berimplikasi pada kemungkinan tindakan yang tumpang tindih Definisi mitigasi dalam PP 64 / 2010 ini tidak sama persis dengan definisi dalam PP 21 / 2008 dan UU PB 24 / 1007 Oleh karenanya pelaksanaan mitigasi bencana di pulau-pulau kecil perlu kordinasi dengan bidang-bidang penyelenggaraan PB secara umum. Masih perlu penjelasan yang mudah dipahami mengenai hubungan antara peta-peta hasil Badan Geologi ESDM dengan Peta Risiko Bencana, serta posisi keduanya dalam penyelenggaraan PB. 10/13
BNPB TNI POLRI CATATAN UNDANG- UNDANG UU 24 / 2007 tentang PB UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Peran TNI dalam kondisi aman perlu dijabarkan labih lanjut. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI); Dalam peraturan keduanya berhubungan saling asing, walau prakteknya tidak demikian. Karena itu peran Polri dalam PB perlu diatur lebih lanjut. UNDANG- UNDANG PERATURAN / KEPUTUSAN BNPB BMKG MENKOINFO CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 31 / 2009 tentang BMKG Dalam PB produk BMKG merupakan komponen teknis untuk mendukung sistem peringatan dini. Koordinasi perlu dilakukan karena UU PB 24/2007 tidak melatari UU ini. Beberapa pengertian terkait bencana seperti mitigasi dan adaptasi lebih merupakan pengertian dalam perubahan iklim. Perka 7 / 2012 tentang Pedoman Permenkominfo Nomor 0/P/ M.kominfo/8/2006 tentang Dalam PB produk perangkat merupakan komponen teknis 11/13
MENTERI / KEPALA LEMBAGA Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia Peringatan Dini Tsunami atau Bencana Lainnya Melalui Lembaga Penyiaran di Seluruh Indonesia untuk mendukung sistem peringatan dini. Koordinasi perlu dilakukan agar terjadi koordinasi bencana yang baik. Pembagian frekuensi untuk darurat dan radio komunitas di kawasan rawan bencana misalnya, adalah salah satu hal yang harus disepakati. 12/13
BNPB Badan SAR CATATAN PERATURAN PRESIDEN PERATURAN / KEPUTUSAN MENTERI / KEPALA LEMBAGA Perpres 8 / 2008 tentang Pembentukan BNPB Perka BNPB 1 / 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BNPB Perpres 99 / 2007 tentang Badan SAR Nasional; Perka Badan SAR Nasional Nomor PER.KBSN- 01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional; Perpres tentang Badan SAR Nasional walau mandatnya untuk pencarian dan pertolongan, tidak mengacu pada UU PB, dan tidak ada satupun kata bencana di dalam Perpresnya. Berkenaan dengan hal tersebut perlu diatur peran antara BNPB dan Basarnas dalam kondisi darurat. Masing-masing Perka ini menegaskan fungsi dan peran lembaganya sesuai UU di atasnya. Karena UU dan peraturan di atasnya tidak ada koordinasi, maka fungsi dan peran masing-masing yang muncul juga tidak menunjukkan hal tersebut 13/13