Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

PENGARUH JARAK ANTARA SUMUR DENGAN SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR GALI DI DESA TALUMOPATU KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dengan budaya lokal masyarakat yang diimbangi dengan keahlian meracik

ANGKA LEMPENG TOTAL DAN CEMARAN Escherichia coli PADA PERALATAN PEMOTONGAN DI TINGKAT PEDAGANG AYAM TRADISIONAL KOTA PEKANBARU

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

INTISARI ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAKTERI ESCHERICHIA COLI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Kata Kunci: Analisis Kuantitatif, Bakteri E. Coli, Air Minum Isi Ulang

GAMBARAN JUMLAH ANGKA KUMAN DAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PIRING DI RUMAH MAKAN PASAR SERASI KOTA KOTAMOBAGU TAHUN 2015 Cindy Stevani Sape

BAB 1 PENDAHULUAN. Air dalam keadaan murni merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

INTISARI ANALISIS KUANTITATIF BAKTERI ESCHERICIA COLI PADA ES TEH YANG DIJUAL DI SEPANJANG JALAN TARAKAN KOTA BANAJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM ISI ULANG PADA TINGKAT PRODUSEN DI KABUPATEN BADUNG

ABSTRAK HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN UMUR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT TRADISIONAL DI APOTEK AULIA BANJARMASIN.

STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

Gambaran Keterlambatan Mencari Pengobatan ke Pelayanan Kesehatan pada Penderita Leptospirosis dan Faktor-faktor Terkait di Kota Semarang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB III METODE PENELITIAN

bahan baku es balok yang aman digunakan dalam pengawetan atau sebagai

GAMBARAN KARAKTERISTIK SUMUR WARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU KOTA SEMARANG

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

ANALISIS ASPEK MIKROBIOLOGI BAKSO BAKAR YANG DIJUAL DI KECAMATAN TAMPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

Kata Kunci: Analisis Kuantitatif, Bakteri Coliform, Es Batu

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Unnes Journal of Public Health

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE KANTIN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENJAMAH MAKANAN PT. X DI KARANGANYAR

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

KUALITAS MIKROBIOLOGIS NASI BUNGKUS DITINJAU DARI JUMLAH TOTAL MIKROBA, COLIFORM DAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

SIARAN PERS PT Bio Farma (Persero) - Jl. Pasteur No.28 Bandung T ; F ; E. F. Info Imunisasi; T.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kontaminan Bakteri Staphylococcus aureus pada Makanan Siap Saji

KONDISI BAKTERIOLOGIK PERALATAN MAKAN DI RUMAH MAKAN JOMBANG TIKALA MANADO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

ABSTRAK. Kiky Fitria, Pembimbing I : dr. Fanny Rahardja,M.Si. Pembimbing II : dr. Dani, M.Kes.

Lampiran 1. Kuesioner Kondisi dan Praktek Sanitasi Pedagang Bubur Ayam Kakilima di Kawasan Simpang Lima Semarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, air diperlukan untuk menunjang kehidupan, antara lain dalam kondisi yang

ANALISIS LETAK SUMBER AIR RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIJEN, SEMARANG TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI. Abstrak

Abstract. Abstrak. Maulida, et al, Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Jamu Gendong...

HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

: HESTHIANA CITRASARI K

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

Universitas Sumatera Utara Departemen Kesehatan Lingkungan. Universitas Sumatera Utara, 20155, Medan, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah

Departemen Kesehatan Lingkungan. Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia ABCTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN KEPADATAN LALAT PADA WARUNG MAKAN DI PASAR TRADISIONAL PASAR HORAS PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN HYGIENE DENGAN KEBERADAAN Escherichia coli PADA JAMU TRADISIONAL (BERAS KENCUR) DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Volume 3 / Nomor 2 / November 2016 ISSN : HUBUNGAN PEKERJAAN IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Transkripsi:

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang Sulistiyani 1) dan Siti Thomas Zulaikhah 2) 1) FKM UNDIP 2) Laboratorium Mikrobiologi AAK 17 Agustus Abstract Diterima September 2005 disetujui untuk diterbitkan September 2006 The objective of this study was to know some factors related to microbial contamination in herbal medicine products at Semarang City. This study was conducted by descriptive method employing cross sectional design in which samples were taken by purposive random sampling. The results showed that Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa were identified. The number of fungi exceeded the standard indicating that 62.5% of the herbal medicines surveyed did not meet the required standard of Kepmenkes no. 661/Menkes/SK/VII/1994. The relationship between the quality of herbal row material, processing, and serving to the microbial contamination in herbal medicine products was observed. Key words: herbal medicine, microbial contamination, Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa Pendahuluan Jamu adalah obat yang berasal dari bahan tumbuhan, hewan, mineral, dan atau sediaan galeniknya, atau campuran bahan-bahan tersebut yang digunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan atas pengalaman. Jamu gendong adalah jamu yang diracik, dicampur, diolah, dan diedarkan sebagai obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, atau parem, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung dikonsumsi (Departemen Kesehatan RI, 1991) Pembuatan jamu gendong tidak memerlukan izin produksi, tetapi harus memenuhi standar pembuatan obat tradisional yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan seperti aspek kebersihan bahan baku, jenis tanaman, peralatan yang digunakan, serta personalia yang terlibat dalam pembuatan. Proses pembuatan jamu gendong masih relatif sederhana sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme di dalam produknya. Mikroorganisme kontaminan Esherichia coli, Salmonella, dan Pseudomonas aeruginosa telah ditemukan pada jamu gendong (Karinda, 2004) dan 42,85% sampel jamu gendong tidak memenuhi persyaratan MPN coliform (Sulistyorini, 2003). Di Kota Semarang terdapat 447 orang penjual jamu gendong, yang berarti mencapai 30,53% dari jumlah keseluruhan pengobat tradisional di kota tersebut (1464 orang). Sebagian besar konsumen jamu gendong adalah wanita (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor kualitas bahan baku serta proses pengolahan dan penyajian yang memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada produk jamu gendong di Kota Semarang. Materi dan Metode Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan rancangan penelitian cross sectional design. Variabel bebas yang diamati meliputi (1) kualitas bahan baku yang dinilai dari proses pemilihan, pencucian, dan penyimpanannya; (2) proses pengolahan yang dinilai dari kebersihan peralatan dan air yang digunakan dalam pengolahan, serta higiene pengolah dan lingkungan tempat pengolahan; (3) penyajian yang dinilai dari air yang digunakan untuk pencucian alat saji, peralatan dan higiene personalia penjual selama melayani konsumen. Sementara itu, variabel terikat meliputi

Sulistiyani dan Zulaikhah, Beberapa Faktor yang Berhubungan : 118-123 119 kontaminasi mikroorganisme yang terdapat pada jamu antara lain Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang, dan keberadaan E. coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas areuginosa. Populasi penjual jamu gendong pada penelitian ini adalah 447 orang penjual jamu gendong yang membuat dan menjajakan jamu gendong di 36 desa pada wilayah kerja Puskesmas yang ada di Kota Semarang (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2003). Sampel diambil secara purposive random sampling dengan ketentuan sampel diambil dari desadesa pada wilayah kerja Puskesmas tersebut yang memiliki penjual jamu gendong lebih dari 10 orang. Perhitungan jumlah sampel yang diambil dilakukan menggunakan rumus: Z 2 1-α/2 P(1-P)N n = --------------------------- d 2 (N-1)+Z 2 1-α/2 P(1-P) N = besar populasi n = besar sampel Z = nilai standar normal yang besarnya bergantung kepada tingkat kesalahan α 0,05 sebesar 1,96 P = estimator proporsi populasi d = besarnya deviasi yang menjadi toleransi kesalahan Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 40 sampel penjual jamu gendong beserta jamu yang dihasilkannya. Selanjutnya, secara proporsional sampel diambil secara acak. Data diambil menggunakan check list. Untuk melihat hasil pengamatan, variabel kualitas bahan baku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu baik apabila rata-rata skor seluruh jawaban > 0,5 dan buruk apabila rata-rata skor jawaban < 0,5. Variabel proses pengolahan diklasifikasikan menjadi baik apabila skor rata-rata air yang digunakan, peralatan, higiene pengolah dan lingkungan tempat pengolah > 0,5 dan dikategorikan buruk apabila skor ratarata < 0,5. Variabel penyajian diklasifikasikan menjadi baik apabila skor rata-rata air untuk mencuci peralatan dan higiene penjual > 0,5 dan buruk apabila skor rata-rata < 0,5. Sementara itu, variabel terikat diperoleh dari data hasil pemeriksaan produksi jamu gendong untuk Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang, dan identifikasi jenis mikroorgamisme E. coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Pengolahan data dilakukan menggunakan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden dan klasifikasi kualitas bahan baku, proses pengolahan, proses penyajian, serta frekuensi kontaminasi mikroorganisme. Selanjutnya, dilakukan analisis bivariat dengan uji chi square untuk melihat hubungan kualitas bahan baku, proses pengolahan, dan penyajian dengan frekuensi kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian mengenai karakteristik responden menunjukkan gambaran sebagai berikut. Umur rata-rata penjual jamu adalah 38,13 tahun dengan kisaran dari 16 tahun hingga 63 tahun. Sebagian besar responden (85%) berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan responden mayoritas (63,50%) tidak lulus SD, 32,50% lulus SD, dan 5,00% lulus SLTP. Mayoritas responden (67,50%) telah memiliki pengalaman bekerja sebagai penjual jamu gendong antara 10 dan 30 tahun, 20% telah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun, dan 12,50% memiliki pengalaman kurang dari 10 tahun. Kualitas bahan baku, proses pengolahan, dan penyajian jamu gendong terbagi menjadi baik dan buruk seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

120 Biosfera 23 (3) September 2006 Tabel 1. Klasifikasi kualitas bahan baku, proses pengolahan, dan penyajian jamu gendong Table 1. Classification of raw material quality, processing, and serving of herbal medicine Kondisi Baik Buruk Total N % N % N % Kualitas bahan baku 18,00 45,00 22,00 55,00 40,00 100 Proses Pengolahan 17,00 42,50 23,00 67,50 40,00 100 Penyajian 17,00 42,50 23,00 67,50 40,00 100 Hasil seperti pada Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa bahan baku jamu yang digunakan sebagian besar memiliki kualitas yang buruk (55%). Hal ini karena bahan baku yang dipilih memang kurang baik kualitasnya walaupun dicuci dengan air bersih dari sumur. Penjual jamu masih menyimpan bahan baku pada tempat yang tidak tertutup, misalnya kolong meja atau kolong tempat tidur, sehingga bahan tersebut dapat tercemari oleh hewan-hewan seperti kecoa, lalat, semut, dan tikus. Hal ini jelas tidak memenuhi standar Departemen Kesehatan RI (1994) bahwa simplisia nabati harus bebas dari serangga, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan, atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lainnya. Hasil observasi pada proses pengolahan menunjukkan bahwa sebagian besar penjual jamu mengolah jamu dengan buruk (67,5%). Air yang digunakan untuk memasak jamu tidak memenuhi syarat Permenkes 416/Menkes/Per/IX/1990 (Departemen Kesehatan RI, 1994) karena jumlah MPN koliform melebihi 240/100 ml. Hasil observasi penyajian jamu menunjukkan bahwa sebagian besar penjual jamu (67,5%) menyajikan jamu dengan buruk karena ketika melayani konsumen, penjual jamu cenderung berbicara sambil menuangkan jamu ke dalam gelas. Hal ini dapat menyebabkan jamu terkontaminasi oleh mikroorganisme yang disebarkan melalui mulut, hidung, atau tenggorokan (Jacob, 1989). Berdasarkan atas Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang, dan teridentifikasinya E.coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa (Tabel 2) diperoleh petunjuk bahwa hanya ada 15 penjual (37,5%) yang jamu gendongnya memenuhi persyaratan standar Kepmenkes 661/Menkes/SK/VII /1994, sedangkan 25 penjual lainnya (62,5%) tidak memenuhi persyaratan tersebut. Tabel 2. Kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong Table 2. Microorganism contaminantion in herbal medicine Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Standar (Kepmenkes no. 661/Menkes/SK/ VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional) Jumlah yang memenuhi syarat Jumlah yang tidak memenuhi syarat N % N % Angka Lempeng 0 2,1 x 10 3 < 10 4 40,00 100,00 0,00 0,00 Total (ALT) Angka Kapang 0 1,2 x 10 5 < 10 3 21,00 52,50 19,00 47,50 E. coli (-) dan (+) (-) 19,00 47,50 21,00 52,50 Salmonella (-) dan (+) (-) 37,00 92,50 3,00 7,50 Staphylococcus (-) dan (+) (-) 36,00 90,00 4,00 10,00 aureus Pseudomonas aeruginosa (-) dan (+) (-) 38,00 95,00 2,00 5,00 Ditemukannya sejumlah bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa, serta angka kapang yang tinggi pada sampel menunjukkan bahwa proses produksi jamu gendong bila dilihat dari kualitas bahan baku, proses

Sulistiyani dan Zulaikhah, Beberapa Faktor yang Berhubungan : 118-123 121 pengolahan, dan penyajian, secara umum masih belum dilakukan dengan baik. Kehadiran mikroorganisme kontaminan pada minuman dapat berasal dari lingkungan tempat pengolahan seperti sumber air yang digunakan untuk mencuci bahan baku atau untuk proses pengolahan, peralatan yang digunakan baik untuk proses pengolahan maupun penyajian, dan kesehatan penjamah yang kurang baik seperti penjamah yang sakit atau carrier penyakit (William et al.,1990). Hubungan antara kualitas bahan baku jamu dan kontaminasi mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,0001 pada α 0,05, yang berarti bahwa ada hubungan kualitas bahan baku jamu dengan kontaminasi mikroorganisme. Sementara itu, rasio prevalen (RP) menunjukkan angka 2,957, yang berarti bahwa peluang terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada kualitas bahan baku jamu yang buruk adalah 2,957 kali lebih besar bila dibandingkan dengan peluang kontaminasi mikroorganisme pada kualitas bahan baku jamu yang baik. Menurut Sutedjo (2004), pemilihan yang dilakukan harus mampu memisahkan bagian-bagian simplisia yang rusak/busuk dan benda asing yang menjadi sumber kontaminan. Pemilihan dimaksudkan agar simplisia benar-benar memenuhi persyaratan yang dikehendaki oleh pembuatnya. Tabel 3. Hubungan kualitas bahan baku dengan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong Table 3. Correlation between raw material quality and microorganism contamination in herbal medicine. Kualitas Bahan Kontaminasi Mikroorganisme Total RP (CI 95%) Nilai p χ 2 Baku TMS MS Buruk 17 (94,40%) 1(5,60%) 18 2,597 0,0001 14,249 Baik 8 (36,40%) 14 (63,60%) 22 (1,478 4,565) Total 25 (62,50%) 15 (37,50% 40 Keterangan: TMS = tidak memenuhi syarat; MS = memenuhi syarat Hubungan proses pengolahan dengan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji statistik pada α=0,05 dengan nilai p= 0,0001 menunjukkan adanya hubungan antara proses pengolahan dan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong. Nilai RP sebesar 2,957 menunjukkan bahwa peluang terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada proses pengolahan jamu yang buruk adalah 2,957 kali lebih besar bila dibandingkan dengan peluang kontaminasi mikroorganisme pada proses pengolahan jamu yang baik. Kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi pada proses pengolahan karena mikroorganisme dapat berasal baik dari air yang digunakan untuk proses pengolahan, lingkungan pengolahan, peralatan yang digunakan, maupun dari penjamah atau penjual jamu yang melakukan proses pengolahan itu sendiri (William et al., 1990) Tabel 4. Hubungan proses pengolahan dengan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong Table 4. Correlation between processing and microorganism contamination in herbal medicine Proses Pengolahan Kontaminasi Mikroorganisme Total RP (CI 95%) Nilai p χ 2 TMS MS Buruk 20 (87,00%) 3 (13,00%) 23 2,957 0,0001 13,811 Baik 5 (29,40%) 12 (70,60%) 17 (1,392 6,279) Total 25 (62,50%) 15 (37,50% 40 Keterangan: TMS = tidak memenuhi syarat; MS = memenuhi syarat

122 Biosfera 23 (3) September 2006 Tabel 5 memperlihatkan bahwa hasil uji statistik pada α 0,05 dan p = 0,0001 menunjukkan adanya hubungan antara proses penyajian dan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong. Nilai RP = 3,880 menunjukkan bahwa peluang terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada penyajian jamu yang buruk adalah 3,880 kali lebih besar bila dibandingkan dengan peluang kontaminasi mikroorganisme pada penyajian jamu yang baik. Tabel 5. Hubungan penyajian dengan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong Table 5. Correlation between serving and microorganism contamination in herbal medicine Penyajian Kontaminasi Mikroorganisme Total RP (CI 95%) Nilai p χ 2 TMS MS Buruk 21 (91,30%) 2 (8,70%) 23 3,880 0,0001 19,158 Baik 4 (23,50%) 13 (76,50%) 17 (1,632-9,227) Total 25 (62,50%) 15 (37,50% 40 Keterangan: TMS = tidak memenuhi syarat; MS = memenuhi syarat Penggunaan peralatan yang tidak bersih untuk wadah jamu gendong dan penggunaan gelas untuk konsumen yang dicuci dengan air yang tidak bersih dapat merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme pada jamu. Begitu pula, cara penyajian penjual jamu yang cenderung berbicara sambil menuangkan jamu untuk konsumen juga dapat merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme. Kesimpulan Berdasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa 62,50% sampel jamu gendong tidak memenuhi persyaratan Kepmenkes no. 661/Menkes/SK/VII/1994. Sebagian besar kualitas bahan baku (55,00%), proses pengolahan (67,50%), dan penyajian (67,50%) dapat dikategorikan buruk. Selain itu, ada kualitas bahan baku, proses pengolahan, dan penyajian berkorelasi dengan kontaminasi mikroorganisme pada jamu gendong. Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1991. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Keputusan Menteri Kesehatan no.661/menkes/sk/vii/1994 tentang Batasan dan Persyaratan Obat Tradisional. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2003. Profil Kesehatan Kota Semarang. Dinas Kesehatan Kota Semarang, Semarang. Jacob, M. 1989. Safe Food Handling a Training Guide for Manager of Food Service Establishments, WHO, Geneva. Karinda, D. H. 2004. Deteksi Bakteri Escherichia coli dalam Jamu Gendong pada 10 Pasar di Kota Semarang. Skripsi (tidak publikasi). Universitas Diponegoro, Semarang. Sulistyorini, S. 2003. Profil Penjual Jamu Gendong di Semarang. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Sulistiyani dan Zulaikhah, Beberapa Faktor yang Berhubungan : 118-123 123 Sutedjo, M. 2004. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Penerbit Tineka Cipta, Jakarta. William,T., M. Alysoun, and W. Margaret. 1990. Food, Environment, and Health. World Health Organization, Geneva.