LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak diantara koordinat 110 o o Bujur Timur,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB IV GAMBARAN UMUM

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

BAB IV GAMBARAN OBJEK. a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012

ISU PRIORITAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB III KAJIAN TAPAK KAWASAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB I. PENDAHULUAN A.

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

LAMPIRANSURAT UJI VALIDITAS SD MANGUNSARI 05 SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB 5 RTRW KABUPATEN

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BLH Kabupaten Bantul 2014

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

Lampiran F - Kumpulan Data

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

19 Oktober Ema Umilia

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

Repository.Unimus.ac.id

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Bab V Hasil dan Pembahasan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-nya Pemerintah Kabupaten Bantul dapat kembali menyampaikan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2014. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah yang mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan di Kabupaten Bantul ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Laporan ini juga menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahan maupun respon pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah lingkungan. Mengingat kompleksnya jenis tekanan terhadap lingkungan hidup di Kabupaten Bantul, maka diperlukan kesadaran bersama akan pentingnya peningkatan kapasitas agar dapat mengamati perubahan kondisi lingkungan hidup yang terjadi dalam suatu sistem pemantauan. Data dan informasi yang dihasilkan akan sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk ketepatan intervensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi. Harapan kami, semoga Laporan Status Lingkungan Hidup ini juga bermanfaat serta menggugah semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Bantul. Akhirnya, kami menyadari bahwa Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2014 ini tidak dapat disajikan apabila tidak ada partisipasi dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, atas nama Pemerintah Kabupaten Bantul, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari semua pihak yang terlibat. Bantul, Januari 2015 Bupati, Hj. Sri Surya Widati i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR......... Halaman i ii v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Isu-isu Prioritas... 2 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP... 6 A. B. C. D. E. F. G. Lahan Dan Hutan... A.1. Lahan... A.2. Hutan... A.3. Kualitas Lahan... A.4. Kerusakan Lahan dan Hutan... Keanekaragaman Hayati...... B.1. Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui... B.2. Status Flora dan Fauna... Air... C.1. Kualitas Air Sungai... C.2. Kualitas Mata Air... C.3. Kualitas Air Sumur... Udara... D.1. Udara Ambient... D.2. Kualitas Air Hujan... Laut, Pesisir dan Pantai... E.1. Kondisi Pesisir dan Pantai E.2. Kualitas Air Laut.. Iklim... F.1. Kondisi Iklim... F.2. Unsur Iklim... Bencana Alam... 6 6 8 10 12 13 13 14 15 16 51 52 53 53 64 64 64 67 70 70 70 71 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN 73 A. B. Kependudukan. A.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk. A.2. Jumlah Penduduk Menurut Status Pendidikan... Pemukiman.. B.1.Kondisi Sosial..... B.2. Sanitasi lingkungan... 73 73 76 78 78 79 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul ii

C. D. E. F. G. H. I. J. Kesehatan.... C.1. Kondisi Penyakit... C.2. Limbah Kesehatan. Pertanian.. D.1. Lahan dan Produksi Sawah... D.2. Lahan dan Produksi Perkebunan... D.3. Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia... D.4. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian.. D.5. Peternakan..... Industri.. Pertambangan. F.1. Kegiatan Pertambangan. F.2. Jenis-Jenis Penambangan. Energi Transportasi. Pariwisata. I.1. Potensi Wisata.. I.2. Kunjungan Wisatawan I.3. Limbah SeKtor Pariwisata.... Limbah B3 J.1. Pengelolaan Limbah B3.. J.2. Industri Penghasil Limbah B3 J.3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan Limbah B3 83 83 83 84 84 85 85 86 87 88 89 89 89 90 91 92 92 93 94 95 95 96 96 BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 99 A. B. C. D. E. Rehabilitasi Lingkungan... Dokumwen Lingkungan... Penegakan Hukum... Peran serta Masyarakat... Kelembagaan... 99 99 101 103 104 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Grafik luas lahan pertanian.. 6 Gambar 2 : Grafik luas lahan non pertanian.. 7 Gambar 3 : Peta Hutan Lindung di RTRW Kab. Bantul... 9 Gambar 4 : Peta sebaran erosi dan kedalaman tanah di Kab. Bantul.. 11 Gambar 5 : Grafik luas lahan kritis. 12 Gambar 6. : Flora Fauna yang dilindungi di kab. Bantul.. 15 Gambar 7 : Kondisi sungai di Kab. Bantul. 16 Gambar 8 : Sungai Winongo titik Manding. 17 Gambar 9 : Grafik parameter DO sungai Winongo.. 18 Gambar 10 : Grafik parameter BOD sungai Winongo 18 Gambar 11 : Grafik parameter COD sungai Winongo 18 Gambar 12 : Grafik parameter Nitrit sungai Winongo 20 Gambar 13 : Grafik parameter Klorin bebas sungai Winongo.. 21 Gambar 14 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Winongo 21 Gambar 15 : Grafik parameter Minyak dan lemak sungai Winongo 22 Gambar 16 : Grafik parameter total Coliform sungai Winongo. 23 Gambar 17 : Grafik parameter Fecal Coliform sungai Winongo.. 24 Gambar 18 : Sungai Bedog titik Sindon Pajangan.. 25 Gambar 19 : Grafik parameter DO sungai Bedog.. 25 Gambar 20 : Grafik parameter BOD sungai Bedog.. 26 Gambar 21 : Grafik parameter COD sungai Bedog.. 26 Gambar 22 : Grafik parameter Nitrit sungai Bedog 27 Gambar 23 : Grafik parameter Nitrat sungai Bedog.. 27 Gambar 24 : Grafik parameter Klorin bebas sungai Bedog. 28 Gambar 25 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Bedog.. 29 Gambar 26 : Grafik parameter Minyak lemak sungai Bedog... 29 Gambar 27 : Grafik parameter Fecal dan Total Coliform sungai Bedog 30 Gambar 28 : Grafik parameter Fecal dan Total Coliform sungai Bedog 30 Gambar 29 : Sungai Code titik Ngoto... 31 Gambar 30 : Grafik parameter DO sungai Code. 32 Gambar 31 : Grafik parameter BOD sungai Code.. 32 Gambar 32 : Grafik parameter COD sungai Code. 33 Gambar 33 : Grafik parameter Total Fosdat sungai Code 33 Gambar 34 : Grafik parameter Minyak lemak sungai Code.. 34 Gambar 35 : Grafik parameter Fecal Coliform sungai Code.. 35 Gambar 36 : Grafik parameter Total Coliform sungai Code. 35 Gambar 37 : Sungai Opak titk Putat Selopamioro... 36 Gambar 38 : Grafik parameter BOD sungai Opak... 37 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iv

Gambar 39 : Grafik parameter NO2 sungai Opak... 37 Gambar 40 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Opak... 38 Gambar 41 : Grafik parameter Minyak Lemak sungai Opak... 39 Gambar 42 : Grafik parameter Total Koli sungai Opak... 40 Gambar 43 : Grafik parameter Koli Tinja sungai Opak... 40 Gambar 44 : Sungai Gajah Wong titik Pleret. 41 Gambar 45 : Grafik parameter BOD sungai Gajah Wong. 42 Gambar 46 : Grafik parameter DO sungai Gajah Wong 42 Gambar 47 : Grafik parameter COD sungai Gajah Wong 43 Gambar 48 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Gajah Wong 44 Gambar 49 : Grafik parameter Minyak Lemak sungai Gajah Wong... 44 Gambar 50 : Grafik parameter Koli Tinja sungai Gajah Wong 45 Gambar 51 : Grafik parameter Total Coliform sungai Gajah Wong 45 Gambar 52 Grafik tren konsentrasi BOD sungai Bedog. 46 Gambar 53 Grafik tren konsentrasi CODsungai Bedog.. 47 Gambar 54 Grafik tren konsentrasi DO sungai Bedog 48 Gambar 55 Grafik tren konsentrasi NO2 sungai Bedog.. 49 Gambar 56 Pemantauan kualitas udara di perempatan Pleret.. 50 Gambar 57 Grafik Konsentrasi SO2.. 55 Gambar 58 Grafik Konsentrasi CO. 56 Gambar 59 Grafik Konsentrasi NO2.. 57 Gambar 60 Grafik Konsentrasi Pb. 58 Gambar 61 Grafik Konsentrasi TSP.. 60 Gambar 62 Grafik Tren Konsentrasi TSP. 61 Gambar 63 Grafik Tren Konsentrasi Pb 62 Gambar 64 Lokasi sampling udara ambient. 63 Gambar 65 Grafik Konsentrasi BOD.. 68 Gambar 66 Grafik Konsentrasi Fosfat 68 Gambar 67 Grafik Tren Konsentrasi BOD. 69 Gambar 68 Grafik Tren Konsentrasi Fosfat.. 69 Gambar 69 Bencana Tanah Longsor di Siluk Imogiri.. 72 Gambar 70 Grafik tren jumlah penduduk pesisir.. 74 Gambar 71 Grafik tren laju pertumbuhan penduduk 75 Gambar 72 Tren prosentase penduduk sekolah vs tidak sekolah. 77 Gambar 73 Salah satu industri tekstil di Kab. Bantul... 88 Gambar 75 Grafik tren kunjungan wisata... 93 Gambar 76 Pengelolaan TPS LB3 di salah satu perusahaan di Bantul 98 Gambar 77 Salah satu usaha pengelolaan lahan kritis di kec. Dlingo.. 100 Gambar 78 Sosialisasi pengelolaan LB3 untuk UKM.. 102 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul terletak disebelah selatan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak pada 07 0 44 04 08 0 00 27 Lintang Selatan dan 110 0 12 34 110 0 31 08 Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bantul berbatasan langsung dengan : - Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia - Sebelah Timur : Kabupaten Gunung Kidul - Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo Luas wilayah Kabupaten Bantul 506,85 km 2 dengan topografi dataran rendah 40% dan daerah perbukitan 60%. Bagian barat merupakan daerah landai yang kurang subur serta perbukitan yang membujur dari utara ke selatan dengan luas 89,86 km 2 (17,73% dari seluruh wilayah). Bagian tengah merupakan daerah datar dan landai dengan luas 210,94 km 2 (41,62%). Daerah tersebut merupakan daerah subur yang digunakan untuk lahan pertanian. Bagian timur adalah daerah landai, miring, dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian barat dengan luas 206,05 km 2 (40,65%). Bagian selatan yang mana merupakan bagian dari daerah tengah dengan keadaan alam yang berpasir dan sedikit berlagun. Wilayah ini membentang sepanjang pantai selatan melewati wilayah kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Wilayah Kabupaten Bantul dialiri oleh 6 sungai besar yang mengalir sepanjang tahun dimana pemantauan dilakukan di 5 sungai, yaitu Winongo, Opak, Bedog, dan Gajahwong. Panjang sungai tersebut adalah sungai Winongo 22,76 km, Sungai Opak 33,67 km, Sungai Bedog 40,92 km, Sungai Code 8,734 km, dan Sungai Gajahwong 6,03 km. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 1

Pemerintahan di Kabupaten Bantul secara administratif terbagi dalam 17 kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan. B. Isu-isu Prioritas Penyusunan laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) selain sebagai bentuk pelaporan kepala daerah kepada pemerintah pusat juga dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai bahan rekomendasi dalam menyusunan kebijakan dan perencanaan mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dimana kebijakan yang diambil nantinya dapat menjalankan mandat yang telah diberikan, yaitu pembangunan berkelanjutan. Selain pemanfaatan oleh pemerintah daerah, masyarakat/stakeholder juga dapat menggunakan data-data yang terdapat dalam pelaporan sebagai bahan analisa atau informasi dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan hidup. Rekomendasi dalam penyusunan kebijakan dibuat berdasarkan hasil inventarisasi permasalahan-permasalahan atau isu-isu prioritas mengenai lingkungan hidup yang berkembang di Kabupaten Bantul dan mempunyai dampak besar terhadap pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Hasil inventarisasi tersebut didapat dari pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang masuk, inventarisasi permasalahan lingkungan dari kecamatan dan dinas/instansi terkait serta hasil pemantauan yang dilakukan. Isu-isu prioritas tersebut adalah : 1. Kerusakan kawasan pantai Garis pantai wilayah Kabupaten Bantul ±12 km membentang dari barat sampai timur, meliputi kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek. Kondisi pantai yang berpasir, ralatif landai dengan ombak laut yang cukup besar serta terdapat gumuk pasir. Di lahan pesisir dilakukan dengan penanaman pohon bakau, cemara udang, pandan laut dan lain-lain yang difungsikan sebagai wind barrier. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 2

Kondisi tersebut mulai terganggu dengan adanya aktifitas manusia berupa usaha tambak udang yang dilakukan masyarakat pesisir. Pembangunan tambak-tambak udang tersebut dilakukan dengan membuka lahan. Pembukaan lahan dilakukan dengna cara menebang pohon-pohon yang berfungsi sebagai wind barrier. Hal tersebut juga berdampak terhadap kelestarian gumuk pasir yang merupakan keajaiban dunia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul beserta instansi terkait melakukan upaya agar lingkungan tetap terjaga dan perekonomian masyarakat tidak terganggu. Opsi yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan tersebut dan merelokasi tambak udang ke pantai Wonoroto desa Gadingsari. 2. Gangguan kebauan akibat usaha perternakan Pemanfaatan lahan diwilayah Kabupaten Bantul selain untuk pemukiman juga dipergunakan untuk pertanian, perkebunan dan peternakan. Untuk meningkatkan pendapatan, masyarakat yang mempunyai lahan sawah memanfaatkan lahan tersebut tidak hanya untuk pertanian tetapi juga dimanfaatkan untuk berternak, biasanya dengan memanfaatkan sebagian dari lahan tersebut untuk peternakan ayam. Begitu juga dengan masyarakat yang hanya mempunyai lahan kering, memanfaatkan lahan tersebut untuk perkebunan dan peternakan seperti peternakan sapi. Lahan-lahan yang khususnya terletak di wilayah sub-urban mulai berubah fungsi dengan cepat menjadi pemukiman. Hal tersebut disebabkan peningkatan jumlah penduduk baik dari dalam maupun luar wilayah Kabupaten Bantul yang membutuhkan tempat tinggal. Lahan pemukiman pada akhirnya mulai mendekati lahan peternakan. Timbulah pengaduan-pengaduan oleh masyarakat yang merasa Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 3

terganggu oleh kegiatan peternakan tersebut, terutama gangguan kebauan. Semakin dekatnya antara lahan pemukiman dengan peternakan tersebut juga disebabakan Kabupaten Bantul belum mempunyai regulasi tentang peternakan atau pengaturan terkait tata ruang usaha peternakan yang lebih detail (Zonasi). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Melalui instansi lain, mendorong agar penyusunan regulasi tentang peternakan dapat segera diselesaikan mengingat jumlah pengaduan mengenai peternakan terus meningkat dan di pemerintahan desa, mendorong agar disusunnya perdes tentang usaha peternakan. Untuk pengaduan sengketa lingkungan hidup yang masuk, dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Setelah dilakukan verifikasi, jika masuk ke dalam kewenangan BLH maka akan dilakukan tindak lanjut terhadap pengaduan sengketa lingkungan hidup. Tindak lebih lanjut tersebut meliputi penerapan sanksi administrasi, penyelesaian sengketa di pengadilan atau diluar pengadilan, dan penegakan hukum pidana. 3. Permasalahan Sampah Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan hidup menyebabkan tingginya timbulan sampah. Dimana timbulan sampah tersebut akan dibuang di TPA Piyungan, tempat pembuangan akhir sampah. Kondisi TPA piyungan saat ini mengkhawatirkan dikarenakan daya tampung TPA berkurang dengan sangat cepat. Ditambah dengan adanya timbulan sampah-sampah liar di pinggir jalan maupun dipinggiran sungai. Hal-hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab turunnya kualitas lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Badan Lingkungan Kabupaten Bantul bersama instansi terkait dan masyarakat berupaya untuk meningkatkan pengelolaan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 4

sampah dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Cara-cara yang dilakukan seperti memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada masyarakat bagaimana cara pengelolaan sampah dengan sistem 3R sehingga sampah yang nantinya dibuang ke TPA merupakan sampah yang benar-benar tidak bisa dimanfaatkan lagi dengan begitu daya tampung TPA semakin panjang. Membantu mengembangkan kapasitas kelembagaan organisasi Jaringan Pengelolaan Sampah Mandiri (JPSM), Penyediaan sarana pengelolaan sampah, memfasilitasi bank-bank sampah diharapkan pertumbuhan desa-desa yang mengelola sampah dengan sistem 3R dapat berkembang dengan cepat dan timbulan sampah liar tidak terjadi. Pentingnya pendidikan tentang pengelolaan sampah sejak dini dilakukan dengan pembinaan ke sekolah-sekolah. Dengan cara-cara tersebut diharapkan permasalah yang terjadi dapat diatasi. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 5

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN A.1 Lahan Penggunaan lahan dibagi menjadi non pertanian, sawah, lahan kering, perkebunan, hutan dan badan air (tabel SD-1).Penggunaan lahan di Kabupaten Bantul berdasarkan klasifikasi tersebut, terluas adalah untuk lahan kering dengan luasan 23.220,5626 Ha. Sedangkan penggunaan terendah untuk lahan badan air sebesar 911,73 Ha. Penggunaan lahan untuk persawahan mengalami penurunan dari 16.049,43 Ha pada tahun 2013 (data per September)menjadi 15.996,4498 Ha pada tahun 2014 Ha atau terjadi alih fungsi lahan sebesar 52,9802 Ha.Berdasarkan data tersebut diatas penggunaan lahan untuk persawah terbesar terdapat di Kecamatan Sewon dengan luas 1.407,5138 Ha. Terjadi penurunan luasan peruntukkan sawah sebesar 12,6862 Ha dari 1.420,20 Ha di tahun 2013. Sedangkan penggunaan lahan sawah terkecil di kecamatan Dlingo sebesar 261 Ha, tidak terjadi perubahan dari tahun sebelumnya. Kecilnya luas lahan sawah di Kecamatan Dlingo disebabkan karena wilayah tersebut sebagian besar berupa perbukitan, tanah tandus sehingga tidak cocok sebagai lahan pertanian khususnya tanaman padi. Luas Lahan Pertanian Luas Lahan (Ha) 16.500 16.400 16.300 16.200 16.100 16.000 15.900 15.800 15.700 2012 2013 2014 Tahun Gambar 1. Grafik luas lahan pertanian Luas Lahan Pertanian Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 6

Luasan lahan kering di Kabupaten Bantul sebesar 23.220,5626 Ha (23.237,06), terjadi penurunan sebesar 16,4974 Ha dari 23.237,06 Ha ditahun sebelumnya. Kecamatan dengan luas lahan kering terbesar adalah Imogiri dengan luas 3.313,7013 Ha. Sedangkan terkecil di Kecamatan Bantul dengan luas 691 Ha. Lahan hutan terdapat di Kecamatan Dlingo dan Imogiri dengan luasan masing-masing 1.198 Ha dan 187 Ha, tidak terjadi perubaahan dari tahun sebelumnya.untuk luas Lahan sebagai badan air sebesar911,730 Ha.Tertinggi terdapat di Kecamatan Srandakan dengan luas 274,856Ha. Terendah di Kacamatan Sewon dengan luas 0,166 Ha. Penggunaan lahan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran, infrastruktur lainnya berdasarkan data dari Badan Pertanahan Kabupaten Bantul mengalami kenaikan sebesar 26,676 Ha atau menjadi 3.862,5087 Ha.Luasan lahan non pertanian terbesar di Kecamatan Kasihan dengan luasan 551,5602 Hanaik sebesar 2,8926 Ha dari tahun 2012 sebesar 548,6676 Ha dan terkecil di Kecamatan Kretekdengan luasan 38,3782Ha. Luasnya lahan non pertanian di Kecamatan Kasihan disebabkan lokasi wilayah yang berada di perbatasan dengan Kota Yogyakarta sehingga perkembangan pembangunan baik industri, pemukiman, pendidikan dan lain-lain berkembang pesat. Luas Lahan Non Pertanian Luas Lahan (Ha) 3865 3860 3855 3850 3845 3840 3835 3830 3825 3820 3835,8327 2013 2014 Tahun 3862,5087 Gambar 2. Grafik Luas Lahan Non Pertanian Luas Lahan Non Pertanian Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 7

A.2 Hutan Hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hutan mempunyai peran sebagai penyedia sumber air bagi manusia dan lingkungannya, hutan punya kemampuan menyerap karbon, pemasok oksigen (O2) di udara dan penyedia jasa wisata serta sumber genetik flora dan fauna. Mengingat begitu besar peran hutan bagi makluk hidup, maka hutan harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, sehingga kerusakan hutan seperti kebakaran hutan, penebangan ilegal, kegiatan penambangan dan lain-lain dapat dihindari. Ada beberapa fungsi/status kawasan hutan antara lain kawasan konservasi, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman burung, taman nasional, taman hutan raya, hutan lindung, hutan produksi maupun hutan kota (tabel SD -2). Berdasarkan hal tersebut, Kabupaten Bantul mempunyai hutan yang berfungsi sebagai suaka margasatwa yang berlokasi di kecamatan Imogiri seluas 11,4 Ha sedangkan sebagai hutan lindung berlokasi di kecamatan Dlingo seluas 1.041 Ha. Dengan mengacu RTRW yang ada, Kabupaten Bantul juga memiliki kawasan lindung, yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mengacu tiga pilar utama yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW dan tutupan lahannya (tabel SD-3) berupa kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung seluas 1.041 Ha dan kawasan resapan air seluas 1.001 Ha. Kawasan hutan lindung memberikan perlindungan kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pencegah banjir dan erosi, pengatur tata air, serta memelihara kesuburan tanah. Sedangkan kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi meresap air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sekitar danau/waduk seluas 1.578 Ha, sempadan sungai 2.805 Ha dan sempadan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 8

pantai seluas 123 Ha. Kawasan perlindungan setempat ini diperuntukkan bagi pemanfaatan tanah yang dapat menjaga pelestarian jumlah, kualitas, dan penyebaran mata air serta kelancaran maupun ketertiban pengaturan air dari sumber-sumber air. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat mapun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dan sebagai penyangga sistem kehidupan kawasan tersebut yang meliputi kawasan suaka alam di Imogiri seluas 11,4 Ha, suaka margasatwa laut (Penyu) di kawasan pantai selatan seluas 0,1 Ha serta kawasan pantai berhutan bakau di Kecamatan Kretek seluas 5 Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah diantaranya adalah sempadan mata air seluas 1.578 Ha yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan antara lain Dlingo, Piyungan, Pajangan, Imogiri, Pundong dan Bambanglipuro. Kawasan budidaya seluas 38.287 Ha. Gambar 3. Peta Hutan Lindung di RTRW Kab. Bantul Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 9

A.3 Kualitas Lahan Aktifitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan lahan (degradasi lahan). Aktifitas seperti pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida anorganik untuk meningkatkan hasil panen secara berlebihan dapat merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Alih fungsi lahan seperti dari hutan menjadi ladang pertanian memperparah erosi tanah, karena struktur akar tanaman hutan lebih kuat mengikat tanah dari pada struktur akar tanaman pertanian. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan lahan maka perlu dilaksanakan pemantauan maupun pengujian kualitas lahan secara rutin. Pemantauan kualitas lahan dilakukan terhadap lahan kering yang digunakan untuk produksi biomassa dan lahan kering yang berpotensi rusak (erosi tanah akibat air). Pengujian sampel berdasarkan parameter-parameter yang tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Pemantauan kualitas lahan untuk produksi biomassa dilaksanakan dengan pengambilan sampel sebanyak sembilan titik yang mana kesembilan titik tersebut mewakili penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan dan tegalan. Lokasi pengambilan sampel meliputi kecamatan Bantul, Pandak, Srandakan, Sanden,Kretek, Pundong, Sewon, Jetis,dan Bambanglipuro. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium (SD-7), dari sembilan titik pengambilansampel parameter dengan status melebihi adalah derajat pelulusan air di Kecamatan Pandak (0,38 cm/jam), Sanden (0,4cm/jam), Sewon (0,53 cm/jam). Parameter redoks di Kecamatan Srandakan (190 mv), Kretek (182 mv), Pundong (103 mv), Bambanglipuro (156 mv), dan Jetis (127 mv). parameter daya hantar listrik di Kecamatan Bambanglipuro sebesar 6,86 ms/cm dan parameter ph di Kecamatan Jetis sebesar 3. Pemantauan erosi tanah akibat air dilakukan di Desa Wukirsari dengan jumlah titik sampel 10 buah, Desa Mangunan sebanyak 9 buah, Desa Segoroyoso sebanyak 2 buah, Desa Trimulyo sebanyak 1 buah, Desa Bawuran sebanyak 2 buah, Desa Sitimulyo sebanyak 1 buah, Desa Girirejo sebanyak 4 buah, Desa Karangtengah sebanyak 1 buah, Desa Muntuk dan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 10

Desa Dlingo sebanyak 1 buah. Pengambilan lokasi sampel tersebut berdasarkan pada peta potensi kerusakan tanah di Kabupaten Bantul. Gambar 4. Peta Sebaran Erosi dan Kedalaman Tanah Kabupaten Bantul Metode yang digunakan untuk mengetahui besar erosi yang terjadi dilapangan secara aktual digunakan metode volumetrik yang dikemukakan oleh Zachar (1982) dan Stocking dan Murnaghan (2000). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis lapangan yakni dengan mengukur dimensi kanampakan dari erosi yang ada. Berdasarkan hal tersebut didapat hasil, wilayah Kecamatan Imogiri, Desa Wukirsari dari 10 titik sampel hanya satu dengan status tidak melebihi dengan koordinat X : 434133,85; Y : 9124249,58. Desa Girirejo dari empat titik sampel satu dengan status tidak melebihi dengan koordinat X : 433015,04; Y : 9124550,26 dan Desa Karangtengah status erosi melebihi. Kecamatan Pleret, wilayah desa Segoroyoso dan Bawuran dua titik sampel statusnya sudah melebihi. Kecamatan Jetis desa Trimulyo statusnya melebihi, Kecamatan Piyungan Desa Sitimulyo status melebihi. Kecamatan Dlingo wilayah dengan status tidak melebihi adalah Desa Dlingo dan Mangunan dengan koordinat X : 436928,84; Y : 9123560,09. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel SD-6. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 11

A.4 Kerusakan Hutan dan Lahan Kerusakan hutan dan lahan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak memperdulikan faktor ekologi. Laju Deforestasi yang tinggi tidak sebanding dengan laju rehabilitasi hutan dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, erosi dan tanah longsor. Untuk menghidari bencana akibat deforestasi maka dilakukan inventarisasi luasan lahan kritis untuk dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Lokasi lahan kritis di kabupaten Bantul tersebar di 12 kecamatan (tabel SD-5). total luasan lahan kritis pada tahun 2014sebesar 477,75 Ha terjadi Kenaikkan sebesar 14,55 Ha dari 463,2 Ha ditahun 2013. Sedangkan periode tahun 2011-2013 rata-rata terjadi penurunan sebesar 932,53 Ha. Wilayah dengan luasan lahan kritis terbesar adalah kecamatan Sedayu yang mencapai 99 Ha, tidak ada penurunan luasan dari tahun sebelumnya. sedangkan terendah adalah kecamatan Pandak dengan luasan sebesar 5 Ha. Sedangkan wilayah yang tidak mempunyai lahan kritis adalah wilayah kecamatan Bambanglipuro, Pajangan, Banguntapan,Bantul, dan Sewon. 2500 2000 2328,25 Luas Lahan Kritis 2327,75 1500 1000 Luas Lahan Kritis 500 0 463,2 2011 2012 2013 2014 477,75 Gambar 5. Grafik Luas Lahan Kritis Untuk lahan sangat kritis di Kabupaten Bantul tidak ada, yang ada lahan potensial kritis. Luasan lahan potensial kritis sebesar 1.445,5 Ha. Kecamatan dengan lahan potensial kritis tertinggi adalah Sedayu dengan luas sebesar 361 Ha dan terendah Kecamatan Bambanglipuro dengan luas sebesar 15 Ha. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 12

Faktor lain penyebab terjadinya lahan kritis adalah konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, wilayah pertambangan hutan tanaman industri. Berdasarkan data dari dinas terkait seperti tercantum pada tabel SD-10 tidak ada konversi hutan. Kerusakan hutan pada tahun 2014terjadi akibat kebakaran hutan sebesar 2 Ha.Sedangkan akibat ladang berpindah, penebangan liar, perambahan hutan tidak terjadi (SD-9). B. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati merupakan pernyataan mengenai berbagai macam (variasi) bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk hidup. Sedangkan menurut UU no. 5 tahun 1994, keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya, serta komplek -komplek Ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem. B.1 Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang diketahui Keanekaragaman hayati berdasarkan ekosistem di kabupaten Bantul meliputi dua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Berdasarkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, fauna yang telah teridentifikasi adalah golongan hewan menyusu, burung, dan reptil, sedangkan golongan amphibi, keong, serangga, dan ikan belum teridentifikasi. Untuk flora atau tumbuhan, juga belum teridentifikasi. Jumlah spesies fauna di kabupaten Bantul (Tabel SD -11) yang telah diketahui berjumlah 11 spesies. Sebelas spesies tersebut meliputi golongan hewan menyusu sebanyak 1 spesies, yaitu rusa timor. Golongan burung ada 6 spesies, yaitu Cakakak jawa, cakaka sungai, burung madu sriganti, burung madu kelapa, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Kemudian golongan reptil yang telah teridentifikasi berjumlah empat spesies, yaitu penyu hijau, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu abu-abu. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 13

Jumlah tiap spesies di Kabupaten Bantul belum diketahui kecuali spesies rusa timor sebanyak 43 ekor yang merupakan jumlah yang ada dipenangkaran. B.2 StatusFlora dan Fauna Berdasarkan hasil identifikasi, status fauna yang masuk kategori endemik dari tiga golongan yang telah teridentifikasi, yaitu golongan hewan menyusu adalah spesies rusa timor dan dari golongan burung adalah cakakak jawa. Spesies yang masuk kedalam hewan yang dilindungi meliputi golongan hewan menyusu, burung, dan reptil. Dari golongan hewan tersebut semua spesies masuk kedalam kategori hewan dilindungi. Fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini dikhawatirkan terjadinya penurunan flora dan fauna yang ada baik jumlah maupun jenisnya. Untuk mempertahankan kelestarian flora dan fauna, maka perlu dilakukan perlindungan melalui pengembang biakkan. Beberapa golongan dan spesies fauna yang statusnya terancam diperlukan perlindungan seperti golongan hewan menyusu dari spesies rusa timor. Sedangkan dari golongan burung meliputi spesies burung madu kelapa, burung madu sriganti, cikakak jawa, cikakak sungai, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Untuk golongan reptil meliputi spesies penyu sisik, hijau,abu-abu dan belimbing. Usaha penangkaran telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yaitu satwa penyu yang ada di pantai selatan. Dengan terjadinya abrasi pantai Kuwaru, gedung penangkaran penyu yang ada hanyut terbawa air laut. Berbagai kasus lingkungan terkait dengan keanekaragaman hayati menunjukan kita belum mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati tersebut. Eksplotasi keanekaragaman hayati, penebangan ilegal, konversi kawasan hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, penggunaan teknis dan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Pemanfaatan berlebihan oleh manusia sering kali mempercepat proses kepunahannya. Ancaman kepunahan pada keanekaragaman hayati di hutan umumnya karena rusaknya Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 14

habitat, penggunaan secara berlebihan. Kebanyakan spesies yang terancam punah menghadapi dua atau lebih permasalahan tersebut, sehingga mempercepat kepunahannya dan menyulitkan usaha usaha pelestariannya. Perubahan habitat alami maupun konversi habitat alami menjadi areal hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, pemukiman dan lain-lain telah memberi andil yang besar bagi kepunahan keanekaragaman hayati dan kerabat liar tanaman budidaya di Indonesia. Gambar 6. Contoh Flora fauna yg dilindungi di Bantul C. AIR Letak kabupaten Bantul yang berada di posisi hilir provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dialiri oleh sungai-sungai besar maupun anak sungainya. Sungai-sungai besar yang mengalir adalah sungai Bedog, Winongo, Opak dan Gajah Wong dengan panjang, lebar dan debit yang bervariasi (SD-12). Sungai yang terpanjang adalah sungai Bedog mencapai 40,92 Km, sungai yang terdalam adalah sungai Gajahwong dengan kedalaman 3 m. Dari lima sungai tersebut apabila dilihat debitnya, debit terbesar adalah sungai Opak yang mencapai 22,88 m 3 /det, terendah sungai Winongo yang mencapai 0,76 m 3 /det. Sumber daya air lainnya adalah mata air (tuk) yang tersebar di beberapa wilayah (tabel SD-13). Berdasarkan data dari dinas Suber Daya Air terdapat 114 mata air, satu sendang dan 2 embung. Tuk terluas adalah mata air Beji I seluas2 Hadengan volume 30.000 m 3. Luas Sendang pancuran 0,002 Ha dengan volume 30 m 3, embung Wonolo 0,005 Ha dengan volume 750 m 3 dan embung Merdeka 5 Ha dengan volume 5.000 m 3. Air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan dan industri, air tanah seperti sumur dimanfaatkan untuk mandi, cuci, masak, menyirami tanaman, cuci mobil/motor dan lain-lain. Sedangkan mata air yang berada di perbukitan pemanfaatannya hampir sama dengan air sumur. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 15

Gambar 7. Kondisi salah sungai di Kabupaten Bantul (S. Bedog) C.1 Kualitas Air Sungai Pemantauan dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul terhadap lima sungai besar.lima sungai tersebut adalah sungai Winongo, sungai Bedog, sungai Opak, dan sungai Gajah Wong dimana titik pantaunya berjumlah 15 titik. Titik pantau ditiap sungai mewakilimewakili bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Baku mutu yang digunakan untuk air sungai di Kabupaten Bantul adalah air klas II sesuai dengan Peraturan Gubenur DIY nomor 20 Tahun 2008. Dari hasil pemantauan rata-rata 37,54% parameter yang diujikan melampaui baku mutu. Parameter-parameter tersebut meliputi parameter kimia anorganik, mikrobilogi, dan kimia organik. Berikut parameter-parameter yang melampaui baku mutu klas II. Parameter kimia anorganik meliputi DO (Disolve Oxygen), BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Total fosfat, fenol, klorin bebas, dan nitrit (NO 2 ). Parameter organik adalah minyak dan lemak dan parameter mikrobiologiyaitu fecal coliform dan total coliform. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 16

C.1.a. Hasil Analisa Kualitas Air Sungai 1. Sungai Winongo Pemantauan air Sungai Winongo dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 5 lokasi titik pantau (lokasi yang sama dengan tahuntahun sebelumnya) mulai dari daerah hulu yaitu Jomegatan, Kweni, Nyemengan, Manding hingga daerah hilir yaitu Gading Lumbung, Kretek. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, persentase parameter yang melampaui baku mutu berdasarkan jumlah titik pantaunya, sebagai berikut BOD ( 100%), COD (80%), nitrit ( 60%), klorin bebas (40%), Total fosfat ( 100%), fenol (40%), Bakteri total koli (100%), Bakteri Koli Tinja (100%), asam sulfida (80%) dan minyak dan Lemak (40%) telah melampaui batas baku mutu. Gambar 8. Sungai Winongo titik Manding 1.a Parameter BOD, COD dan DO Hasil uji laboratorium untuk parameter BOD, COD dan DO pada 5 titik pantau di sungai Winongo dapat dilihat pada gambar grafik di bawah. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 17

Parameter DO Konsentrasi (mg/l) 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 5,8 5 6,9 7,2 5,4 5,1 DO Baku Mutu DO Gambar 9. Grafik Parameter DO di sungai Winongo Parameter BOD 25,0 Konsentrasi (mg/l) 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 3 20,3 15,3 8,2 18,3 16,2 BOD Baku Mutu BOD Gambar 10. Grafik Parameter BOD di sungai Winongo Konsentrasi (mg/l) 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 25 41,9 Parameter COD 31,4 17,8 39,3 34,8 COD 0,0 Gambar 11. Grafik Parameter BOD di sungai Winongo Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 18

Berdasarkan grafik diatas, parameter DO untuk kelima titik pantau belum melampaui baku mutu. Sedangkan BOD dan COD telah melampui batas baku mutu meskipun untuk parameter COD ada satu titik yang belum melapui baku mutu, yaitu Di Kweni, Panggungharjo, Sewon. Lebih lanjut, konsentrasi BOD di lima titik pantau berada diatas baku mutu dengan konsentrasi tertinggi berada di Jomegatan sebesar 20,3 mg/l. Sedangkan yang terendah di titik pantau Kweni sebesar 8,2 mg/l. Tingginya kadar BOD mengindikasikan tingginya zat organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme. Tingginya zat organik tersebut dapat disebabkan oleh limbah industri, domestik dan/atau tumbuhan yang mati baik itu tumbuhan di sempadan sungai atau tumbuhan air yang masuk kedalam air. Untuk parameter COD, terendah Di Kewni yang mana masih berada di bawah baku mutu dengan konsentrasi sebesar 5,1 mg/l. Sebaliknya, titik pantau dengan kadar COD tertinggi pada titik pantau Jomegatan dengan nilai sebesar 41,9 mg/l.tingginya kadar COD menggambarkan tingginya bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai. Dengan kata lain kadar COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang terkadung didalam air. Meskipun kadar BOD dan COD telah melampaui baku mutu akan tetapi untuk parameter DO masih diatas baku mutu. Kadar tertinggi DO berada pada titik pantau Kweni dengan kadar 7,2 mg/l dan terendah pada titik pantau Gading Lumbung dengan kadar 5,1 mg/l. 1.b Parameter Nitrit (NO 2 ) Batas maksimum konsentrasi NO 2 berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l. Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga titik pantau yang melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Jomegatan, Nyemengan, dan Kweni dengan nilai secara berurutan sebesar 0,860 mg/l, 2,17 mg/l, dan 1,020 mg/l, seperti terlihat pada gambar 12. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 19

2,501 Parameter Nitrit (NO2) Konsentrasi (mg/l) 2,001 1,501 1,001 0,860 2,17 1,020 Nitrit 0,501 0,004 0,010 0,001 0,06 lokasi Sampel Gambar 12.Grafik Parameter Nitrit di sungai Winongo Lebih lanjut, konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Nyemengan dengan nilai sebesar 2,17 mg/l sedangkan kadar terendah di Manding sebesar 0,004 mg/l. Tingginya kadar nitrit (NO 2 ) di Nyemengan mengindikasikan banyaknya limbah organik sehingga membentuk amonium yang cenderung mengikat oksigen dan dengan bantuan mikroba membentuk NO 2. 1.c Parameter Klorin Bebas Pada parameter klorin bebas kadar tertinggi terdapat pada titik pantau Manding sebesar 0,42 mg/l dan terendah di Jomegatan, Nyemengan, dan Gading lumbung dengan kadar 0,01 mg/l. Baku mutu untuk parameter tersebut adalah 0,03 mg/l. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan terdapat dua titik pantau telah melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Kweni dan Manding. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 20

Parameter Klorin Bebas Konsentrasi (mg/l) 0,451 0,401 0,351 0,301 0,251 0,201 0,151 0,101 0,051 0,001 0,03 0,01 0,01 0,2 0,42 0,01 Klori n Beba s Lokasi Sampel Gambar 13. Grafik Parameter Klorin Bebas di sungai Winongo 1.d Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Winongo berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan semuatitik pantau telah melampaui baku mutu.kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Kweni, Manding, dan Gading Lumbung. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,3 mg/l terdapat di Jomegatan dannyemengan. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 14. Total Fosfat Konsentrasi (mg/l) 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,2 Total Fosfat Baku Mutu Total Fosfat Lokasi Sampel Gambar 14. Grafik Parameter Total Fosfat Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 21

Kandungan fosfat yang tinggi didalam air dapat menyebabkan tingginya kadar BOD dan menurunkan kandungan DO. Penurunan kandungan DO pada level tertentu dapat menyebabkan air tersebut tidak dapat didiami atau sebagai tempat hidup mahluk air. 1.e Minyak dan Lemak Konsentrasi minyak dan lemak berdasarkan gambar 2.12, dua titik pantau melampaui baku mutu air klas II, yaitu Nyemengan dan Gading Lumbung dengan konsentrasi sebesar 1.500 µg/l, tertinggi. Dua titik pantau berada di angka baku mutu, yaitu titik pantau Kweni dan Manding dengan konsentrasi sebesar 1000 µg/l dan dibawah baku mutu, di titik pantau Jomegatan,tidak ditemukannya minyak dan lemak. Minyak dan Lemak 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0 Konsentrasi (µg/l) 0 1.500 JomegatanNyemengan Kweni 1.000 1.000 1000 1.500 Manding Gading Lumbung Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak Lokasi Sampel Gambar 15. Grafik Parameter Minyak dan Lemak Tingginya konsentrasi minyak dan lemak dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Hal tersebut disebabkan oleh sifat fisik dari minyak dan lemak yang berat jenisnya lebih rendah dari air sehingga mengapung dipermukaan air yang menyebabkan penetrasi sinar matahari terhalang. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 22

Polutan ini berasal dari limbah domestik seperti minyak sisa menggoreng. Sedangkan yang berasal dari limbah industri adalah industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak. 1.f Parameter Koli Tinja (Fecal Coliform) dan Total Koli (Total Coliform) Total coliform merupakan pengelompokkan berbagai jenis bakteri coliform termasuk fecal coliform. Berdasarkan gambar 16, pencemaran akibat total coliform terdapat di semua titik pantau. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Kweni dengan konsentrasi sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100 ml sedangkan terendah di Jomegatan sebesar 4,6 x 10 5. Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 3,0E+06 2,5E+06 2,0E+06 1,5E+06 1,0E+06 5,0E+05 0,0E+00 2,4E+06 1,1E+06 1,1E+06 4,6E+05 1,1E+06 5000 JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung Lokasi Sampel Total colifo rm Baku Mutu Total colifo rm Gambar 16. Grafik Parameter Total Coliform Fecal coliform merupakan bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas dan manusia, dan ditemukan pada bangkai, kotoran hewan, dan secara alami terdapat di tanah. Berdasarkan gambar 16, telah terjadi pencemaran terhadap air sungai Winongo. Pencemaran tertinggi terdapat pada titik pantau Manding Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 23

sebesar 4,6 x 10 5 JPT/100 ml sedangkan terendah di Gading Lumbung sebesar 1,5 x 10 4 JPT/100 ml. Parameter Fecal Coliform 5,0E+05 4,5E+05 4,0E+05 3,5E+05 3,0E+05 2,5E+05 2,0E+05 1,5E+05 1,0E+05 5,0E+04 0,0E+00 Konsentrasi (JPT/100 ml) 2,1E+04 9,3E+04 9,3E+04 4,6E+05 1,5E+04 1000 JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung Fecal coliform Lokasi Sampel Gambar 17. Grafik Parameter Total Coliform Berdasarkan parameter total coliform dan fecal coliform terjadi pencemaran air yang penyebab utamanya adalah kelompok fecal coliform. Lebih lanjut, pencemaran tersebut beraasal dari kotoran hewan dan manusia dan peternakan hewan. 2. Sungai Bedog Pemantauan sungai Bedog dilakukan pada bulan April 2014 dengan sampel di ambil di 3 (tiga) titik pantau mulai dari hulu sungai di Menayu Kidul Tirtonirmolo, Kasihan hingga daerah hilir di Mangir Kidul, Sendang sari, Pajangan.Hasil analisa laboratorium persentase parameter yang tercemar berdasarkan titik pantaunya adalah BOD (100%), COD (100%), DO (66,7 %), nitrit ( 33,3%), Klorin bebas (66,7%), total fosfat (66,7%), Bakteri total koli (100%), dan Bakteri Koli Tinja (100%) telah melampaui batas baku mutu. Sedangkan parameter-parameter dengan konsentrasi sama dengan batas baku mutu adalahtotal Fosfat (33,3%), minyak dan lemak (100%). Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 24

Gambar 18. Sungai Bedog titik Sindon Pajangan 2.a Parameterer DO, BOD dan COD Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter DO yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah titik pantau Menayu Kidul, hulu sungai Bedog dengan konsentrasi 4,2 mg/l dan Mangir Kidul, hilir sungai dengan konsentrasi 2,9 mg/l. Sedangkan pada titik pantau sindonmasih diatas baku mutu dengan konsentrasi 6,8 mg/l, seperti pada grafik dibawah. Parameter DO Konsentrasi (mg/l) 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0,000 6,800 5 4,200 2,9000 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul DO Baku Mut u DO Gambar 19. Grafik Parameter DO di sungai Bedog Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 25

Untuk parameter BOD, ketiga titik pantau, yaitu Menayu kidul, Sindon, dan Mangir kidul telah melampaui baku mutu air klas II. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Menayu Kidul, sebesar 21,4 mg/l sedangkan terendah pada titik pantau Sindon, sebesar 16,2 mg/l, seperti pada gambar dibawah. Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0,000 21,400 16,200 19,300 3 BOD Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Gambar 20. Grafik Parameter BOD di sungai Bedog Parameterer COD ketiga titik pantaunyajuga telah melebihi baku mutu air kelas II. Dengan konsentrasi tertinggi berada Di Mangir Kidul sebesar 43,020 mg/l. Sedangkan terendah berada Di Sindon sebesar 37,960mg/l. Ilustrasi Konsentrasi parameter COD tersebut dapat dilihat pada gambar 21. Parameter COD Konsentrasi (mg/l) 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0,000 42,700 43,020 37,960 COD Baku Mutu COD Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 21. Grafik ParameterCOD di sungai Bedog Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 26

2.b Parameter Nitrit (NO 2 ) dan Nitrat (NO 3 ) Batas maksimum konsentrasi NO 2 dan NO 3 berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l dan 10 mg/l. Berdasarkan hal tersebut, untuk parameter NO 2 yang melebihi baku mutu terdapat di titik pantaumenayu Kidul dengan konsentrasi sebesar 0,140 mg/l, tertinggi diantara ketiga titik pantau. Konsentrasi terendah pada titik pantau Sindon sebesar 0,002 mg/l, seperti terlihat pada gambar 2.22 Parameter NO 2 Konsentrasi (mg/l) 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000 0,140 0,06 0,002 0,004 Nitrit Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 22. Grafik Parameter NO 2 Parameter Nitrat (NO3) 12,000 Konsentrasi (mg/l) 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 10 2,870 2,680 2,260 Nitr at 0,000 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Gambar 23. Grafik Parameter NO 3 Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 27

Sedangkan parameter nitrat masih berada di bawah baku mutu untuk ketiga titik pantau.konsentrasi tertinggi terdapat di Menayu Kidul dengan kadar 2,870 mg/l. Sedangkan terendah di Mangir kiduli dengan kadar 2,260 mg/l, dapat dilihat pada gambar 2.23. Jika dilihat dari sifat nitrit yang mempunyai kecenderungan mengikat oksigen dengan bantuan bakteri nitrifikasi seperti nitrobakter maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya kadar nitrit di Mangir kidul disebabkan proses nitrifikasi. 2.c Parameter klorin bebas dan Total Fosfat Kandungan klorin bebas dan total fosfat di sungai Bedog berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan, parameter klorin bebas dan total fosfsat, dua titik pantaunyatelah melebihi baku mutu. Titik pantau tersebut adalah Sindon dan Mangir Kidul. Lebih lanjut, parameter Klorin bebas dari tiga titik pantau, konsentrasi tertinggi pada titik pantau Sindon sebesar 0,350 mg/l. Sedangkan terendah pada titik pantau Menayu Kidul dengan konsentrasi 0,01 mg/l, dibawah baku mutu. Untuk parameter total fosfat (T -P), kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Sindon. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,2 mg/l terdapat di Menayu Kidul. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.24 dan 2.25. Parameter Clorin Bebas Konsentrasi (mg/l) 0,400 0,350 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 0,350 0,180 0,010 0,03 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Clor in beb as Gambar 24. Grafik Parameter Klorin Bebas Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 28

Konsentrasi (mg/l) 0,450 0,400 0,350 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 Parameter T-P 0,400 0,300 0,200 0,2 lokasi Sampel Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul T-P Gambar 25. Grafik Parameter T-P Klorin bebas selain sebagai disinfektan juga bereaksi dengan senyawa-senyawa organik yang terdapat didalam air. Klorin bebas tersebut bereaksi dengan senyawa organik tersebut membentuk senyawa organoklorin yang merupakan senyawa toksik. 2.d Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Bedog berdasarkan analisa laboratorium berada pada ambang batas baku mutu.baku mutu untuk minyak dan lemak sebesar 1000 µg/l, seperti pada gambar 2.26. Parameter Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) 1.200 1.000 800 600 400 200 0 1.000 1.000 1000 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak Gambar 26. Grafik Parameter Minyak dan Lemak Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 29

2.e Parameterer Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 2.27 dan 2.28. Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 3,0E+06 2,5E+06 2,0E+06 1,5E+06 1,0E+06 5,0E+05 1,1E+06 2,,4E+06 Fecal colifor m Baku Mutu Fecal colifor m 0,0E+00 4,3E+04 1000 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Gambar 27. Grarik Parameter Koli Tinja dan Total Koli Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 3,0E+06 2,5E+06 2,0E+06 1,5E+06 1,0E+06 5,0E+05 0,0E+00 2,4E+06 2,4E+06 9,3E+04 5000 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Total colifo rm Gambar 28. Grafik Parameter Koli Tinja dan Total Koli Dari gambar tersebut dapat dilihat titik pantau Mangir Kidul mempunyai konsentrasi tertinggi untuk total koliform dan fecal koliform dengan kadar 2,4 x 10 6 JPT/100ml, untuk kedua parameter. Sedangkan konsentrasi terendah di Manayu Kidul Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 30

dengan konsentrasi total koli dan koli tinja sebesar 9,3 x 10 4 JPT/100ml dan 4,3 x 10 4, secara berurutan. 3. Sungai Code Pemantauan sungai Code dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Ngoto, Bangunharjo dan bagian tengah di Kembang Songo, Trimulyo, Jetis. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di Sungai code berturut-turut adalah hidrogen sulfida (100%), bakteri Coli tinja (100%), bakteri total Coli (100%), BOD (100%), Total Fosfat (100%), DO (50%), COD (50%), Nitrit (50%), Klorin bebas (50%), dan minyak dan lemak (50%). Gambar 29. Sungai Code titik Ngoto 3.a Parameter DO, BOD dan COD Berdasarkan hasil uji laboratorium parameter DO yang berada dibawah baku mutu adalah titik pantau Kembang Songo, parameterbod adalah titik pantau Ngoto dan Kembang Songo, dan parameter COD adalah titik pantau Ngoto, dimana batas minimum kadar DO yang diperbolehkan sebesar 5 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 31

Nilai konsentrasi untuk parameter DO, BOD dan COD yang telah melampaui batas baku mutu air klas II sebagai berikut. Konsentrasi DO di Ngoto sebesar 4,7 mg/l, konsentrasi BOD di Ngoto dan Kembang Songo sebesar 13,99 mg/l dan 10,2 mg/l, secara berurutan, dan konsentrasi COD di Ngoto sebesar 27,04 mg/l. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah. 5,800 5,600 5,600 Parameter DO Konsentrasi (mg/l) 5,400 5,200 5,000 4,800 4,600 4,400 5 4,700 BOD Baku Mutu DO 4,200 Ngoto Lokasi Sampel Kembang Songo Gambar 30. Konsentrasi BOD di sungai Code 16,000 14,000 13,990 Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 10,200 BOD Baku Mutu BOD 2,000 0,000 Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel 3 Gambar 31. Konsentrasi BOD di sungai Code Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 32

Parameter COD Konsentrasi (mg/l) 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 27,040 25 22,130 COD Baku Mutu COD 0,000 Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel Gambar 32. Konsentrasi COD di sungai Code 3.b Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Code berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan di dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Ngoto dan Kembang Songo. Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Kweni. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,3 mg/l terdapat di Kembang Songo. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 33. Parameter T-P 0,450 Konsentrasi (mg/l) 0,400 0,350 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,300 0,400 0,2 T-P Baku Mutu T-P 0,050 0,000 Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel Gambar 33. Konsentrasi Total Fosfat di sungai Code Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 33

3.c Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Code berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Ngoto tidak ditemukannya minyak dan lemak. Pada titik Kembang Songo, konsentrasi minyak dan lemak berada di atas baku mutu dengan nilai sebesar 1.500 µg/l, seperti pada gambar 34. Konsentrasi (µg/l) 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0 0 Ngoto Parameter Minyak dan Lemak 1.500 1000 Kembang Songo Lokasi Sampel Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak Gambar 34. Konsentrasi Minyak dan Lemak di sungai Code 3.d Parameter Total Koli (Total Coliform) dan Koli Tinja (Fecal Coliform) Pencemaran bakteri Koli tinja dan Total Coli terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi di Ngoto sebesar 1,1 x 10 6 JPT/100 mluntuk koli tinja dan di Kembang Songo sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100 ml untuk total koliform. Sedangkan konsentrasi terendah di Kembang Songo dengan konsentrasi 4,6 x 10 5 JPT/100 ml untuk koli tinja dan di Ngoto sebesar 1,1 x 10 6 JPT/100 ml untuk total koli. Untuk lebih jelasnya mengenai konsentrasi Koli tinja dan Total koli di sungai Code dapat dilihat pada gambar 35 dan 36. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 34

Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (µg/l) 1,200E+06 1,000E+06 8,000E+05 6,000E+05 4,000E+05 2,000E+05 0,000E+00 1,100E+06 4,600E+05 1000 Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel Fecal colifo rm Baku Mutu Fecal colifo rm Gambar 35. Parameter Fecal Coliform di sungai Code Parameter Total Coliform 3,000E+06 Konsentrasi (µg/l) 2,500E+06 2,000E+06 1,500E+06 1,000E+06 1,100E+06 2,400E+06 Total colifor m Baku Mutu Total colifor m 5,000E+05 0,000E+00 Ngoto 5000 Lokasi Sampel Kembang Songo Gambar 36. Parameter Total Coliform di sungai Code Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 35

4. Sungai Opak Pemantauan Sungai Opak dilakukan pada bulan april 2014 dengan sasaran 3 titik pantau dari sungai bagian hulu Kloron, Klenggotan sampai bagian hilir di Putat, Selopamioro, Imogiri. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Opak berturut-turut adalah BOD (100%), bakteri koli tinja (100%), bakteri total koli (100%), H 2 S (100%), Total Fosfat (66,7%), DO (33,3%), Nitrit ( 33,3%), Klorin bebas (33,3%), minyak dan lemak (33,3%). Grafik parameter pencemar dapat di lihat di bawah ini. Gambar 37. Sungai Opak titik Putat Selopamioro 4.a. Parameter BOD Berdasarkan hasil analisa laboratorium konsentrasi BOD di tiga titik pantau melebihi baku mutu, yaitu Kloron, Klenggotan, dan putat. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Putat dengan konsentrsai sebesar 11,2 mg/l. Sedangkan konsentrasi terendah adalah titik pantau Klenggotan sebesar 8,06 mg/l, seperti yang terlihat pada gambar 38. Meskipun konsentrasi BOD tinggi tetapi kadar DO nya masih diatas baku mutu sehingga masih memungkinkan tumbuhan dan hewan untuk hidup di sungai Opak kecuali untuk titik pantau Putat konsentrasi DO telah berada dibawah batas minimum, yaitu 4,7 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 36

Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 11,000 8,06 3 11,200 BOD Baku Mutu BOD 0,000 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Gambar 38. Parameter BOD di sungai Opak 4.b.Parameter Nitrit (NO 2 ) Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap air sungai Opak untuk parameter nitrit adalah satu titik pantau berada diatas baku mutu sedangkan dua titik pantau masih dibawah baku mutu.titik pantau dengan konsentrasi diatas baku mutu adalah titik pantau Kloron dengan konsentrasi 0,07 mg/l. Titik pantau dengan konsentrasi dibawah baku mutu adalah titik pantau Klenggotan dan Putat. Konsentrasi masing-masing titik pantau tersebut secara berurutan adalah 0,03 mg/l dan 0,1 mg/l, seperti pada gambar 39. 0,080 0,070 0,070 Parameter Nitrit (NO2) Konsentrasi (mg/l) 0,060 0,050 0,040 0,030 0,020 0,010 0,000 0,06 0,03 0,010 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel NO2 Baku Mutu NO2 Gambar 39. Parameter NO 2 di sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 37

Selain itu, konsentrasi tertinggi terdapat pada titik pantau Klorondan terendah pada titik pantau Putat yang mana masih dibawah baku mutu. 4.c. Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Opak berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Kloron dan Klenggotan. Satu titik pantau di ambang kritis, yaitu Putat. Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,8 mg/l terdapat di titik pantau Kloron. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,2 mg/l terdapat di Putat. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 40. 0,900 Parameter T-P 0,800 Konsentrasi (mg/l) 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,800 0,3 T-P Baku Mutu T-P 0,200 0,100 0,200 0,2 0,000 Lokasi Sampel Kloron Klenggotan Putat Gambar 40. Parameter Total Fosfat di sungai Opak 4.d. Parameter Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Opak berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Putattelah melampaui baku mutu. Kemudian titik pantau Klenggotan dibawah baku mutu dantitik pantau Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 38

Kloron tidak ditemukan adanya minyak. konsentrasi dititik pantau Putat sebesar 1.500 µg/l, seperti pada gambar 41. 1600 Parameter Minyak dan 1.500 Lemak 1400 Konsentrasi (µg/l) 1200 1000 800 600 400 500 1000 Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak 200 0 0 Kloron Klenggotan Lokasi Sampel Putat Gambar 41. Parameter Minyak dan Lemak di sungai Opak 4.e. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja di sungai Opak terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi untuk koli tinja sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100 ml di titik pantauputat dan terendah di Klenggotan dengan kadar 1,2 x 10 5 JPT/100 ml. Untuk parameter total koli konsentrasi tertinggi di lokasi Putat dengan konsentrasi 2,4 x 10 6 JPT/100 mldan terendah di Kloron dengan kadar1,1x 10 6 JPT/100 ml.secara keseluruhan besarnya konsentrasi Koli tinja maupun total di sungai Opak dapat dilihat pada gambar 42 dan 43. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 39

3,000E+06 Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/ 100 ml) 2,500E+06 2,000E+06 1,500E+06 1,000E+06 1,100E+06 1,100E+06 2,400E+06 Total colifor m 5,000E+05 0,000E+00 Lokasi Sampel 5000 Kloron Klenggotan Putat Gambar 42. Konsentrasi Total Koli di sungai Opak Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (JPT/ 100 ml) 3,000E+06 2,500E+06 2,000E+06 1,500E+06 1,000E+06 5,000E+05 0,000E+00 2,400E+06 1,100E+06 1,200E+05 1000 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Fecal colifor m Gambar 43. Konsentrasi Koli Tinja di sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 40

5. Sungai Gajah Wong Pemantauan sungai Gajah Wong dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Bodon Jagalan Banguntapan dan sungai bagian tengah di Kanggotan Wonokromo Pleret. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Gajah Wong berturut-turut adalah BOD (100%), DO ( 50%), COD (100%), Total Fosfat (100), Bakteri total koli (100%), dan Koli tinja (100%), Nitrit (50%), Klorin Bebas (50%), dan Hidrogen sulfida (50%). Gambar 44. Sungai Gajah Wong Tititk Pleret Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 41

5.a. Parameter BOD, CODdan DO Besarnya konsentrasi parameter-parameter BOD, COD dan DO di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada gambar dibawah. Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 18,100 12,040 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan BOD Baku Mutu BOD Gambar 45. Grafik Parameter BOD di sungai Gadjah Wong Berdasarkan grafik tersebut, konsentrasi untuk parameter BOD di titik pantau Bodon dan Kanggotan sama sebesar 12,040 mg/l dan 18,1 mg/l. Parameter DO 5,100 Konsentrasi (mg/l) 5,000 4,900 4,800 4,700 4,600 4,500 4,600 4,800 DO Baku Mutu DO 4,400 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan Gambar 46. Grafik Parameter DO di sungai Gadjah Wong Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 42

Untuk parameter DO kedua titik pantau berada dibawah baku mutu. Konsentrasi terendah 4,6 mg/l di Bodon, sedangkan tertinggi di lokasi kanggotan sebesar 4,8 mg/l, seperti terlihat pada gambar 46. Selanjutnya, parameter COD kedua titik pantau juga berada diatas batas baku mutu. Konsentrasi COD di Bodon dan Kanggotan adalah 27,6 mg/l dan 36,98 mg/l, seperti pada gambar 47. Parameter COD Konsentrasi (mg/l) 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 27,600 36,980 25 COD Baku Mutu COD 5,000. 0,000 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan Gambar 47. Grafik ParameterCOD di sungai Gadjah Wong 5.b. Parameter Total Fosfat Berdasarkan hasil laboratorium konsentrasi total fosfat melebihi baku mutu air klas II di 2 (dua) lokasi titik pantau. kosentrasi di Bodon dan Kanggotan adalah o,5 mg/l dan 0,4 mg/l. Ilustrasi besarnya paramater total fosfat di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada Gambar 48. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 43

0,6 Parameter Total Fosfat 0,5 0,5 Konsentrasi (mg/l) 0,4 0,3 0,2 0,4 0,2 T-P 0,1 0 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan Gambar 48. Grafik Parameter Total Fosfat di sungai Gadjah Wong 5.c. Parameter Minyak dan Lemak Berdasarkan analisa laboratorium, konsentrasi minyak dan lemak di Bodon tidak ditemukan adanya minyak dan lemak sedangkan di Kanggitan berada diambang batas baku mutu. Konsentrasi di titik pantau kanggotan sebesar 1.5000 µg/l dengan baku mutu sebesar 1000 µg/l. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 49. 1.200 Parameter Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) 1.000 800 600 400 1000 1.000 Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak 200 0 0 Bodon Kanggotan Lokasi Sampel Gambar 49. Parameter Minyak dan Lemak di sungai Gadjah Wong Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 44

5.d. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Konsentrasi parameter Koli tinja dan Total koli di sungai Gajah wong di masing-masing lokasi sampling dapat dilihat pada Gambar 50 dan 51. Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (jml/100 ml) 1,2E+06 1,0E+06 8,0E+05 6,0E+05 4,0E+05 2,0E+05 1,1E+06 2,4E+05 Fecal coliform Baku Mutu Fecal coliform 0,0E+00 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan Gambar 50. Grafik Parameter Koli Tinja Gadjah Wong Parameter Total Coliform Konsentrasi (jml/100 ml) 3,0E+106 2,5E+106 2,0E+106 1,5E+106 1,0E+106 5,0E+105 0,0E+00 2,4E+06 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan 2,4E+106 Total coliform Baku Mutu Total coliform Gambar 51. Grafik Parameter Total Tinja Gadjah Wong Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja terjadi di semua titik pantau. Konsentrasitotal koli tertinggi di Kanggotan dengan konsentrasi 2,4 x10 6 dan koli tinja tertinggi di Bodon dengan kosentrasi sebesar1,1 x 10 6 JPT/100 ml. Terendah di Kanggotan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 45

dengan konsentrasi 2,4 x 10 5 Jml/100 ml untuk koli tinja dan di Bodon 2,4 x 10 6 Jml/100ml untuk total tinja. C.1.b. Tren Kualitas Air Sungai Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan tiap parameter per tahunnya di suatu sungai, dilakukan analisis tren sungai selama 5 tahun berturut-turut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas air sungai untuk beberapa parameter dari tahun 2010 sampai 2014. 1.a.Parameter BOD Konsentrasi BOD di sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014secara umummengalami penurunanmeskipun pada tahun ini mengalami peningkatan tetapi tidak sampai melebihi angka ditahun 2010, dapat dilihat pada gambar 52. Tren Konsentrasi BOD di Sungai Bedog Konsentrasi (mg/l) 35 30 25 20 15 10 5 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel 2010 2011 2012 2013 2014 Baku Mutu BOD Gambar 52. Grafik Tren konsentrasi BOD di Sungai Bedog Pada tahun ini konsentrasi BOD meningkat dari tahun sebelumnya di ketiga titik pantau. Kenaikkan terbesar berada di titik pantau Menayu Kidul sebesar 17,4 mg/l dan terendah di Mangir Kidul sebesar Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 46

14,4 mg/l. Sedangkan untuk lima tahun terkahir telah terjadi penurunan di dua titik pantau, yaitu Sindon dan Mangir Kidul, masingmasing sebesar 15,8 mg/l dan 12,7 mg/l. Untuk titik patau Menayu Kidul terjadi kenaikkan sebesar 14,4 mg/l. Konsentrasi terendah selama lima tahun terakhir adalah 4 mg/l di titik pantau Menayu Kidul pada tahun 2013 dan Mangir Kidul pada tahun 2012. Konsentrasi tertinggi selama lima tahun terakhir berada di titik pantau Sindon dan Mangir kidul sebesar 32 mg/l pada tahun 2010. 1.b.Parameter COD Konsentrasi COD di Sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014secara umum mengalami penurunan meskipun pada tahun 2014 mengalami kenaikkan tetapi belum melebihi nilai tahun 2010. Konsentrasi COD untuk titik pantau Manayu kidul dari tahun 2010 hingga 2013 berada dibawah baku mutu sedangkan untuk titik pantau Sindon dan Mangir Kidul mulai dari tahun 2011 hingga 2013 berada dibawah baku mutu Gambar 53. Grafik Tren Konsentrasi COD Konsentrasi (mg/l) 60 50 40 30 20 10 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel 2010 2011 2012 2013 2014 Baku Mutu COD Gambar 54. Grafik Tren konsentrasi COD Sungai Bedog Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 47

Dalam jangka lima tahun terakhir terjadi kenaikan konsentrasi COD untuk titik pantau Menayu Kidul sebesar 28,7 mg/l, sedangkan titik pantau Sindon dan Mangir Kidul terjadi penurunan sebesar 18,04 mg/l dan 8,98 mg/l, meskipun begitu konsentrasi COD telah berada diatas baku mutu air klas II. Hal tersebut mengindikasikan beban pencemaran terhadap sungai Bedog mengalami peningkatan di tahun ini. 1.c. Parameter DO Berikut gambar untuk konsentrasi parameter DO, gambar 2.47. Berdasarkan gambar tersebut kualitas DO dalam jangka waktu 2010-2015 semakin memburuk dibeberapa titik pantau.konsentrasi DO di titik pantau Menayu kidul naik menjadi 1,2 mg/l, titik pantau Sindon naik sebesar 5,6 mg/l sedangkan titik pantau Mangir Kidul turun sebesar 0,9 mg/l. 8 7 Grafik Tren Konsentrasi DO Konsentrasi (mg/l) 6 5 4 3 2 1 2010 2011 2012 2013 2014 Baku Mutu DO 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 53. Grafik Tren konsentrasi DO Sungai Bedog Lebih lanjut, peningkatan tersebut jika dilihat dari segi baku mutu klas II untuk titik pantau Menayu Kidul dan Mangir Kidul masih dibawah sedangkan untuk Sindon telah diatas baku mutu. Berdasarkan tren kualitas air sungai Bedogdengan melihat parameter BOD dan COD yang mengalami penurunan tiap tahunnya Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 48

ditambah konsentrasi DO pada titik pantau Sindon telah dibawah baku mutu. Hal tersebut mengkhawatirkan, karena berdampak berkurangnya biota-biota air yang hidup di sungai karena kekurangan oksigen. Untuk itu diperlukan peran aktif kepada semua pihak baik masyarakat di sekitar sungai, pemerintah dan pelaku usaha agar dapat melestarikan fungsi sungai sehingga sungai dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya kehidupan. 1.d.Parameter Nitrat (NO 3 ) Konsentrasi nitrat (NO 3 ) di sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang dapat dilihat pada gambar 54. Grafik Tren Konsentrasi Nitrat (NO3) Konsentrasi (mg/l) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel 2010 2011 2012 2013 2014 Baku Mutu NO3 Gambar 54. Grafik Tren Konsentrasi Nitrat di Sungai Bedog Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat selama 5 (lima) tahun berturut-turut trenkonsentrasi berfluktuatif. Untuk titik pantau Menayu Kidul, konsetrasi tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan nilai 18,3 mg/l dan terendah di tahun 2010 dengan nilai 1 mg/l. Titik pantau Sindon, konsentrasi tertinggi pada tahun 2011 dengan nilai 3,3 mg/l dan terendah di tahun 2010 dengan nilai 0,08 mg/l. Selanjutnya Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 49

Mangir Kidul, konsentrasi tertinggi pada tahun 2012 dengan nilai 6 mg/l dan terendah di tahun 2010 dengan nilai 0,1 mg/l. kondisi tersebut menunjukkan konsentrasi nitrat masih dibawah baku mutu kecuali titik pantau Menayu Kidul pada tahun 2013 telah melebihi baku mutu.berikut lokasi titik pantau dalam pengambilan sampel air di lima sungai yang berada di Kabupaten bantul (Gambar 55). Gambar 55. Peta Pengambilan Sampel Air Sungai Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 50

C.2 Kualitas Mata Air Sebaran mataair potensial di Kabupaten Bantul terdapat di satuan Perbukitan Baturagung, dan kemungkinan di Perbukitan Formasi Sentolo. Terbentuknya mataair dapat disebabkan oleh adanya: (a) patahan, (b) perbedaan perlapisan batuan, dan (c) distrike. Di Kecamatan Imogiri dan Piyungan wilayahnya merupakan pegunungan yang tersusun dari berbagai formasi batuan, sehingga di daerah ini terdapat beberapa mataair. Kecamatan Kretek terdapat mataair panas, yaitu di Parangwedang dan beberapa mataair lain di sekitar daerah obyek wisata Parangtritis. Mataair Cerme di Kecamatan Imogiri merupakan muara sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan karena adanya sesar. Aliran airtanah yang mengalir melalui rekahan, celah dan lorong pelarutan pada batugamping Formasi Wonosari, akan terbentur pada Formasi Nglanggeran yang berbatuan breksi volkanik dan relatif kedap air, sehingga menyebabkan munculnya mataair, seperti Mataair Surocolo. Nawungan I dan Nawungan II. Mata air merupakan salah satu sumberdaya air yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci, memasak, pengairan, dan lain-lain terutama penduduk yang berada di wilayah perbukitan. Air disalurkan melalui selang maupun pipa ke rumahrumah penduduk untuk mencukupi kebutuhan air keluarga. Agar air mata air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan mata air memenuhi peryaratan sesuai peruntukannya serta layak dikonsumsi diperlukan pemantauan secara rutin. Untuk itu, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul melaksanakan pemantauan mata air walaupun baru dalam jumlah sedikit. Mengingat keterbatasan dana, belum semua paramater yang ada sesuai peraturan dapat dilakukan pengujian. Analisa laboratorium dari mata air di dua lokasi pemantauan yaitu Mata air Kedung dan Beji, Pajangan, Bantul (tabel SD -15) dilakukan terhadap parameter fisika, kimia anorganik dan Biologi. Berdasarkan hasil analisa dengan mengacu baku mutu air sesuai Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 terdapat tiga parameter yang konsentrasinya diatas baku mutu, yaitu detergen,fecal coliform dan total coliform. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 51

Besarnya konsentrasi fecal coliform di dua mata air tersebut melebihi baku mutu air yaitu untuk mata air Kedung, Pajangan sebesar 2,3 x 10 3 JML/100 ml dan Beji mencapai 4,3 x 10 4 JML/100 ml dan untuk konsentrasi total coliform yang juga melebihi baku mutu, yaitu mata air Kedung Pajangan sebesar 9,3 x 10 3 JML/100 ml dan Beji sebesar 2,4 x 10 6 JML/100 ml dimana berdasarkan baku mutu untuk konsentrasi kedua parameter tersebut adalah nol. Untuk parameter detergen, mata air kedung, pajangan dan beji juga telah diatas baku mutu dengan besar konsentrasi 161,1 µg/l dan 71 µg/l, sedangkan untuk parameter yang lainnya masih dibawah baku mutu. C.3 Kualitas Air Sumur Air sumur merupakan sumber daya air yang paling banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam rumah tangga. Pembangunan yang terus meningkat berdampak pada kualitas air sumur. Penurunan kualitas air sumur akan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Untuk memantau kualitas air sumur maka dilakukan pemantauan di tiga lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemar. Parameter yang digunakan dalam pengujian laboratorium menggunakan baku mutu yang tertuang dalam peraturan menteri kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Hasil pengujian kualitas air sumur di 3 (tiga) lokasi pantau dapat dilihat pada tabel SD-16. Berdasarkan hasil uji laboratorium ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu. Parameter-parameter yang konsentrasinya melebihi baku mutu yaitu ph dan Total koli. Parameter phdibawah baku mutu di lokasi titik pantaupt. Yogyakarta Tembakau Indonesia (sumur war ga yang dekat dengan) dengan nilai sebesar 6,1 dimana kisaran baku mutu yang dipersyaratkan antara 6,5-9. Untuk parameter total koli, ketiga titik pantau juga melebihi baku mutu dengan konsentrasi sebesar 2,3 x 10 2 jml/100 ml, 4,3 x 10 3 jml/100 ml, dan90 jml/100 ml.tingginya konsentrasi bakteri koli dipengaruhi oleh Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 52

sanitasi yang kurang baik seperti terikutnya kotoran manusia maupun hewan dalam air tersebut. D. UDARA D.1 Udara Ambient Udara ambient menurut PP no. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan memengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Berdasarkan hal tersebut kualitas udara suatu wilayah dapat memengaruhi kesehatan dimana kualitas udara yang baik menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat karena udara sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk bernafas. Untuk menjaga agar kualitas udara tidak menurun perlu dilakukan pemantauan secara rutin dan berkelanjutan.pemantauan udara ambient dilakukan di 6 (enam) titik pantau/lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Bantul, khususnya di tempat-tempat yang padat lalu lintas dan berdekatan dengan industri. Pemantauan kualitas udara dilaksanakan secara periodik dalam satu tahun dengan parameter-parameter yang dipantau meliputi :Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monooksida (C O), Ozon (O3), TSP, PM 10, PM 2,5 dan Timbal (Pb). Pemantauan kualitas udara ambient yang dilakukan BLH Bantul seperti terlihat pada gambar 56. Gambar 56. Pemantauan kualitas udara di Perempatan Pleret Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 53

Hasil analisis parameter-parameter tersebut di atas dibandingkan dengan standar baku mutu udara ambient daerah yang tertuang didalam Lampiran Keputusan Gubernur daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 tahun 2002. Kualitas udara ambient untuk parameter yang diuji (tabel SD-18) di kabupaten Bantul masih dibawah baku mutu. D.1.1. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambient Hasil pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan pada tahun 2013di 6 (enam) titik pemantauan (tabel SD -16) untuk masing-masing parameter adalah sebagai berikut : a. Sulfur Dioksida (SO2) Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di udara dapat menyebabkan hujan asam.hujan asam terbentuk dari senyawa SO 2 yang bereaksi dengan Oksigen (O 2 ) membentuk SO 3 yang merupakan senyawa yang reaktif. Senyawa SO 3 akan bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfit (H 2 SO 3 ). Asam sulfit inilah jika hujan turun akan ikut terbawa air yang menyebabkan hujan asam. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah, juga benda-benda yang terbuat dari logam akan mengalami peristiwa perkaratan (oksidasi). Adapun hasil pengukuran SO2 di udara dapat dilihat pada gambar 57. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 54

µg/nm 3 1000,00 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 4,13 11,60 16,40 3,52 8,00 10,50 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Parameter SO 2 Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran 900 Perempatan Madukismo SO2 Baku Mutu SO2 Gambar 57. Grafik Konsentrasi SO2 Berdasarkan pengukuran SO2 yang terlihat pada grafik tersebut diatas, besarnya konsentrasi di 6 (enam) lokasi titik pemantauan masih di bawah baku mutu udara ambient. Namun konsentrasi SO2 di udara relatif rendah tidak dapat diabaikan begitu saja, karena proses akumulasi akan tetap terjadi untuk emisi yang terus menerus. Kadar SO2 tertinggi mencapai 16,40 µg/nm 3 di titik pemantauan perempatan depan Brimob, sedangkan yang terendah berada di titik pemantauan perempatan Jejeran dengan konsentrasi 4,13 µg/nm 3. Tingginya konsentrasi SO2 tersebut diindikasikan adanya kepadatan kendaraan bermotor, industri yang menggunakan bahan bakar fosil. b. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwana, tidak berbau dan tidak berasa yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon. Gas tersebut terdiri dari satu atom karbon yang mempunyai ikatan kovalen dengan satu atom oksigen. Adapun hasil pengukuran CO diudara dapat dilihat pada gambar 58. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 55

Parameter CO µg/nm 3 35000,00 30000,00 25000,00 20000,00 15000,00 10000,00 30.000 CO Baku Mutu CO 5000,00 0,00 9,72 7,22 8,33 8,05 2,22 4,16 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran Perempatan Madukismo Gambar 58. Grafik Konsentrasi CO Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diketahui bahwa kandungan CO untuk semua titik pemantauan berada di bawah baku mutu. Konsentrasi tertinggi sebesar 9,72 µg/nm 3 di lokasi titik pantau perempatan Jejeran sedangkan konsentrasi terendah sebesar 4,16 µg/nm 3 di titik pantau perempatan Madukismo. Tingginya konsentrasi CO di perempatan Jejeranmengindikasikan adanya polusi dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Tingginya konsentrasi CO diatas baku mutu dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Gas CO yang terhirup kedalam tubuh menyebabkan pusing, rasa tidak enak pada mata, sakit kepala, dan mual. Hal tesebut diakibatkan oleh gas CO yang terhirup kedalam tubuh masuk kesaluran darah sehingga berikatan dengan hemoglobin dan menggantikan oksigen dalam darah. c. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Gas Nitrogen Oksida (NOx) ada dua macam, yaitu gas Nitrogen Monooksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO 2 ), yang keduanya mempunyai sifat yang sangat berbeda serta sama-sama sangat berbahaya bagi kesehatan.gas NO 2 bila mencemari udara mudah di rasakan baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 56

kemerahan. Wilayah perkotaan yang padat penduduknya biasanya kadar NOx cenderung tinggi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kegiatan/usaha yang menunjang kehidupan seperti transportasi, penggunaan generator pembangkit liatrik, pembuangan sampah dan sebagainya. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) yang ada di udara ambient yang terhirup manusia, dapat menyebabkan kerusakan paruparu.setelah bereaksi dengan atmospher, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang sangat halus yang dapat menembus bagian dalam paru-paru. Selain itu, zat ini jika bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dengan sempurna ataupun hidro karbon lain, akan membentuk Ozon rendah atau Smog kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia. Hasil pengukuran NO 2 di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar 59. Parameter NO 2 450,00 400,00 350,00 400 NO2 µg/nm 3 300,00 250,00 200,00 150,00 Baku Mutu NO2 100,00 50,00 24,20 40,10 40,90 22,30 17,70 32,60 0,00 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Perempatan Klodran Perempatan Madukismo Lokasi Sampel Gambar 59. Grafik Konsentrasi NO 2 Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diketahui bahwa kandungan NO 2 untuk semua titik pemantauan berada di bawah baku mutu. Konsentrasi tertinggi sebesar 40,90 µg/nm 3 di lokasi Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 57

titik pantau perempatan Ketandan, Jalan Wonosari sedangkan konsentrasi terendah sebesar 17,70 µg/nm 3 di titik pantau perempatan Klodran, jalan Bantul. Tingginya konsentrasi NO 2 di perempatan Ketandan diindikasikan adanya polusi dari kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. d. Timbal (pb) Timbal (Pb) merupakan logam berat yang berwarna kebiru - biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh 327,5 C pada tekanan atmosphere. Sumber utama pencemaran udara dari Pb yaitu asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung timbal, bahkan dapat mencemari makanan yang dijajakan di pinggir-pinggir jalan secara terbuka. Udara yang tercemar timbal berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan pada saluran pernafasan. Pencemaran Pb akibat pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya, karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor. Hasil pengukuran Pb di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar 60. Parameter Pb 2,50 µg/nm3 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1,07 Perempatan Jejeran 1,48 Pertigaan Pasar Piyungan 1,57 Perempatan ketandan 1,42 1,29 Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel 0,00 Perempatan Perempatan Klodran Madukismo 2 Pb Bak u Mut u Pb Gambar 60. Grafik Konsentrasi Timbal (Pb) Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 58

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi Pb di 6 (enam) titik pantau masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Pb tertinggi sebesar 1,57 µg/nm 3 berada di titik pemantauan perempatanketandan, dandi lokasi perempatan Madukismo tidak ditemukan adanya timbal. Tingginya konsentrasi Timah (Pb) diindikasikan tingginya polutan yang berasal dari asap kendaraan bermotor di lokasi tersebut. Polutan Pb memberikan dampak terhadap kesehatan manusia terutama pada gangguan pertumbuhan anak. Timbal ( Pb) mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelegensia, merusak fungsi organ ginjal, system syaraf dan reproduksi selain itu juga meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Selain itu, gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugus sulfidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat produksi haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah yang besar yang dapat menimbulkan sakit perut, muntah dan diare. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, kontipasi, lelah, sakit kepala, anemia. Pada ibu hamil, kelumpuhan anggota badan dan gangguan penglihatan. e. Ozon (O 3 ), PM 10, dan PM 2,5 Berdasarkan hasil pengukuran udara ambient untuk parameterparameter Ozon, PM 10, dan PM 2,5 di seluruh titik pemantauan konsentrasinya masih dibawah baku mutu udara ambient. Konsentrasi tertinggi untuk parameter Ozon sebesar 34,60 µg/nm 3 di perempatan Klodran, jalan Bantul dan konsentrasi terendah di titik pantau perempatan Madukismo, jalan Ringroad selatan sebesar 8,16 µg/nm 3. Sedangkan untuk parameter PM10, konsentrasi tertinggi di titik pantau perempatan Ketandan, jalan Wonosari sebesar 43,80 Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 59

µg/nm 3 dan terendah 28,60 µg/nm 3 di titik pantau Klodran, jalan Bantul. Konsentrasi tertinggi untuk parameter PM 2,5 sebesar 49,90 µg/nm 3 di titik pantau Klodran, jalan Bantul dan terendah 32 µg/nm 3 di titik pantau perempatan Jejeran, jalan imogiri timur. f. TSP (Partikel) Partikel dapat berupa debu padat atau titik-titik cair, dapat bersifat primer atau sekunder. Sumber partikel selain dari proses alam juga oleh aktivitas manusia seperti peleburan, pembakaran tidak sempurna, transportasi dan kegiatan industri. Bergeraknya partikel di udara dipengaruhi oleh tenaga dari luar seperti angin, hujan, tenaga bertahan dan tenaga interaksi. Partikel-partikel yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu bahan organik dan bahan anorganik. Hasil pengukuran konsentrasi partikel (TSP) di 6 (en am) titik pemantauan dapat dilihat pada gambar 61. Parameter TSP µg/nm 3 1800,00 1600,00 1400,00 1200,00 1000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 0,00 143,00 1695,00 309,00 111,00 127,00 517,00 230 TSP Baku Mutu TSP Lokasi Sampel Gambar 61. Grafik Konsentrasi Partikel (TSP) Hasil pengukuran parameter partikel di 6 (enam) titik pantau menunjukkan di beberapa titik telah melampaui baku mutu udara ambient (230 µg/nm 3 ). Titik pantau yang telah melampaui baku Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 60

mutu adalah pertigaan pasar Piyungan, Perempatan Ketandan, dan Perempatan Madukismo. Konsentrasi tertinggi ada di titik pantau perempatan pasar Piyungan, jalan Wonosari sebesar 1.695 µg/nm 3.Konsentrasi terendah TSP sebesar 111 µg/nm 3 di perempatan depan Brimob, jalan Imogiri Timur. D.1.2. Tren Kualitas Udara Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencemaran udara, dilakukan analisis tren udara selama lima tahun berturut-turut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas udara ambient untuk beberapa parameter daritahun 2010 sampai 2013. a. Parameter Partikel (TSP) Hasil pengukuran parameter partikel (TSP) di 6 (enam) titik pantau selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 62. Grafik Tren TSP 1800,00 1600,00 1400,00 Konsentrasi µg/nm 3 1200,00 1000,00 800,00 600,00 2014 2013 2012 2011 400,00 200,00 230 0,00 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran Perempatan Madukismo, Gambar 62. Grafik Tren konsentrasi Partikel (TSP) Berdasarkan grafik tersebut diatas, konsentrasi parameter TSP selama lima tahun terakhir besarnya fluktuatif. Tahun 2010, hasil analisa laboratorium menunjukkan 3 titik pantau melampaui baku mutu. Tahun 2011, kondisi udara ambient memburuk menjadi 5 titik Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 61

pantau yang melebihi baku mutu. Tahun 2012, kondisi udara ambient membaik, diperlihatkan dengan menurunnya titik pantau yang melebihi baku mutu menjadi 2 titik pantau. Di tahun 2013, kondisi udara ambient baik karena ke enam titik pantau berada dibawah baku mutu tetapi di tahun 2014, kondisi udara memburuk ditandai dengan 3 titik pantau berada diatas ambang batas. Dalam kurun waktu lima tahun konsentrasi tertinggi ada di titik pantau pertigaan pasar Piyungan, jalan Wonosari pada tahun 2014 sebesar 1.695 µg/nm 3. Konsentrasi terendah selama lima tahun terakhir pada tahun 2013 di titik pantau perempatan ketandan, jalan wonosari dengan nilai sebesar 27 µg/nm 3. b. Parameter Timbal (Pb) Hasil pengukuran parameter Timah (Pb) di 6 (enam) titik pantau selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 63. Grafik Tren Timbal 2,50 2014 Konsentrasi µg/nm 3 2,00 1,50 1,00 0,50 2013 2010 2011 2012 0,00 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran Perempatan Madukismo, baku mutu Gambar 63. Grafik Tren konsentrasi Timah(Pb) Berdasarkan grafik tersebut diatas, secara keseluruhan konsentrasi parameter Pb selama lima tahun terakhir masih Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 62

dibawah baku mutu. Selama lima tahun tersebut konsentrasi tertinggi secara keseluruhan terjadi pada tahun 2014. Jika kita lihat lebih lanjut di titik pantau perempatan jejeran, jalan imogiri timur, konsentrasi Pb naikdari tahun 2010 sampai 2014 sebesar 0,25 µg/nm 3 meskipun pada tahun 2011merupakan konsentrasi Pb terendah. Selanjutnya pertigaan pasar piyungan dan perempatan ketandan, dari tahun 2010 sampai 2014 konsentrasi timbal naik sebesar 0,88 µg/nm 3. Konsentrasi terendah pada tahun 2011 untuk titik pantau pasar Piyungan dan pada tahun 2013 di titik pantau perempatan Ketandan. Perempatan depan brimob, jalan imogiri timur, naik sebesar 0,6 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah terjadi pada tahun 2011. Perempatan klodran, jalan bantul, terjadi kenaikan sebesar 0,58 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah terendah terjadi pada tahun 2013. Perempatan madukismo, jalan ringroad selatan, terjadi penurunan sebesar 0,83 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah pada tahun 2014. Gambar 64. Lokasi sampling udara ambient Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 63

D.2 Kualitas Air Hujan Pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya udara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga ph air akan berada di bawah rata-rata. Batas rata-rata ph air hujan adalah 5,6, merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WHO. Apabila ph air hujan dibawah 5,6 maka hujan bersifat asam atau disebut dengan hujan asam. Dampak hujan asam dapat mengikis bangunan/gedung-gedung, atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota-biota di danau-danau dan aliran sungai. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air hujan yang dilakukan laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, ph air hujan cenderung basa berkisar antara 6,18-7,46. Hal tersebut menandakan pencemaran udara akibat emisi Sox dan Nox masih rendah. Untuk parameter DHL, besarnya berkisar 15,89-261 µmhos/cm. Konsentrasi amonia kadarnya berkisar 0,0004-0,125 mg/l (Tabel SD-24). E. LAUT, PESISIR, DAN PANTAI E.1 Kondisi Pesisir dan Pantai Kabupaten Bantul yang berlokasi di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kawasan pantai dengan panjang garis pantai ± 12 km memanjang dari kawasan obyek wisata Parangtritis ke barat sampai obyek wisata Pandansimo. Di Kabupaten Bantul terdapat enam desa pesisir yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Desa Poncosari dan Desa Trimurti (Kec. Srandakan), Desa Gadingsari dan Desa Srigading (Kec. Sanden) serta Desa Parangtritis dan Desa Tirtoharjo (Kec. Kretek). Pantai di daerah Bantul memiliki ciri berpasir, relatif landai dan terdapat gumuk pasir dengan tipe Barchan (bulan sabit). Di pantai Parangtritis terdapat sekitar 190 bentukan gumuk pasir bentuk Barchan, Longitudinal, Parabolic dan Sisir. Masing-masing bentuk tersebut Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 64

mempunyai cara dan faktor pengontrol pembentukan yang berbeda. Bentuk parabolik dan sisir dipengaruhi oleh vegetasi yang memotong arah angin, sehingga kecepatan angin di belakang vegetasi kurang. Bentuk Barchan dan longitudinal dipengaruhi oleh aktivitas angin, yang bertiup keras. Barchan mempunyai proses pembentukan yang menarik. Mulanya terbentuk gumuk pasir longitudinal yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah angin, berikutnya tubuh gumuk pasir semakin tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perputaran air di belakang gumuk, yang menyebabkan terjadinya penggerusan di belakang gumuk. Penggerusan yang semakin luas menjadikan penggerusan semakin intensif, sehingga dimensi lebar seimbang dengan dimensi panjang. Gumuk pasir Parangtritis dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pasif dan aktif. Gumuk pasir aktif menempati sisi timur, disini proses pembentukan gumuk pasir longitudinal dan Barchan oleh aktivitas angin yang bertiup kuat dapat diamati dan dipelajari dengan baik. Gumuk pasir pasif menempati sisi barat dan selatan sampai muara kali Opak. Secara global, gumuk pasir merupakan lahan bentukan yang terjadi karena proses angin. Gumuk pasir yang ada di Pantai selatan tidak dijumpai di wilayah Indonesia yang lain dan merupakan keajaiban dunia. Keberadaan gumuk pasir ini dapat menghalangi gelombang pasang maupun tsunami. Untuk itu keberadaan gumuk pasir harus dijaga dari kegiatan-kegiatan yang dapat merusak seperti pengambilan pasir pantai untuk pembangunan. Ditinjau dari aspek ekonomi, secara umum kawasan pesisir Kabupaten Bantul menunjukkan kondisi cukup baik. Prasarana dan sarana transportasi berupa jalan dan kendaraan telah berkembang dengan baik, jalan pedesaan pesisir telah diaspal. Masyarakat pesisir rata-rata berprofesi sebagai nelayan dan juga petani. Hal tersebut dilakukan disela-sela musin tanam atau cuaca di laut sedang tidak baik untuk berlayar. Pemanfaatan lahan pesisir beragam, lahan pantai disamping dimanfaatkan sebagai area pertambakan udang juga dimanfaatkan sebagai tempat peternakan dan penanaman tanaman produktif. Pemanfaatan lahan untuk peternakan di samping mengoptimalkan lahan yang ada, juga Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 65

sebagai upaya menjaga kondisi lingkungan yang baik. Selain itu hasil limbah kotoran ternak tersebut dapat dipakai untuk pupuk organik yang diperlukan dalam pertanian. Di kawasan pesisir telah dibangun fasilitas irigasi lahan kering berupa embung dan sumur-sumur renteng yang dilengkapi dengan pompa air. Konservasi lahan pesisir di Kecamatan Sanden, Kretek dan Srandakan dilaksanakan dalam bentuk penanaman tanaman keras yang difungsikan sebagai wind barrier. Jenis-jenis tanaman keras yang ditanam disesuaikan dengan struktur tanah berpasir, yaitu pandan duri, cemara udang, ketapang, sengon, kleresede dan lain-lain.selain membuat indah dan sejuk di kawasan pesisir, upaya ini sangat bermanfaat sebagai perlindungan terhadap pertanian lahan kering yang ada serta memberikan perlindungan terhadap satwa liar terutama jenis-jenis burung. Selain itu juga ditanam tanaman semusim (sayur -sayuran) seperti ubi jalar, bawang merah, cabai dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan sebagai mata pencarian tambahan penduduk diwilayah pesisir selain sebagai nelayan dan juga dikarenakan wilayah pesisir pantai selatan tidak terdapat padang lamun. Dan laut di wilayah kabupaten Bantul tidak terdapat terumbu karang. Dukungan masyarakat pesisir terhadap upaya konservasi lahan pesisir sangat besar. Ini dibuktikan oleh pemuda-pemudi Baros, Desa Tirtoharjo, kecamatan Kretek yang menanam bakau di lahan seluas 4 Ha dari 25 Ha lahan pengembangan untuk tanaman bakau, prosentase tutupan mencapai 16% dengan kerapatan pohon 500 pohon/ha dan Forum kumunikasi Pemuda Pemudi Rejosari di Srigading, Sanden dengan luasan penanaman 0,1 Ha (Tabel SD-21). Tujuan dari penanaman bakau ini juga mencegahterjangan gelombang pasang atau tsunami. Bentuk konservasi lain yang ada adalah upaya pelestarian penyu yang dilaksanakan di pantai Samas, oleh Forum Komunikasi Penyu Bantul, Pandansimo dan Pantai Baru oleh Kelompok Peduli Penyu Pandansimo, Pantai Pelangi oleh Kelompok Konservasi Penyu Mancingan dan Kuwaru oleh Mina Raharja. Jenis kegiatan pelestarian ini adalah penjagaan telurtelur penyu yang ada di pantai sampai menetas. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan tukik (anak pe nyu) di tempat pemeliharaan yang dibangun Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 66

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY. Kegiatan pelestarian penyu di kawasan Kabupaten Bantul dilaksanakan oleh kelompok pelestari penyu. Masyarakat sudah menyadari tentang arti konservasi penyu sebagai satwa yang dilindungi, sehingga masyarakat yang berada di pesisir tidak menangkap penyu tersebut untuk diperjual belikan. Kelompok masyarakat tersebut juga melakukan pengamanan tempat bertelur dan melakukan pemeliharaan sampai telur-telur menetas dan siap untuk dilepas ke laut. Proses pelepasan tukik ke laut telah dikemas menjadi ajang wisata pendidikan di pantai selatan. E.2 Kulitas Air laut Pemanfaatan wilayah pesisir dan pantai untuk kegiatan pariwisata alam menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat. Pembangunan fasilitas pendukung seperti penginapan, atraksi-atraksi wisata, rumah makan dan lain-lain. Mengingat banyaknya kegiatan di kawasan pesisir tersebut maka banyak pula limbah yang dihasilkan, baik limbah wisatawan, hotel, rumah makan juga limbah rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut apabila tidak ditangani dengan benar dikhawatirkan terjadi pencemaran di kawasan pantai.untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran yang terjadi, perlu dilakukan pengujian kualitas air laut. Pengujian dilakukan di dua titik, yaitu di pantai Kuwaru dan Parangtritis karena lokasi tersebut ramai pengunjung dan ada kegiatan lain seperti tempat pelelangan ikan, rumah makan dan lain-lain. Dari hasil pemantauan kualitas air laut (SD -17), terdapat beberapa parameter yang melampaui baku mutu berdasarkan Kep. Men LH no. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air biota laut. Parameter tersebut adalah BOD, amonia total, nitrat, phosphat, dan sulfida. Kosentrasi dari masing-masing parameter tersebut untuk titik pantau pantai Kwaru dan Parangtritis, secara berurutan adalah sebagai berikut. Konsentrasi BOD sebesar 12,6 mg/l dan 17,4 mg/l. Konsentrasi amonia total sebesar 5,08 mg/l dan 6,56 mg/l. Konsentrasi nitrat sebesar 3,03 mg/l dan 2,4 mg/l. Konsentrasi phospat sebesar 0,093 mg/l dan 0,008 mg/l. Konsentrasi sulfida sebesar 0,009 mg/l dan 0,01 mg/l. Semua titik pantau Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 67

tersebut memiliki konsentrasi diatas baku mutu kecuali untuk konsentrasi phospat di titik pantau pantai parangtritis. Berikut beberapa gambar konsentrasi parameter yang berada diatas baku mutu. Parameter BOD 20 Konsentrasi (mg/l) 18 16 14 12 10 8 6 17,4 12,6 10 BOD Baku Mutu 4 2 0 P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi Sampel Gambar 65. Grafik konsentrasi BOD Parameter Phospat 0,1 0,09 0,093 0,08 Konsentrasi (mg/l) 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 Phospat 0,02 0,01 0,015 0 0,008 P. Parangtritis Lokasi Sampel P. Kwaru Gambar 66. Grafik konsentrasi Phospat Lebih lanjut, tren konsentrasi BOD dengan rentang waktu 2011-2014 mengalami kenaikkan hingga diatas baku mutu di titik pantau pantai parangtritis maupun di pantai Kwaru sebesar 8,01 mg/l dan 3,98 mg/l, secara berurutan. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 68

Konsentrasi (mg/l) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Grafik Tren BOD P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi Sampel 2014 2013 2012 2011 BOD Gambar 67. Grafik Tren Konsentrasi BOD Sedangkan untuk tren konsentrasi Phospat mengalami penurunan di titik pantau pantai parangtritis dan di pantai Kwaru sebesar 0.0546 mg/l dan 0,0231 mg/l, secara berurutan.dimana penurunan konsentrasi phospat untuk titik pantau pantai parangtritis hingga dibawah baku mutu. 0,6 Grafik Phospat 0,5 Konsentrasi (mg/l) 0,4 0,3 0,2 0,1 2014 2013 2012 2011 Phospat 0 P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi Sampel Gambar 68. Grafik Tren Konsentrasi BOD Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 69

F. IKLIM F.1 Kondisi Iklim Kondisi iklim di Indonesia secara umum dipengaruhi oleh tiga jenis iklim, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas) dan iklim laut. Ketiga jenis iklim tersebut berdampak pada tingginya curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan terjadinya musim kemarau dan musim penghujan. Meskipun begitu, kondisi iklim ditiap wilayah Indonesia berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Letak Kabupaten Bantul yang berada paling selatan dari D.I. Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan samudera hindia menyebabkan tingginya tingkat kelembaban akibat dari iklim laut. Jika dilihat dari dampak jenis iklim musim maka curah hujan di wilayah Kabupaten Bantul lebih rendah dibandingkan dengan wilayah yang terletak lebih ke utara. F.2 Unsur Iklim Curah hujan dan suhu udara merupakan unsur iklim yang saling berkaitan dalam siklus hidrologi.terganggunya proses hidrologi dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Hal tersebut akan berdampak negatif pada kondisi lingkungan. Untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan pemantauan terhadap curah hujan dan suhu udara. Berdasarkan data dari BMKG stasiun geofisika kelas I Yogyakarta, curah hujan di wilayah Kabupaten Bantul berdasarkan 15 (lima belas) stasiun pemantauan (Tabel SD-22). Curah tertinggi mencapai 2.175 mm terjadi di Stasiun pemantauanpajangan, Pajangan pada Bulan Nopember. Sedang curah hujan terendah (kurang dari 0,5 mm) di stasiun Sanden, Sandendan stasiun Dlingo, Dlingo pada bulan Oktober. Untuk unsur iklim suhu udara wilayah Kabupaten Bantul belum mempunyai stasiun pengamatan. Secara umum suhu udara rata-rata terendah terjadi pada saat musim hujan dan suhu tertinggi pada musim kemarau. Namun adanya anomali musim, maka suhu udara juga mengalami peningkatan atau penurunan. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 70

G. BENCANA ALAM Selama tahun 2014di Kabupaten Bantul tercatat telah terjadi bencana kebakaran hutan dan longsor. Pada tahun ini wilayah D.I. Yogyakarta khususnya Kabupaten Bantul terkena dampak akibat letusan gunung kelud. Dampak yang dirasakan di Kabupaten Bantul berupa hujan abu vulkanik. Bencana longsor, kekeringan, banjir, kebakaran hutan dan gempa hampir terjadi tiap tahun. Bencana longsor yang terjadi dikerenakan sebagian wilayah kabupaten Bantul merupakan perbukitan. Dan bencana gempa yang dialami disebabkan kabupaten bantul dilewati oleh sesar Opak yang masih aktif. Pada tahun 2013, berdasarkan pada tabel BA-1 dan BA-2.Tercatat bencana banjir melanda di dua kecamatan yaitu Kretek dan Dlingo. Kerugian materiildiperkirakan mencapai Rp. 11.700.000,- lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 20.523.500,-. Dimana Kecamatan Kretek menderita kerugian materiil sebesar Rp. 8.200.000,- dan Kecamatan Dlingo menderita kerugian sebesar Rp. 3.500.000,-.Kemudian pada tahun tersebut tidak terjadi bencana kekeringan. Kebakaran hutan pada tahun 2014melanda di tiga kecamatan, yaitu kecamatan Imogiri, Piyungan, dan Sewon. Perkiraan total luas lahan yang terbakar sebesar 2,85 Ha. Luas kebakaran lahan tertinggi terdapat di kecamatan Imogiri dengan luas area terbakar 2 Ha. Sedangkan terendah di Kecamatan Piyungan dengan luas 0,05 Ha. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel BA-3. Curah hujan yang tinggi, kondisi lahan dengan jenis tanah liat, lokasi di wilayah yang berada di perbukitan ataupun kurangnya penghijauan menyebabkan terjadinya bencana longsor terjadi hampir setiap tahunnya. Tahun 2014, bencana longsor terjadi di delapan kecamatan yaitu Pundong, Pajangan, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Sewon, dan Sedayu (Tabel BA-4). Korban jiwa akibat bencana tersebut tidak ada. Salah satu bencana alam tanah longsor yang terjadi dalam tahun 2014 seperti pada gambar 69. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 71

Gambar 69. Bencana tanah longsor di Siluk Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 72

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup sumber daya alam serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun didalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia. Ciptaan manusia seperti pemanfaatan lingkungan untuk kesejahteraan manusia berdampak pada lingkungan atau tekanan terhadap lingkungan. Aktivitas manusia yang memberikan tekanan terhadap lingkungan seperti disektor pertanian, perindustrian, pertambangan dan energi, transportasi, dan pariwisata. Aktivitas tersebut menghasilkan produk samping bisa berupa limbah padat, cair, ataupun gas yang akan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan jika tidak dikelola dan dimonitor dengan benar, selanjutnya terjadi penurunan kualitas lingkungan. A. KEPENDUDUKAN A.1 Jumlah, Pertumbuhan & Kepadatan penduduk Luas wilayah administratif Kabupaten Bantul adalah 506,85 km 2 yang dibagi menjadi 17 kecamatan.penyebaran penduduk di Kabupaten Bantul berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantul per semester pertama tahun 2014 dapat dilihat pada tabel DE-1. Jumlah penduduk di Kabupaten Bantul sebanyak912.935jiwa. Terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 4.500 jiwa selama semester pertama tahun 2014, sedangkan dari tahun 2010 telah terjadi penurunan jumlah penduduk sebanyak 27.177 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Banguntapan sebanyak 104.945 jiwa,sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah kecamatan Srandakan sebanyak 31.084jiwa. Penduduk wilayah pesisir (tabel DE-3) meliputi Kecamatan Kretek dan Sanden dengan 2 desa, dan Srandakan dengan 1 desa.jumlah penduduk tertinggi diantara ketiga kecamatan tersebut adalah kecamatan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 73

Srandakansebesar14.544 jiwa dengan jumlah rumah tangga 4.111 KK.Jumlah penduduk tersebut turun sebesar 14.038 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah adalah kecamatan Sandenn sebesar 2.289 (3.841) jiwa dengan jumlah rumah tangga 588 KK, turun sebesar 1.552 jiwa. Tren jumlah penduduk pesisir selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada grafik dibawah. Tren Jumlah Penduduk Pesisir 28.582 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 Jumlah Penduduk (Jiwa)30.000 23.071 10.880 Kretek Sanden Srandakan 2010 2011 2012 Tahun 2013 2014 Grafik 70. Grafik Tren Jumlah Penduduk Pesisir Laju pertumbuhan berdasarkan tabel DE-1 merupakan laju pertumbuhan yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk ditiap kecamatan padaa tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bantul dari tahun 2013 ke tahun 2014 semester pertama adalah -0,49%dan laju pertumbuhan penduduk daritahun 2010 hingga 2014 adalah -3% atau mengalami penurunan jumlah penduduk.kecamatan dengan penurunan pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Dlingo, sebesar - 2,46%. Kecamatan dengan penurunan pertumbuhan penduduk terkecil adalah Kecamatan Bantul, sebesar -0,16%.Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bantul dari tahun 2011-2014 dapat dilihat dari grafik dibawah ini. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 74

Laju Pertumbuhan Penduduk 2011-2014 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 10,00 5,00 0,00-5,00 6,98 7,00-2,78-2,98 2011 2012 2013 2014 Tahun Laju Pertumbuhan Penduduk 2011-2014 (semester I) Grafik 71. Grafik Tren Laju Pertumbuhan Penduduk Kepadatan penduduk kabupaten Bantul sebesar 1..801,194 jiwa/km 2 dengan kepadatan tertinggi di kecamatan Banguntapan sebesar 3.684,867 jiwa/km 2, mengalami penurunan sebesar 17,133 jiwa/km 2 dari tahun sebelumnya.sedangkan kepadatan penduduk terendah sebesar 689,243 jiwa/km 2 di Kecamatan Dlingo, naik sebesar sebesar 4,243 jiwa/km 2 dari tahun sebelumnya. Untuk wilayah sub urban yang meliputi kawasan kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan, tren kepadatan penduduk selama 2010 hingga 2014 semester pertamamengalami penurunan kecuali kecamatan Banguntapan.Di kecamatan Kasihanpenurunan kepadatan penduduk sebesar 384,625 jiwa/km 2 dari 3.382 jiwa/km 2 di tahun 2010. Untuk kecamatan Sewon turun sebesar 218,718 jiwa/km 2 dari 3.740 jiwa/km 2 di tahun 2010. Kecamatan Banguntapan kepadatan penduduknya naik sebesar 22.867 jiwa/km 2 dari 3.662 jiwa/km 2 di tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin per kecamatan (Tabel DE -2),jumlah penduduk laki-lakii di Kabupaten Bantul sebesar 457.828 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 425.107 jiwa. Telah terjadi penurunan jumlah penduduk laki-lak sebanyak 1.357 jiwa dan perempuan sebanyak 30.362 jiwa dari tahun 2013. Kecamatan dengan jumlah penduduk laki-laki tertinggi adalah Banguntapan sebanyak 52.935 jiwa, sedangkan penduduk laki-laki terendah terdapatt di kecamatan Kreteksebesar15.278 jiwa.untuk penduduk Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 75

perempuan,jumlah tertinggi terdapat di kecamatan Banguntapan sebesar 52.010 jiwasedangkan terendah terdapat di kecamatan Srandakaan sebesar 15.577 jiwa. A.2 Jumlah Penduduk menurut Status pendidikan Pendidikan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan suatu daerah dikarenakan kemajuan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduknya. Kabupaten Bantuldengan jumlah penduduk 912.935 jiwa, data semester pertama,dengan status pendidikan penduduknya (tabel DS-1) sebagai berikut. Jumlah penduduk yang tidak bersekolah 202.821 jiwa terdiri dari lakilaki sebanyak 96.613 jiwa dan perempuan 106.209 jiwa. Terjadi penurunan total sebesar 2.165 jiwa dari tahun 2013. Kecamatan dengan jumlah penduduk yang tidak bersekolah terbanyak adalah Kasihan sebesar 10.891 jiwa untuk laki-laki dan 11.770 jiwa untuk perempuan. Kondisi tersebut mengalami kenaikan sebesar 183 jiwa untuk laki-laki dan 35 jiwa untuk perempuan di tahun 2013. Untuk penduduk yang bersekolah sebesar772.657 jiwa dengan jumlah laki-laki 344.120 jiwa dan perempuan 428.537 jiwa. Tingkat pendidikan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Sekolah Dasar dengan jumlah 275.556 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan dengan tingkat pendidikan SD juga tertinggi. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 76

Persentase Penduduk Sekolah vs Tidak Sekolah 0 710.114 (78 %) 202821 (22%) 96.613 (11%) 106.208 (12%) Sekolah Tidak sekolah Laki-laki Tidak Sekolah Perempuan Grafik 72. Grafik Prosentase Peduduk Sekolah vs Tidak Sekolah Lebih lanjut, berdasarkan tabel DS-1, kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SD, laki-laki berjumlah 134.804 jiwa dan perempuan berjumlah 140.752 jiwa.kecamatan dengan kelompok pendidikan SD tertinggi adalah Sewon sebesar 13.062 jiwa untuk laki-laki dan 13.575 jiwa untuk perempuan.kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTP, berjumlah 69.321 jiwa untuk laki-laki dan 65.285 jiwa untuk perempuan. Kecamatan dengan kelompok tersebut tertinggi Di Banguntapan dengan jumlah laki-laki sebesar 7.378 jiwa dan 7.089 jiwa untuk perempuan.kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTA, berjumlah 120.250 jiwa untuk laki-laki dan 105.137 jiwa untuk perempuan. Kecamatan dengan kelompok tersebut tertinggi di Kecamatan Banguntapan dengan jumlah laki-laki sebesar 15.427 jiwa dan perempuan sebesar 13.706 jiwa. Penduduk untuk jenjang diploma sebesar 10.454 jiwa untuk laki-laki dan perempuan sebesar 13.605 jiwa. Untuk jenjang S1, laki-laki sebesar 24.230 jiwa dan perempuan sebesar 22.936 jiwa. Jenjang S2, laki-laki sebesar 2.065 jiwa dan perempuan sebesar 1.153 jiwa. kemudian jenjang S3, laki-laki sebesar 91 jiwa dan perempuan sebesar 31 jiwa. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 77

Jika dilihat penduduk di kabupaten Bantul menyadari penuh pentingnya pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bersekolah masih lebih tinggi dari yang tidak bersekolah. Berbagai upaya untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat telah dilakukan Pemerintah Daerah melalui Dinas/Instansi terkait seperti pemberian beasiswa pelajar berprestasi, dan keluarga kurang mampu, pendidikan lanjutan untuk tenaga guru, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, aula, kantin, taman, KM/WC dan lainlain. Tujuan dari semua itu adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar diperoleh lulusan-lulusan yang bermutu dan mampu bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional. B. PEMUKIMAN pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup yang digunakan sekelompok manusia sebagai tempat tinggal. Pemukiman menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat belindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan pemukiman tersebut antara lain kondisi sosial dan sanitasi lingkungan. B.1 Kondisi Sosial Berdasarkan data dari BKK PPKB jumlah keluarga miskin di Kabupaten bantul tahun 2014 sebesaar 38.051 KK dari 276.366 KK yang ada (Tabel SE -1) atau 13,77%. Kecamatan dengan presentase keluarga miskin tertinggi adalah kecamatan Dlingo.Sebesar 18,45% atau 2.323 KK dari 12.589 KK merupakan rumah tangga miskin. Adapun wilayah dengan persentase rumah tangga miskin terendah adalah kecamatan Pleret sebesar 10, 25% atau1.612 KK dari 15.729 KK merupakan rumah tangga miskin. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 78

Jumlah keluarga miskin terus menurun dimana pada tahun 2010 berjumlah 38.247 KK turun menjadi 38.051 KK atau penurunannya sebesar196 kk. Jika dilihat per wilayah, tren yang terjadi tiap tahun tidak selalu menunjukkan tren penurunan atau fluktuatif. Namun beberapa wilayah menunjukkan tren penurunan tiap tahunnya, yaitu Kecamatan Bambanglipuro, Dlingo, dan Panjangan. Diantara ketiga kecamatan tersebut, Panjangan merupakan wilayah dengan tren penurunan tertinggi, sebesar 305,7 per tahunnya. B.2 Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan merupakan sebuah upaya/usaha dalam pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Upaya yang dilakukan meliputi penyediaan air besih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah. Sanitasi lingkungan berkaitan erat pada perilaku menjaga kebersihan dan kesehatan pada lingkungan tempat kita berada. Sanitasi lingkungan bertujuan untuk mencegah diri sendiri maupun lingkungan untuk bersentuhan langsung dengan kotoran atau bahan buangan/limbah lainnya. Pemerintah Kabupaten Bantul dalam hal usaha meningkatkan sanitasi lingkungan telah membangun sejumlah sarana maupun prasarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. 1. Air Bersih Untuk menunjang berbagai aktivitas yang terjadi didalam sebuah pemukiman salah satunya adalah air bersih. Ketersediaan akan air bersih sangatlah penting dalam sebuah pemukiman yang sehat. Untuk itu menjaga agar ketersedian air bersih terus ada, salah satunya dengan cara menjaga hutan kita sehingga peresapan air hujan dapat maksimal. Salah satu kegunaan air bersih adalah sebagai air minum. Pemenuhan kebutuhan akan air minum sebagian besar penduduk kabupaten Bantul berasal dari ledeng, sumur, hujan, dan kemasan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 79

(Tabel SE-2). Penggunaan sumber air minum yang paling besar berasal dari sumur dengan jumlah rumah tangga sebanyak 229.696 KK dan diurutan kedua sebanyak 22.760 KK dengan ledeng sebagai sumber air minum. Penggunaan sumur sebagai sumber air minum dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2010 sebanyak 169.226 KK menjadi 229.696 KK ditahun 2014 atau mengalami peningkatan sebesar 35,73%.Kecamatan Banguntapan merupakan pengguna tertinggi, sebesar 30.602 KK. Sedangkan terendah di kecamatan Dlingo sebesar 5.003 KK. Untuk penggunaan ledeng sebagai sumber air minum, ditahun 2010 sebanyak 15.379 KK naik menjadi 22.760 KK pada tahun 2014mengalami peningkatan sebesar 48%. Pengguna ledeng tertinggi di kecamatan Panjangan sebanyak 5.001 KK sedangkan terendah di kecamatan Kretek sebanyak 46 KK. Penggunaan air hujan sebagai sumber air minum terbesar terdapat di kecamatan Piyungan sebanyak 1.096 KK, terendah di kecamatan Srandakan sebanyak 6 KK. 2. Limbah Rumah Tangga Salah satu dari upaya sanitasi lingkungan adalah pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia. Limbah kotoran manusia merupakan hasil ekskresi manusia berupa tinja dan urine. Dan merupakan media kultur yang baik bagi pertumbuhan beberapa spesies mikroba baik yang patogen maupun non patogen. Oleh sebab itu penangan limbah tersebut harus dilaksanakan baik secara pribadi maupun kelompk. Penangan limbah secara kelompok dilakukan dengan cara pembangunan IPAL komunal seperti di Pendowoharjo kecamatan Sewon. Meskipun IPAL tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat yang disebabkan oleh faktor kemiringan tanah. Namun pemerintah kabupaten Bantul mengambil kebijakan bahwa setiap pengembang rumah yang lokasinya berdekatan dengan jaringan limbah harus menyalurkan limbahnya melalui jaringan terpusat (IPAL Sewon). Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 80

Pembangunan fasilitas tempat buang air besar merupakan sarana penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Fasilitas tersebut meliputi pembuatan jamban sendiri, bersama maupun umum seperti pada tabel SP-8. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah rumah yang memiliki tempat buang air besar sendiri pada tahun 2014 mencapai 281.380 rumah tangga.kemudian rumah tangga yang tidak mempunyai jamban sebesar 2.678 rumah tangga. Kecamatan Sewonmerupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri dengan jumlah rumah tangga sebesar52.995rumah tanggasedangkan terendah di kecamatan Kretek sebanyak 7.881rumah tangga. Untuk tempat buang air besar bersama berjumlah 2.165 rumah tangga.sedangkan fasilitas tempat buang air besar umum dikabupaten Bantul tidak ada.jumlah Masyarakat yang tidak mempunyai tempat buang air besar berjumlah 2.678 rumah tangga, tertinggi di Kecamatan Jetis yang mencapai 641rumah tangga dan terendah di Kecamatan Sanden yang mencapai 24rumah tangga. 3. Sampah Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan sampah yang dihasilkan meningkat juga. Untuk itu upaya peningkatan pengelolan sampah terus dilakukan dari tahun ke tahun sehingga sampah yang dihasilkan penduduk tidak menjadi beban lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Cara-cara pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat adalah diangkut, penimbunan, dibakar, dibuang ke kali atau lainnya. Di kabupaten Bantul ada sebagian masyarakat yang telah mengelola sampah dengan prinsip 3R dan membentuk jejaring sampah mandiri yang terdiri dari beberapa kelompok pengelola sampah berbasis masyarakat dari beberapa wilayah Kecamatan.Dan berdasarkan data pada tabel SP-9perkiraan jumlah timbulan sampah per hari dengan asumsi satu orang menghasilkan 0,0025 m 3 /hari. Jumlah sampah yang dihasilkan per hari di 17 kecamatan sebesar 2.282,3375 m 3 /hari. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 81

Penghasil sampah terbesar ada di kecamatan Piyungan sebesar 262,3625 m 3 /hari. Dan terendah sebesar 77,7100m 3 /hari terdapat di kecamatan Srandakan. Tingginya timbulan sampah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan penduduk yang tinggi dan peningkatan aktivitas serta belum semua pihak mempunyai kemampuan maupun kemauan dalam mengelola sampah dengan prinsip 3R. Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2014 timbulan sampah yang terjadi tiap tahunnya meningkat dengan kenaikan ratarata sebesar 28,0595 m 3 /hari meskipun pada tahun 2014 tidak terjad kenaikkan timbulan sampah. Seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini. Timbulan Sampah 2600 Timbulan Sampah m 3 /hari 2500 2400 2300 2200 2100 2000 2142,04 2190,46 2526,6725 2282,3375 2.282,3375Timbulan Sampah 1900 2010 2011 Tahun 2012 2013 2014 Gambar 72. Grafik Tren Timbulan Sampah Peningkatan volume sampah rumah tangga maupun industri tidak dapat dihindarkan lagi. Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait menyediakan TPS sebanyak 110 dan kontainer sebanyak 21 buah yang tersebar di berbagai tempat seperti komplek perkantoran, pemukiman, pasar, sekolah dan lain sebagainya untuk kemudian diangkut ke TPA Piyungan yang merupakan kerjasama dari pemerintah kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul (Sekber Kertamantul). Upaya meningkatkan perilaku masyarakat agar terlibat dalam penanganan sampah dilakukan melalui bantuan sarana-prasarana Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 82

penelolaan sampah seperti di sekolah, pemukiman, kelompok pengelola sampah, perkantoran dan tempat-tempat umum dan lain-lain untuk menurunkan volume sampah yang dibuang di TPA (Tempat pemrosesan Akhir) C. KESEHATAN C.1 Kondisi Penyakit di Bantul Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten Bantul (Tabel DS- 2) pada tahun 2013 ada 99.868 jiwayang menderita penyakit, meningkat sebesar 49.230 jiwa dari tahun 2012. Penyakit yang dialami oleh masyarakat sebanyak 13 jenis penyakit. Lima terbesar penyakit yang diderita masyarakat adalah Hipertensi esensial, diare dan gastroenteritis, Nasofaringtis akut (common cold), Myalgia dan Dyspepsia. Jumlah penderita dan prosentase terhadap total penderita untuk lima besar penyakit yang menyerang masyarakat adalah Hipertensi esensial sebesar 6.069 jiwa atau 34,15%, diare dan gastroenteritis 7.939 jiwa atau 7,95%, Nasofaringtis akut (common cold) 34.102 jiwa atau 34,15%, Myalgia sebesar 13.573 jiwa atau 13,59% dan Asma sebesar 3.136 jiwa atau 3,14%. C.2 Limbah Kesehatan Kategori limbah medis adalah limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah kimia, dan radioaktif. Limbah medis juga dapat dikategorikan berdasarkan potensi bahaya yang terkandung didalamnya, yaitu limbah B3 dan non B3 dan berdasarkan bentuknya (cair dan padat). Berdasarkan data yang diperoleh (SP-10), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati yang mana merupakan rumah sakit tipe B menghasilkan volume limbah padat B3 sebesar 15.347,3 kg/hari dan limbah cair B3 sebesar 68,7853 m 3 /hari. Rumah sakit ummi khasanah, rumah sakit tipe C menghasilkan limbah untuk golongan non-b3 sebesar 10,8633 kg/hari untuk limbah padat dan 3,4110 m 3 /hari untuk limbah cair. Sedangkan untuk limbah B3, menghasilkan limbah padat sebesar 2,6403 Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 83

kg/hari. Rumah sakit Santa Elisabeth, rumah sakit tipe C menghasilkan limbah padat B3 sebesar 64,98 kg/hari dan limbah cair sebesar 0,0667 m3/hari. Volume limbah yang dihasilkan tersebuttergantung dari jumlah dan penggunaan bahan-bahan yang dipakai. Limbah-limbah tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan terhadap kesehatan. Dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya infeksi silang, gangguan kesehatan akibat kontak langsung dengan limbah tersebut maupun tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar rumah sakit dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh senyawa kimia seperti desifektan, senyawa nitrat dan logam nutrient tertentu. Rumah sakit-rumah sakit tersebut telah mempunyai Instalasi Pengolah Limbah cair sendiri seperti RSKIA Ummi Khasanah menggunakan proses Reaktor kombinasi anaerobik-aerobik yaitu suatu proses biologis dimana mikroorganisme berperan menguraikan polutan dalam air limbah sehingga jumlahnya akan semakin bertambah dan berakumulasi di dalam IPAL. D. PERTANIAN D.1 Lahan dan Produksi Sawah Pemanfaatan lahan untuk pertanian atau sawah di kabupaten Bantul sebesar 15.996,4498 Ha dengan frekuensi penanaman 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dalam setahun. Pernerapan pola tanam tersebut tergantung lokasi wilayah. Wilayah-wilayah yang menerapkan pola tanam setahun sekali biasanya perbukitan atau daerah yang hanya mengandalkan curah hujan, sedangkan yang dua kali atau 3 kali setahun sudah memanfaakan jaringan irigasi. Berdasarkan data SE-7, untuk frekuensi penanaman satu kali setahun sebesar 1.840 Ha dengan luas terbesar di kecamatan Dlingo dengan luas 1.095 Ha. Penanaman dengan frekuensi dua kali setahun sebesar 6.319 Ha, luas terbesar berada di kecamatan Jetis dengan luas lahan 1.141 Ha. Dan dengan frekuensi tiga kali setahun luas lahan sebesar Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 84

4.190 Ha, kecamatan dengan luas tertinggi adalah Bantul dengan luas 610 Ha. Dari pola tanam tersebut diproduksi padi sebanyak 1.070,15 ton. D.2 Lahan dan Produksi Perkebunan Lahan perkebunan di kabupaten bantul berupa lahan perkebunan rakyat. Lahan perkebunan tersebut ditanami berbagai jenis tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, coklat, cengkeh, tebu, tembakau, jarak, kapuk, dan jambu mete (tabel SE-3). Luasan lahan yang di tanami tanaman tersebut sebesar 13.774,77 Ha. Luas lahan perkebunan terluas ditanami dengan jenis tanaman kelapa dengan luas sebesar 10.575,16 Ha dengan hasil produksi sebanyak 7.432,60 ton (data produksi per Oktober). Peringkat kedua, merupakan perkebunan jambu mete dengan luas lahan 1.924,90 Ha,dengan hasil produksi sebanyak 0,16 ton. Peringkat ketiga, perkebunan tebu dengan luas lahan 925,29 Ha. Dan yang terendah adalah perkebunan kapuk dengan luas lahan 9,50 Ha dengan hasil produksi sebesar 0,16 ton. D.3 Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia Pertanian Peningkatan produksi pada lahan pertanian menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk maupun pestisida. Pupuk-pupuk sintetis lebih menunjukkan hasil di bandingkan penggunaan pupuk organik. Akan tetapi jika penggunaan pupuk sintetis melebihi dari yang dibutuhkan akan menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan dapat menyebabkan pencemaran. Jenis-jenis pupuk sintetis adalah urea, SP.36, ZA dan NPK. Besarnya penggunaan pupuk tersebut untuk tanaman padi dan palawija berdasarkan data pada Tabel SE-4 adalah urea sebesar 8.175,6 ton, SP.36 total penggunaan sebesar 868,56 ton, ZA dengan total penggunaan sebesar 2.443,56 ton, dan pupuk NPK dengan total penggunaan sebesar 4.981,51 ton. Selanjutnya penggunaan pupuk organik sebesar 2.439,29 ton. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 85

D.4 Perubahan Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian Meningkatnya jumlah penduduk saat ini khususnya Kabupaten Bantul dan pesatnya pembangunan, meningkat pula kebutuhan sarana maupun prasarana seperti rumah tinggal, gedung sekolah, industri, hotel dan lain-lain sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat pula. Mengingat kondisi lahan yang paling banyak adalah lahan pertanian baik sawah maupun kebun, maka untuk mencukupi kebutuhan lahan tersebut dipenuhi dengan menggunakan lahan pertanian. Penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi di Kabupaten Bantul dari tahun 2010 sampai tahun 2013mengalami peningkatan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian meliputi pemukiman, industri, rumah sakit, toko, gudang, pendidikan dan lain-lain. Total luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian menurun, pada tahun 2010 sebesar 56,90Ha menjadi 33,69Haditahun 2013(Tabel SE-5). Dari beberapa jenis penggunaan lahan non pertanian tersebut yang terbesar untuk keperluan lain-lain sebesar 10,66 Ha dan paling sedikit untuk industri sebesar0,56 Ha. Dampak dari perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah berkurangnya lahan pertanian tanaman pangan. Jika ditinjau dari aspek pertanian, meskipun terjadi perubahan penggunaan lahan sawah namun luas lahan pertanian yang ada masih mampu untuk mencukupi kebutuhan dan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Namun demikian alih fungsi lahan tersebut harus dikendalikan secara ketat agar tidak mengancam potensi pertanian dan ketersediaan bahan pangan yang apa bila tidak ditangani secara serius dapat mengakibatkan kurangnya stok pangan. Selain itu alih fungsi lahan berdampak menurunnya daerah resapan air karena dipenuhi bangunan serta berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai sumber penyuplai oksigen dan menurunkan efek gas rumah kaca. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 86

D.5 Peternakan Usaha peternakan di kabupaten Bantul meliputi peternakan hewan ternak dan unggas. Peternakan hewan ternak meliputi ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba dan babi. Dan peternakan unggas meliputi ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, itik. Secara umum, peternak hewan sapi perah terdapat di 11 kecamatan, sapi potong, kambing dan domba di 17 kecamatan, kerbau di 15 kecamatan, dan babi di 9 kecamatan (Tabel SE-8). Sedangkan untuk peternakan unggas, peternak ayam petelur terdapat di 13 kecamatan. Dan peternak lainnya terdapat di seluruh kecamatan kabupaten Bantul (Tabel SE-9). Jenis hewan ternak terbesar adalah kambing dengan jumlah ternak sebanyak 83.535 ekor. Posisi kedua terbanyak adalah domba dengan jumlah 60.707 ekor. Sedangkan posisi ketiga terbanyak adalah sapi potong dengan jumlah 52.448 ekor. Dan yang paling sedikit adalah peternakan sapi perah sebanyak 52.448 ekor di kabupaten Bantul. Berikut merupakan kecamatan-kecamatan untuk jumlah ternak terbanyak. Kecamatan banguntapan untuk sapi perah, kerbau, dan kuda dengan jumlah secara berurutan 68 ekor, 56 ekor, dan 608 ekor. Kecamatan Dlingo untuk sapi perah dan kambing dengan jumlah secara berurutan 5.140 ekor dan 15.377 ekor. Kecamatan Imogiri untuk ternak domba berjumlah 9.886 ekor. Kecamatan Kasihan untuk ternak babi berjumlah 3.500 ekor. Untuk jenis ternak unggas kecamatan Pajangan mempunyai peternakan ayam petelur dan ayam pedaging. Jumlah ternak ayam petelur sebesar 413.993 ekor dan ayam pedaging sebesar 275.162 ekor. Kecamatan Kasihan merupakan kecamatan dengan jumlah hewan ternak ayam kampung terbesar dengan jumlah ternak sebesar 82.715 ekor. Untuk hewan ternak itik, kecamatan jetis mempunyai jumlah terbanyak yaitu sebesar 30.002 ekor. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 87

E. INDUSTRI Tekanan terhadap lingkungan dari sektor industri berupa produk samping dari hasil produksi yang tidak mempunyai nilai ekonomis dan sisa hasil dari kegiatan utilitas.berdasarkan karakteristiknya limbah industri dibagi menjadi empat bagian, yaitu limbah cair, padat, gas dan partikel.oleh karena itu untuk mengurangi beban lingkungan maka perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan limbah baik industri skala kecil, menengah maupun besar. Jenis industri yang terdapat di Kabupaten Bantul adalah industri gula, kulit dan tekstil. Pada industri tersebut parameter limbah cair yang dipantau berupa BOD, COD, dan TSS. Untuk mengetahui beban lingkungan dari sektor industri dilakukan pemantauan terhadap limbah yang dihasilkan. Pemantauan dilakukan terhadap limbah cair yang dibuang ke sungai, seperti yang terangkum dalam tabel SP-1. Industri gula dengan kapasitas produksi nyata sebesar 9.479 ton/tahun memberikan beban limbah BOD terhadap sungai sebesar 0,7799 ton/tahun, limbah COD sebesar 2,9860 ton/tahun, limbah TSS sebesar 0,2943 ton/tahun. Industri tekstile dengan kapasitas nyata sebesar 1.118.205,50 ton/tahun memberikan beban limbah BOD sebesar 22,3911 ton/tahun, limbah COD sebesar 51,8753 ton/tahun, dan limbah TSS sebesar 32,15191 ton/tahun. Industri kulit dengan kapasitas nyata sebesar 27,01 ton/tahun memberikan baban limbah BOD sebesar 1,5190 ton/tahun, limbah COD sebesar 3,9870 ton/tahun, dan limbah TSS sebesar 2,9283 ton/tahun. Data tersebut merupakan data per semester pertama. Gambar 73. Salah satu industri Tekstil di. Kab. Bantul Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 88

F. PERTAMBANGAN F.1 Kegiatan Pertambangan Golongan bahan tambang terbagi menjadi 3 jenis, yaitu golongan A yang merupakan barang yang penting bagi petahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah. Golongan B (bahan vital) adalah bahan galian yang dapat menjamin hayat hidup orang banyak, seperti emas, perak, besi dan tembaga. Dan golongan C bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak. (UU No. 11 Tahun 1967) Sumber daya alam di kabupaten Bantul khususnya bahan galian golongan C jumlahnya belimpah yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan seperti seperti Kretek, Pundong, Sewon, Piyungan, Banguntapan, Sedayu dan lain-lain. Sebagian besar bahan galian gol C termasuk bahan galian industri seperti pasir, kerikil, batu, tanah urug. Kegiatan penambangan pada umumnya dilakukan oleh kelompok, perorangan, maupun pihak swasta. Peralatan yang digunakan adalah sederhana seperti perahu bambu, sekop, pacul dan lain-lain dengan teknik yang sederhana, namun ada yang menggunakan peralatan modern seperti Bego khususnya dari pihak swasta. F.2 Jenis-jenis Pertambangan Jenis pertambangan yang terdapat di Kabupaten Bantul terdiri dari tanah urug, batu pasir tuffan, pasir, pasir sungai, lempung dan batu andesit, dan batuan breksi/lempung. Pertambangan dilakukan oleh perusahaan ataupun masyarakat. Berdasarkan Tabel SE-6, ada dua perusahaan yang melakukan pertambangan tanah urug. Perusahaan Sri Mulyono di luasan 12.600.000 Ha dengan kapasitas 857,14 ton/tahun) dan perusahaan Winuryo di luasan 2.257 Ha dengan kapasitas 171,43 ton/tahun. Penambangan batu pasir tuffan dilakukan oleh Suryono di luasan 3.765 Ha dengan kapasitas produksi 514,29 ton/tahun. Penambangan pasir oleh Barokat dan Rovinda Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 89

Deska Putra, di luasan 39.536,51 dengan kapasitas 1.714,29 dan diluasan 31.500 Ha dengan kapasitas 2.057,14 ton/tahun. Penambangan pasir sungai dilakukan oleh tiga perusahaan, yaitu Agung Samiyanto, Surip Budi Prayitno, dan Wijiyono. Luas areal dan kapasitas produksi dari masing-masing perusahaan tersebut secara berurutan adalah 3.000 Ha dengan kapasitas 514,29 ton/tahun, 2.400 Ha dengan kapasitas 857,14 ton/tahun, dan 4.000 dengan kapasitas 342,86 ton/tahun. Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam agar tidak terjadi kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan perlu dilakukan aturan-aturan penambangan yang benar dan ramah lingkungan misalnya melalui kegiatan reklamasi lahan, alih fungsi lahan dan lain-lain. Dampak yang ditimbulkan apabila tidak segera dilakukan reklamasi areal bekas pertambangan adalah kesuburan tanah berkurang, perubahan bentang lahan serta kandungan logam-logam berat yang tinggi. G. ENERGI Tekanan dari sektor energi berupa pemanfaatan energi dalam peranannya mendukung pembangunan yang berkelanjutan, karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hingga saat ini pasokan energi nasional bergantung pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pemanfaatan sumber energi dari fosil menghasilkan produk samping berupa pencemaran udara. Sektor-sektor pemanfaat energi dari fosil antara lain sektor transportasi, industri, dan rumah tangga. Penggunaan energi pada sektor transportasi akan tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan perekonomian nasional. Berdasarkan data dari KPPD DIY di Kabupaten Bantul (Tabel S P-2), jumlah kendaraan bermotor tahun 2014 mencapai 372.182 unit.kendaraan bermotor jenis kendaraan roda dua merupakan jumlah terbesar mencapai 327.331 unit dan terkecil jenis kendaraan bus besar pribadi sebanyak18 unit. Penggunaan bahan bakar Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 90

dalam sektor transportasi terdiri dari premium dan solar. Kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium tahun 2014 mencapai 360.457 unit, sedangkan yang menggunakan solar mencapai 11.725 unit. Premium paling banyak dipegunakan oleh jenis kendaraan roda dua sedangkan solar paling banyak digunakan oleh jenis kendaraan truk besar yang mencapai 10.171 unit. Penggunaan energi pada sektor industri meliputi LPG, minyak bakar, minyak diesel, solar, minyak tanah, gas, batu bara, dan bio massa. Energi tersebut dibutuhkan untuk proses produksi, utilitas (mesin ketel uap), proses packing dan lain-lain.berdasarkan data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul, untuk klasifikasi industri kecil penggunaan LPG sebesar 2.409.000 kg dan biomassa sebesar 197.725 kg (SP -3). Sedangkan keperluan energi untuk rumah tangga seperti LPG, minyak tanah, briket dan kayu bakar belum ada data (SP-4). H. TRANSPORTASI Sektor transportasi memberikan tekanan terhadap lingkungan berupa polusi udara dan kebisingan. Meningkatnya aktivitas masyarakat secara langsung berimbas kepada peningkatan kebutuhan akan transportasi. Peningkatan tersebut berdampak pada jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Polutan seperti gas CO 2 (karbon dioksida) merupakan salah satu dari polutan penyabab efek gas rumah kaca (GRK). Masyarakat Kabupaten Bantul yang sebagian besar bekerja di wilayah perkotaan sehingga membutuhkan tranportasi darat yang cukup besar, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Tekanan terhadap lingkungan bertambah besar ketika musim liburan datang dimana banyak masyarakat dari luar Bantul datang untuk berwisata di obyek-obyek wisata. Tekanan tersebut nampak dengan padatnya jalur-jalur atau ruas jalan yang menghubungkan wilayah kota dengan wilayah Bantul dan/atau obyek wisata di Bantul. Ruas jalan tersebut seperti jalan parangtritis, jalan Bantul dan jalan imogiri timur. Selain untuk kemudahan masyarakat Bantul dan parawisatawan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 91

juga untuk mengurangi tekanan tersebut pemerintahkabupaten Bantul membangun prasarana dan sarana transportasi. Sarana transportasi yang ada di Kabupaten Bantul adalah sarana transportasi darat berupa terminal terminal Palbapang dan terminal Parangtritis dengan klasifikasi terminal golongan C. Luas kawasan untuk terminal parangtritis sebesar 0,375 Ha dan terminal Palbapang sebesar 0,444 Ha. Sedangkan untuk transportasi air dan udara Kabupaten Bantul belum mempunyai. (Tabel SP-5) Selain tekanan dari transportasi, sarana transportasi itu sendiri memberikan tekanan terhadap lingkungan berupa limbah padat meskipun data belum tersedia. I. PARIWISATA I.1 Potensi Wisata Kabupaten Bantul memiliki berbagai obyek wisata yang menarik baik wisata alammaupun petilasan bersejarah. Jumlah obyek wisata yang ada di Kabupaten Bantul tahun 2013 ada 7 lokasi yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan (tabel S P-6). Selain memiliki pemandangan alam yang menawan, banyak obyek wisata yang memiliki nilai spiritual dan mitos bagi masyarakat jawa. Wisata alam pantai selatan masih menjadi tujuan favorit wisatawan. Wisata alam pantai Parangtritis yang terletak di Pantai selatan Bantul memiliki 13 obyek wisata yang berlokasi di sekitarnya. Hamparan pantai yang luas, pemandangan laut yang terbuka, bukit kapur, gumuk pasir yang merupakan satu-satunya di Asia serta peninggalan bersejarah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Selain pantai Parangtritis, pantai Kuwaru dan Goa Cemara juga mempunyai daya tarik tersendiri yaitu indah dan sejuknya pantai yang dipenuhi dengan cemara laut sehingga membentuk Goa. Sedangkan di pantai Kuwaru, terkenal dengan wisata kulinernya karena adanya tempat pelelangan ikan serta sarana prasarana lain. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 92

Obyek wisata alam lainnya adalah goa cerme dan petilasan goa selarong. Goa cerme menghadirkan keindahan sebuah goa yang masih alami. Para wisatawan dapat melakukan caving dan menikmati pemandangan stalaktit dan stalakmit. Dan di petilasan goa selarong yang mana merupakan peninggalan bersejarah bangsa Indonesia. Di komplek goa tersebut pangeran Diponogoro menyusun strategi unuk melawan penjajah. I.2 Kunjungan Wisatawan Kunjungan wisatawan dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikkan tiap tahunnya dengan rata-rata kenaikkan per tahunnya sebesar 80.461 jiwa/tahun. Kenaikkan tertinggi terjadi pada periode waktu 2010-2011 sebesar 410.033 jiwa/tahun sedangkan pada periode 2012-2013 terjadi penurunan kunjungan wisatawan sebesar 212.016 jiwa/tahun. Jumlah wisatawan terbanyak pada tahun 2013 terdapat di obyek wisata pantai parangtritis dengan jumlah pengunjung sebanyak 1.195.625 wisatawan, turun jika dibandingkan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2012 yang berjumlah 1.334.537 wisatawan atau terjadi penurunan sebesar 138.912 wisatawan.sedangkan kunjungan obyek wisata terendah terdapat di goa cerme sebesar 10.818 wisatawan, turun sebesar 10.344 wisatawan dari tahun 20122 yang berjumlah 21.162 wisatawan. Perkembangan kunjungan wisatawan dapat dilihat pada grafik 75. Jumlah Pengunjung (orang) Grafik Kunjungan Wisatawan 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 2010 2011 2012 2013 Tahun Gambar 75. Grafik Tren kunjungan wisata Pengunjung Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 93

I.3 Limbah Sektor Pariwisata Limbah sektor pariwisata antara lain limbah domestik baik dari sarana umum, hotel/penginapan, restoran, pertokoan dan terminal, air bersih dan sampah di kawasan wisata. Limbah yang tidak dikelola secara benar menurunkan kualitas lingkungan di kawasan wisata. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka perlu dilakukan penanganan limbah demestik tersebut. Penanganan limbah domestik yang berupa limbah cair dilakukan dengan membangun saluran air limbah berupa septic tank ataupun membuat IPAL komunal. Sedangkan untuk limbah padat yaitu sampah yang terdiri dari berbagai jenis dikelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. Volume limbah padat (tabel SP -6) di duaobyek wisata tahun 2013 mencapai 6,7m 3 per hari naik sebesar 0,7 m 3 dari tahun 2012 sebesar 6 m 3 /hari. Limbah padat ini terdiri dari sampah organik maupun anorganik yang berasal dari masyarakat sekitar kawasan wisata, wisatawan, pedagang dan lain-lain. Volume limbah padat terbanyak dari dua kawasan tersebut adalah obyek wisata pantai parangtritis yang mencapai 5,7 M 3 /hariturun sebesar 0,3 m 3 dari tahun 2012, dan yang paling kecil 1 M 3 /hari yang juga turun sebesar 1,13 m 3 dari tahun lalu berada dipantai Kwaru. Kegiatan hotel maupun penginapan menghasilkan limbah padat dan cair yang dikelola dengan metode sederhana agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk memperkirakan beban pencemaran limbah cair dan volume limbah padat dari hotel kami melakukan uji laboratorium dengan mengambil sampel di dua hotel, yaitu hotel Tirta Kencana dan Ros- In Hotel. Beban pencemaran di Ros-In hotel yang merupakan hotel bintang 4 menghasilkan limbah cair terhitung untuk BOD sebesar 0,0426 ton/tahun dan COD mencapai 0,0041 ton/tahun. Sedangkan hotel Tirta Kencana merupakan kelas hotel melati memberikan beban limbah cair untuk BOD 0,0028 ton/tahun dan COD 0,0041 ton/tahun. Dengan tertanganinya limbah domestik di kawasan wisata, maupun hotel, pencemaran lingkungan dapat diminimalisir sehingga kebersihan dan kenyamanan terjamin yang menyebabkan wisatawan nyaman berkunjung di Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 94

kawasan tersebut. Hal demikian dapat mendukung jumlah kunjungan wisatawan yang berdampak pada kenaikan retribusi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). J. LIMBAH B3 J.1 Pengelolaan Limbah B3 Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dan dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka panjang yang bertumpu pada pembangunan di bidang industri. Pembangunan dibidang industri tersebut disatu pihak akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain pihak industri juga akan menghasilkan limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut, terdapat limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, limbah B3 adalah sisa suatu usaha yang mengandung bahan berbahaya dan atau bahan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya dapat mencemari dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup. Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Uji karakteristik limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau nudah terbakar atau reaktif, beracun dan infeksi serta korosif. Sedangkan uji toksikologi untuk penentuan nilai akut limbah dan atau kronik limbah. Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan, maka limbah B3 dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Pengelolaan itu meliputi penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan penimbunan hasil pengolahan tersebut. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 95

Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan daur ulang, perolehan kembali dan penggunaan kembali. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 disatu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 dapat ditekan dan dilain pihak akan dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku. J.2 Ijin Penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 Setiap usaha/kegiatan yang menghasilkan ataupun yang mengumpulkan dan menyimpan sementara limbah B3 harus memiliki ijin dari yang berwenang. Di kabupaten Bantul terdapat dua perusahaan yang memiliki ijin pengumpulan, sepuluh perusahaan dengan ijin penyimpanan dimana tiga perusahaan tersebut mempunyai ijin dari kementrian lingkungan hidup sedangkan empat perusahaan mempunyai ijin berdasarkan keputusan Bupati Bantul, satu perusahaan dengan ijin pemanfaatan limbah B3 dengan ijin dari kementrian lingkungan hidup. Perusahaan yang mendapat ijin pengumpulan berdasarkan keputusan menteri lingkungan hudup adalah PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia, PT. Adi Satria Abadi, dan CV. Sidoharjo Energi. Sedangkan ijin penyimpanan yang dikeluarkan oleh berdasarkan keputusan Bupati Bantul adalah PT.Samitex, PT Madubaru, PT. Pertamina (persero) S&D region II Depot, PT. Bintang Alam Semesta, RSUD Panembahan Senopati Kab. Bantul, PT. Indokor Bangun Desa, RS. Nur Hidayah, dan PT. Ameya Livingstyle Indonesia. Untuk ijin pemanfaatan limbah diberikan kepada perusahan PT. Holcim Beton (Batching Plant Bantul), tabel SP-11. J.3 Dampak Lingkungan Limbah B3 Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat d itakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 96

telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar. Untuk industri tekstil, asal limbah sludge dari IPAL yang mengandung logam berat seperti Cd (kadmium), Cr (khrom), Pb (Timbal), Cu(Tembaga), dan As (Arsen). Sedangkan untuk industri elektroplating, asal limbah dari sludge adalah pengolahan dan pencucian, sludge IPAL, pelarut bekas yang mengandung logam berat seperti As, Cd, Cr, Pb, Cu dan lain sebagainya. Pada industri kulit, asal limbah adalah sludge dari IPAL, pelarut bekas, sludge dari proses tanning dan finishing yang mengandung logam berat terutama Pb (Timbal) dan Cr (Khrom). Karena sebagian besar limbah B3 yang berasal dari industri mengandung logam berat, dikhawatirkan membahayakan kesehatan manusia karena logam berat tersebut terakumulasi dalam organ tubuh manusia apabila tidak dilakukan pengelolaan secara benar.salah satu contoh Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistant application). Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steel dan berbagai campuran logam. Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang apabila Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas. Adapun efek pada ginjal, terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis, sedangkan pada hati adalah pemajanan akut Cr yang dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 maka diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan limbah tersebut agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air, udara, maupun tanah. Upaya tersebut dapat berupa kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Peraturan-peraturan. Hal ini juga dilakukan pemerintah kabupaten Bantul dengan penyusunan Peraturan BupatiBantul No. 42 Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 97

tahun 2010 tentang Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan LB3 serta Pengawasan Pemulihan akibat Pencemaran LB3. Gambar 76. Pengelolaan LB3 di salah satu perusahaan di Bantul Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 98

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN A. REHABILITASI LINGKUNGAN Dalam upaya melakukan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten Bantul melalui instansi terkait maupun bekerjasama dengan masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat memperbaiki atau memulikan kembali lingkungan agar dapat berfungsi secara optimal. Pada tahun 2014 berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, telah dilakukan rehabilitasi lahan berupa penghijauan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Imogiri dan Pundong (Tabel UP-1). Sebanyak 3.030 batang pohon disediakan untuk kegiatan tersebut. untuk wilayah Kecamatan Imogiri sebanyak 2.700 batang pohon ditanam diarea seluas 0,675 Ha dankecamatan Pundong sebanyak 330batang pohon ditanam diarea seluas 0,082 Ha. Selain itu kegiatan fisik yang menunjang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan, menjaga sumber daya alam agar persediaannya tidak cepat habis, serta penuranan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Berdasarkan tabel UP-2, beberapa kegiatan yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup seperti pembuatan pupuk kompos dimana kegiatan tersebut bekerjasama dengan masyarakat pasar, pembuatan IPAL Biogas bagi kelompok kandang ternak, IPALpuskesmas, IPAL tahu/tempe, penyediaan sarana dan prasarana persampahan berupa pengadaan komposter, tong sampah, gerobak sampah, mesin pencacah sampah organik, mesin pencacah sampah plastik dan mesin jahit. Kegiatan konservasi sumber daya air dengan melakukan pembangunan sumur resapan dan pembangunan taman hijau. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 99

Gambar 77. Salah satu Pengelolaan lahan kritis di Kec. Dlingo B. Dokumen Lingkungan Pada tahun 2014 ini BLH Kabupaten Bantul mengeluarkan dokumen lingkungan berjenis UKL-UPL dan SPPL. Dokumen UKL-UPL yang telah dibahas dengan dinas/instansi terkait dan rekomendasinya telah keluar sebanyak 35 dokumen. Jenis kegiatan terbanyak untuk dokumen ini adalah kegiatan jasa kesehatan sebanyak 7 dokumen, diikuti kegiatan pembangunan perumahan sebanyak 6 dokumen. Jenis kegiatan yang banyak menggunakan dokumen SPPL adalah Perdagangan kerajinan (Tabel UP-3). Dengan memiliki dokumen lingkungan maka tiap pemilik kegiatan wajib melakukan pengelolan dan pemantauan lingkungan serta wajib melaporkan secara rutin tiap semester. Sedangkan BLH Kabupaten Bantul mempunyai kewajiban melakukan pengawasan terhadap kegiatan/usaha tersebut. Pengawasan tersebut meliputi pelaporan yang dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan dan verifikasi masa berlaku ijin TPS limbah B3 Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan pelaku usaha mematuhi peraturan-peraturan lingkungan hidup yang berlaku dan BLH Kabupaten Bantul dapat memberikan pembinaan terhadap pelaku usaha yang belum memahami betul peraturan-peraturan yang berlaku secara tepat. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 100

C. PENEGAKAN HUKUM Meningkatnya aktivitas pembangunan yang diiringi dengan peningkatan aktivitas manusia menyebabkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah masalah pencemaran maupun kerusakan lingkungan yang terjadi di beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Bantul. Selama tahun 2014, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul menerima 21kasus pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan (Tabel UP-5)yang meliputi : 1. Dugaan pencemaran udara dan kebisingan di Jeruk Legi RT.23 RW.35, Tegal Tandan, Banguntapan. 2. Dugaan pencemaran udara di Bedog, Donotirto, Kretek. 3. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha peternakan di Balong, Seloharjo, Pundong. 4. Dugaan pencemaran udara akibat usaha peternakan ayam petelur di perumahan Ngoto, Bangunharjo, Sewon. 5. Dugaan pencemaran udara akibat usaha peternakan di RT.5, Seloharjo, Pundong. 6. Dugaan pencemaran udara akibat usaha peternakan di RT. 06, Gilangharjo, Pandak. 7. Dugaan perusakan lahan akibat usaha pertambangan di Desa Sitimulyo, Juweni. 8. Dugaan pencemaran udara di PDAM unit Seloharjo. 9. Pencemaran di sungai Bedog yang menyebabkan ikan mati. 10.Gangguan kebauan, penurunan kualitas air sungai dan kebisingan akibat pabrik tahu di Nitipuran, Kasihan. 11.Limbah usaha bakpia di Bakung, Bantul. 12.Gangguan kebauan usaha peternakan kambing di Jl. Arimbi RT. 6 RW. 13 Sokowaten, Bangutapan. 13.Pencemaran air akibat usaha penggilingan rosok di Jurug, Bangunharjo RT. 05, Sewon, Bantul. 14.pencemaran udara akibat usaha kerajinan dari kayu di Trayeman, Pleret. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 101

15.Pencemaran air sumur akibat usaha pengelolaan ikan di Garon, RT.06 Panggungharjo, Sewon. 16.Gangguan kebauan akibat usaha pemotongan ayam dididalam pasar Gabusan. 17.Kerusakan lahan akibat penambangan pasir progo. 18.Pembuangan limbah B3 di sungai Krasak. 19.Gangguan kebauan akibat ternak lele di Manding Dawang RT.01, Sabdodadi. 20.Gangguan kebauan akibat usaha ternak bebek di Bakulan Wetan RT.07, Patalan, Jetis. 21.pencemaran udara akibat usaha kerajinan dari batu. Adapun status pengaduan dari kasus lingkungan tersebut adalah 9 kasus telah selesai, 4 kasus dalam proses penyelesaian, 6 kasus dalam pengawasan, dan 2 kasus menunggu informasi lebih lanjut dari pengadu yang disebabkan kurangnya informasi. Gambar 78. Sosialisasi pengelolaan LB3 untuk UKM Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 102

D. PERAN SERTA MASYARAKAT Peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup dilakukan melalui berbagai macam kegiatan baik secara perorangan maupun dalam suatu wadah organisasi. Berdasarkan data tahun 2014 jumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang masih aktif sebanyak 9 (sembilan) organisasi (UP -6). Sebagian besar dari LSM tersebut bergerak dalam bidang pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Metode pengolahan sampah yang digunakan seperti pembuatan pupuk organik dari sampah organik, pembuatan kerajinan dari sampah anorganik (plastik) dan lain-lain sehingga mewujudkan lingkungan bersih dan sehat serta menambah pendapatan keluarga. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul juga sedang mengembangkan kelompok pengelola sampah pasar dimana kelompok tersebut mengelola sampah organik menjadi kompos. Disamping itu ada pula jenis LSM lainnya seperti kelompok peduli lingkungan yang beranggotakan pedagang kaki lima dan kelompok pecinta lingkungan yang bergerak dibidang konservasi mangrove. Meningkatnya kepedulian masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membuat bermunculnya pelopor-pelopor peduli lingkungan dengan kegiatan yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai penghargaan yang diterima baik di tingkat Daerah, Provinsi maupun Nasional (UP-7). Penghargaan di bidang lingkungan mencakup 4 katagori yakni perintis lingkunga, penyelamat lingkungan, pengabdi lingkungan, dan pembina lingkungan. Penerima penghargaan Kalpataru tingkat Daerah untuk kategori perintis lingkungan adalah Sarjuni dari RT.01 Jambon, Bawuran, Pleret. Kategori pembina lingkungan adalah Bapak Juni Yanto Handoko dari Baros RT. 01, Tirtohargo, Kretek. Kategori pengabdi lingkungan adalah Bapak Lukito, S. PKP dari PPL BPP Imogiri.Kategori penyelamat lingkungan adalah Bapak Jumeno dari Karangploso RT.05, Sitimulyo, Piyungan. Untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang lingkungan hidup dilakukan sosialisasi atau penyuluhan (tabel UP -8). Penyuluhan lingkungan diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat, pelajar, aparat pemerintah, dan perusahaan yang dilaksanakan oleh Badan Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 103

Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul maupun bekerjasama dengan instansi lingkungan hidup propinsi. Materi yang disampaikan meliputi sosialisasi sekolah Adiwiyata dan pondok pesantren berwawasan lingkungan agar lebih banyak sekolah dan pondok pesantren yang berwawasan lingkungan. Materi sosilisasi pemanfaatan kompos kepada masyarakat petani agar kerusakan lahan akibat penggunaan pupuk sintetis dapat dihindari. Materi pengelolaan sampah, manfaat sumur peresapan air hujan serta penggunaan alat biopori dan pengelolaan lingkungan pertambangan agar sumber daya alam tetap terjaga. Kemudian materi tentang kebijakan lingkungan hidup, tata cara pengaduan, penyusunan dokumen lingkungan hidup, dan tentang ijin gangguan agar kondisi lingkungan tetap terjaga. Beberapa jenis kegiatan fisik yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan meliputi pengelolaan sampah rumah tangga, sampah pasar, bank sampah, konservasi lahan berupa penanaman pohon manggrove dan pengeloaan sumberdaya air. Kegiatan tersebut dilaksanakan menggunakan dana dari swadaya masyarakat dan bantuan dari Dinas/Instansi, LSM dan lain-lain. E. KELEMBAGAAN Badan Lingkungan Hidup kabupaten Bantul dalam menjalankan tupoksinyadidukung oleh SDM yang memadai dengan disiplin ilmu yang sesuai dengan bidangnya untuk meningkatkan kinerja institusi lingkungan hidup di daerah. Adapun SDM yang ada pada tahun 2014 berjumlah 41 personel dengan kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 6 orang, S1 sebanyak 25 orang, D3 sebanyak 2 orang, SLTA mencapai 7 orang dan SMP sebanyak 1 orang (UP-11). Adapun disiplin ilmu SDM meliputi Hukum, Kimia, Teknik kimia, Biologi, Teknik Lingkungan, Ekonomi, Sospol.Adapun SDM yang telah mengikuti diklat jabatan fungsional sebanyak 5 orang terdiri dari diklat Pedal sebanyak 3 orang dan diklat pengawas lingkungan sebanyak 2 orang namun belum dilantik (UP-12). Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 104

Dalam rangka pelaksanaan standar pelayanan minimum (SPM),anggaran pada tahun 2014 sebesar Rp. 82.380.000,-. Anggaran tersebut dibagi untuk SPM bidang pelayanan pencegahan pencemaran air dan pelayanan pencegahan pencemaran udara sumber tidak bergerak sebesar Rp. 36.780.000,-. SPM bidang pelayanan informasi kerusakan status kerusakan lahan dan/atau tanah untuk produksi biomassa sebesar Rp. 25.000.000,-. SPM bidang pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat dugaan pencemaran dan/atau peruskan lingkungan hidup sebesar Rp. 20.600.000,-. Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang baik diperlukan ketaatan, ketertiban dan pengawasan. Hal tersebut membutuhkan peraturan/produk hukum tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 32 tahun 2009. Pada tahun 2014 BLH Kabupaten Bantul belum mengeluarkan peraturan-peraturan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Akan tetapi yang telah dilakukan adalah membuat rancangan/draft sebanyak 12 peraturan/keputusan bupati, yaitu : 1. Draft Peraturan Bupati tentang ijin pembuangan limbah. 2. Draft Peraturan Bupati tentang pembentukkan susunan organisasi dan tata kerja laboratorium lingkungan sebagai unit pelaksana teknis BLH Bantul 3. Draft Peraturan Bupati tentang tata cara pengaduan dan penanganan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungam. 4. Draft Keputusan Bupati tentang pembentukkan pos pengaduan lingkungan hidup. 5. Draft pedoman pembentukan pos pengaduan lingkungan hidup. 6. Draft Peraturan Bupati tentang pedoman penggunaan dana jasa penilaian AMDAL dan UKL UPL. 7. Draft Peraturan Bupati tentang SOP pelayanan penilaian AMDAL dan UKL UPL. 8. Draft Keputusan Bupati tentang standar biaya khusus dana jasa penilaian AMDAL dan Pemeriksaan UKL UPL. 9. Draft Keputusan Bupati tentang pelimpahan kewenangan penandatanganan rekomendasi UKL UPL dan penertiban ijin lingkungan. 10. Draft Keputusan Bupati tentang pembentukan komisi penilai AMDAL. 11. Draft Keputusan Bupati tentang pembentukan tim teknis AMDAL. 12. Draft Keputusan Bupati tentang tim teknis UKL UPL. Badan Lingkungan Hidup Kab. Bantul 105

BUKU DATA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-nya Pemerintah Kabupaten Bantul dapat kembali menyampaikan Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2014. Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah merupakan kumpulan data sebagai bahan acuan untuk analisis dalam penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah. Dengan ketersediaan data yang berkualitas dan valid maka kondisi perubahan lingkungan di Kabupaten Bantul dapat diketahui. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul yang mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan di Kabupaten Bantul ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Data dan informasi yang tersedia akan sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk ketepatan intervensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi. Harapan kami, semoga Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup ini bisa bermanfaat untuk menggambarkan kondisi perubahan lingkungan hidup di Kabupaten Bantul serta menggugah semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Bantul. Akhirnya, kami menyadari bahwa Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2014 ini tidak dapat disajikan apabila tidak ada partisipasi dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, atas nama Pemerintah Kabupaten Bantul, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari semua pihak yang terlibat. Bantul, Januari 2015 Bupati, Hj. Sri Surya Widati i

Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No. Kecamatan Luas Lahan Non Pertanian (Ha) Luas Lahan Sawah (Ha) Luas Lahan Kering (Ha) Luas Lahan Perkebunan (Ha) Luas Lahan Hutan (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Srandakan 75,2077 484,5723 747 - - 2 Sanden 51,6025 837,2745 1.019 - - 3 Kretek 38,3782 954,9942 679,5549 - - 4 Pundong 82,5092 875,8644 1.189,5 - - 5 Bambanglipuro 175,2002 1.164,7024 819 - - 6 Pandak 89,7406 985,2114 1.107 - - 7 Bantul 172,1564 1.215,0923 691 - - 8 Jetis 406,7302 1.384,0816 617,8858 - - 9 Imogiri 239,0706 923,3756 3.313,7013-187 10 Dlingo 121,5498 261 3.165,4252-1.198 11 Pleret 233,2720 719,0566 990,9244 - - 12 Piyungan 333,7119 1.327,3011 1.268,3765 - - 13 Banguntapan 421,2252 1.340,4055 662,6720 - - 14 Sewon 480,9960 1.407,5138 647,8442 - - 15 Kasihan 551,5602 858,1108 1.674,4271 - - 16 Pajangan 114,3369 281,5039 2.720,0903 - - 17 Sedayu 275,2611 976,3894 1.907,1609 - - Keterangan : Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul

Luas Lahan Badan Air (Ha) (8) 274,856 31,943 107,092 70,572 8,0740 40,7410 4,4330 29,7130 63,8840 49,8040 10,8160 40,4900 1,0320 0,1660-109,9860 68,1280

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Lahan sawah 15994,2 15.465 16.401 16.049 15.996 Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Pertanian (Ha) 16.500 16.400 16.300 16.200 16.100 16.000 15.900 15.800 15.700 2012 2013 2014 Luas Lahan Pertanian Tahun Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Lahan non pertanian 3844,39 3872,202 14093,098 3835,8327 3862,5087 Luas Lahan Non Pertanian Luas Lahan (Ha) 3865 3860 3855 3850 3845 3840 3835 3830 3825 3820 3835,8327 3862,5087 Luas Lahan Non Pertanian 2013 2014 Tahun

Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2014 No. Fungsi Luas (Ha) (1) (2) (3) 1. Cagar Alam - 2. Suaka Margasatwa 11,4 3. Taman Wisata - 4. Taman Buru - 5. Taman Nasional - 6. Taman Hutan Raya - 7. Hutan Lindung 1.041,2 8. Hutan Produksi - 9. Hutan Produksi Terbatas - 10. Hutan Produksi Konservasi - 11. Hutan Kota - Keterangan : (-) Nihil Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul

Tabel SD-3. Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 Kawasan I Kawasan II Kawasan III Kawasan IV (1) (2) A. Kawasan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya A. Kawasan Perlindungan Terhadap Kawasan I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung Bawahannya A. Kawasan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya B. Kawasan Perlindungan Setempat B. Kawasan Perlindungan Setempat B. Kawasan Perlindungan Setempat Luas Kawasan (Ha) Tutupan Lahan Vegetasi (Ha) (3) (4) 1. Kawasan Hutan Lindung - 1.042 2. Kawasan Bergambut 3. Kawasan Resapan Air - 1.001 1. Sempadan Pantai 2. Sempadan Sungai 3. Kawasan Sekitar Danau atau Waduk 4. Ruang Terbuka Hijau - - - - 123 2.805 1.578 I. Kawasan B. Kawasan Perlindungan 4. Ruang Terbuka Lindung Setempat - I. Kawasan B. Kawasan Perlindungan Lindung Setempat I. Kawasan C. Kawasan Suaka Alam, 1. Kawasan Suaka Lindung Pelestarian Alam, dan Alam - 11,4 Cagar Budaya I. Kawasan C. Kawasan Suaka Alam, 2. Kawasan Suaka Lindung Pelestarian Alam, dan Laut dan Perairan - I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya Lainnya 3. Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut 4. Cagar Alam dan Cagar Alam Laut 0,1 5. Kawasan Pantai Berhutan Bakau - 5,0 6. Taman Nasional dan Taman Naional Laut 7. Taman Hutan Raya 8. Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut 9. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan - - - - - -

Kawasan I Kawasan II Kawasan III Kawasan IV I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung D. Kawasan Rawan Bencana 2. Kawasan Rawan Gelombang Pasang D. Kawasan Rawan Bencana 3. Kawasan Rawan Banjir E. Kawasan Lindung Geologi 1. Kawasan Cagar Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 1. Kawasan Cagar Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 1. Kawasan Cagar Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi E. Kawasan Lindung Geologi 3. Kawasan yang Memberikan PerlindunganTerh adap Air Tanah E. Kawasan Lindung Geologi 3. Kawasan yang Memberikan PerlindunganTerh adap Air Tanah F. Kawasan Lindung Lainnya 1. Cagar Biosfer F. Kawasan Lindung Lainnya 2. Ramsar F. Kawasan Lindung Lainnya 3. Taman Buru i. Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil ii. Kawasan Keunikan Bentang Alam iii. Kawasan Keunikan Proses Geologi i. Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi ii. Kawasan Rawan Gempa Bumi iii. - - Kawasan Rawan Gerakan Tanah iv. Kawasan yang Terletak di Zona Patahan Aktif v. Kawasan Rawan Tsunami vi. vii. Kawasan Rawan Abrasi Kawasan Rawan Gas Beracun i. Kawasan Imbuhan Air Tanah F. Kawasan Lindung Lainnya 4. Kawasan Perlindungan - Plasma Nutfah F. Kawasan Lindung Lainnya 5. Kawasan Pengungsian - ii. Sempadan Mata Air - - - Luas Kawasan (Ha) 1.578 Tutupan Lahan Vegetasi (Ha)

Kawasan I Kawasan II Kawasan III Kawasan IV I. Kawasan Lindung I. Kawasan Lindung II. Kawasan Budidaya F. Kawasan Lindung Lainnya 6. Terumbu Karang F. Kawasan Lindung Lainnya 7. Kawasan Koridor Bagi Jenis Satwa atau Biota Laut - - Luas Kawasan (Ha) 38.287 Tutupan Lahan Vegetasi (Ha) Keterangan : Sumber : Bappeda Kab. Bantul

Tutupan Lahan Area Terbangun (Ha) Tutupan Lahan Tanah Terbuka (Ha) Tutupan Lahan Badan Air (Ha) (5) (6) (7)

Tutupan Lahan Area Terbangun (Ha) Tutupan Lahan Tanah Terbuka (Ha) Tutupan Lahan Badan Air (Ha)

Tutupan Lahan Area Terbangun (Ha) Tutupan Lahan Tanah Terbuka (Ha) Tutupan Lahan Badan Air (Ha)

Tabel SD-4. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 Kecamatan Uraian KSA- KPA (Ha) HL (Ha) HPT (Ha) HP (Ha) HPK (Ha) APL (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Srandakan a. Hutan b. Non Hutan c. Data tidaklengkap Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Keterangan : Sumber :

Tabel SD-5. Luas Lahan Kritis Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Kecamatan Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha) Jumlah Total (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Srandakan 10 0 10 2. Sanden 15 0 15 3. Kretek 25 0 25 4. Pandak 5 0 5 5. Bambanglipuro 0 0 0 6. Pajangan 0 0 0 7. Pundong 46 0 46 8. Jetis 10 0 10 9. Imogiri 64 0 64 10. Dlingo 70 0 70 11. Piyungan 96,75 0 97 12. Pleret 12 0 12 13. Banguntapan 0 0 0 14. Sewon 0 0 0 15. Bantul 0 0 0 16. Kasihan 25 0 25 17. Sedayu 99 0 99 Keterangan : Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan Dan Peternakan Kab. Bantul

Tahun 2011 2012 2013 2014 Luas Lahan Kritis 2328,25 2327,75 463,2 477,75 2500 2000 2328,25 Luas Lahan Kritis 2327,75 1500 1000 Luas Lahan Kritis 500 0 463,2 2011 2012 2013 2014 477,75

Tabel SD-5. Luas Lahan Potensial Kritis Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Kecamatan Potensial Kritis (Ha) Jumlah Total (Ha) (1) (2) (3) (5) 1. Srandakan 0 0 2. Sanden 0 0 3. Kretek 27 27 4. Pundong 108 108 5. Bambanglipuro 15 15 6. Pandak 212 212 7. Pajangan 28 28 8. Bantul 0 0 9. Jetis 119 119 10. Imogiri 340,5 341 11. Dlingo 145 145 12. Banguntapan 55 55 13. Pleret 0 0 14. Piyungan 0 0 15. Sewon 0 0 16. Kasihan 35 35 17. Sedayu 361 361 Keterangan : Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan Dan Peternakan Kab. Bantul

Tabel SD-6. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air Kabupaten : Bantul Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 432845,94 ; Y : 9125720,53) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 16,65 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X :433359,33 ; Y : 9126085,87) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 7,29 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 433462,48 ; Y : 9126061,61) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 8,31 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 434128,87; Y : 9126583,89) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 58,77 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Segoroyoso, Pleret (X : 434442,90 ; Y : 9127179,71) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 11,34 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12

5 > 150 cm > 12 Lokasi : Segoroyoso, Pleret (X : 434605,56 ; Y : 9128500,37) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 10,3 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Trimulyo, Jetis (X : 433311,34 ; Y : 9128494,73) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 21 melebihi 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 433902,23 ; Y : 9125557,33) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 13,34 melebihi 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 436415,34 ; Y :9126942,58) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 27,25 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Bawuran, Pleret (X : 436854,46 ; Y : 9128052,36) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4

3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 32,64 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Bawuran, Pleret (X : 436237,23 ; Y : 9130450,35) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 29,33 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Sitimulyo, Piyungan (X : 436513,34 ; Y : 9130598,84) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 3,95 tidak melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Girirejo, Imogiri (X : 433015,04 ; Y : 9124550,26) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 1,04 tidak melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Girirejo, Imogiri (X : 432962,73 ; Y : 9123940,08) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 21,11 melebihi 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Girirejo, Imogiri (X : 432678,40 ; Y : 9123683,03) Tahun Data: 2014 Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi No. Tebal Tanah Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3

2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 17,5 melebihi 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Karangtengah, Imogiri (X : 433000,17 ; Y : 9121974,67) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 18,79 mekebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : wukirsari, Imogiri (X : 434091,72 ; Y : 9124000,56) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 15,88 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 434133,85 ; Y : 9124249,58) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 7,22 tidak melebihi Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 433692,25 ; Y : 9124273,71) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 236,08 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Wukirsari, Imogiri (X : 434275,40 ; Y : 9124105,40) Tahun Data: 2014

No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 407,98 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Girirejo, Imogori (X : 434552,77 ; Y : 9123520,23) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 30,43 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 436293,74 ; Y : 9123525,99) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 9,13 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Muntuk, Dlingo (X : 439499,74 ; Y : 9122650,32) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 18,43 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Dlingo, Dlingo (X : 440496,49 ; Y : 9122680,84) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 1,02 tidak melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12

Lokasi : Mangungan, Dlingo (X : 438186,95 ; Y : 9122399,81) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 255,18 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 438426,86 ; Y : 9122772,66) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 23,93 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 437202,22 ; Y : 9123172,78) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 20,47 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 437738,24 ; Y : 9121922,54) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 17,33 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 437285,68 ; Y : 9122192,76) Tahun Data: 2014 Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi No. Tebal Tanah Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3

2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 31,07 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 437030,52 ; Y : 9122446,34) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 43,5 melebihi 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 437588,45 ; Y : 9124158,90) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 9,79 melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Lokasi : Mangunan, Dlingo (X : 436928,84 ; Y : 0123560,09) Tahun Data: 2014 No. Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) Besaran erosi Status (mm/10 tahun) (mm/10 tahun) Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 < 20 cm 0,2-1,3 2 20 - < 50 cm 1,3 - < 4 3 50 - < 100 cm 4,0 - < 9,0 8,56 tidak melebihi 4 100 150 cm 9,0 12 5 > 150 cm > 12 Keterangan : Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

Tabel SD-7. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten : Bantul Lokasi : Gumuk, Ringinharjo, Bantul Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm > 150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 65 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 35 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,15 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 51,85 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam 0,7 Tidak 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <4,5 ; > 8,5 6 Tidak 8 Daya Hantar Listrik/DHL >4,0 ms/cm 1,18 Tidak 9 Redoks <200 mv 225 Tidak 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 1,2 x 10 9 Tidak Lokasi : Jangkang, Wijirejo, Pandak Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm 50-100 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 90 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 10 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 0,88 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 59,28 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,38 Melebihi 5,5 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 0,66 Tidak 9 Redoks <200 mv 213 Tidak 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 8,5 x 10 8 Tidak

Lokasi : Ngentak, Poncosari, Srandakan Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 61 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 39 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,19 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 54,62 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,73 Tidak 5,8 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 0,91 Tidak 9 Redoks <200 mv 190 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 1,24 x 10 6 Tidak Lokasi : Bantulan, Gadingsari, Sanden Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 88 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 12 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,13 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 53,87 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,4 Melebihi 6,6 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 0,12 Tidak 9 Redoks <200 mv 202 Tidak 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 1,06 x 10 9 Tidak

Lokasi : Pangkah, Tirtosari, Kretek Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 50 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 50 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,17 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 56 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,71 Tidak 6,8 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 1,4 Tidak 9 Redoks <200 mv 182 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 8,91 x 10 6 Tidak Lokasi : Watu, Panjangrejo, Pundong Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm 50-100 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 54 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 46 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,2 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 54,53 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,71 Tidak 5 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 0,63 Tidak 9 Redoks <200 mv 103 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 5,15 x 10 5 Tidak

Lokasi : Tangkilan, Sumbermulyo, Bambanglipuro Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 39 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 61 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,3 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 51,64 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,79 Tidak 4,8 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 6,86 Melebihi 9 Redoks <200 mv 156 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 1,02 10 6 Tidak Lokasi : Jetis, Ngaglik, Patalan Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm >150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 3 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 45 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 55 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1,34 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 50,06 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 0,75 Tidak 3 Melebihi 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 0,72 Tidak 9 Redoks <200 mv 127 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 9,74 x 10 5 Tidak

Lokasi : Miri, Pendowoharjo, Sewon Tahun Data: 2014 No. Parameter Ambang Kristis (PP 150/2000) Hasil pengamatan Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm > 150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40% 0 Tidak 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 75 Tidak 3B Komposisi Fraksi >80% pasir kuarsitik 25 Tidak 4 Berat Isi 1,4 g/cm3 1 Tidak 5 Porositas total <30 % ; >70% 60,89 Tidak 6 Derajat Pelulusan Air <0,7 cm/jam, >8,0 cm/jam 0,53 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 <4,5 ; > 8,5 6,5 Tidak 8 Daya Hantar >4,0 ms/cm Listrik/DHL 1,07 Tidak 9 Redoks <200 mv 139 Melebihi 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah 6,38 x 10 5 Tidak Keterangan : Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul

Tabel SD-8. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten : Bantul Lokasi : - Tahun Data : 2014 No. Parameter Ambang Kristis Hasil Status (1) (2) (PP 150/2000) (3) pengamatan (4) Melebihi/Ti (5) 1 Ketebalan Solum <20 cm 2 Kebatuan Permukaan > 40% 3A Komposisi Fraksi < 18% koloid 3B Komposisi Fraksi >80% pasir 4 Berat Isi kuarsitik 1,4 g/cm3 5 Porositas total <30 % ; >70% 6 Derajat Pelulusan Air <0,7 cm/jam, 7 ph (H2O) 1 : 2,5 >8,0 cm/jam <4,5 ; > 8,5 8 Daya Hantar Listrik/DHL >4,0 ms/cm 9 Redoks <200 mv 10 Jumlah Mikroba <10² cfu/g tanah Keterangan : Kabupaten Bantul tidak mempunyai lahan basah Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

Tabel SD-9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan menurut Penyebabnya Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No. Penyebab Kerusakan Luas (Ha) (1) (2) (3) 1 Kebakaran Hutan 2 2 Ladang Berpindah 0 3 Penebangan Liar 0 4. Perambahan Hutan 0 5. Lainnya 0 Keterangan : Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul

Tabel SD-10. Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut Peruntukkan Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No. Peruntukan Luas (Ha) (1) (2) (3) 1 Pemukiman - 2 Pertanian - 3 Perkebunan - 4 Industri - 5 Pertambangan - 6 Lainnya - Keterangan : (-) Nihil Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul

Tabel SD-11. Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2013 Golongan Nama Spesies Diketahui Status Endemik Status Terancam Status Berlimpah Status Dilindungi (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Hewan menyusu 1. Rusa timor Ya 2. Burung 1. Cakakak Jawa Ya Ya 2. Cakakak Sungai Ya 3. Burung Madu Kelapa Ya 4. Burung Madu Sriganti Ya 5. Elang Ular Bido Ya 3. Reptil 6. Kuntul Kerbau Ya 1. Penyu Hijau Ya 2. Penyu Sisik Ya 3. Penyu Belimbing Ya 4. Amphibi 5. Ikan 6. Keong 7. Serangga 8. Tumbuh-tumbuhan 4. Penyu Abu-abu Ya 1. NA 1. NA 1. NA 1. NA 1. NA Keterangan : Jenis penyu merupakan jenis yang dijumpai mendarat di pantai selatan Kab. Bantul, jumlah rusa timor merupakan jumlah di penangkaran Sumber : Balai KSDA Yogyakarta

Tabel SD-12. Inventarisasi Sungai Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No. Nama Sungai Panjang (km) Lebar Permukaan (m) Lebar Dasar (m) Kedalaman (m) Debit Maks (m3/dtk) Debit Min (m3/dtk) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Winongo 22,76 13,46 NA 0,8 1,08 0,76 2. Bedog 40,92 20 NA 0,85 8,04 1,12 3. Code 8,734 13,5 NA 0,37 2,5 1,99 4. Opak 33,67 24,1 NA 1,6 22,88 3,86 5. Gajahwong 6,03 15,3 NA 3 8,22 3,83 Keterangan : Sumber : BLH Kab. Bantul

Tabel SD-13. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 Jenis Inventarisasi Jenis Inventarisasi Luas (Ha) Volume (m3) (1) (2) (3) (5) Tuk Tuk Krantil 0,002 30 Tuk Tuk Sumurgede NA NA Tuk Tuk Dumpuh NA NA Tuk Tuk Watusoko NA NA Tuk Tuk Gayam 0,010 150 Tuk Tuk Tirtomulyo NA NA Tuk Tuk Murpandan NA NA Tuk Tuk Murwungu NA NA Tuk Tuk Karanglo NA NA Tuk Tuk Srantakan NA NA Tuk Tuk Kaliberot NA NA Tuk Tuk Pedes NA NA Tuk Tuk Watu NA NA Tuk Tuk Porong 0,010 150 Tuk Tuk Murtelu 0,002 30 Tuk Tuk Gunungpolo 0,002 30 Tuk Tuk Banyuuripan 0,005 75 Tuk Tuk Pangkah 0,5 7.500 Tuk Tuk Gluntung Kidul 0,010 150 Tuk Tuk Sendang Kasihan 0,010 150 Tuk Tuk Sendang Ngajaran 0,010 150 Tuk Tuk Beji I 2 30.000 Tuk Tuk Beji II 1,5 22.500 Tuk Tuk Butuh 1 15.000 Tuk Tuk Demen 0,050 750 Tuk Tuk Kalicandi 1 15.000 Tuk Tuk Polaman 0,020 300 Tuk Tuk Gandang 0,020 300 Tuk Tuk Belik 0,020 300 Tuk Tuk Kedung Bunder 0,010 150 Tuk Tuk Kunden 1 15.000 Tuk Tuk Sendang 0,500 7.500 Tuk Tuk Sendang Ayu 0,050 750 Tuk Tuk Banyutemumpang 0,050 750 Tuk Tuk Cikal papat 0,010 150 Tuk Tuk Nglarang 0,020 300 Tuk Tuk Bito 0,020 300 Tuk Tuk Blimbing/Kalipepe 0,010 150 Tuk Tuk Dadap tulis 0,010 150 Tuk Tuk Kretek 0,010 150 Tuk Tuk Ngringinan 0,010 150 Tuk Tuk Pampringan 0,010 150 Tuk Tuk Parang Wedang 0,010 150 Tuk Tuk Parangtritis 0,010 150 Tuk Tuk Siloning 1 15.000 Tuk Tuk Mojo 0,060 900 Tuk Tuk Sembang 0,010 150 Tuk Tuk Dung Biru 0,002 30 Tuk Tuk Setro 0,002 30 Tuk Tuk Gayam 0,002 30 Tuk Tuk Geger 0,002 30 Tuk Tuk Klampok 0,002 30 Tuk Tuk Pontang 0,002 30 Tuk Tuk Pucung 0,002 30 Tuk Tuk Pule 0,002 30 Tuk Tuk Soko 0,002 30 Tuk Tuk Surocolo 0,002 30

Tuk Tuk Topan 0,002 30 Tuk Tuk Jambu 0,002 30 Tuk Tuk Bodeh 0,002 30 Tuk Tuk Baruno 0,002 30 Tuk Tuk Jomblang 0,002 30 Tuk Tuk Jomblangan 0,002 30 Tuk Tuk Ngembong 0,002 30 Tuk Tuk Jagalan 0,002 30 Tuk Tuk Duku 0,002 30 Tuk Tuk Jambidan 0,002 30 Tuk Tuk Purworejo 0,002 30 Tuk Tuk Selirang 0,002 30 Tuk Tuk Sendang Gayam 0,002 30 Tuk Tuk Sendang Waung 0,002 30 Tuk Tuk Mloko 0,002 30 Tuk Tuk Guo Seluman 0,002 30 Tuk Tuk Wanujoyo 0,002 30 Tuk Tuk Hargo Lawu 0,002 30 Tuk Tuk Jalasutra/Gebangsari 0,002 30 Tuk Tuk Plesedan 0,002 30 Tuk Tuk Sumber Sentono I 0,002 30 Tuk Tuk Sumber Sentono II 0,002 30 Tuk Tuk Koripan I 0,025 375 Tuk Tuk Koripan II 0,010 150 Tuk Tuk Pokoh 0,002 30 Tuk Tuk Banger 0,002 30 Tuk Tuk Banyuurip 0,002 30 Tuk Tuk Semuten 0,010 150 Tuk Tuk Pakel 0,002 30 Tuk Tuk Duren 0,002 30 Tuk Tuk Jatisari 0,002 30 Tuk Tuk Karangasem 0,002 30 Tuk Tuk Kembang 0,002 30 Tuk Tuk Sepet 0,002 30 Tuk Tuk Guo Cerme 0,002 30 Tuk Tuk Kalidadap 0,002 30 Tuk Tuk Nawungan 0,005 75 Tuk Tuk Nogosari 0,002 30 Tuk Tuk Pancuran 0,002 30 Tuk Tuk Patukan 0,002 30 Tuk Tuk Song Bolong 0,002 30 Tuk Tuk Talak 0,002 30 Tuk Tuk Wonosari 0,002 30 Tuk Tuk Sendangayu 0,002 30 Tuk Tuk Depok 0,002 30 Tuk Tuk Jambuwangi 0,002 30 Tuk Tuk Bronjong 0,002 30 Tuk Tuk Gempol 0,002 30 Tuk Tuk Ringin 0,002 30 Tuk Tuk Salak 0,002 30 Tuk Tuk Sendangsari 0,002 30 Tuk Tuk Bulu 0,002 30 Tuk Tuk Niten 0,002 30 Tuk Tuk Sibalong 0,002 30 Tuk Tuk Sorowajan 0,002 30 Tuk Tuk Jurug 0,002 30 Tuk Tuk Silayon 0,002 30 Sendang Sendang pancuran 0,002 30 Embung Embung Wonolelo 0,005 750 Embung Embung Merdeka 5 5.000 Keterangan : Sumber : Dinas Sumber Daya Air

Tabel SD-14. Kualitas Air Sungai Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2014 Nama lokasi Derajat Menit Detik Waktu Derajat Menit Detik Temperatur Residu Residu Klorin Minyak dan Fecal Total Detergen Sianida Bujur Bujur Bujur Sampling Terlarut Tersuspensi ph DHL (mg/l) TDS (mg/l) TSS (mg/l) DO (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) NO 2 (mg/l) NO 3 (mg/l) NH 3 (mg/l) Bebas T-P (mg/l) Fenol (µg/l) Lemak Coliform Coliform Lintang Lintang Lintang ( C) (µg/l) (mg/l) Timur Timur Timur (tgl/bln/thn) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (µg/l) (jmlh/100 ml) (jmlh/100 ml) H2S (mg/l) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) S. Winongo (Jomegatan, 07 o 50' 15" 110 o 20' 59" 14 April 2014 28,800 158 22 6,950 288,000 - - 5,800 20,300 41,900 0,860 2,560 0,010 0,010 0,300 0,1 0,000 2,000 2,1 x 10 4 4,6 x 10 5 0,007 0,032 Tirtonirmolo) S. Winongo (Nyemengan (Winongo 07 o 50' 40" 110 o 20' 42" 14 April 2014 29,600 148 32 6,870 290,000 - - 6,900 15,300 31,400 2,170 0,690 0,050 0,01 0,300 30,400 1.500,000 173,900 9,3 x 10 4 1,1 x 10 6 0,001 0,029 kecil)) S. Winongo (Kweni, Panggungharjo 07 o 49' 48 110 o 20' 19" 14 April 2014 27,200 158 24 6,890 291,000 - - 7,200 8,200 17,800 1,020 2,200 0,060 0,200 0,400 0,1 1.000,000 67,100 9,3 x 10 4 2,4 x 10 6 0,005 0,162, Sewon Bantul) S. Winongo (Manding, 07 o 53' 726" 110 o 21' 109" 23 April 2014 27,500 177 28 7,080 334,000 - - 5,400 18,300 39,300 0,004 2,400 2,180 0,420 0,400 0,1 1.000,000 0,1 4,6 x 10 5 1,1 x 10 6 0,004 0,029 Bantul) S. Winongo (Gading Lumbung, 07 o 58' 53" 110 o 23' 40" 23 April 2014 29,100 211 35 7,250 385,000 - - 5,100 16,200 34,800 0,010 2,150 0,01 0,01 0,400 27,100 1.500,000 0,1 1,5 x 10 4 1,1 x 10 6 0,001 0,001 Donotirto Kretek) S. Bedog (Menayu Kidul, Tirtonirmolo, 07 o 49' 29" 110 o 19' 56" 14 April 2014 26,600 130 26 6,950 247,000 - - 4,200 21,400 42,700 0,140 2,870 0,130 0,01 0,200 0,1 1.000 91,000 4,3 x 10 4 9,3 x 10 4 0,001 0,033 Kasihan) S. Bedog (Sindon, Guwosari, 07 o 52' 707" 110 o 181' 904" 23 April 2014 27,200 182 38 6,980 328,000 - - 6,800 16,200 37,960 0,002 2,680 0,230 0,350 0,400 0,1 1.000 0,1 1,1 x 10 6 2,4 x 10 6 0,005 0,054 Pajangan) S. Bedog (Mangir Kidul, Sendangsari, 07 o 54' 549" 110 o 16' 551" 23 April 2014 28,200 201 16 7,180 355,000 - - 2,900 19,300 43,020 0,004 2,260 0,150 0,180 0,300 0,1 1.000 47,500 2,4 x 10 6 2,4 x 10 6 0,005 0,001 Pajangan) S. Code (Ngoto, Bangunharjo, 07 o 53' 726" 110 o 22' 508" 30 April 2014 28,800 184 32 7,660 333,000 - - 5,600 13,990 27,040 0,190 3,360 0,070 0,01 0,300 0,1 0 78,300 1,1 x 10 6 1,1 x 10 6 0,001 0,010 Sewon) S. Code (Kembang Songo, Trimulyo, Jetis) S. Opak (Kloron, Segoroyoso, Pleret) S. Opak (Klenggotan, Sitimulyo, Piyungan) S. Opak (Putat, Selopamioro, Imogiri) S. Gajah Wong (Bodon, Jagalan, Banguntapan) S. Gajah Wong (Kanggotan, Wonokromo, Pleret) 07 o 53' 33" 110 o 23' 4" 30 April 2014 33,700 170 18 6,870 291,000 - - 4,700 10,200 22,130 0,002 2,190 0,050 0,350 0,400 0,1 1.500 30,800 4,6 x 10 5 2,4 x 10 6 0,004 0,096 07 o 49' 741" 110 o 27' 128" 30 April 2014 27,600 194 22 7,960 354,000 - - 7,400 11,000 20,240 0,070 2,240 0,010 0,01 0,800 0,1 0,000 0,040 1,1 x 10 6 1,1 x 10 6 0,001 0,099 07 o 52' 613" 110 o 24' 501" 30 April 2014 28,4 201 32 6,96 359 5,2 8,06 18,01 0,03 7,03 0,08 0,01 0,3 0,1 500 101,2 1,2 x 10 5 1,1 x 10 6 0,001 0,387 07 o 57' 22" 110 o 21' 44" 23 April 2014 30,400 151 37 7,460 319,000 - - 4,700 11,200 24,200 0,010 2,300 0,100 0,270 0,200 0,1 1.500 0,1 2,4 x 10 6 2,4 x 10 6 0,004 0,012 07 o 49' 635" 110 o 23' 616" 14 April 2014 28,800 198 16 7,260 360,000 - - 4,600 12,040 27,600 0,190 3,420 0,01 0,01 0,500 0,1 0 41,700 1,1 x 10 6 2,4 x 10 6 0,001 0,001 07 o 52' 8" 110 o 23' 40" 30 April 2014 28,800 190 17 7,210 346,000 - - 4,800 18,100 36,980 0,030 4,610 0,01 0,090 0,400 0,1 1.000 40,600 2,4 x 10 5 2,4 x 10 6 0,001 0,005 Keterangan : (-) Parameter tidak diujikan Sumber : BLH Kab. Bantul

Tabel SD-15. Kualitas Air Danau/Situ/Embung Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 Nama lokasi Derajat Lintang Menit Lintang Detik Lintang Derajat Menit Detik Waktu Bujur Bujur Bujur Sampling Timur Timur Timur (tgl/bln/thn) Temperatur ( 0 C) Residu Residu Klorin Minyak dan Fecal Total Detergen Terlarut Tersuspensi ph DHL (mg/l) TDS (mg/l) TSS (mg/l) DO (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) NO 2 (mg/l) NO 3 (mg/l) NH 3 (mg/l) Bebas T-P (mg/l) Fenol (µg/l) Lemak Coliform Coliform (µg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (µg/l) (jmlh/100 ml) (jmlh/100 ml) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) Sendang Kedung 7 52 544 110 18 131 01 Okt 2014 28,5 364 18 6,7 623 - - 7,05 2,91 5,62 0,01 1,61 0,001 0,06 0,02 6,7 0 161,1 2,3 x 10 3 9,3 x 10 3 0,001 0,063 Sendang Beji 7 53 10 110 17 32 01 Okt 3014 27,9 338 23 6,7 612 - - 6,8 6,8 14,4 0,004 2,05 0,001 0,03 0,03 0,001 0 71 4,3 x 10 4 2,4 x 10 6 0,001 0,001 Keterangan : Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul Data Kualitas air sungai Provinsi minimal menggunakan data dari dana Dekonsentrasi pemantauan kualitas air sungai. (1) Isi dengan nama lokasi titik pantau (2) - (7) isi titik kordinasi dengan format +/- ' '' (Lintang) ". (Bujur Timur) (3) Isi dengan tanggal pemantauan dari masing-masing titik sampling (tgl/bln/thn) Kolom : (9) (29) Isi dengan angka dari masing-masing parameter sesuai dengan satuan yang telah ditentukan Sianida (mg/l) H2S (mg/l)

Tabel SD-16. Kualitas Air Sumur Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 Nama lokasi Tempera tur ( 0 C) Residu Terlarut (mg/l) Residu Tersuspen si (mg/l) ph DHL (mg/l) TDS (mg/l) TSS (mg/l) DO (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) NO 2 (mg/l) NO 3 (mg/l) NH 3 (mg/l) Klorin Bebas (mg/l) T-P (mg/l) Fenol (µg/l) Minyak dan Lemak (µg/l) Detergen (µg/l) Fecal Coliform (jmlh/100 ml) Total Coliform (jmlh/100 ml) Sianida (mg/l) H2S (mg/l) (1) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) PT. Merapi Agung Lestari 27,2 NA NA 6,9 NA 359 NA NA NA NA 0,11 3,91 NA NA NA NA NA 0,001 NA 2,3 x 10 2 0,001 NA PT. Cahaya Mulia Persada Nusa 28,8 NA NA 6,7 NA 270 NA NA NA NA 0,08 0,001 NA NA NA NA NA 0,001 NA 4,3 x 10 3 0,001 NA PT. Yogyakarta Tembakau Indonesia 28,5 NA NA 6,1 NA 201 NA NA NA NA 0,006 4,4 NA NA NA NA NA 0,001 NA 90 0,001 NA Keterangan : Sumber : BLH Kab. Bantul

Tabel SD-17. Kualitas Air Laut Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 Nama lokasi Derajat Lintang Menit Lintang Detik Lintang Derajat Bujur Timur Menit Bujur Timur Detik Bujur Timur Waktu Sampling (tgl/bln/thn ) Lokasi Sampling Warna (Mt) Bau Kecerahan (M) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) P. Kuwaru 7 59 27,78 110 13 36,786 01 Okt 2014 P. Kuwaru - Tdk Berbau - P. Parangtritis Keterangan : (-) Tidak diuji Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul 8 1 26,22 110 19 40,38 01 Okt 2014 P. Parangtritis Data Kualitas air sungai Provinsi minimal menggunakan data dari dana Dekonsentrasi pemantauan kualitas air sungai. (1) Isi dengan nama lokasi titik pantau (2) - (7) isi titik kordinasi dengan format +/- ' '' (Lintang) ". (Bujur Timur) (3) Isi dengan tanggal pemantauan dari masing-masing titik sampling (tgl/bln/thn) Kolom : (9) (29) Isi dengan angka dari masing-masing parameter sesuai dengan satuan yang telah ditentukan - Tdk Berbau -

Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Sampah Lapisan Minyak Temperatur ( 0 C) ph Salinitas ( 0 / 00) DO (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) Amonia total (mg/l) NO 2 -N (mg/l) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) 4,98 - - 2 30,4 8,1 40 6,3 12,6 27,9 5,08 0,26 3,5 - - 5 30,6 8,2 40 6,1 17,4 42,4 6,56 0,16

NO 3 -N (mg/l) PO 4 -P (mg/l) Sianida (CN) (mg/l) Sulfida H2S (mg/l) Klor (mg/l) Minyak bumi (mg/l) Fenol (µg/l) Pestisida (mg/l) PCB (mg/l) (25) (26) (27) (28) (29) (30) (31) (32) (33) 3,03 0,093 0,07 0,009 - - 0,0001 - - 2,4 0,008 0,01 0,01 - - 0,0001 - -

Tabel SD-18. Kualitas Udara Ambien Menurut Lokasi Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 Lokasi Lama Pengukuran SO2 (µg/nm 3 ) CO (µg/nm 3 ) NO 2 (µg/nm 3 ) O 3 (µg/nm 3 ) HC (µg/nm 3 ) PM10 (µg/nm 3 ) PM2.5 (µg/nm 3 ) TSP (µg/nm 3 ) Pb (µg/nm 3 ) Dustfall (µg/nm 3 ) Total Fluorides sebagai F (µg/nm 3 ) Fluor Index (µg/nm 3 ) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) Perempatan Jejeran, Jl. Imogiri Timur Bantul 1 jam 4,13 9,72 24,20 9,45 - - - - 24 jam 30,00 32,00 143,00 1,07 - - - Pertigaan Pasar 1 jam 11,60 7,22 40,10 15,10 - - - - Piyungan, Jl. Wonosari 24 jam 29,00 44,80 1695,00 1,48 - - - Perempatan ketandan, Jl. Wonosari Perempatan depan BRIMOB, Jl. Imogiri Timur Perempatan Klodran, Jl. Bantul Perempatan Madukismo, Jl. Ringroad Selatan 1 jam 16,40 8,33 40,90 10,50 - - - - 24 jam 43,80 39,30 309,00 1,57 - - - 1 jam 3,52 8,05 22,30 8,81 - - - - 24 jam 38,40 37,10 111,00 1,42 - - - 1 jam 8,00 2,22 17,70 24,60 - - - - 24 jam 28,60 49,90 127,00 1,29 - - - 1 jam 10,50 4,16 32,60 8,16 - - - - 24 jam - 31,90 41,70 517,00 0,00 - - - Keterangan : (-) Parameter tidak diujikan

Tabel SD-19. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Kecamatan Luas Tutupan (Ha) Sangat Baik (%) Baik (%) Sedang (%) Rusak (%) (1) 1 2 3 (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sanden Kretek Srandakan Keterangan : (-) Di Kab. Bantul tidak mempunyai terumbu karang Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

Tabel SD-20. Luas dan Kerusakan Padang Lamun Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Area Kerusakan (%) (1) (2) (3) (4) 1 - - - 2 3 4 - - - - - - - - - Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul Keterangan : (-) Kabupaten Bantul tidak mempunyai Padang Lamun

Tabel SD-21. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No Lokasi Luas Lokasi (Ha) Persentase Tutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Baros, Tirtoharjo 25 16 500 2 Srigading, Sanden 0,1 - - Keterangan : Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

Tabel SD-22. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Nama dan Lokasi Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1 Sanden, Sanden 361 152 128 253 17 68 148 - - 0 155 302 2 Kretek, Kretek 334 82 108 213 14 55 116 - - 1 104 366 3 Pundong, Pundong 494 233 95 196 28 6 2 - - - 215 268 4 Gedongan, Pandak 821 425 526 326 62 32 176 - - - 92 780 5 Pajangan, Pajangan 233 207 93 202 69 50 38 - - 20 2.175 363 6 Ringinharjo, Bantul 264 332 188 290 144 150 98 - - - 590 707 7 Barongan, Jetis 331 207 85 146 51 59 71 - - 25 222 197 8 Ngetal, Imogiri 342 170 122 156 57 39 48 - - - 192 437 9 Dlingo, Dlingo 307 367 207 232 80 73 63 - - 0 325 415 10 Kota Gede, Banguntapan 244 357 115 152 45 39 56 - - - 259 346 11 Pleret, Pleret 301 742 335 378 80 57 66 5 5-213 545 12 Piyungan, Piyungan 258 258 134 109 58 32 42 - - - 297 338 13 Gandok, Sewon 330 294 133 282 37 40 63 - - - 254 434 14 Ngestiharjo, Kasihan 308 284 148 240 62 104 47 - - - 303 383 15 Sedayu, Sedayu 179 339 x 228 44 15 46 - - - 323 505 Keterangan : (-) Tidak ada hujan; (0) Hujan kurang dari 0,5 mm; (x) Tidak ada data Sumber : BMKG Yogyakarta

Tabel SD-23. Suhu Rata-Rata Bulanan Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Nama dan Lokasi Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 Srandakan - - - - - - - - - - - - Sanden - - - - - - - - - - - - 2 Kretek - - - - - - - - - - - - 3 Pundong - - - - - - - - - - - - 4 Bambanglipuro - - - - - - - - - - - - 5 Pandak - - - - - - - - - - - - 6 Pajangan - - - - - - - - - - - - 7 Bantul - - - - - - - - - - - - 8 Jetis - - - - - - - - - - - - 9 Imogiri - - - - - - - - - - - - 10 Dlingo - - - - - - - - - - - - 11 Banguntapan - - - - - - - - - - - - 12 Pleret - - - - - - - - - - - - 13 14 Piyungan - - - - - - - - - - - - 15 Sewon - - - - - - - - - - - - 16 Kasihan - - - - - - - - - - - - 17 Sedayu - - - - - - - - - - - - TOTAL - - - - - - - - - - - - Keterangan : (-) Tidak ada data Sumber :

Tabel SD-24. Kualitas Air Hujan Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 Waktu Pemantauan ph DHL (µmhos) SO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Cr (mg/l) NH 4 (mg/l) Na (mg/l) Ca 2+ (mg/l) Mg 2+ (mg/l) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Jan 7,19 261 2,329 - - 0,0004 - - - Feb 7,75 50,7 14,852 - - 0,125 - - - Mar 7,33 253 20,696 - - 0,0038 - - - Apr 7,46 251 20,613 - - 0,022 - - - Mei NA NA NA NA NA NA NA NA NA Jun NA NA NA NA NA NA NA NA NA Jul 6,18 15,89 0,868 NA NA 0,035 - - - Ags NA NA NA NA NA NA NA NA NA Sep NA NA NA NA NA NA NA NA NA Okt NA NA NA NA NA NA NA NA NA Nop NA NA NA NA NA NA NA NA NA Des NA NA NA NA NA NA NA NA NA Keterangan : (-) Tidak dianalisa, (NA) Tidak turun hujan Sumber :

Tabel BA-1. Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Total Area Terendam (ha) Jumlah Korban Mengungsi Jumlah Korban Meninggal Perkiraan Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Srandakan - - - - 2 Sanden - - - - 3 Kretek NA NA NA 8.200.000 4 Pundong - - - - 5 Bambanglipuro - - - - 6 Pandak - - - - 7 Pajangan - - - - 8 Jetis - - - - 9 Imogiri - - - - 10 Dlingo NA NA NA 3.500.000 11 Bantul - - - - 12 Banguntapan - - - - 13 Pleret - - - - 14 Piyungan - - - - 15 Sewon - - - - 16 Kasihan - - - - 17 Sedayu - - - - Keterangan : (-) tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Penjelasan Isi Tabel :

Tabel BA-2. Bencana Kekeringan, Luas, dan Kerugian Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Total Area (Ha) Perkiraan Kerugian (Rp) (1) (2) (3) (4) 1 Srandakan - - 2 Sanden - - 3 Kretek - - 4 Pundong - - 5 Bambanglipuro - - 6 Pandak - - 7 Pajangan - - 8 Jetis - - 9 Imogiri - - 10 Dlingo - - 11 Bantul - - 12 Banguntapan - - 13 Pleret - - 14 Piyungan - - 15 Sewon - - 16 Kasihan - - 17 Sedayu - - Keterangan : (-) tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tabel BA-3. Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas, dan Kerugian Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No Kecamatan Perkiraan Luas Hutan/Lahan Terbakar (Ha) Perkiraan Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) 1 Srandakan - - 2 Sanden - - 3 Kretek - - 4 Pundong - - 5 Bambanglipuro - - 6 Pandak - - 7 Pajangan - - 8 Jetis - - 9 Imogiri 10 Dlingo 11 Bantul 12 Banguntapan 13 Pleret 14 Piyungan 15 Sewon 16 Kasihan 17 Sedayu Keterangan : (-) tidak ada bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah 2 NA 2 - - - - - - - - 0,05 NA 0,8 NA - - - -

Tabel BA-4. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, dan Kerugian Kabupaten : Bantul Tahun Data : 2014 No Kecamatan Jenis Bencana Jumlah Korban Perkiraan Meninggal (Jiwa) Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Srandakan - - - 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Jetis Imogiri Dlingo Bantul Banguntapan Pleret Piyungan Sewon Kasihan Sedayu - - - - - - Tanah longsor 0 NA - - - - - - Tanah longsor 0 NA - - - Tanah longsor 0 NA Tanah longsor 0 NA - - - - - - Tanah longsor 0 NA Tanah longsor 0 NA Tanah longsor 0 NA - - - Tanah longsor 0 NA Keterangan : (-) tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tabel DE-1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten :Bantul Tahun Data : 2014 No. Kecamatan Luas (km 2 ) Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Srandakan 18,32 31.084-0,26 1.696,725 2 Sanden 23,16 32.722 0,44 1.412,867 3 Kretek 26,77 31.124-0,21 1.162,645 4 Pundong 23,68 34.597 0,23 1.461,022 5 Bambanglipuro 22,70 40.928 0,32 1.802,996 6 Pandak 24,30 51.089-0,19 2.102,428 7 Pajangan 33,25 33.551 0,42 1.009,053 8 Bantul 21,95 62.727-0,16 2.857,722 9 Jetis 24,47 56.882-0,63 2.324,561 10 Imogiri 54,49 61.561-0,95 1.129,767 11 Dlingo 55,87 38.508-2,46 689,243 12 Banguntapan 28,48 104.945-0,32 3.684,867 13 Pleret 22,97 45.890-1,44 1.997,823 14 Piyungan 32,54 49.626-0,68 1.525,077 15 Sewon 27,16 95.638-0,36 3.521,281 16 Kasihan 32,38 97.055-0,49 2.997,375 17 Sedayu 34,36 45.008-1,37 1.309,895 Keterangan : Berdasarkan DAK2 semester I Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kabupaten Bantul

Tabel DE-2. Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Kabupaten: Bantul Tahun Data: 2014 No. Kecamatan Laki-laki Perempuan (1) (2) (3) (4) 1 Srandakan 2 Sanden 3 Kretek 4 Pundong 5 Bambanglipuro 6 Pandak 7 Pajangan 8 Bantul 9 Jetis 10 Imogiri 11 Dlingo 12 Banguntapan 13 Pleret 14 Piyungan 15 Sewon 16 Kasihan 17 Sedayu 15.507 15.577 16.185 16.537 15.278 15.846 17.098 17.499 20.318 20.610 25.690 25.399 16.821 16.730 31.413 31.314 28.326 28.556 30.885 30.676 19.302 19.206 52.935 52.010 23.290 22.600 25.015 24.611 48.338 17.300 48.837 48.218 22.590 22.418 Keterangan : Berdasarkan DAK2 semester I Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kabupaten Bantul

Tabel DE-3. Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten : Bantul Tahun Data: 2014 No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) 1 Kretek 2 10.880 3.176 2 Sanden 3 Srandakan 2 2.289 588 1 14.544 4.111 Keterangan : Sumber : Kecamatan Sanden, Srandakan dan Kretek

Tahun 2011 2012 2013 2014 pertumbuhan penduduk 7,00 6,98-2,78-2,98 Laju Pertumbuhan Penduduk 2011-2014 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 10,00 5,00 0,00-5,00 7,00 6,98 2011 2012-2,78-2,98 2013 2014 Tahun Laju Pertumbuhan Penduduk 2011-2014(semes ter I) Kepadatan Penduduk (sub-urban) Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 penurunan/ Kasihan 3.382 3.334 3.364,05 3.004,57 2.997,375-384,625 Sewon 3.740 3.344 3.864,06 3.521,98 3.521,281-218,719 Banguntapan 3.662 3.513 4.004,35 3.702,42 3.684,867 22,867 Kepadatan Wilayah Sub-Urban Kepadatan Penduduk Wilayah Sub-Urban (jiwa/km 2) 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 Kasihan Sewon Banguntapan 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Jumlah penduduk pesisir Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Kretek 2.832 10.553 10.631 10.749 10.880 Sanden 0 23.071 2.142 3.841 2.289 Srandakan 907 12.841 1.911 28.582 14.544

Jumlah Penduduk (Jiwa) Tren Jumlah Penduduk Pesisir 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 2010 28.582 23.071 10.880 2011 2012 2013 2014 Tahun Kretek Sanden Srandakan