LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR Halaman i ii v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Isu-isu Prioritas... 1 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP... 5 A. B. C. D. E. F. G. Lahan Dan Hutan... A.1. Lahan... A.2. Hutan... A.3. Kualitas Lahan... A.4. Kerusakan Lahan... Keanekaragaman Hayati B.1. Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui... B.2. Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi... Air... C.1. Kondisi Hidrologi... C.2. Kualitas Air Sungai... C.3. Kualitas Mata Air... C.4. Kualitas Sumur... Udara... D.1. Udara Ambient... D.2. Kualitas Air Hujan... Laut, Pesisir dan Pantai... E.1. Kondisi Pesisir dan Pantai E.2. Kualitas Air Laut.. Iklim... F.1. Kondisi Iklim... F.2. Unsur Iklim... Bencana Alam Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul ii

4 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN 56 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. Kependudukan. A.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk. A.2. Jumlah Penduduk Menurut Status Pendidikan... Pemukiman.. B.1.Kondisi Pemukiman. B.2. Permasalahan Sosial. B.3. Sanitasi Lingkungan Kesehatan... C.1. Kondisi Kesehatan dan Sarana Pelayanan.... C.2. Kondisi Penyakit. C.3. Limbah Kesehatan. Pertanian.. D.1. Lahan dan Produksi Sawah... D.2. Lahan dan Produksi Perkebunan... D.3. Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia... D.4. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian.. D.4. Peternakan.... D.5. Emisi gas methan dan karbon dioksida. Industri.. E.1. Perkembangan Sektor Industri. E.2. Pengelolaan Limbah Industri. Pertambangan. F.1. Kegiatan Pertambangan. F.2. Jenis-Jenis Penambangan. Energi G.1. Penggunaan Energi Sektor pada Transportasi... G.2. Penggunaan Energi pada Sektor Industri dan Rumah Tangga... G.3. Emisi CO2 dari Konsumsi Energi. Transportasi. H.1. Pengembangan sistem Transportasi... H.2. Dampak Kegiatan Transportasi Pariwisata. I.1. Potensi Wisata.. I.2. Kunjungan Wisatawan I.3. Limbah SeKtor Pariwisata.... Limbah B3 J.1. Pengelolaan Limbah B3.. J.2. Industri Penghasil Limbah B Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iii

5 J.3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan Limbah B3. J.4. Dampak Lingkungan Limbah B BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 94 A. B. C. D. E. Rehabilitasi Lingkungan... AMDAL... Penegakan Hukum... Peran serta Masyarakat... Kelembagaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iv

6 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Peta administrasi Kabupaten Bantul... 6 Gambar 2 : Peta Rencana Penggunaan Lahan... 6 Gambar 3 : Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung... 8 Gambar 4 : Foto Pengambilan sampel kualitas tanah Gambar 5 : Peta lokasi pengambilan sampel air sungai Gambar 6 : Foto Pengambilan sampel air sungai Gambar 7 : Grafik parameter BOD, COD, DO sungai Winongo Gambar 8 : Grafik parameter Nitrit sungai Winongo Gambar 9 : Grafik Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Winongo 19 Gambar 10 : Grafik Parameter Koli tinja dan total koli di Sungai Bedog Gambar 11 : Grafik Parameter BOD, COD dan Phospat di Sungai Bedog Gambar 12 : Grafik Parameter Timbal, Air raksa dan Seng S. Bedog Gambar 13 : Grafik Parameter Koli tinja dan Total koli S. Code Gambar 14 : Grafik Paramater COD, BOD, DO Sungai Code Gambar 15 : Grafik Paramater Tembaga, Timbal, Zn dan Nitrit di S. Code.. 25 Gambar 16 : Grafik Paramater Koli tinja dan Total kolisungai Opak Gambar 17 : Grafik Parameter BOD, COD dan DO di Sungai Opak Gambar 18 : Grafik Parameter Klorin bebas, Seng dan Sulfida di S.Opak Gambar 19 : Grafik Parameter BOD, DO, Fenol di sungai Gajah Wong Gambar 20 : Grafik Parameter Tembaga, Pb, Hg, Nitrit di S. Gajah Wong Gambar 21 : Grafik Parameter Koli Tinja dan Total Koli di S. Gajah Wong Gambar 22 : Tren Konsentrasi BOD di sungai Opak Gambar 23 : Tren Konsentrasi COD di sungai Opak Gambar 24 : Tren Konsentrasi DO di sungai Opak Gambar 25 : Tren Konsentrasi Phospat di Sungai Opak Gambar 26 : Peta lokasi pengambilan sampel mata air, air sumur Gambar 27 : Grafik konsentrasi SO Gambar 28 : Grafik Konsentrasi NO Gambar 29 : Grafik konsentrasi Timbal Gambar 30 : Grafik Konsentrasi TSP Gambar 31 : Grafik tren konsentrasi TSP Gambar 32 : Grafk tren Konsentrasi Timbal Gambar 33 : Peta pengambilan sampel udara Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul v

7 gambar 34 : Foto pengambilan sampel udara ambien Gambar 35 : Foto abrasi pantai Kwaru Gambar 36 : Foto bencana angin puting beliung di Kab. Bantul Gambar 37 : Peta rawan bencana longsor di Kab. Bantul Gambar 38 : Peta sebaran penduduk Kab. Bantul Gambar 39 : Grafik timbulan sampah di Kab. Bantul Gambar 40 : Kerajinan hasil daur ulang sampah Gambar 41 : Peta rencana kawasan industri Gambar 42 : Foto limbah industri kecil Gambar 43 : Grafik kunjungan wisata di Kab. Bantul Gambar 44 : Limbah padat sektor pariwisata Gambar 45 : Peran serta masyarakat dalam kampung hijau Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul vi

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia dilakukan secara berkelanjutan. Eksplorasi sumber daya alam terus dilakukan untuk menunjang pembangunan. Akan tetapi eksplorasi tanpa memperhatikan aspek pengelolaan dan perlindungan menyebabkan tingginya tekanan terhadap lingkungan berupa pencemaran air, udara dan tanah, berkurangnya luasan hutan serta perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pentingnya aspek pengelolaan dan perlindungan dalam melakukan eksplorasi sumber daya alam maka perlu dilakukan pengawasan. Peraturan dan perijinan mengenai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Ijin Lingkungan, Pengawasan Lingkungan dan Penilaian kondisi lingkungan dibuat dengan memperhatikan kondisi lingkungan agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan yang berdampak buruk terhadap mahluk hidup. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) menjadi perangkat penting bagi pemerintah dalam mengevaluasi kondisi lingkungan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut pembangunan suatu daerah. B. Isu-isu Prioritas Permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Bantul hasil inventarisasi dan berdampak besar terhadap pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam, merupakan isu prioritas daerah. Untuk menyelesaikan isu-isu tersebut diperlukan perhatian semua pihak dengan didukung anggaran yang memadai. Berdasarkan pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang masuk, iventarisasi permasalahan lingkungan dari Kecamatan dan dinas/instansi terkait serta hasil pemantauan yang dilaksanakan, ada beberapa isu prioritas yang terjadi saat ini antara lain Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

9 pencemaran air, permasalahan sampah akibat dari kegiatan, kerusakan kawasan pantai (abrasi) dan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. 1. Pencemaran Air Pesatnya aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan meningkatnya berbagai kegiatan yaitu industri, peternakan, kesehatan dan lain-lainnya yang apabila limbahnya tidak dikelola dengan benar dikhawatirkan menimbulkan pencemaran lingkungan baik air, udara dan tanah. Sumber pencemaran air berasal dari limbah rumah tangga yang belum tertangani, industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah lebih dulu, limbah kesehatan yang tidak dikelola dengan baik, limbah peternakan yang belum dikelola secara baik, dan lain-lainnya. Kurangnya pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dari berbagai pihak serta keterbatasan modal maupun SDM menyebabkan belum optimalnya pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan/usaha sehingga masih ditemukan kasus-kasus pencemaran dari kegiatan/usaha. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas/Instansi terkait, masyarakat, LSM, dan lain-lain untuk mencegah pencemaran air yang meliputi pemantauan kualitas air secara rutin, monitoring kegiatan / usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran pemberian bantuan biogas bagi kelompok ternak, evaluasi dan monitoring dokumen lingkungan dan pembuatan IPAL Komunal. Namun dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, sampai saat ini belum dapat memecahkan permasalahan-permasalah lingkungan dengan tuntas. Oleh sebab itu diperlukan perhatian yang lebih besar serta penambahan anggaran maupun jumlah kegiatan agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengingat air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. 2. Permasalahan Sampah Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan keluarga dan perkembangan teknologi, menyebabkan peningkatan produk-produk yang menghasilkan sampah anorganik lebih banyak dari sampah organik. Dari tahun ke tahun volume sampah selalu mengalami Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 2

10 peningkatan baik jumlah maupun jenisnya. Permasalahan sampah bukan lagi menjadi masalah lokal tetapi sudah menjadi masalah nasional yang sangat komplek. Untuk itu dalam upaya pemecahannya diperlukan keterlibatan berbagai pihak agar ikut berperan aktif menurunkan volume sampah melalui pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduse, Reuse dan Recycle). Tidak berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, permasalahan sampah di Kabupaten Bantul juga menjadi isu prioritas yang perlu dipecahkan bersama untuk mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Pada umumnya permasalahan sampah banyak terjadi di wilayah perbatasan dengan kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan. Beberapa hal yang menyebabkan permasalahan tersebut antara lain kurangnya TPS di lokasi pemukiman, perkantoran, pasar dan lain-lain, keterbatasan lahan, kurangnya sarana dan prasarana pengangkut sampah, serta belum optimalnya pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R. Beberapa upaya telah dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui dinas/instansi terkait bekerjasama dengan masyarakat, LSM dan Perguruan Tinggi untuk membantu memecahkan permasalahan tersebut namun hasilnya belum optimal. Upayaupaya yang dilakukan antara lain sosialisasi tentang pengelolaan sampah di kantor-kantor, sekolah-sekolah, PKK dan lain-lain, pemasangan papan larangan serta pemberian bantuan kepada kelompok-kelompok pengelola sampah berbasis masyarakat maupun sekolah berupa alat pengelola sampah seperti tong sampah, mesin pencacah sampah, komposter, motor pengangkut sampah dan lain-lain. Melalui pemberian stimulan alat pengelola sampah tersebut, kelompok-kelompok pengelola sampah mampu memproduksi pupuk, briket, kerajinan tangan berupa tas, dompet, tempat HP dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga serta menurunkan volume sampah. 3. Kerusakan kawasan pantai Kawasan pantai selatan Bantul meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan garis pantai kurang lebih 12 Km. Kondisi pantai saat ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terjadinya perubahan iklim menyebabkan tingginya gelombang air laut yang mengakibatkan tebing pantai tergerus (abrasi). Disamping itu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 3

11 rusaknya ekosistem pantai dikhawatirkan mendorong terjadinya abrasi pantai. Dari ketiga kawasan pantai tersebut saat ini telah mengalami abrasi walaupun tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pantai Parangtritis tingkat abrasinya lebih kecil dibandingkan dengan pantai Samas, Pandansimo dan Kuwaru. Hal ini disebabkan adanya gumuk pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan pantai lainnya sehingga dapat menghalangi terjadinya gelombang pasang. Abrasi terbesar tahun 2011 terjadi di pantai Kuwaru, Srandakan yang mengikis habis bangunan pelestari penyu, mercu suar dan hanyutnya cemara udang. Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat, LSM, swasta dan lain-lain untuk mencegah abrasi pantai antara lain penanaman pohon bakau, cemara udang, pandan laut, nyamplung dan lain-lain yang berfungsi sebagai wind barrier untuk mengurangi abrasi pantai yang terjadi. 4. Bencana Alam (Banjir dan tanah longsor) Posisi Kabupaten Bantul yang terletak di bagian hilir serta banyaknya sungai yang melewatinya, curah hujan tinggi, drainse yang kurang baik, berkurangnya daerah resapan air mengakibatkan setiap tahun bencana banjir melanda di beberapa wilayah kecamatan. Banjir terjadi di beberapa wilayah kecamatan khususnya pada wilayah yang mempunyai permasalahan air. Sebagian dari wilayah di Kabupaten Bantul merupakan daerah perbukitan yang berada di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul dan bagian Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Wilayah-wilayah tersebut meliputi kecamatan Piyungan, Dlingo, Imogiri, Pleret, Pajangan dan Sedayu. Mengingat struktur tanahnya yang labil berupa tanah liat yang sukar menyerap air, curah hujan tinggi, kurangnya penghijauan menyebabkan wilayah-wilayah tersebut setiap tahun mengalami longsor lahan yang mengakibatkan rusaknya bangunan sarana dan prasarana lainnya. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 4

12 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN A.1 Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Bantul diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu non pertanian, sawah, tegal, hutan dan lain-lain (tabel SD-1). Dari 5 (lima) jenis penggunaan lahan, penggunaan lahan terluas adalah persawahan yang mencapai ,111 Ha, dan terkecil hutan seluas 1.058,759 Ha. Penggunaan lahan untuk sawah mengalami penurunan dari ,2 Ha pada tahun 2010 menjadi ,96 Ha pada tahun 2011 Ha sedangkan pada tahun 2012 menjadi ,111 Ha. Lahan sawah dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Kabupaten Bantul sebagai lahan pertanian tanaman pangan yang merupakan salah satu sektor sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dari 17 (tujuh belas) kecamatan yang ada, lahan sawah terluas di kecamatan Sewon yang mencapai 1.424,766 Ha. Sedangkan penggunaan lahan sawah terkecil di kecamatan Pajangan sebesar 202,627 Ha. Kecilnya luas lahan sawah di Kecamatan pajangan disebabkan karena wilayah tersebut sebagian besar berupa perbukitan, tanah tandus, sumberdaya air mengandalkan mata air sehingga tidak cocok sebagai lahan pertanian khususnya tanaman padi. Lahan hutan terbesar terdapat di kecamatan Imogiri dengan luas 334,280 Ha. Penggunaan lahan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran, infrastruktur lainnya mengalami kenaikan tiap tahun dari 3844,39 Ha tahun 2010, 3872,2020 Ha di tahun 2011 dan pada tahun 2012 menjadi ,098 Ha. Luasan lahan non pertanian terbesar adalah 1.381,032 Ha di Kecamatan Kasihan dan terkecil di Kecamatan Pajangan yang mencapai 459,014 Ha. Luasnya lahan non pertanian di Kecamatan Kasihan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 5

13 disebabkan lokasi wilayah yang berada di perbatasan dengan Kota Yogyakarta sehingga perkembangan pembangunan baik industri, pemukiman, pendidikan dan lain-lain berkembang pesat. Gambar 1. Peta adminstrasi Kab. Bantul Gambar 2. Peta Recana Pengunaan Lahan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 6

14 A. 2 Hutan Hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hutan mempunyai peran sebagai penyedia sumber air bagi manusia dan lingkungannya, hutan punya kemampuan menyerap karbon, pemasok oksigen (O2) di udara dan penyedia jasa wisata serta sumber genetik flora dan fauna. Mengingat begitu besar peran hutan bagi makluk hidup, maka hutan harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, sehingga kerusakan hutan seperti kebakaran hutan, penebangan ilegal, kegiatan penambangan dan lain-lain dapat dihindari. Ada beberapa fungsi kawasan hutan antara lain kawasan konservasi, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman burung, taman nasional, taman hutan raya, hutan lindung, hutan produksi maupun hutan kota (tabel SD-2). Diantara fungsi hutan tersebut, hutan yang berfungsi sebagai cagar alam berlokasi di kecamatan Imogiri seluas 11,4 Ha sedangkan sebagai hutan lindung berlokasi di kecamatan Dlingo seluas 1.041,2 Ha. Dengan mengacu RTRW yang ada, Kabupaten Bantul juga memiliki kawasan lindung, yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mengacu tiga pilar utama yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW dan tutupan lahannya (tabel SD-3) berupa kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung seluas Ha dan kawasan resapan air seluas Ha. Kawasan hutan lindung memberikan perlindungan kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pencegah banjir dan erosi, pengatur tata air, serta memelihara kesuburan tanah. Sedangkan kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi meresap air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sekitar danau/waduk seluas Ha, sempadan sungai Ha dan sempadan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 7

15 pantai seluas 123 Ha. Kawasan perlindungan setempat ini diperuntukkan bagi pemanfaatan tanah yang dapat menjaga pelestarian jumlah, kualitas, dan penyebaran mata air serta kelancaran maupun ketertiban pengaturan air dari sumber-sumber air. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat mapun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dan sebagai penyangga sistem kehidupan kawasan tersebut yang meliputi kawasan suaka alam di Imogiri seluas 11 Ha, suaka margasatwa laut (Penyu) di kawasan pantai selatan seluas 0,1 Ha serta kawasan pantai berhutan bakau di Kecamatan Kretek seluas 5 Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah diantaranya adalah sempadan mata air seluas Ha yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan antara lain Dlingo, Piyungan, Pajangan, Imogiri, Pundong dan Bambanglipuro. Gambar 3. Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 8

16 A.3. Kualitas Lahan Tanah memiliki banyak fungsi dalam kehidupan, salah satunya adalah fungsi produksi. Fungsi produksi adalah sebagai penghasil biomassa, seperti bahan makanan, kayu dan bahan obat-obatan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi tanah, dengan tujuan melestarikan dan meningkatkan kemampuan produksi dan pelestariannya maka perlu dilaksanakan pemantauan maupun pengujian kualitas lahan secara rutin. Pemantauan kualitas lahan dilaksanakan dengan pengambilan sampel sebanyak sepuluh titik untuk lahan kering yang mana kesepuluh titik tersebut mewakili penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan dan tegalan. Lokasi pengambilan sampel meliputi kecamatan Pandak, Bantul, Pajangan, Bambanglipuro, Jetis dan Sewon. Pengujian sampel berdasarkan parameter-parameter yang tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, dari sepuluh titik pengambilan sampel pada parameter ph tertinggi 8,13 di tiga lokasi, yaitu Desa Triharjo dan Desa Gilangharjo kecamatan Pandak dan Desa Palbapang, Bantul sedangkan terendah mencapai 7,85 di Kecamatan Bambanglipuro. Sedangkan besarnya parameter DHL tertinggi 1,16 µs/cm di Desa Gilangharjo kecamatan Imogiri dan terendah 0,47 µs/cm di kecamatan Bambanglipuro. Apabila hasil uji dilihat berdasarkan tekstur tanah ( pasir, debu, liat ) kandungan pasir tertinggi di titik 10 sebesar 69,61%, debu tertinggi di titik 3 sebesar 49,33% dan liat tertinggi di titik 1 sebesar 49,97%. Tekstur tanah yang baik utuk tanaman adalah tekstur tanah yang gembur, di dalamnya terdapat ruang pori-pori yang dapat diisi oleh tanah dan udara. Tanah liat bertekstur jelek tersusun atas partikel-partikel yang cukup kecil. Jeleknya lagi, tanah liat akan menahan air dengan keras sehingga keadaannya menjadi lembab dan udarapun berputar cukup lambat. Tanah liat cenderung menggumpal dan amat rakus menghisap air. Adapun tanah yang strukturnya seperti tanah pasir bersifat porous yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh subur. Sifat porous tanah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 9

17 tersebut sangat mudah merembeskan air yang mengangkut zat-zat makanan hingga jenuh ke dalam tanah, akibatnya zat-zat makanan yang dibutuhkan tanaman tersebut tidak dapat dijangkau oleh akar. Berdasarkan hasil pengamatan porositas total yang melebihi baku mutu terdapat di desa Sumberagung kecamatan Jetis dengan nilai 75,13% dan desa Timbulharjo kecamatan Sewon sebesar 76,5%. Sedangkan yang terendah terdapat di desa Palbapang, kecamtan Bantul sebesar 34,4%. A.4. Kerusakan Hutan dan Lahan Kerusakan hutan dan lahan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak memperdulikan faktor ekologi. Laju Deforestasi yang tinggi tidak sebanding dengan laju rehabilitasi hutan dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, erosi dan tanah longsor. Untuk menghidari bencana akibat deforestasi maka dilakukan inventarisasi luasan lahan kritis untuk dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Lokasi lahan kritis di kabupaten Bantul tersebar di 14 kecamatan dimana lahan kritis tersebut berada di wilayah perbukitan (tabel SD-5). Pada tahun 2012 luasan lahan kritis sebesar 2.327, 75 Ha. Luasan tersebut menurun sebesar 0,50 Ha jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.328,25 Ha. Wilayah dengan luasan lahan kritis terbesar adalah kecamatan Sedayu yang mencapai 570 Ha. Dan yang terendah adalah kecamatan Srandakan dengan luasan sebesar 12,5 Ha. Besarnya luasan lahan kritis tersebut disebabkan wilayah tersebut terletak di perbukitan dengan struktur tanah batu-batuan, serta keterbatasan sumber daya air di wilayah tersebut. Sedangkan wilayah yang tidak mempunyai lahan kritis adalah wilayah kecamatan Banguntapan, Bantul dan Sewon. Faktor lain penyebab terjadinya lahan kritis adalah konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, wilayah pertambangan hutan tanaman industri. Berdasarkan data dari dinas terkait seperti tercantum pada tabel SD-7 tidak ada konversi hutan. Dan kabupaten Bantul tidak mempunyai hutan tanaman industri (SD-8) yang Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 10

18 mana merupakan penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut. Kerusakan hutan pada tahun 2012 akibat kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar, perambahan hutan tidak terjadi (SD-6). Gambar 4. Foto Pengambilan sampel kualitas tanah B. KEANEKARAGAMAN HAYATI B.1. Jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui Secara topografi Kabupaten Bantul terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Bagian selatan merupakan daerah pantai 2. Bagian tengah & utara merupakan dataran rendah 3. Bagian timur dan barat merupakan dataran tinggi Oleh karena itu kondisi keanekaragaman hayati yang ditemukan juga berbedabeda dengan jenis flora maupun fauna yang bervariasi. Jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui meliputi mamalia, burung, reptil, amphibi, ikan, molusca, coelenterata, arthropoda dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan jumlah spesies yang dilindungi meliputi mamalia, burung dan reptil. Berdasarkan hasil inventarisasi keanekaragaman hayati Kabupaten Bantul (tabel SD-9), jumlah spesies yang diketahui berjumlah 929 spesies dengan 16 spesies dilindungi. Dari jumlah spesies yang diketahui tersebut, tumbuh-tumbuhan merupakan spesies terbanyak yang mencapai 634 spesies dan coelenterata merupakan jumlah spesies terendah mencapai 1 spesies. Sedangkan untuk jumlah spesies yang dilindungi mencapai 16 spesies dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 11

19 spesies terbanyak adalah burung yang mencapai 9 spesies dan terendah mamalia yang mencapai 3 spesies. B. 2. Keadaan flora dan fauna yang dilindungi 1. Daerah pantai Dengan karakteristik daratan berpasir disertai angin kencang serta ombak yang besar, flora yang ada di sepanjang pantai merupakan flora khas pantai, sesuai kondisi tanahnya yaitu flora yang termasuk dalam formasi pres-caprae dan fromasi Baringtonia antara lain : Ipomea prescaprae, Vigna, Spinifex ( Rumput angin), bakung, nyamplung, ketapang, waru serta bakau. Sedangkan fauna yang bisa ditemukan meliputi filum avertebrata dan vertebrata. Filum avertebrata meliputi udang-udangan dan Physalia (sejenis ubur-ubur) dan Filum vertebrata meliputi berbagai jenis ikan juga reptilia yang dilindungi seperti penyu hijau, penyu sisik dan penyu lekang. Ketiga jenis penyu tersebut statusnya terancam karena dikhawatirkan adanya perburuan telur penyu yang dapat menghambat perkembangbiakannya. 2. Daerah dataran rendah Daerah ini merupakan pemukiman, pertanian dan industri sehingga keanekaragaman hayati yang dijumpai umumnya adalah flora dan fauna yang ditujukan untuk kepentingan manusia. Fauna yang dapat dijumpai adalah hewan ternak serta hewan yang dipelihara seperti kucing-kucingan dan burung. Selain itu fauna yang hidup bebas adalah berbagai jenis serangga baik yang menguntungkan maupun yang merugikan (hama). Sedangkan flora yang dapat dijumpai dalam daerah ini adalah tanaman yang digunakan sebagai bahan makanan (buah, sayur, makan pokok, obat-obatan) juga tanaman hias dan tanaman perindang yang bermanfaat sebagai sumber oksigen yang dapat mengurangi polusi udara. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 12

20 3. Dataran tinggi, Karst/Goa Di daerah dataran tinggi banyak terdapat tanaman-tanaman / pohon besar dan sedang sebagai pembentuk kanopi hutan, termasuk di dalamnya tanaman keras seperti jati, mahoni, pinus, kayu putih. Selain itu juga terdapat tanaman bawah tegakkan yang diusahakan masyarakat sekitar seperti Uwi, Gembili serta Garut yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bernilai ekonomi karena dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk produk sehingga meningkatkan nilai jual. Adapun Fauna yang ada di daerah ini adalah bajing/tupai dari kelompok mamalia yang dan berbagai jenis burung yang banyak menjadi obyek perburuan karena daging maupun kulitnya dimanfaatkan sebagai makanan yang mempunyai khasiat dan kulitnya sebagai bahan-bahan kerajinan tangan yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Untuk daerah Karst/goa memiliki keanekaragaman hayati yang cukup unik dan umumnya bersifat endemik, antara lain anggrek dan pakupakuan serta fauna yang ditemukan adalah laba-laba dan kelelawar. Anggrek banyak jenisnya dengan keunikan tersendiri mampu menciptakan keindahan lewat bunganya sehingga banyak digemari. Demikian juga dengan jenis paku-pakuan yang menarik adalah bentuk daunnya sehingga banyak digemari sebagai tanaman hias. Fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini dikhawatirkan terjadinya penurunan flora dan fauna yang ada baik jumlah maupun jenisnya. Untuk mempertahankan kelestarian flora dan fauna, maka perlu dilakukan perlindungan melalui pengembang biakkan. Beberapa golongan dan spesies fauna yang statusnya terancam diperlukan perlindungan seperti golongan hewan menyusu dari spesies trenggiling, tupai dan rusa timor. Sedangkan dari golongan burung meliputi spesies alap-alap, alap-alap macan, gagak, burung madu,cikakak jawa, elang ular bido, gagak, jalak bali, jalak putih dan kuntul. Untuk golongan reptil meliputi spesies penyu sisik, hijau, lekang dan belimbing. Usaha penangkaran telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yaitu satwa penyu yang ada di pantai selatan dan jalak bali. Dengan terjadinya Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 13

21 abrasi pantai Kuwaru, gedung penangkaran penyu yang ada hanyut terbawa air laut. Berbagai kasus lingkungan terkait dengan keanekaragaman hayati menunjukan kita belum mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati tersebut. Eksplotasi keanekaragaman hayati, penebangan ilegal, konversi kawasan hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, penggunaan teknis dan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Pemanfaatan berlebihan oleh manusia sering kali mempercepat proses kepunahannya. Ancaman kepunahan pada keanekaragaman hayati di hutan umumnya karena rusaknya habitat, penggunaan secara berlebihan. Kebanyakan spesies yang terancam punah menghadapi dua atau lebih permasalahan tersebut, sehingga mempercepat kepunahannya dan menyulitkan usaha usaha pelestariannya. Perubahan habitat alami maupun konversi habitat alami menjadi areal hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, pemukiman dan lain-lain telah memberi andil yang besar bagi kepunahan keanekaragaman hayati dan kerabat liar tanaman budidaya di Indonesia. C. AIR C.1. Kondisi Hidrogeologi Letak kabupaten Bantul yang berada di posisi hilir provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dialiri oleh sungai-sungai besar maupun anak sungainya. Berdasarakan tabel SD-11, sungai-sungai besar yang mengalir adalah sungai Bedog, Winongo, Opak dan Gajah Wong dengan panjang, lebar dan debit yang bervariasi. Sungai yang terpanjang adalah sungai Bedog mencapai 40,92 Km, sungai yang terdalam adalah sungai Opak dengan kedalaman 2,65 m. Dari lima sungai tersebut apabila dilihat debitnya, debit terbesar adalah sungai Opak yang mencapai 37 m 3 /det, terendah sungai Winongo yang mencapai 0,52 m 3 /det. Sumber daya air lainnya adalah mata air (tuk) yang tersebar di beberapa wilayah (tabel SD-12). Berdasarkan data dari dinas Suber Daya Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 14

22 Air terdapat 69 mata air yang telah diinventarisasi. Mata air terluas dari ke- 69 tersebut adalah mata air Semuten dengan luas 110 Ha. Dan yang terkecil adalah mata air Pangkah, Kedung Bunder dan sendang dengan luas masing-masing sebesar 0,5 Ha. Air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan dan industri, air tanah seperti sumur dimanfaatkan untuk mandi, cuci, masak, menyirami tanaman, cuci mobil/motor dan lain-lain. Sedangkan mata air yang berada di perbukitan pemanfaatannya hampir sama dengan air sumur. C.2. Kualitas Air Sungai Mengingat fungsi sungai begitu besar, agar tidak terjadi penurunan kualitas air sungai serta tidak terjadi kerusakan akibat kegiatan yang dapat merusak kelestarian fungsi sungai diperlukan pemantauan secara rutin dan berkelanjutan.. Pemantauan kualitas air sungai dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul terhadap 5 sungai yaitu sungai Code, Sungai Winongo, Sungai Gajah wong, Sungai Bedog, Sungai Opak. Adapun parameter yang diperiksa sebanyak 28 parameter sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi DIY, mutu air kelas II. Berdasarkan hasil pemantauan di lima sungai dengan jumlah titik pantau sebanyak lima belas (15) titik pantau dari periode pemantauan menunjukkan bahwa sampel air yang diambil rata-rata 25,17% parameter telah melebihi baku mutu air kelas II. Parameter-parameter tersebut meliputi parameter fisika, kimia anorganik, mikrobilogi dan kimia organik. Lebih lanjut untuk parameter fisika yang telah melebihi baku mutu adalah residu tersuspensi. Parameter kimia anorganik adalah BOD (Biological Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), tembaga, timbal, air raksa, seng, fenol dan nitrit, Khlorin bebas. Parameter mikrobiologi adalah fecal coli dan total coli. Dan parameter kimia organik adalah minyak dan lemak. Berikut ini uraian kondisi kualitas air di setiap sungai yang dipantau dengan penekanan pada parameter yang melebihi baku mutu atau parameter pencemar (25,17%) sampel melebihi baku mutu yang dipantau Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 15

23 pada semua titik pantau dan semua periode pemantauan. Lokasi pengambilan sampel air dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Peta lokasi pengambilan sampel air sungai Gambar 6. Foto pengambilan sampel air sungai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 16

24 C.2.a. Hasil analisa Kualitas Air Sungai 1. Sungai Winongo Pemantauan air Sungai Winongo dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan sasaran 5 lokasi titik pantau mulai dari daerah hulu yaitu Jomegatan, Kweni, Nyemengan, Manding hingga di daerah hilir yaitu Gading Lumbung, Kretek. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter tercemar di sungai Winongo berturut-turut adalah BOD (100%), DO (100%), nitrit (100%), Bakteri total koli (100%), Bakteri Koli Tinja (100%), tembaga (80%), timbal (40%), fenol (40%), seng (20%), khlorin bebas (20%). Untuk parameter Minyak dan Lemak sebesar 100% telah mencapai batas baku mutu. 1.a. Parameter BOD, COD dan DO Besarnya kadar parameter BOD, COD dan DO pada lima titik pantau di sungai Winongo berdasarkan hasil uji laboratorium dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7. Grafik Konsintrasi Parameter BOD, COD dan DO di sungai Winongo Berdasarkan grafik tersebut, konsentrasi yang melebihi batas baku mutu adalah parameter BOD dan DO. Untuk parameter COD tidak melebihi batas baku mutu sebesar 25 mg/l. Kadar BOD tertinggi sebesar 11 mg/l terdapat di titik pantau Nyemengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 17

25 dengan kadar DO terendah mencapai 1,02 mg/l. Sedangkan untuk kadar BOD terendah terdapat di titik pantau Manding sebesar 4 mg/l dengan kadar DO tertinggi mencapai 2,95 mg/l. Rendahnya kadar DO hingga dibawah baku mutu disetiap titik pantau sungai Winongo mengindikasikan terjadinya pencemaran oleh limbah yang mengandung zat organik berkadar tinggi. DO sangat diperlukan untuk kehidupan makhluk hidup yang tinggal di air, baik tanaman maupun hewan. Tingginya konsentrasi BOD di 5 (lima) lokasi mengindikasikan semakin banyaknya limbah yang dibuang ke badan air baik limbah cair maupun padat terutama yang mengandung zat organik. Sehingga kebutuhan oksigen akan meningkat sebagai dampak dari kebutuhan bakteri untuk mengurai limbah-limbah tersebut. 1.b. Parameter Nitrit Hasil uji laboratorium menunjukkan 5 (lima) lokasi titik pantau di sungai Winongo untuk parameter nitrit telah melampaui ambang batas dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8. Grafik Konsentrasi Parameter Nitrit di sungai Winongo Berdasarkan grafik 8 kadar tertinggi terdapat di Kweni dengan nilai sebesar 1,1 mg/l sedangkan kadar terendah di Gading Lumbung sebesar 0,01 mg/l. Tingginya kadar nitrit di kweni Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 18

26 mengindikasikan penggunaan pupuk notrogen sangat besar dan juga pembuangan sampah ke sungai. 1.c. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil uji laboratorium, nilai untuk parameter koli tinja dan total koli di lima titik pantau sungai Winongo dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9. Grafik Konsentrasi Parameter koli tinja dan total koli di Sungai Winongo Pencemaran Bakteri Koli terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi pencemar tertinggi di lokasi Nyemengan dan Kweni sebesar 4,6 x 10 5 JPT/100 ml dan terendah di Jomegatan sebesar 1,1 x 10 3 JPT/100 ml. Sedangkan untuk Total koli, konsentrasi pencemar tertinggi terdapat di Nyemengan sebesar 4,6 x 10 5 JPT/100 ml dan terendah di lokasi Jomegatan sebesar 1,1 x 10 4 JPT/100 ml. Keberadaan bakteri koli merupakan indikator terjadinya pencemaran air. Tingginya bakteri koli di sungai Winongo disebabkan karena adanya kotoran hewan dan manusia, serta bahan organik yang diindikasikan berasal dari limbah rumah tangga, peternakan maupun sampah. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 19

27 2. Sungai Bedog Pemantauan sungai Bedog dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan sampel di ambil di 3 (tiga) titik pantau mulai dari hulu sungai di Menayu Kidul Tirtonirmolo, Kasihan hingga daerah hilir di Mangir Kidul, Sendang sari, Pajangan. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Bedog berturut-turut adalah BOD (100%), DO (100%), timbal (100%), Koli tinja (100%), Bakteri total koli (100%), Minyak dan lemak (66,67%), air raksa (33,33%) dan seng (33,33%). 2.a. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 10. Gambar 10. Grafik Konsentrasi Parameter Koli Tinja dan Total Koli di sungai Bedog Dari gambar 10. dapat dilihat kosentrasi total koli dan koli tinja tertinggi ada di lokasi pantau Sindon dengan kosentrasi total koli sebesar 1,1 x 10 6 JPT/100ml dengan kosentrasi koli tinja sebesar 1,5 x Konsentrasi terendah untuk koli tinja di Menayu Kidul dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 20

28 Mangir Kidul sebesar 4,3 x 10 4 JPT/100ml. Sedangkan untuk total koli di Mangir Kidul sebesar 4,3 x b. Parameter DO, BOD dan COD Berdasarkan hasil analisa laboratorium, untuk parameter BOD dan DO di sungai Bedog ketiga titik pantau telah melebihi baku mutu air kelas II. Ketiga titik pantau tersebut adalah Menayu Kidul, Sindon dan Mangir Kidul. Konsentrasi BOD secara berturut-turut sebesar 6 mg/l, 7 mg/l dan 4 mg/l. Dan untuk konsentrasi DO secara berturut-turut sebesar 2,85 mg/l, 0,43 mg/l dan 3 mg/l. Sedangkan untuk konsentrasi COD ketiga titik pantau tersebut tidak melebihi baku mutu air kelas II. Ilustrasi Konsentrasi parameterparameter tersebut dapat dilihat pada gambar 11. Gambar 11. Grafik Konsentrasi Parameter DO, BOD dan Phosphat di sungai Bedog Dari gambar 2.10 dapat dilihat kadar BOD tertinggi mencapai 7 mg/l di titik pantau Sindon sedangkan terendah di titik pantau Mangir Kidul yang mencapai 4 mg/l. Konsentrasi DO yang terkecil sebesar 0,43 mg/l di lokasi titik pantau Sindon sedangkan terbesar di titik pantau Mangir Kidul dengan kadar sebesar 3 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 21

29 2.c. Parameter timbal, air raksa, dan Seng Berdasarkan hasil analisa laboratorium, untuk parameter timbal, air raksa, dan Seng yang melebihi baku mutu air kelas II di sungai Bedog dapat dilihat pada gambar 12. Gambar 12. Grafik Konsentrasi Parameter timbal, air raksa, dan Seng di sungai Bedog Dari grafik diatas dapat dilihat unsur timbal dengan kosentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Sindon dan Mangir Kidul sebesar 0,7 mg/l dan terendah di titik pantau Menayu Kidul sebesar 0.1mg/L sudah melampaui baku mutu. Konsentrasi air raksa di ketiga titik pantau, hanya satu diantaranya yang melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Manayu Kidul dengan konsentrasi tertinggi sebesar 3,78 mg/l. Untuk kedua titik pantau selanjutnya masih dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu titik pantau Sindon dan Mangir dengan besaran 0,025 mg/l. Adapun untuk konsentrasi seng di ketiga titik pantau tersebut yang melebihi baku mutu adalah Menayu Kidul sebesar 1,22 mg/l sekaligus tertinggi. Untuk konsentrasi terendah di Sindon dan Mangir Kidul secara berturut-turut sebesar 0,02 mg/l dan 0,2 mg/l, masih dibawah baku mutu. Tingginya konsentrasi Seng di sungai Bedog diindikasikan adanya senyawa anorganik yang ada dalam buangan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 22

30 3. Sungai Code Pemantauan sungai Code dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Ngoto, Bangunharjo dan bagian tengah di Kembang Songo, Trimulyo, Jetis. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di Sungai code berturut-turut adalah bakteri Coli tinja (100%), bakteri total Coli (100%), BOD (100%), DO (100%), tembaga (100%), timbal (100%), seng (100%), nitrit (50%). 3.a. Parameter Total Koli dan Koli Tinja Pencemaran bakteri Koli tinja dan Total Coli terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi di Kembang Songo, Trimulyo, Jetis masing-masing sebesar 1,1 x 10 6 JPT/100 ml dan 2,4 x Konsentrasi Koli tinja dan Total koli di sungai Code dapat dilihat pada gambar 13. Gambar 13. Grafik Konsentrasi Parameter Koli Tinja dan Total Koli di sungai Code Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 23

31 3.b. Parameter COD, BOD, dan DO Parameter-parameter pencemar sungai Code dari kimia anorganik antara lain DO, BOD dan COD konsentrasinya dapat dilihat pada Grafik 14. Gambar 14. Grafik Konsentrasi COD, BOD,DO di sungai Code Berdasarkan gambar 14. dapat dilihat bahwa konsentrasi BOD dan DO di 2 (dua) lokasi pemantauan konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun Konsentrasi tertinggi BOD adalah 10 mg/l di Ngoto, Bangunharjo, Sewon sekaligus terendah untuk parameter DO dengan konsentrasi sebesar 3,96 mg/l. 3.c. Parameter Tembaga, Timbal, Seng dan Nitrit Parameter-parameter lain dari kimia organik pencemar sungai Code yaitu tembaga, timbal, seng dan nitrit konsentrasinya dapat dilihat pada gambar 15. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 24

32 Gambar 15. Grafik Konsentrasi Tembaga, Timbal, Seng dan Nitrit di sungai Code Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa parameter tembaga, timbal dan Seng di ke dua lokasi pemantauan konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II dengan kadar tembaga tertinggi sebesar 0,05 mg/l di lokasi Ngoto, Bangunharjo, Sewon. Untuk kadar timbal di kedua lokasi titik pantau tersebut sebesar 0,5 mg/l. Dan konsentrasi tertinggi Seng sebesar 0,3 mg/l juga di lokasi Ngoto. Sedangkan untuk parameter nitrit yang melebihi baku mutu air klas II di lokasi Ngoto sebesar 1,5 mg/l. Berdasarkan hasil-hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi pemantauan Ngoto untuk 4 (empat) parameter tersebut konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II. 4. Sungai Opak Pemantauan Sungai Opak dilakukan pada bulan Juni dengan sasaran 3 titik pantau dari sungai bagian hulu Kloron, Klenggotan sampai bagian hilir di Putat, Selopamioro, Imogiri. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Opak berturut-turut adalah BOD (100%), timbal (100%), bakteri koli tinja (100%), bakteri total koli (100%), DO (33,33%) dan tembaga (33,33%). Grafik parameter pencemar dapat di lihat di bawah ini. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 25

33 4.a. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja di sungai Opak terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi untuk koli tinja sebesar 4.6 x 10 5 JPT/100 ml di titik lokasi Kloron dan terendah di Putat dengan kadar 4,3 x Untuk parameter total koli konsentrasi tertinggi di lokasi Kloron dengan konsentrasi 1,1 x 10 6 JPT/100 ml dan terendah di Putat dengan kadar 4,3 x 10 4 JPT/100 ml. Secara keseluruhan besarnya konsentrasi Koli tinja maupun total di sungai Opak dapat dilihat pada gambar 16. Gambar 16. Grafik Konsentrasi Total Koli dan Koli Tinja di sungai Opak 4.b. Parameter Konsentrasi BOD, COD dan DO Berdasarkan hasil analisa laboratorium konsentrasi BOD di 3 (tiga) titik melebihi baku mutu air klas II sedangkan untuk parameter DO hanya di titik pantau Kloron yang melebihi baku mutu air klas II dengan kadar sebesar 5,8 mg/l yang dapat dilihat pada gambar 17. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 26

34 Gambar 17. Grafik konsentrasi parameter BOD, COD dan DO di sungai Opak Berdasarkan hasil analisa laboratorium, kondisi air sungai Opak di 3 (tiga) lokasi titik pantau tercemar oleh zat organik. Kondisi tersebut lebih mengkhawatirkan untuk titik Klenggotan dan Putat. Hal tersebut dapat dilihat dengan konsentrasi DO yang di bawah baku mutu. Sedangkan untuk di titik pantau Kloron meskipun konsentrasi BOD tertinggi tetapi kadar DO nya masih diatas baku mutu. Hal tersebut masih memungkinkan tumbuhan dan hewan untuk hidup di sungai Opak. 4.c. Parameter Konsentrasi Tembaga dan Timbal Besarnya konsentrasi untuk parameter tembaga dan timbal di sungai Opak dapat dilihat pada gambar 18. Gambar 18. Grafik Konsentrasi Parameter Khlorin bebas, Sulfida dan Seng sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 27

35 Berdasarkan grafik tersebut diatas, parameter tembaga di sungai Opak di lokasi pemantauan Putat konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II. Konsentrasi tembaga dititik panatau tersebut sebesar 0,2 mg/l. Sedangkan di lokasi titik pantau Kloron konsentrasi tembaga diambang kritis yaitu sebesar 0,02 mg/l. Untuk parameter timbal ketiga titik pantau besaran konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II. Konsentrasi timbal di ketiga titik tersebut secara berturut-turut dari hulu sebesar 0,6 mg/l, 0,6 mg/l dan 0,1 mg/l. 5. Sungai Gajah Wong Pemantauan sungai Gajah Wong dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Bodon Jagalan Banguntapan dan sungai bagian tengah di Kanggotan Wonokromo Pleret. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Gajah Wong berturut-turut adalah BOD (100%), DO (100%), tembaga (100%), timbal (100%), air raksa (50%), Nitrit (100%), Bakteri total koli (100%) dan Koli tinja (100%). 3.a. Parameter BOD, DO dan Fenol Besarnya konsentrasi parameter-parameter BOD, DO dan Fenol di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada gambar 19. Gambar 19. Grafik Konsentrasi parameter BOD, DO dan Fenol di sungai Gadjah Wong Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 28

36 Berdasarkan grafik tersebut, Parameter BOD tertinggi di Bodon dengan konsentrasi 10 mg/l dan terendah di Kanggotan sebesar 7 mg/l. Untuk parameter DO terendah 2,82 mg/l di Bodon, sedangkan untuk lokasi kanggotan sebesar 3,39 mg/l. 3.b. Parameter Tembaga, Timbal, Air Raksa dan Nitrit Berdasarkan hasil laboratorium konsentrasi tembaga, timbal dan nitrit melebihi baku mutu air klas II di 2 (dua) lokasi titik pantau. Untuk kosentrasi air raksa hanya titik pantau Kanggotan yang melebihi baku mutu. Ilustrasi besarnya paramater-parameter tembaga, timbal dan air raksa sungai Gajah Wong dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Grafik Konsentrasi Parameter Koli Tinja dan Total di sungai Gadjah Wong Berdasarkan grafik diatas konsentrasi tertinggi air raksa terdapat pada titik pantau Kanggotan sebesar 0,348 mg/l. Konsentrasi tembaga dan air raksa di kedua titik pantau mempunyai besaran secara berturut-turut 0,09 mg/l dan 0,08 mg/l dengan kadar di tiap titik sama. Kemudian untuk konsentrasi nitrit di titik pantau Bodon sebesar 0,9 mg/l dan kanggotan sebesar 0,8 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 29

37 3.c. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Konsentrasi parameter Koli tinja dan Total koli di sungai Gajah wong di masing-masing lokasi sampling dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Grafik Konsentrasi Parameter Koli Tinja dan Total di sungai Gadjah Wong Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja terjadi di semua titik pantau. Konsentrasi total koli tertinggi di Kanggotan dengan kosentrasi sebesar 2,4 x 10 4 JPT/100 ml. Untuk kosentrasi koli tinja tertinggi di lokasi Kanggotan dengan konsentrasi 9,3 x 10 4 Jml/100 ml. C.2. b.tren Kualitas Air Sungai Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencemaran suatu sungai, dilakukan analisis tren sungai selama tiga tahun berturutturut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas air sungai di salah satu sungai yaitu di sungai Opak untuk beberapa parameter dari tahun 2010 sampai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 30

38 1.a. Parameter BOD Konsentrasi BOD di sungai Opak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 mengalami penurunan yang dapat dilihat pada gambar 22. Gambar 22. Grafik Tren konsentrasi BOD di sungai Opak Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat selama 3 tahun berturut-turut tren konsentrasi BOD mengalami penurunan. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa beban pencemaran terhadap sungai Opak mengalami penurunan. Meskipun begitu terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2011 di lokasi Klenggotan dengan konsentrasi sebesar 14 mg/l dan merupakan konsentrasi tertinggi selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2012 konsentrasi BOD mencapai titik terendah selama tiga tahun terakhir pada lokasi sampel Klenggotan dan Manding sebesar 5 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 31

39 1.b. Parameter COD Konsentrasi COD di sungai Opak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 besarnya fluktuatif seperti yang terlihat pada gambar 23. Gambar 23. Grafik rtren konsentrasi COD sungai Opak Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tren konsentrasi COD sangat fluktuatif meskipun jika dilihat pertahun mengalami penurunan. Hal tersebut mengindikasikan beban pencemaran terhadap sungai Opak mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Konsentrasi tertinggi sebesar 28 mg/l di lokasi Klenggotan pada tahun 2011 dan terendah di lokasi Putat sebesar 10 mg/l pada tahun Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 32

40 1.c. Parameter DO Konsentrasi DO di sungai Opak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 besarnya fluktuatif yang dapat dilihat pada gambar 24. Gambar 24. Grafik Tren konsentrasi DO sungai Opak Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat bahwa selama 3 tahun berturut-turut tren konsentrasi DO fluktuatif. Adapun konsentrasi DO tertinggi sebesar 5,8 mg/l di lokasi Putat pada tahun 2011 dan terendah di lokasi Klenggotan dan Putat sebesar 4,2 mg/l pada tahun Rendahnya konsentrasi DO selama tiga tahun terakhir mengindikasikan telah terjadinya pencemaran air yang mana penguraian bahan pencemar tersebut baik secara biologi maupun kimia membutuhkan oksigen. Berdasarkan tren kualitas air sungai Opak dengan melihat parameter BOD dan COD yang mengalami penurunan tiap tahunnya akan tetapi kadar DO masih dibawah baku mutu. Hal tersebut mengkhawatirkan, karena berdampak berkurangnya biota-biota air yang hidup di sungai karena kekurangan oksigen. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 33

41 Untuk itu diperlukan peran aktif kepada semua pihak baik masyarakat di sekitar sungai, pemerintah dan pelaku usaha agar dapat melestarikan fungsi sungai sehingga sungai dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya kehidupan. 1.d. Parameter Tembaga Konsentrasi Phosphat di sungai Opak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 yang dapat dilihat pada gambar 25. Gambar 25. Tren Konsentrasi phosphat di sungai Opak Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tren konsentrasi tembaga sangat fluktuatif. Pada tahun 2012 konsentrasi tembaga di Putat tertinggi selama tiga tahun terakhir sebesar 0,2 mg/l. Sedangkan Konsentrasi terendah di lokasi klenggotan sebesar 0,002 mg/l pada tahun Tingginya kadar tembaga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 34

42 C.3. Kualitas Mata Air Sebaran mata air potensial di Kabupaten Bantul terdapat di satuan Perbukitan Baturagung, dan kemungkinan di Perbukitan Formasi Sentolo. Terbentuknya mata air dapat disebabkan oleh adanya: (a) patahan, (b) perbedaan perlapisan batuan, dan (c) distrike. Di Kecamatan Imogiri dan Piyungan wilayahnya merupakan pegunungan yang tersusun dari berbagai formasi batuan, sehingga di daerah ini terdapat beberapa mata air. Kecamatan Kretek terdapat mata air panas, yaitu di Parangwedang dan beberapa mata air lain di sekitar daerah obyek wisata Parangtritis. Mata air Cerme di Kecamatan Imogiri mempunyai debit aliran yang paling besar, yaitu 66 liter/detik. Mata air ini merupakan muara sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan karena adanya sesar. Aliran air tanah yang mengalir melalui rekahan, celah dan lorong pelarutan pada batugamping Formasi Wonosari, akan terbentur pada Formasi Nglanggeran yang berbatuan breksi volkanik dan relatif kedap air, sehingga menyebabkan munculnya mata air, seperti Mata air Surocolo. Nawungan I dan Nawungan II. Mata air merupakan salah satu sumberdaya air yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci, memasak, pengairan, dan lain-lain terutama penduduk yang berada di wilayah perbukitan. Air disalurkan melalui selang maupun pipa ke rumahrumah penduduk untuk mencukupi kebutuhan air keluarga. Agar air mata air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan mata air memenuhi peryaratan sesuai peruntukannya serta layak dikonsumsi diperlukan pemantauan secara rutin. Untuk itu, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Dinas/Instansi terkait melaksanakan pemantauan mata air walaupun baru dalam jumlah sedikit. Mengingat keterbatasan dana, belum semua paramater yang ada sesuai peraturan dapat dilakukan pengujian. Analisa laboratorium dari mata air di dua lokasi pemantauan yaitu Mata air Kedung, Pajangan dan Beji, Bantul (tabel SD-14) dilakukan terhadap parameter fisika, kimia dan biologi. Berdasarkan hasil analisa Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 35

43 dengan mengacu baku mutu air sesuai Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 ada parameter yang konsentrasinya diatas baku mutu yaitu timbal. Besarnya konsentrasi timbal di dua mata air tersebut melebihi baku mutu air yaitu untuk mata air Kedung Pajangan sebesar 0,1206 mg/l (baku mutu 0,03 mg/l) dan Beji mencapai 0,184 mg/l sedangkan untuk parameter yang lainnya masih dibawah baku mutu. C.4. Kualitas Sumur Air sumur merupakan sumber daya air yang paling banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam rumah tangga. Pembangunan yang terus meningkat berdampak pada kualitas air sumur. Penurunan kualitas air sumur akan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Untuk memantau kualitas air sumur maka dilakukan pemantauan di tiga lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemar. Parameter yang digunakan dalam pengujian laboratorium menggunakan baku mutu yang tertuang dalam peraturan menteri kesehatan No.16/MENKES/PER/IX/1990. Berdasarkan hasil uji laboratorium ada beberapa parameter yang melebihi persyaratan. Parameter-parameter yang konsentrasinya melebihi baku mutu yaitu senyawa timbal dan Total koli. Parameter timbal melebihi baku mutu di tiga lokasi pantau dengan konsentrasi sebesar 0,1 mg/l, 0,18 mg/l dan 0,25 mg/l. Tingginya konsentrasi timbal diindikasikan adanya pencemaran yang berasal dari limbah domestik rumah tangga, industri kecil dan bengkel. Penyebab tingginya kadar timbal di air sumur warga adalah pembuangan baterai bekas dan air aki bekas ke sembarang tempat yang kemudian meresap ke tanah hingga sampai ke air sumur warga. Untuk parameter total koli, ketiga titik pantau juga melebihi baku mutu dengan konsentrasi sebesar 9,0 x 10 jml/100 ml, 1,5 jml/100 ml dan 7 x 10 jml/100 ml. Tingginya konsentrasi bakteri koli dipengaruhi oleh sanitasi yang kurang baik seperti terikutnya kotoran manusia maupun hewan dalam air tersebut. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 36

44 Gambar 26. Peta lokasi pengambilan sampel mata air, air sumur D. UDARA D.1. Udara Ambient Kondisi udara suatu wilayah dapat mempengaruhi kualitas lingkungan dimana kualitas udara yang baik menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat karena udara sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk bernafas. Untuk menjaga agar kualitas udara tidak menurun perlu dilakukan pemantauan secara rutin dan berkelanjutan. Pemantauan udara ambient dilakukan di 6 (enam) titik pantau/lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Bantul, khususnya di tempat-tempat yang padat lalu lintas dan berdekatan dengan industri. Pemantauan kualitas udara dilaksanakan secara periodik dalam satu tahun dengan parameter-parameter yang dipantau meliputi ; Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monooksida (CO), Ozon (O3), Hidrokarbon (HC), TSP, PM 10, PM 2,5 dan Timbal (Pb). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 37

45 Hasil analisis parameter-parameter tersebut di atas dibandingkan dengan standar baku mutu udara ambient daerah dan baku kebisingan. Standar baku mutu kebisingan yang digunakan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 176/KPTS/2003 sedangkan baku mutu udara ambient adalah Lampiran Keputusan Gubernur daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 tahun Kualitas udara ambient untuk parameter yang diuji di kabupaten Bantul masih dibawah baku mutu kecuali untuk tingkat kebisingan dan total suspended particulate (TSP). Tingkat kebisingan berdasarkan baku mutu kebisingan disemua titik pantau di kabupaten Bantul telah melampaui baku mutu kebisingan. Dan untuk parameter TSP dari enam titik pantau dua diantaranya melampaui baku mutu, yaitu titik pantau perempatan Jejeran dan perempatan Madukismo. D.1.1 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambient Hasil pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan pada tahun 2012 di 6 (enam) titik pemantauan (tabel SD-16) untuk masing-masing parameter adalah sebagai berikut : a. Sulfur Dioksida (SO2) Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di udara dapat menyebabkan hujan asam. Hujan asam terbentuk dari senyawa SO 2 yang bereaksi dengan Oksigen (O 2 ) membentuk SO 3 yang merupakan senyawa yang reaktif. Senyawa SO 3 akan bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfit (H 2 SO 3 ). Asam sulfit inilah jika hujan turun akan akan ikut terbawa air yang menyebabkan hujan asam. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah, juga benda-benda yang terbuat dari logam akan mengalami peristiwa perkaratan (oksidasi). Adapun hasil pengukuran SO2 di udara dapat dilihat pada gambar 27. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 38

46 Gambar 27. Grafik konsentrasi Konsentrasi SO2 Berdasarkan pengukuran SO2 yang terlihat pada grafik tersebut diatas, besarnya konsentrasi di 6 (enam) lokasi titik pemantauan masih di bawah baku mutu udara ambient. Namun konsentrasi SO2 di udara relatif rendah tidak dapat diabaikan begitu saja, karena proses akumulasi akan tetap terjadi untuk emisi yang terus menerus. Kadar SO2 tertinggi mencapai 73,6 µg/nm 3 di titik pemantauan pertigaan pasar Piyungan, jalan Wonosari, sedangkan yang terendah berada di titik pemantauan perempatan klodran, jalan Bantul dengan konsentrasi 52,2 µg/nm 3. Tingginya konsentrasi SO2 di dua lokasi tersebut diindikasikan adanya kepadatan kendaraan bermotor, industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan limbah padat. b. Nitogen Dioksida (NO 2 ) Gas Nitrogen Oksida (NOx) ada dua macam, yaitu gas Nitrogen Monooksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO 2 ), yang keduanya mempunyai sifat yang sangat berbeda serta sama-sama sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO 2 bila mencemari udara mudah di rasakan baunya yang sangat menyengat dan warnanya Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 39

47 coklat kemerahan. Wilayah perkotaan yang padat penduduknya biasanya kadar NOx cenderung tinggi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kegiatan/usaha yang menunjang kehidupan seperti transportasi, penggunaan generator pembangkit liatrik, pembuangan sampah dan sebagainya. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) yang ada di udara ambient yang terhirup manusia, dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi dengan atmospher, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang sangat halus yang dapat menembus bagian dalam paruparu. Selain itu, zat ini jika bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dengan sempurna ataupun hidro karbon lain, akan membentuk Ozon rendah atau Smog kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia. Hasil pengukuran NO 2 di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar 28. Gambar 28. Grafik Konsentrasi NO 2 Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diketahui bahwa kandungan NO 2 untuk semua titik pemantauan berada di bawah baku mutu. Konsentrasi tertinggi sebesar 18,700 µg/nm 3 di lokasi titik pantau pertigaan pasar Piyungan, Jalan Wonosari sedangkan konsentrasi terendah sebesar 3,44 µg/nm 3 di titik pantau Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 40

48 perempatan Klodran, jalan Bantul. Tingginya konsentrasi NO 2 di perempatan Klodran diindikasikan adanya pembakaran dari kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. d. Timbal (Pb) Timbal (Pb) merupakan logam berat yang berwarna kebirubiruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh 327,5 C pada tekanan atmosphere. Sumber utama pencemaran udara dari Pb yaitu asap kendaraan bermotor, bahkan dapat mencemari makanan yang dijajakan di pinggir-pinggir jalan secara terbuka. Udara yang tercemar timbal berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan pada saluran pernafasan. Pencemaran Pb akibat pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya, karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor. Hasil pengukuran Pb di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar 29. Grafik 29. Grafik Konsentrasi Timbal (Pb) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 41

49 Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi Pb di 6 (enam) titik pantau masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Pb tertinggi sebesar 0,235 µg/nm 3 berada di titik pemantauan perempatan Jejeran, jalan imogiri timur, dan konsentrasi terendah sebesar < 0,046 µg/nm 3 di lokasi perempatan Ketandan, jalan Wonosari. Tingginya konsentrasi Timah (Pb) diindikasikan tingginya polutan yang berasal dari asap kendaraan bermotor di lokasi tersebut. Polutan Pb memberikan dampak terhadap kesehatan manusia terutama pada gangguan pertumbuhan anak. Timbal (Pb) mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelegensia, merusak fungsi organ ginjal, system syaraf dan reproduksi selain itu juga meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Selain itu, gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugus sulfidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat produksi haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah yang besar yang dapat menimbulkan sakit perut, muntah dan diare. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, kontipasi, lelah, sakit kepala, anemia. Pada ibu hamil, kelumpuhan anggota badan dan gangguan penglihatan. e. Ozon (O3), PM 10 dan PM 2,5 Berdasarkan hasil pengukuran udara ambient untuk parameter-parameter Ozon, PM 10, dan PM 2,5 di seluruh titik pemantauan konsentrasinya masih dibawah baku mutu udara ambient. Konsentrasi tertinggi untuk parameter Ozon sebesar 19 µg/nm 3 di perempatan depan Brimob, jalan imogiri timur dan konsentrasi terendah di titik pantau perempatan Klodran jalan bantul sebesar 4,33 µg/nm 3. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 42

50 Sedangkan untuk parameter PM10, konsentrasi tertinggi di titik pantau perempatan Jejeran, jalan imogiri timur sebesar 30,1 µg/nm 3 dan terendah 14,6 µg/nm 3 di titik pantau pertigaan pasar piyungan jalan Wonosari. Konsentrasi tertinggi untuk parameter PM 2,5 sebesar 29,8 µg/nm 3 di titik pantau perempatan Jejeran jalan Imogiri timur dan terendah 15,1 µg/nm 3 di titik pantau perempatan madukismo, jalan ringroad selatan. f. TSP (Partikel) Partikel dapat berupa debu padat atau titik-titik cair, dapat bersifat primer atau sekunder. Sumber partikel selain dari proses alam juga oleh aktivitas manusia seperti peleburan, pembakaran tidak sempurna, transportasi dan kegiatan industri. Bergeraknya partikel di udara dipengaruhi oleh tenaga dari luar seperti angin, hujan, tenaga bertahan dan tenaga interaksi. Partikel-partikel yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu bahan organik dan bahan anorganik. Hasil pengukuran konsentrasi partikel (TSP) di 6 (enam) titik pemantauan dapat dilihat pada gambar 30. Gambar 30. Grafik Konsentrasi Partikel (TSP) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 43

51 Hasil pengukuran parameter partikel di 6 (enam) titik pantau, 2 (dua) titik konsentrasinya diatas baku mutu udara ambient (230 µg/nm 3 ), yaitu perempatan Jejeran dengan konsentrasi 514,8 µg/nm 3 merupakan konsentrasi tertinggi dan perempatan Madukismo dengan konsentrasi 315 µg/nm 3. Konsentrasi terendah TSP sebesar 117,8 µg/nm 3 di perempatan Klodran. D.1.2 Tren Kualitas Udara Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencemaran udara, dilakukan analisis tren udara minimal selama tiga tahun berturut-turut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas udara ambient untuk beberapa parameter dari tahun 2010 sampai b. Parameter Partikel (TSP) Hasil pengukuran parameter partikel (TSP) di 6 (enam) titik pantau dapat dilihat pada gambar 31. Gambar 31. Grafik Tren konsentrasi Partikel (TSP) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 44

52 Berdasarkan grafik tersebut diatas, konsentrasi parameter TSP selama 3 (tiga) tahun besarnya fluktuatif. Tahun 2010, berdasarkan hasil laboratorium untuk parameter ini tiga titik pantau yaitu pertigaan pasar piyungan, perempatan ketandan dan perempatan klodran nilainya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan. Nilai dari ketiga titik pantau tersebut secara berurutan 523 µg/nm 3, 533 µg/nm 3 dan 299 µg/nm 3. Untuk tahun 2011 kondisi titik pantau yang sama dengan tahun lalu mengalami perubahan dimana kondisi pertigaan pasar Piyungan ditahun 2010 melebihi baku mutu sedangkan tahun 2011 dibawah baku mutu dengan konsentrasi sebesar 187 µg/nm 3. Dan yang pada tahun sebelumnya dibawah baku mutu, pada tahun 2011 di atas baku mutu. Titik pantau tersebut adalah perempatan depan BRIMOB dengan konsentrasi 507 µg/nm 3 dan perempatan Madukismo dengan konsentrasi 489 µg/nm 3. Sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan jumlah titik pantau yang melebihi baku mutu. Jika pada tahun % titik pantau melebihi baku mutu, maka pada tahun 2012 hanya 30% yang melebihi baku mutu. Secara keseluruhan terdapat peningkatan kualitas udara akan tetapi ada beberapa titik pantau yang harus mendapatkan perhatian lebih, yaitu perempatan jejeran di jalan Imogiri timur dan perempatan Madukismo di jalan Ring road selatan. Jika kita lihat kembali pada grafik, untuk kedua lokasi tersebut meskipun mengalami penurunan konsentrasi TSP akan tatapi masih melebihi baku mutu. c. Parameter Timah (Pb) Hasil pengukuran parameter Timah (Pb) di 6 (enam) titik pantau dapat dilihat pada gambar 32. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 45

53 Gambar 32. Grafik Tren konsentrasi Timah(Pb) Berdasarkan grafik tersebut diatas, secara keseluruhan konsentrasi parameter Pb selama tiga tahun terakhir masih dibawah baku mutu. Selama tiga tahun tersebut konsentrasi tertinggi secara keseluruhan terjadi pada tahun Pada tahun 2011 dan 2012 konsentrasi Pb relatif sama. Jika kita lihat lebih lanjut, tren konsentrasi Pb mengalami penurunan meskipun pada tahun 2012 mengalami kenaikkan tetapi tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2010 konsentrasi Pb rata-rata di ke enam titik pantau sebesar 0,74 µg/nm 3. Tahun 2011 konsentrasi Pb sebesar 0,06 µg/nm 3 dan tahun 2012 sebesar 0,12 µg/nm 3. Konsentrasi tertinggi di tiap tahun secara berurutan adalah 0,83 µg/nm 3 di perempatan Madukismo, 0,2 µg/nm 3 di perempatan Klodran dan 0,24 µg/nm 3 di perempatan Jejeran. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 46

54 Gambar 33. Peta Pengambilan Sampel Udara Gambar 34. Foto pengambilan sampel Udara ambien Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 47

55 D.2. Kualitas Air Hujan Pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya udara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga ph air akan berada di bawah rata-rata. Batas rata-rata ph air hujan adalah 5,6, merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WHO. Apabila ph air hujan dibawah 5,6 maka hujan bersifat asam atau disebut dengan hujan asam. Dampak hujan asam dapat mengikis bangunan/gedung-gedung, atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota-biota di danau-danau dan aliran sungai. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air hujan yang dilakukan laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, ph air hujan fluktuatif dan berkisar antara 6,85-7,4, sedangkan untuk parameter DHL, besarnya berkisar µmhos/em. Konsentrasi sulfat kadarnya berkisar 0,7-2,8 mg/l, sedangkan nitrit kadar berkisar 0,015-0,035 mg/l (Tabel SD-17) E. LAUT, PESISIR DAN PANTAI E.1. Kondisi Pesisir dan Pantai Kabupaten Bantul yang berlokasi di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kawasan pantai dengan panjang garis pantai ± 12 km memanjang dari kawasan obyek wisata Parangtritis ke barat sampai obyek wisata Pandansimo. Di Kabupaten Bantul terdapat lima desa pesisir yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Desa Poncosari (Kec. Srandakan), Gadingsari dan Srigading (Kec. Sanden) serta Desa Parangtritis dan Tirtohargo (Kec. Kretek) dengan luas Ha. Pantai di daerah Bantul memiliki ciri berpasir, relatif landai dan terdapat gumuk pasir dengan tipe Barchan (bulan sabit). Di pantai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 48

56 Parangtritis terdapat sekitar 190 bentukan gumuk pasir bentuk Barchan, Longitudinal, Parabolic dan Sisir. Masing-masing bentuk tersebut mempunyai cara dan faktor pengontrol pembentukan yang berbeda. Bentuk parabolik dan sisir dipengaruhi oleh vegetasi yang memotong arah angin, sehingga kecepatan angin di belakang vegetasi kurang. Bentuk Barchan dan longitudinal dipengaruhi oleh aktivitas angin, yang bertiup keras. Barchan mempunyai proses pembentukan yang menarik. Mulanya terbentuk gumuk pasir longitudinal yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah angin, berikutnya tubuh gumuk pasir semakin tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perputaran air di belakang gumuk, yang menyebabkan terjadinya penggerusan di belakang gumuk. Penggerusan yang semakin luas menjadikan penggerusan semakin intensif, sehingga dimensi lebar seimbang dengan dimensi panjang. Gumuk pasir Parangtritis dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pasif dan aktif. Gumuk pasir aktif menempati sisi timur, disini proses pembentukan gumuk pasir longitudinal dan Barchan oleh aktivitas angin yang bertiup kuat dapat diamati dan dipelajari dengan baik. Gumuk pasir pasif menempati sisi barat dan selatan sampai muara kali Opak. Secara global, gumuk pasir merupakan lahan bentukan yang terjadi karena proses angin. Gumuk pasir yang ada di Pantai selatan tidak dijumpai di wilayah Indonesia yang lain dan merupakan keajaiban dunia. Keberadaan gumuk pasir ini dapat menghalangi gelombang pasang maupun tsunami. Untuk itu keberadaan gumuk pasir harus dijaga dari kegiatan-kegiatan yang dapat merusak seperti pengambilan pasir pantai untuk pembangunan. Gambar 35. Foto abrasi pantai Kwaru Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 49

57 Ditinjau dari aspek ekonomi, secara umum kawasan pesisir Kabupaten Bantul menunjukkan kondisi cukup baik. Prasarana dan sarana transportasi berupa jalan dan kendaraan telah berkembang dengan baik, jalan pedesaan pesisir telah diaspal. Sebagian besar masyarakat pesisir masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan utama. Namun karena adanya pengurangan luas lahan untuk kepentingan non pertanian, masyarakat mencari alternatif lain dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Kebanyakan dari masyarakat pesisir saat ini tidak mau mengandalkan pekerjaannya hanya pada satu profesi. Mereka telah mengembangkan profesi lain yang dapat menjamin pemenuhan perekonomian keluarga mereka. Ketika musim tanam dan panen, sebagian masyarakat pesisir berprofesi sebagai petani namun di sela-sela musim tersebut, mereka berprofesi sebagai nelayan dan lain-lain. Profesi nelayan dari tahun ke tahun mulai menjadi pilihan menarik bagi masyarakat pesisir. Alasan pemilihan tersebut adalah cepat menuai hasil dan selalu ada harapan atas potensi yang terkandung di laut selatan. Tekhnologi yang digunakan dalam penangkapan ikan tergolong sederhana yaitu dengan menggunakan perahu motor dan dilengkapi dengan alat tangkap berupa jaring, pancing rawa dasar dan trolling. Pemanfaatan lahan pesisir beragam, lahan pantai disamping dimanfaatkan sebagai area pertambakan udang juga dimanfaatkan sebagai tempat peternakan dan penanaman tanaman produktif. Pemanfaatan lahan untuk peternakan di samping mengoptimalkan lahan yang ada, juga sebagai upaya menjaga kondisi lingkungan yang baik. Selain itu hasil limbah kotoran ternak tersebut dapat dipakai untuk pupuk organik yang diperlukan dalam pertanian. Di kawasan pesisir telah dibangun fasilitas irigasi lahan kering berupa embung dan sumur-sumur renteng yang dilengkapi dengan pompa air. Konservasi lahan pesisir di Kecamatan Sanden, Kretek dan Srandakan dilaksanakan dalam bentuk penanaman tanaman keras yang difungsikan sebagai wind barrier. Jenis-jenis tanaman keras yang ditanam disesuaikan dengan struktur tanah berpasir, yaitu pandan duri, cemara udang, ketapang, sengon, kleresede dan lain-lain. Luasan lahan yang Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 50

58 difungsikan sebagai wind barrier sebesar 122 Ha di Kecamatan Srandakan, 28 Ha di Kecamatan Kretek dan 100 Ha di Kecamatan Sanden. Selain membuat indah dan sejuk di kawasan pesisir, upaya ini sangat bermanfaat sebagai perlindungan terhadap pertanian lahan kering yang ada serta memberikan perlindungan terhadap satwa liar terutama jenis-jenis burung. Dukungan masyarakat pesisir terhadap upaya konservasi lahan pesisir sangat besar. Ini dibuktikan oleh kelompok tani Wonolestari di dusun Samas, desa Srigading, kecamatan Sanden menggencarkan program penanaman ribuan bakau, nyamplung dan cemara udang. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mencegah terjangan tsunami, sebagai pemecah hantaman gelombang (abrasi). Kegiatan yang sama juga dilaksanakan oleh pemuda-pemudi Baros, Desa Tirtohargo, kecamatan Kretek yang menanam bakau di lahan seluas 5 Ha, prosentase tutupan mencapai 40% dengan kerapatan pohon 400 pohon/ha (Tabel SD-21). Tujuan dari penanaman bakau ini juga mencegah terjangan gelombang pasang atau tsunami. Bentuk konservasi lain yang ada adalah upaya pelestarian penyu yang dilaksanakan di pantai Samas dan Pandansimo dan Kuwaru yang dimulai sejak tahun Jenis kegiatan pelestarian ini adalah penjagaan telur-telur penyu yang ada di pantai sampai menetas. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan tukik (anak penyu) di tempat pemeliharaan yang dibangun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY. Kegiatan pelestarian penyu di kawasan Kabupaten Bantul dilaksanakan oleh kelompok pelestari penyu. Masyarakat sudah menyadari tentang arti konservasi penyu sebagai satwa yang dilindungi, sehingga masyarakat yang berada di pesisir tidak menangkap penyu tersebut untuk diperjual belikan. Kelompok masyarakat tersebut juga melakukan pengamanan tempat bertelur dan melakukan pemeliharaan sampai telur-telur menetas dan siap untuk dilepas ke laut. Proses pelepasan tukik ke laut telah dikemas menjadi ajang wisata pendidikan di pantai selatan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 51

59 E.2. Kualitas Air Laut Pada dasarnya pesisir dan pantai yang ada banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata alam. Di kawasan tersebut banyak fasilitas pendukung seperti penginapan, atraksi-atraksi wisata, rumah makan dan lain-lain. Mengingat banyaknya kegiatan di kawasan pesisir tersebut maka banyak pula limbah yang dihasilkan, baik limbah wisatawan, hotel, rumah makan juga limbah rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut apabila tidak ditangani dengan benar dikhawatirkan terjadinya pencemaran di kawasan pantai.untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran yang terjadi, perlu dilakukan pengujian kualitas air laut. Pengujian dilakukan di dua titik, yaitu di pantai Kuwaru dan Parangtritis karena lokasi tersebut ramai pengunjung dan ada kegiatan lain seperti tempat pelelangan ikan, rumah makan dan lain-lain. Dari hasil pemantauan kualitas air laut (SD-18), terdapat beberapa parameter yang melampaui baku mutu. Untuk parameter fisika, total partikel terlarut tertinggi terdapat di pantai Kwaru sebesar 395 mg/l. Sedangkan untuk parameter kimia, terdapat beberapa senyawa yang melampaui baku mutu seperti DO, BOD, phospat, krom, tembaga dan timbal. Kandungan DO di kedua lokasi sampel sebesar 5,65 mg/l dan 5,94 mg/l. Mempunyai Kandungan phospat tertinggi mencapai 0,5 mg/l. Untuk kandungan tembaga hanya di pantai parangtritis yang melampaui baku mutu dengan kadar sebesar 0,1626 mg/l. Untuk timbal dan cobalt dikedua lokasi sampel melebihi baku mutu. Kadar timbal sebesar 0,4949 mg/l di pantai kwaru dan 0,4727 mg/l di pantai parangtritis. Dan kadar cobalt sebesar 0,2577 mg/l dan 0,1466 mg/l di kedua lokasi sampel. Penghijauan di kawasan pantai selatan dilakukan dengan menanam tanaman yang berfungsi sebagai wind barier seperti cemara udang, cemara laut, ketapang dan lain-lain. Selain itu juga ditanam tanaman semusim (sayur-sayuran) seperti ubi jalar, bawang merah, cabai dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan sebagai mata pencarian tambahan penduduk diwilayah pesisir selain sebagai nelayan dan juga dikarenakan wilayah pesisir pantai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 52

60 selatan tidak terdapat padang lamun. Dan laut di wilayah kabupaten Bantul tidak terdapat terumbu karang. Luas lokasi penghijauan terdapat di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Sanden dengan luas 100 Ha yang mana sebesar 45 Ha ditanami tanaman sayur-sayuran, kecamatan Kretek dengan luas 28 Ha dan kecamatan Srandakan dengan luas 122 Ha dimana 14 Ha ditanami tanaman sayursayuran. (Tabel SD-24 dan SD-25) F. IKLIM F.1. Kondisi Iklim Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas) dan iklim laut. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator sebagian wilayah indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagian besar wilayah indonesia mengalami musim penghujan. Namun beberapa tahun terakhir ini, iklim di Indonesia tidak dapat diprediksi hal tersebut disebabkan terjadinya pemanasan global. Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim di seluruh dunia. Musim hujan yang berkepanjangan menyebabkan banjir dan tanah longsor. Musim kemarau yang panjang sehingga terjadi kekeringan dimana-mana dan kebakaran hutan. Akibat dari hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar khususnya oleh petani yang gagal panen maupun nelayan yang tidak bisa melaut. F.2. Unsur iklim Salah satu unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji adalah curah hujan, karena pola curah hujan di seluruh wilayah Indonesia tidak sama. Curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian La-Nina yang menyebabkan curah hujan di atas rata-rata, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 53

61 sehingga beberapa bencana seperti banjir maupun longsor lahan terjadi di banyak wilayah Indonesia bahkan seluruh dunia. Curah hujan pada umumnya diukur dalam harian, bulanan, maupun tahunan. Curah hujan bulanan tahun 2012 di Kabupaten Bantul diukur di 11 (sebelas) stasiun pemantau (Tabel SD-21). Curah tertinggi mencapai 955 mm terjadi di Stasiun pemantau Banguntapan pada Bulan Januari. Sedang curah hujan terendah sebesar 4 mm di Stasiun Jetis pada bulan Oktober. Di bulan Juli hanya Kecamatan bantul terjadi hujan sebesar 4 mm. Sedangkan pada bulan Agustus dan September tidak terjadi hujan sehingga tidak ada pengukuran. Unsur iklim lainnya adalah suhu udara yang diukur setiap bulan untuk melihat cuaca yang terjadi. Berdasarkan informasi dari BMKG stasiun geofisika kelas I Yogyakarata alat untuk mengukur suh rata-rata bulanan rusak maka tidak terdapat data pada tahun Untuk tahun 2011 suhu udara rata-rata untuk kecamatan Bantul bervariasi dengan kisaran antara 25,9-27,2 C. Suhu tertinggi 27,2 C di Kecamatan Bantul, sedangkan di Kecamatan Sedayu pada bulan Oktober 27,1 C. Adapun suhu terendah di Kecamatan Bantul bulan Desember 25,5 C, sedangkan di Kecamatan Sedayu suhu terendah 25 C pada bulan Juli. Secara umum suhu udara rata-rata terendah terjadi pada saat musim hujan dan suhu tertinggi pada musim kemarau. Namun adanya anomali musim, maka suhu udara juga mengalami peningkatan atau penurunan. F. BENCANA ALAM Selama tahun 2012 ini, bencana alam yang terjadi di Indonesia mulai dari banjir, longsor, gempa, terjadi di lokasi yang berbeda-beda dan membawa kerugian baik nyawa manusia maupun harta benda. Bencana banjir contohnya setiap tahun melanda kota besar seperti Jakarta, Kalimantan dan daerah lainnya. Walaupun letusan gunung merapi tidak terjadi, namun banjir lahar dingin di sungai-sungai yang dilalui material vulkanik masih terjadi sampai saat ini. Wilayah-wilayah yang dilewati lahar dingin tersebut antra lain Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 54

62 Yogyakarta, Magelang, Klaten dan Boyolali. Aliran lahar dingin menyebabkan jebolnya jembatan, rusaknya bangunan dan merenggutnya korban jiwa dan kehilangan harta benda. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah rawan bencana di Indonesia. Bencana longsor, kekeringan, banjir, kebakaran hutan dan gempa hampir terjadi tiap tahun. Bencana longsor yang terjadi dikerenakan sebagian wilayah kabupaten Bantul merupakan perbukitan. Dan bencana gempa yang dialami disebabkan kabupaten bantul dilewati oleh sesar Opak yang masih aktif. Selama tahun 2012 ini tercatat bencana alam yang terjadi adalah banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan yang melanda di beberapa wilayah kecamatan, sedangkan gempa bumi tidak terjadi dalam tahun Bencana banjir melanda di tiga kecamatan yaitu Bambanglipuro, Imogiri dan Kasihan. Kerugian yang ditimbulkan adalah 120 Ha dan 8 desa terendam air, 728 jiwa mengungsi dan kerugian material mencapai Rp ,- lebih rendah dari tahun Berdasarkan tabel BA-1 sumber Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan kecamatan setempat, di kecamatan Srandakan 120 Ha terendam air dan 8 desa yang terendam air terdapat di kecamatan Imogiri dan Kasihan. Dari ketiga kecamatan yang dilanda banjir hanya di kecamatan Kasihan dimana warga desa sebanyak 728 jiwa mengungsi. Korban materiil terbanyak di Bambanglipuro sebesar Rp ,- dan terendah di Kasihan-. Pada tahun 2012 ini anomali musim pun terjadi, bencana kekeringan pada area tanaman pangan seperti padi terjadi di kecamatan Kretek. Luasan area padi yang gagal panen sebesar 21 Ha dengan perkiraan kerugian sebesar Rp ,-.Angin puting beliung juga melanda kabupaten Bantul meliputi kecamatan-kecamtan Kasihan, Pajangan, Sedayu, Sewon, Bantul dan Imogiri. Akibat yang ditimbulkan dari angin puting beliung rumah rusak, pohon tumbang dan kerusakan jaringan listrik maupun fasilitas lainnya. Salah satu foto bencana alam angin puting beliung yang menimpa kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 55

63 Gambar 36. Bencana Angin Puting beliung di Kab. Bantul Kebakaran hutan juga melanda beberapa kecamatan, yaitu kecamatan Bambanglipuro, Pandak, Pajangan, Jetis, Imogiri, Banguntapan, Pleret, Piyungan, Sewon, Kasihan dan Sedayu. Kerugian materiil terbesar di kecamatan Sewon Rp ,- dengan luasan sebesar 14,2 Ha. Kerugian materiil terkecil di kecamatan Bambanglipuro Rp , dengan luasan 1,2 Ha. Curah hujan yang tinggi, kondisi lahan dengan jenis tanah liat, lokasi di wilayah yang berada di perbukitan ataupun kurangnya penghijauan menyebabkan terjadinya bencana longsor terjadi hampir setiap tahun. Dalam tahun 2012 ini, bencana longsor terjadi di tujuh kecamatan yaitu Pandak, Pajangan, Imogiri, Dlingo, Pleret, piyungan dan Kasihan (Tabel BA-3). Akibat yang ditimbulkan dari tanah longsor meskipun tidak memakan korban jiwa tapi kerugian materiil mencapai Rp ,-. Adapun korban materiil terbanyak di Imogiri yang mencapai Rp ,- dan terendah di Kasihan yang mencapai Rp ,-. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 56

64 ] Gambar 37. Peta rawan bencana longsor di Kab. Bantul Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 57

65 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Peningkatan jumlah penduduk berdampak langsung pada lingkungan. Kebutuhan manusia akan sandang, pangan dan papan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia melakukan aktifitas diberbagai sektor seperti pertanian, industri, pertambangan dan transportasi, namun jika aktifitas tersebut tidak memperdulikan dampaknya terhadap lingkungan maka tekanan terhadap lingkungan semakin tinggi. Tekanan terhadap lingkungan yang dimaksud adalah hasil samping dari kegiatan yang dibuang ke lingkungan. Hasil samping bisa berupa limbah cair, padat maupun gas yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran air, tanah dan udara. Untuk itu perlu dilakukan monitoring terhadap aktifitas/kegiatan manusia sehingga tidak terjadi penurunan. A. KEPENDUDUKAN A.1. Jumlah, Pertumbuhan & Kepadatan penduduk Ancaman terbesar dari lingkungan hidup di seluruh dunia adalah populasi manusia. Semakin tingginya populasi manusia akan berdampak langsung pada kebutuhan akan energi, lahan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi itu manusia akan memanfaatkan segala sumber daya yang ada dialam. Pemanfaatan sumber daya alam jika tidak memperhatikan kemampuan bumi dan lingkungan untuk memperbaiki sumber daya tersebut maka bumi akan rusak dan berdampak pada kualitas hidup manusia yang rendah. Agar bumi tetap sehat dan kualitas hidup manusia terjaga kita perlu mempertahankan keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 58

66 Pemantauan jumlah penduduk di kabupaten Bantul dilakukan oleh dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantul seperti yang tertuang didalam tabel DE-1 sampai dengan DE-5. Persebaran penduduk di tujuh belas kecamatan dapat dilihat pada tabel DE-1. Jumlah penduduk di Kabupaten mengalami penurunan dari jiwa pada tahun 2011 menjadi jiwa pada tahun 2012 atau sebesar 213 jiwa. Berdasarkan tabel tersebut, penurunan jumlah penduduk tertinggi berada di kecamatan Pleret sebesar jiwa sedangkan yang terendah di kecamatan Srandakan sebesar 7 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi di kecamatan Kasihan terjadi pada tahun 2010 sebanyak jiwa. Di tahun 2011 mengalami penurunan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Dan ditahun ini naik sebesar 647 jiwa menjadi jiwa. Dan jumlah penduduk di kecamatan Banguntapan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 trennya naik tiap tahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di kecamatan Banguntapan sebanyak jiwa, tahun 2011 sebanyak jiwa dan tahun 2012 menjadi jiwa. Hal tersebut juga terjadi di kecamatan Sewon dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk sebanyak jiwa dan di tahun 2012 naik menjadi jiwa. Kenaikkan rata-rata per tahun di tiap kecamatan tersebut adalah jiwa untuk kecamatan Banguntapan dan jiwa untuk kecamatan Sewon. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Kasihan bersama dengan Kecamatan Sewon, dan Banguntapan merupakan suatu kawasan yang disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai kawasan penyangga pengembangan kota Yogyakarta ke arah Selatan. Saat ini puluhan pemukiman (perumahan) baru berkembang pesat di kecamatan ini. Wilayah dengan jumlah penduduk terendah pada tahun ini terdapat di kecamatan Srandakan dengan jumlah sebesar jiwa. Jika dilhat dari tahun 2010 sampai sekarang tren pertumbuhan penduduk di kecamatan ini cenderung fluktuatif. Kenaikkan jumlah penduduk dari tahun 2010 sampai 2011sebesar 9,14% sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 0,02%. Kepadatan penduduk tertinggi di kabupaten Bantul pada tahun ini adalah kecamatan Banguntapan sebesar 4.004,35 jiwa/km 2 sedangkan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 59

67 terendah di kecamatan Dlingo sebesar 759,21 jiwa/km 2. Tingginya kepadatan penduduk di kecamatan Banguntapan disebabkan wilayah tersebut merupakan wilayah sub urban yang berbatasan dengan wilayah kota. Di kabupaten Bantul wilayah sub urban menempati posisi tiga besar dalam kepadatan penduduknya. Ketiga kecamatan tersebut adalah kecamatan Bangutapan, Sewon dan Kasihan. Tren kepadatan penduduk di wilayah sub urban dari tahun 2010 sampai sekarang meningkat kecuali untuk kecamatan Kasihan. Di kecamatan Banguntapan kenaikan kepadatan penduduknya sebesar 342,35 jiwa/km 2 dari jiwa/km 2 di tahun Untuk kecamatan Sewon naik sebesar 124,06 jiwa/km2 dari jiwa/km 2 di tahun Sedangkan di kecamatan Kasihan kepadatan penduduknya turun sebesar 17,95 jiwa/km 2 dari jiwa/km 2 di tahun Tren kecamatan Dlingo tiga tahun terakhir berfluaktif, dimana di tahun 2011 mengalami kenaikkan sebesar 1202 jiwa/km 2 dan di tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1.171,19 jiwa/km 2. Penggolongan penduduk dapat didasarkan jenis kelamin, umur, status pendidikan maupun menurut lokasi wilayah serta penggabungan dari semua itu. Apabila dilihat dari jumlah penduduk laki-laki menurut golongan umur, maka penduduk laki-laki terbanyak adalah yang berumur tahun untuk tahun 2012 mencapai jiwa dan terendah golongan umur tahun sebanyak jiwa. Berdasarkan tabel DE-2, kecamatan Banguntapan mempunyai penduduk laki-laki tertinggi untuk golongan umur 0-14 tahun sebanyak jiwa, sedangkan pada tahun 2011 mencapai jiwa atau mengalami kenaikan sebesar jiwa. Untuk golongan umur tahun sebanyak jiwa, golongan umur tahun sebanyak jiwa, dan umur tahun sebanyak jiwa. Untuk penduduk laki-laki golongan umur 65+ tertinggi di kecamatan Sewon yang mencapai jiwa. Penduduk laki-laki untuk golongan umur 0-14 tahun terendah di kecamatan Kretek yang mencapai jiwa, umur tahun di kecamatan Srandakan sebesar jiwa, umur tahun, umur Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 60

68 tahun dan umur 65+ di kecamatan Pajangan masing-masing jiwa, jiwa dan jiwa. Penduduk perempuan menurut golongan umur untuk tahun 2012 tertinggi berdasarkan tabel DE-3 adalah golongan umur 0-14 tahun yang mencapai jiwa terdapat di kecamatan Banguntapan dan terendah umur tahun sebesar jiwa. Penduduk perempuan golongan umur 0-14 tahun tertinggi di kecamatan Banguntapan yang mencapai jiwa, sedangkan terendah jiwa di Kecamatan Kretek. Untuk penduduk perempuan golongan umur tahun tertingi di Kecamatan Banguntapan yang mencapai jiwa dan terendah jiwa di Kecamatan Kretek. Untuk penduduk perempuan dengan golongan umur tahun tertinggi di Kecamatan Banguntapan yang mencapai jiwa dan terendah jiwa di Kecamatan Srandakan. Penduduk perempuan golongan umur tahun tertinggi di Kecamatan Banguntapan yang mencapai jiwa dan terendah jiwa di Kecamatan Pajangan. Untuk penduduk perempuan 65 tahun ke atas tertinggi di Kecamatan Sewon yang mencapai jiwa dan terendah jiwa di Kecamatan Pajangan. Perubahan jumlah penduduk selain dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian dan juga oleh migrasi (datang dan pergi) baik dari dalam maupun luar daerah (Tabel DE-4). Dalam tahun 2012 jumlah penduduk yang datang di Kabupaten Bantul mencapai 606 jiwa yang terdiri dari lakilaki sebanyak 266 jiwa dan perempuan sebanyak 340 jiwa. Perubahan penduduk yang disebabkan karena adanya kepindahan tahun 2012 mencapai 548 jiwa yang terdiri dari laki-laki 231 jiwa dan perempuan 317 jiwa. Dari 17 (Tujuh belas) kecamatan yang ada dan terdiri dari 75 desa di Kabupaten Bantul, sebagian penduduk ada yang menempati kawasan pesisir pantai selatan dengan jumlah jiwa atau KK (Tabel DE- 5). Mereka tinggal di wilayah pesisir untuk menopang hidupnya melalui berbagai profesi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Beberapa profesi yang ada antara lain nelayan, pedagang dan bertani maupun swasta seperti pemilik restoran, penginapan, kolam renang, pemandian umum maupun penjual jasa seperti menyewakan bendi, parker dan lain- Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 61

69 lain. Pesisir pantai selatan Bantul meliputi 3 kecamatan yaitu kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek yang terdiri dari 45 (lima) desa. Dengan jumlah penduduk pesisir terbanyak ada di kecamatan Kretek yaitu atau KK yang menempati 2 desa. Sedangkan jumlah penduduk pesisir terendah di Kecamatan Srandakan yang mencapai jiwa atau 587 KK yang menempati 2 desa. A.2. Jumlah Penduduk menurut Status pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kota pendidikan, demikian juga Kabupaten Bantul yang merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang terletak di posisi selatan Yogyakarta, pendidikan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan daerah. Dari jumlah penduduk jiwa dengan luas wilayah 506,85 Km2, jumlah sekolah menurut tingkat pendidikan adalah SD sebanyak 371 unit, SLTP sebanyak 78 unit, dan SLTA sebanyak 75 unit (Tabel DS-5). Apabila di lihat berdasarkan kecamatan, maka jumlah sekolah SD terbanyak ada di kecamatan Banguntapan yang mencapai 31 unit dan terendah sebanyak 16 unit tersebar di 4 kecamatan, yaitu kecamatan Srandakan, kecamatan Sanden, Kecamatan Kretek dan kecamatan Pajangan. Untuk tingkat pendidikan SLTP terbanyak terdapat di kecamatan Pajangan sebesar 9 unit dan di kecmatan Sedayu tidak terdapat SLTP. Sedangkan SLTA, jumlah terbanyak adalah di kecamatan Bantul sebanyak 13 unit. Dan terendah di kecamatan Jetis sebanyak 1 unit. Kondisi status pendidikan penduduk kabupaten Bantul berdasarkan tabel DS-3 dan DS-4 adalah jiwa tidak pernah sekolah, jiwa tidak tamat sekolah, jiwa tamat SD, jiwa tamat SLTP, jiwa tamat SLTA, jiwa tamat diploma, jiwa tamat S1, 893 jiwa lulus S2 dan 189 jiwa lulus S3. Jika dilihat penduduk di kabupaten Bantul menyadari penih pentingnya pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bersekolah masih lebih tinggi dari yang tidak bersekolah tetapi jumlah penduduk yang putus sekolah atau tidak tamat SD cukup besar yaitu jiwa. Hal tersebut disebabkan oleh faktor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 62

70 ekonomi. Dan kecenderungan menurunnya jumlah penduduk ditiap jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan tersebut. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan di karenakan pendidikan merupakan modal untuk kemajuan bangsa. Berdasarkan tabel DS-3 jumlah penduduk laki-laki di kabupaten Bantul yang tidak pernah sekolah sebanyak jiwa dan yang tidak lulus SD sebanyak jiwa. Jumlah penduduk laki-laki terbanyak berpendidikan SD sebanyak jiwa dan terendah berpendidikan S3 sebanyak 155 jiwa. Berdasarkan DS-4 jumlah penduduk perempuan yang tidak bersekolah sebanyak jiwa dan yang tidak lulus SD sebanyak jiwa. Berdasarkan jenjang pendidikan jumlah terbanyak sebesar jiwa lulus SD dan terendah jenjang pendidikan S3 sebesar 34 jiwa. Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Daerah melalui Dinas/Instansi terkait untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat seperti pemberian beasiswa pelajar berprestasi, dan keluarga kurang mampu, pendidikan lanjutan untuk tenaga guru, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, aula, kantin, taman, KM/WC dan lainlain. Tujuan dari semua itu adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar diperoleh lulusan-lulusan yang bermutu dan mampu bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional. Gambar 38. Peta sebaran penduduk Kab. Bantul Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 63

71 B. PEMUKIMAN B.1. Kondisi Pemukiman Lokasi pemukiman dikategorikan menjadi lokasi pemukiman mewah, menengah, sederhana, kumuh, bantaran sungai dan pasang surut. Walaupun belum tersedianya data berapa jumlah rumah tangga yang tinggal di lokasi-lokasi tersebut, namun dari pemantauan lapangan, jumlah rumah tangga di lokasi menengah dan sederhana adalah yang terbanyak dibandingkan dengan lokasi mewah. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya pembangunan pemukiman dengan kategori sederhana hingga menengah sedangkan pembangunan pemukiman kategori mewah hanya sedikit. Segmen pasar yang banyak dituju para pengembang daerah ini adalah masyarakat kelas menengah. Namun sangat disayangkan bahwa rata-rata lingkungan permukiman dibangun seadanya saja, dan diupayakan seluruh lahan menjadi kavling rumah, tanpa menghiraukan kebutuhan yang menjadi standar suatu lingkungan hunian yang layak, seperti: fasilitas tempat bermain, rekreasi, tempat sampah yang memadai, ruang terbuka hijau dan kondisi jalan. Sebagian besar lahan hunian atau kawasan pemukiman di daerah ini dibuat hanya sekedar sebagai tempat tinggal saja, bukan sebagai tempat melakukan proses kehidupan yang layak bagi manusia, dimana sosialisasi antar manusia diperlukan di suatu kawasan permukiman. Seringkali hanya kepentingan ekonomi semata menjadi hal yang utama pengembang didalam menyediakan sarana hunian ini, sedangkan aspek lingkungan diabaikan, padahal pengembang dan arsiteknya telah memberikan andil yang besar terhadap suatu keberlanjutan kehidupan masyarakat. Sebagai akibat maka munculnya permasalahan pemukiman seperti masalah sosial dan sanitasi lingkungan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 64

72 B. 2. Kondisi Sosial Pertumbuhan penduduk yang tidak diiringan dengan pemerataan pembangunan dan penyediaan lapangan pekerjaan menyebabkan tingginya pengangguran di suatu daerah. Hal tersebut berdampak pada kondisi sosial suatu daerah. Tingginya tingkat pengangguran menyebabkan meningkatnya keluarga miskin. Suatu daerah yang mempunyai tingkat keluarga miskin tinggi menyebabkan kriminalitas di daerah tersebut tinggi dimana hal tersebut dipicu oleh tekanan ekonomi. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah bekerjasama dengan LSM yang ada jumlah keluarga miskin tiap tahunnya menurun. Berdasarkan tabel SE-1 jumlah keluarga miskin di kabupaten Bantul tahun 2012 sebesar KK. Jumlah tersebut terus turun dari KK di tahun Kecamatan dengan jumlah keluarga miskin tertinggi adalah kecamatan Banguntapan dengan jumlah sebesar KK dari kk atau 13,5 %. Adapun wilayah dengan jumlah rumah tangga miskin terendah adalah kecamatan Srandakan yang mencapai KK dari KK ada atau 13,8 %. Dampak yang di timbulkan dari kondisi sosial dimana jumlah keluarga miskin tinggi jika dilihat dari segi lingkungan adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh pencemaran air, udara dan tanah akibat dari kurangnya kemampuan masyarakat untuk melakukan pengelolaan limbah rumah tangganya. B. 3. Sanitasi lingkungan Sanitasi lingkungan merupakan sebuah upaya/usaha dalam pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Upaya yang dilakukan meliputi penyediaan air besih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah. Sanitasi lingkungan berkaitan erat pada perilaku menjaga kebersihan dan kesehatan pada lingkungan tempat kita berada. Sanitasi lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 65

73 bertujuan untuk mencegah diri sendiri maupun lingkungan untuk bersentuhan langsung dengan kotoran atau bahan buangan/limbah lainnya. Pemerintah Kabupaten Bantul dalam hal usaha meningkatkan sanitasi lingkungan telah membangun sejumlah sarana maupun prasarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. B.3.1. Air bersih Kebutuhan akan air bersih untuk kehidupan sangatlah penting untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Untuk itu ketersedian air bersih harus dijaga salah satunya dengan cara menjaga hutan kita sehingga peresapan air hujan dapat maksimal. Salah satu kegunaan air bersih adalah sebagai air minum. Dimana air minum dibutuhkan tubuh kita agar tidak dehidrasi selama beraktifitas. Pemenuhan kebutuhan akan air minum sebagian besar penduduk kabupaten Bantul berasal dari ledeng, sumur dan mata air. Penggunaan sumber air minum yang paling banyak berasal dari sumur dengan jumlah rumah tangga sebanyak KK dan urutan kedua sebanyak KK dengan sumber air minum berasal dari ledeng. Penggunaan sumur sebagai sumber air minum dari tahun ke tahun meningkat. Pada tahun 2010 sebanyak KK menjadi KK, begitu juga dengan yang berasal dari ledeng. Pada tahun 2010 sebanyak KK naik menjadi KK pada tahun 2011, sedangkan di tahun 2012 tidak mengalami peningkatan maupun penurunan. Pemenuhan kebutuhan air minum berasal dari sumur terbesar di kecamatan Banguntapan sebanyak KK sedangkan terendah di kecamatan Dlingo sebanyak KK. Dan yang berasal dari ledeng tertinggi di kecamatan Kasihan sebanyak KK sedangkan terendah di kecamatan Kretek sebanyak 23 KK. Penggunaan mata air sebagai sumber air minum terbesar terdapat di kecamatan Piyungan sebanyak KK, terendah di kecamatan Banguntapan dan Bambanglipuro sebanyak 1 KK. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 66

74 B Limbah Rumah Tangga Salah satu dari upaya sanitasi lingkungan adalah pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia. Limbah kotoran manusia merupakan hasil ekskresi manusia berupa tinja dan urine. Dan merupakan media kultur yang baik bagi pertumbuhan beberapa spesies mikroba baik yang patogen maupun non patogen. Oleh sebab itu penangan limbah tersebut harus dilaksanakan baik secara pribadi maupun kelompk. Penangan limbah secara kelompok dilakukan dengan cara pembangunan IPAL komunal seperti di Pendowoharjo kecamatan Sewon. Meskipun IPAL tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat yang disebabkan oleh faktor kemiringan tanah. Namun pemerintah kabupaten Bantul mengambil kebijakan bahwa setiap pengembang rumah yang lokasinya berdekatan dengan jaringan limbah harus menyalurkan limbahnya melalui jaringan terpusat (IPAL Sewon). Pembangunan fasilitas tempat buang air besar merupakan sarana penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Fasilitas tersebut meliputi pembuatan jamban sendiri, bersama maupun umum seperti pada tabel SP-02. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah rumah yang memiliki tempat buang air besar sendiri pada tahun 2012 mencapai KK tertinggi berada di kecamatan Jetis sebesar buah dan terendah di kecamatan Pundong sebanyak 225 KK. Sedangkan Jumlah tempat buang air besar untuk umum dan bersama tidak ada. Masyarakat yang tidak mempunyai tempat buang air besar mencapai KK terbanyak di Kecamatan Jetis yang mencapai 641 KK dan terendah di Kecamatan Sanden yang mencapai 24 KK. Disamping pembuatan jamban, bagi masyarakat yang pemukimannya tidak dilalui oleh IPAL komunal harus melengkapinya dengan Tangki Septik. Tangki septik berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sehingga limbah tersebut tidak mencemari lingkungan. Namun ada sebagian masyarakat tidak membuat tempat pengolahan tersebut karena adanya beberapa faktor seperti masyarakat kurang mampu, lokasi dekat dengan sungai, ataupun adanya budaya yang belum bisa dihilangkan. Jumlah rumah tangga tanpa septic tank tahun 2012 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 67

75 mencapai KK (Tabel SP-3). Jumlah terbanyak rumah tangga tanpa tangki septik di kecamatan Kasihan yang mencapai 527 KK dan di kecamatan Pleret seluruhnya mempunyai septic tank. Apabila dibandingkan dengan tahun 2011, jumlah rumah tangga tanpa tangki septik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang ditanamkan melalui berbagai sosialisasi, bantuan dan lain-lain. B.3.3. Sampah Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan sampah yang dihasilkan meningkat juga. Untuk itu upaya peningkatan pengelolan sampah terus dilakukan dari tahun ke tahun sehingga sampah yang dihasilkan penduduk tidak menjadi beban lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Cara-cara pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat adalah diangkut, penimbunan, dibakar, dibuang ke kali atau lainnya. Di kabupaten Bantul ada sebagian masyarakat yang telah mengelola sampah dengan prinsip 3R dan membentuk jejaring sampah mandiri yang terdiri dari beberapa kelompok pengelola sampah berbasis masyarakat dari beberapa wilayah Kecamatan. Dan berdasarkan data pada tabel SP-01 pembuangan sampah dilakukan dengan cara di angkut oleh Dinas Pekerjaan Umum. Jumlah sampah yang diangkut di 17 kecamatan sebesar 141,03 m 3 /hari. Jumlah terbesar sampah yang terangkut sebesar 27,59 m 3 /hari di kecamatan Banguntapan, sedangkan yang terendah sebesar 1,33 m 3 /hari. Berdasarkan tabel SP-04 timbulan sampah yang terjadi di 17 kecamatan sebesar 2.526,67 m 3 /hari. Penghasil sampah terbesar ada di kecamatan Piyungan sebesar 285,11 m 3 /hari. Dan terendah sebesar 86,14 m 3 /hari terdapat di kecamatan Srandakan. Tingginya timbulan sampah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan penduduk yang tinggi dan peningkatan aktivitas serta belum semua pihak mempunyai kemampuan maupun kemauan dalam mengelola sampah dengan prinsip 3R. Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2012 timbulan sampah yang Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 68

76 terjadi tiap tahunnya meningkat dengan kenaikan rata-rata sebesar 2.286,39 m 3 /hari. Seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini. Gambar 39. Grafik timbulan sampah di kab. Bantul Peningkatan volume sampah rumah tangga maupun industri tidak dapat dihindarkan lagi. Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait menyediakan TPS sebanyak 115 dengan daya tampung sebesar 380 ton yang tersebar di berbagai tempat seperti komplek perkantoran, pemukiman, pasar, sekolah dan lain sebagainya untuk kemudian diangkut ke TPA Piyungan yang merupakan kerjasama dari pemerintah kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul (Sekber Kertamantul). Upaya meningkatkan perilaku masyarakat agar terlibat dalam penanganan sampah dilakukan melalui bantuan sarana-prasarana penelolaan sampah seperti di sekolah, pemukiman, kelompok pengelola sampah, perkantoran dan tempat-tempat umum dan lain-lain untuk menurunka volume sampah yang dibuang di TPA (Tempat pemrosesan Akhir) Gambar 40. Kerajinan hasil daur ulang sampah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 69

77 C. KESEHATAN C.1. Kondisi Kesehatan dan Sarana Pelayanan Kesehatan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu diperlukan sarana pelayanan dan akses menuju tercapainya kondisi kesehatan yang memadai. Tidak hanya dibutuhkan sebuah tempat yang berfungsi sebagai tempat pemulihan kondisi fisik semata, tetapi juga informasi, pengetahuan dan pemahaman sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Keberhasilan dalam menaikkan derajat kesehatan dapat dilihat dari Umur Harapan Hidup (UHH), Mortalitas (angka kematian), Morbiditas (angka kesakitan) dan status gizi masyarakat. Meskipun demikian, permasalahan kesehatan masih terus bermunculan seperti tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi, gizi buruk, munculnya berbagai jenis penyakit dan lain-lain. Dari data jumlah pasangan usia subur berdasarkan golongan umur Ibu di Kabupaten Bantul tahun 2010, perempuan mencapai jiwa, dan pada tahun 2011 menjadi jiwa (usia tahun). Sedangkan jumlah perempuan tertinggi mencapai jiwa pada usai tahun (Tabel DS-6). Adapun jumlah anak lahir hidup tertinggi jiwa pada usia tahun dan terendah pada usia tahun sebesar 644 jiwa. Dengan permasalahan kesehatan masyarakat yang terus berkembang, pemerintah berupaya mengoptimalkan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat mulai dari pembangunan fisik, sarana kesehatan hingga pengembangan sumberdaya manusia untuk menurunkan angka kematian. Persoalan kematian, terutama kematian ibu dan anak, mencerminkan kemampuan dari sistem pelayanan kesehatan. Jumlah kematian di Kabupaten Bantul berdasarkan golongan umur tahun 2011 untuk laki-laki terbesar pada usia 5-14 tahun mencapai 623 jiwa dan perempuan terbesar pada usia 5-14 yang mencapai 519 jiwa (Tabel DS-7). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 70

78 C.2 Kondisi Penyakit di Bantul Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten Bantul (Tabel DS- 8) pada tahun 2012 ada jiwa yang menderita penyakit, menurun sebesar jiwa dari tahun Penyakit yang dialami oleh masyarakat sebanyak 28 jenis penyakit. Lima terbesar penyakit yang diderita masyarakat adalah Hipertensi esensial, diare dan gastroenteritis, Nasofaringtis akut (common cold), Myalgia dan Asma. Jumlah penderita dan prosentase terhadap total penderita untuk lima besar penyakit yang menyerang masyarakat adalah Hipertensi esensial sebesar jiwa atau 22,26%, diare dan gastroenteritis jiwa atau 12,69%, Nasofaringtis akut (common cold) 2,883 jiwa atau 10,97%, Myalgia sebesar jiwa atau 9,42% dan Asma sebesar jiwa atau 6,28%. C.3 Limbah Kesehatan Secara umum limbah kesehatan/rumah sakit dikelompokkan menjadi limbah benda tajam, limbah infeksius, jaringan tubuh, farmasi, klinis, radio aktif, sitotoksik. Limbah klinis yang berbentuk padat harus dimusnahkan dengan cara dibakar pada temperatur tinggi, minimal C. Limbah cair kesehatan tergolong berbahaya karena kemungkinannya mengandung mikroorganisme patogen, parasit, bahan kimia beracun dan radio aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan limbah cair tersebut secara benar agar tidak berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan melalui beberapa sistem pengolahan. Sistem pengolahan limbah cair kesehatan/rumah sakit menggunakan Anaerobic, Aerobic atau kombinasi dari sistem Aerobic maupun An Aerobik. Sumber limbah cair kesehatan/rumah sakit adalah kegiatan perawatan, laboratorium, poliklinik, farmasi, radioaktif, dapur, perkantoran, laundry, kantin, KM/WC umum. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari jumlah pasien dan penggunaan bahan-bahan yang dipakai. Berdasarkan data yang diperoleh, volume limbah padat rumah sakit umum daerah Panembahan Senopati mencapai ,37 m 3 /hari sedangkan di RSKIA Ummi Khasanah volume limbah cairnya mencapai 1.023,5 m 3 /hari dan limbah padat sebesar 2.412,1 m 3 /hari. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 71

79 Rumah sakit-rumah sakit tersebut telah mempunyai Instalasi Pengolah Limbah cair sendiri seperti RSKIA Ummi Khasanah menggunakan proses Reaktor kombinasi anaerobik-aerobik yaitu suatu proses biologis dimana mikroorganisme berperan menguraikan polutan dalam air limbah sehingga jumlahnya akan semakin bertambah dan berakumulasi di dalam IPAL. D. PERTANIAN D.1. Lahan dan Produksi Sawah Pemanfaatan lahan untuk pertanian atau sawah di kabupaten Bantul sebesar ,111 Ha. Frekuensi penanaman pada umumnya dua kali sampe tiga kali dalam setahun. Berdasarkan pola tanam, ada pola tanam padi sebanyak 2 kali dalam satu tahunnya, sedangkan palawija 1 kali. Tetapi ada juga yang memakai pola tanam padi satu kali setahun, palawija satu kali setahun. Pernerapan pola tanam tersebut tergantung lokasi wilayah. Wilayah-wilayah yang menerapkan pola tanam setahun sekali biasanya perbukitan atau daerah yang hanya mengandalkan curah hujan, sedangkan yang dua kali setahun sudah memanfaakan jaringan irigasi. Berdasarkan data SE-4, untuk frekuensi penanaman satu kali setahun sebesar Ha dengan luas terbesar di kecamatan Dlingo dengan luas 588 Ha. Penanaman dengan frekuensi dua kali setahun sebesar Ha, luas terbesar berada di kecamatan Jetis dengan luas lahan Ha. Dan dengan frekuensi tiga kali setahun luas lahan sebesar Ha, kecamatan dengan luas tertinggi adalah Sewon dengan luas 593 Ha. Produksi perhektar di kabupaten Bantul rata-rata sebesar 7,1 ton. Produksi tertinggi sebesar 7,5 ton/hektar berada di kecamatan Kretek dan kasihan dengan frekuensi penanaman hingga tiga kali setahun. Dan produksi terendah sebesar 6,2 ton/tahun berada di kecamatan Dlingo. Tanaman palawija yang dijadikan selingan padi adalah jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah (tabel SE-5). Produksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 72

80 tanaman palawija tersebut tertinggi adalah ubi kayu dengan produksi mencapai ton dan terendah sebesar ton untuk tanaman ubi jalar. Kecamatan penghasil ubi kayu tertinggi adalah kecamatan Dlingo dengan produksi sebesar ton sedangkan terendah adalah kecamatan Bambanglipuro dengan produksi sebesar ton. D.2. Lahan dan Produksi Perkebunan Lahan perkebunan di kabupaten bantul berupa lahan perkebunan rakyat. Lahan perkebunan tersebut ditanami berbagai jenis tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, coklat, cengkeh, tebu, tembakau rakyat, tembakau virgina, jarak pagar, kapuk randu dan jambu mete (tabel SE-6). Luasan lahan yang di tanami tanaman tersebut sebesar ,16 Ha. Luas lahan perkebunan terluas ditanami dengan jenis tanaman kelapa dengan luas sebesar ,94 Ha dengan hasil produksi sebanyak ,73 ton. Peringkat kedua, merupakan perkebunan jambu mete dengan luas lahan 2.805,6 Ha dengan hasil produksi sebesar 727,15 ton. Peringkat ketiga, perkebunan tebu dengan luas lahan 1.364,55 Ha dengan produksi sebesar ,56 ton. Dan yang terendah adalah perkebunan tembakau Virgina dengan luas lahan 3 Ha dengan hasil produksi sebesar 78,91 ton. D.3. Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia Pertanian Peningkatan produksi pada lahan pertanian menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk maupun pestisida. Pupuk-pupuk sintetis lebih menunjukkan hasil di bandingkan penggunaan pupuk organik. Akan tetapi jika penggunaan pupuk sintetis melebihi dari yang dibutuhkan akan menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan dapat menyebabkan pencemaran serta berakibat kepada global warming. Jenis-jenis pupuk sintetis adalah urea, SP.36, ZA dan NPK. Besarnya penggunaan pupuk ZA dan NPK untuk perkebunan adalah 400 ton dan 150 ton yang digunakan untuk perkebunan tebu. Penggunaan pupuk sintetis tersebut untuk tanaman padi dan palawija berdasarkan data yang terhimpun (Tabel SE-8) adalah urea sebesar ton. Digunakan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 73

81 untuk tanaman padi sebesar ton dan jagung sebesar 850 ton. Pupuk SP.36 total penggunaan sebesar 612 ton yang digunakan untuk tanaman padi sebesar 433 ton, kedelai sebesar 80 ton dan kacang tanah sebesar 99 ton. Kemudian pupuk ZA dengan total penggunaan sebesar 725 ton yang digunakan untuk padi sebesar 519, kedelai 97 ton dan kacang tanah sebesar 109 ton. Dan pupuk NPK dengan total penggunaan sebesar ton untuk padi seberat ton dan untuk jagung seberat 147 ton. Selanjutnya berdasarkan tabel SE-8 penggunaan pupuk organik masih kecil sekali jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk urea dan NPK, yaitu hanya 965 ton dan hanya dimanfaatkan untuk tanaman padi. D.4. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Meningkatnya jumlah penduduk saat ini khususnya Kabupaten Bantul dan pesatnya pembangunan, meningkat pula kebutuhan sarana maupun prasarana seperti rumah tinggal, gedung sekolah, industri, hotel dan lain-lain sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat pula. Mengingat kondisi lahan yang paling banyak adalah lahan pertanian baik sawah maupun kebun, maka untuk mencukupi kebutuhan lahan tersebut dipenuhi dengan menggunakan lahan pertanian. Penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi di Kabupaten Bantul dari tahun 2010 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian meliputi rumah tinggal, ruko, perumahan, industri, rumah sakit, toko, gudang, pendidikan dan lain-lain. Total luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian menurun, pada tahun 2010 sebesar m 2 menjadi 51,8619 m 2 ditahun 2011 dan pada tahun 2012 mengalami peningkataan yang sangat signifikan sebesar m 2 (Tabel SE-9). Meningkatnya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian ditahun 2012 mengiindikasikan tingginya pertumbuhan perekonomian. Dari beberapa jenis penggunaan lahan non pertanian tersebut yang terbesar untuk keperluan lain-lain sebesar 178,977 m 2 dan paling sedikit untuk gudang yang sebesar 5,717 m 2. Dampak dari perubahan lahan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 74

82 pertanian menjadi non pertanian adalah berkurangnya lahan pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Jika ditinjau dari aspek pertanian, meskipun terjadi perubahan penggunaan lahan sawah namun luas lahan pertanian yang ada masih mampu untuk mencukupi kebutuhan dan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Namun demikian alih fungsi lahan tersebut harus dikendalikan secara ketat agar tidak mengancam potensi pertanian dan ketersediaan bahan pangan yang apa bila tidak ditangani secara serius dapat mengakibatkan kurangnya stok pangan. Selain itu alih fungsi lahan berdampak menurunnya daerah resapan air karena dipenuhi bangunan serta berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai sumber penyuplai oksigen dan menurunkan efek gas rumah kaca. D.4. Peternakan Usaha peternakan di kabupaten Bantul meliputi peternakan hewan ternak dan unggas. Peternakan hewan ternak meliputi ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba dan babi. Dan peternakan unggas meliputi ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, itik dan puyuh. Secara umum, peternak hewan sapi perah dan babi terdapat di 9 kecamatan, sapi potong, kambing dan domba di 17 kecamatan dan kerbau di 12 kecamatan (Tabel SE-10). Sedangkan untuk peternakan unggas, peternak ayam petelur terdapat di 13 kecamatan. Dan peternak lainnya terdapat di seluruh kecamatan kabupaten Bantul (Tabel SE-11). Jenis hewan ternak terbesar adalah kambing dengan jumlah ternak sebanyak ekor. Posisi kedua terbanyak adalah kambing dengan jumlah ekor. Sedangkan posisi ketiga terbanyak adalah domba dengan jumlah ekor. Dan yang paling sedikit adalah peternakan kerbau sebanyak 239 ekor di kabupaten Bantul. Peternakan kambing dan sapi potong terbesar di kabupaten Bantul terdapat di kecamatan Dlingo dengan jumlah peternakan kambing sebesar ekor dan sapi potong sebesar ekor. Sedangkan peternakan domba di Dlingo terkecil di kabupaten Bantul dengan jumlah hewan ternak sebanyak 708 ekor. Kecamatan Banguntapan mempunyai peternakan sapi perah dan kuda terbesar di kabupaten Bantul dengan jumlah hewan 79 ekor untuk sapi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 75

83 perah sedangkan jumlah kuda sebanyak 482 ekor. Peternakan kerbau terbanyak ada di kecamatan Sewon dengan jumlah 44 ekor dan peternakan babi sebesar 689 ekor terdapat di kecamatan Srandakan. Untuk jenis ternak unggas kecamatan Pajangan mempunyai peternakan ayam petelur, ayam pedaging dan puyuh terbesar. Jumlah ternak ayam petelur sebesar ekor, ayam pedaging sebesar ekor dan puyuh ekor. Kecamatan Kasihan merupakan kecamatan dengan jumlah hewan ternak ayam kampung terbesar dengan jumlah ternak sebesar ekor. Untuk hewan ternak itik, kecamatan jetis mempunyai jumlah terbanyak yaitu sebesar ekor. D.5. Emisi Gas Metan ( CH4) dan Karbondioksida (CO2) Gas metan (CH 4 ) dan karbondioksida (CO 2 ) merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu sumber penghasil gas tersebut adalah kegiatan pertanian dan peternakan serta penggunaan pupuk urea. Pada kegiatan pertanian gas metan dilepaskan ke udara akibat pembusukkan bahan-bahan organik sedangkan pada pertanian merupakan produk samping dari pencernaan hewan-hewan tertentu, terutama sapi. Gas metan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian dihitung dengan menggunakan rumus luas lahan sawah (Ha) dikalikan lama penanaman (hari) dan dikalikan faktor emisi lahan sawah (1,3 ton/ha). Dan untuk kegiatan perternakan di hitung dengan menggunakan rumus jumlah ternak maupun unggas dikalikan faktor emisi untuk masing-masing jenis ternak dan/atau unggas. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel SP-6), besarnya emisi gas metan yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian pada tahun 2012 adalah ,32 ton/tahun. Kecamatan dengan penghasil gas metan terbesar adalah Sewon dengan jumlah emisi ,50 ton/tahun. Dan dari kegiatan peternakan emisi yang dihasilkan sebesar ton/tahun dengan rincian gas metan dari ternak sebesar ton/tahun dan dari unggas sebesar ton/tahun. Berdasarkan tabel SP-7, kecamatan penghasil gas metan paling banyak dari kegiatan peternakan adalah Dlingo sebesar ton/tahun. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 76

84 Gas karbondioksida yang dihasilkan oleh penggunaan pupuk urea dapat dihitung menggunakan rumus besarnya penggunaan pupuk (ton) dikalikan dengan faktor konversi sebesar 0,2 ton/ton urea. Berdasarkan perhitungan besarnya gas karbondioksida yang dihasilkan pada tahun 2012 sebesar ton/tahun (Tabel SP-8). Dimana kecamatan Srandakan merupakan penghasil karbondioksida terbesar di kabupaten Bantul dengan nilai 114,6468 ton/tahun. E. INDUSTRI E.1. Perkembangan Sektor Industri. Pemerintah Kabupaten Bantul berkomitmen untuk selalu mengembangkan industri kecil dan menengah diantaranya melalui pemberian kemudahan ijin usaha dan pembinaan kepada Industri Kecil dan Menengah (IKM), penyusunan kebijakan industri terkait dengan industri penunjang IKM, pelatihan dan bantuan permodalan, serta pengembangan sentra-sentra industri potensial. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, pada tahun 2012 jenis industri yang tumbuh di kabupaten Bantul bervariasi seperti jasa, pangan dan kerajinan. Kapasitas produksinya pun berbeda-beda tergantung jenis industri dan kemampuan. Untuk industri pangan, perusahaan Agrindo Suprafood mempunyai kapasitas industri sebesar 240 kg/tahun sedangkan prusahaan Sri Rahayu mempunyai kapasitas sebesar kg/tahun. Sedangkan untuk jenis industri furniture/kerajinan, CV. Karya Wahana Sentosa mempunyai kapasitas produksi sebesar 2 kontainer/bulan dan UD. Iqbal Furniture sebesar 2400 pcs. Untuk industri skala menengah dan besar yang ada di Kabupaten Bantul tidak banyak mengalami penurunan jumlahnya. Berrdasarkan tabel SE-12, ada lima industri skala menengah dan besar dengan kapasitas yang bervariasi. Industri gula pasir PG. Madukismo yang menggunakan bahan baku tebu mempunyai kapasitas senyatanya ton/tahun sedangkan kapasitas terpasang mencapai ton/tahun. Melalui proses sulfitasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 77

85 alkalis dihasilkan produk gula pasir dengan berbagai jenis/tingkatan dan hasil samping tetes (Molase) sebagai bahan baku pembuatan Spiritus di PS. Madukismo yang mempunyai kapasitas terpasang ton/tahun. Ada dua industri kulit yaitu PT. ASA dan PT. BAS yang berlokasi di kawasan industri Piyungan menggunakan bahan baku kulit hewan melalui proses penyamakan menghasilkan lembaran kulit untuk bahan pembuatan industri kerajinan kulit seperti jaket, sepatu dan tas. PT. BAS mempunyai kapasitas terpasang sebesar 720 ton/tahun dengan kapasitas senyatanya sebesar 29,83 ton/tahun. Gambar 41. Peta Rencana Kawasan Industri Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 78

86 E.2. Pengelolaan Limbah Industri Limbah industri merupakan produk samping dari hasil produksi yang tidak mempunyai nilai ekonomis dan sisa hasil dari kegiatan utilitas. Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dibagi menjadi empat bagian, yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan limbah partikel. Dengan semakin banyak berdirinya industri maka limbah yang dihasilkan pun semakin banyak. Oleh karena itu untuk mengurangi beban lingkungan maka perlu dilakukan pengelolaan limbah baik industri skala kecil, menengah maupun besar. Adapun untuk mengetahui indikasi terjadinya pencemaran pada badan sungai dapat dilihat besarnya kandungan parameter seperti BOD, COD, TSS, Nitrit, logam berat dan Bakteri Coli. Beban limbah cair beberapa industri skala menegah (tabel SP-9) tergantung dari jenis industri tersebut. Besarnya beban limbah cair untuk parameter BOD, terbesar adalah PT. Bintang Alam Semesta mencapai 10 ton/tahun dan terkecil PT. Samitex sebesar 3 ton/tahun. Sedangkan beban limbah cair untuk parameter COD, tertinggi tertinggi juga PT. Bintang Alam Semesta sebesar 25 ton/tahun. Sedangkan untuk parameter TSS terkecil sebesar 3 ton/tahun oleh PT. Bintang Alam Semesta dan PT. Samitex. Berdasarkan data tahun 2011 beban emisi industri skala kecil dari beberapa parameter untuk industri peleburan logam berdasarkan pengujian kualitas udara dengan beberapa parameter seperti CO 2 (Karbondioksida), NO 2 (Nitrogendioksida), SO 2 (Sulfur Dioksida) dan CO (Karbon Monooksida) dari ketiga industri tersebut menunjukan bahwa besarnya emisi hampir sama berkisar 0,3-0,5 ton/tahun. Gambar 42. Foto Limbah industri kecil Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 79

87 F. PERTAMBANGAN F.1 Kegiatan Pertambangan Golongan bahan tambang terbagi menjadi 3 jenis, yaitu golongan A yang merupakan barang yang penting bagi petahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah. Golongan B (bahan vital) adalah bahan galian yang dapat menjamin hayat hidup orang banyak, seperti emas, perak, besi dan tembaga. Dan golongan C bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak. (UU No. 11 Tahun 1967) Sumber daya alam di kabupaten Bantul khususnya bahan galian golongan C jumlahnya belimpah yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan seperti seperti Kretek, Pundong, Sewon, Piyungan, Banguntapan, Sedayu dan lain-lain. Sebagian besar bahan galian gol C termasuk bahan galian industri seperti pasir, kerikil, batu, tanah urug. Kegiatan penambangan pada umumnya dilakukan oleh kelompok, perorangan, maupun pihak swasta. Peralatan yang digunakan adalah sederhana seperti perahu bambu, sekop, pacul dan lain-lain dengan teknik yang sederhana, namun ada yang menggunakan peralatan modern seperti Bego khususnya dari pihak swasta. F.2. Jenis-jenis pertambangan Banyaknya bukit di Kabupaten Bantul juga membuka peluang lebar kepada perusahaan menjalankan bisnis penjualan tanah urug. Penjualan tanah urug tersebut tidak hanya di Kabupaten Bantul namun dapat menembus di luar Kabupaten/Kota, bahkan ada yang di luar Propinsi DIY. Disamping dilakukan oleh perusahaan, penambangan tanah urug juga dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan Tabel SE-14, ada lima perusahaan yang melakukan pertambangan tanah urug dengan luas areal dan produksi yang bervariasi. Produksi terbanyak sebesar m 3 dengan luas areal m 2 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 80

88 dilakukan oleh Kliwon Basir. Sedangkan yang terendah dengan produksi 3.180,15 m 3 pada luas areal m 2 dilaksanakan oleh H. Mujiyono. Tingginya produksi tanah urug ini ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan tanah urug untuk keperluan pembangunan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam agar tidak terjadi kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan perlu dilakukan aturan-aturan penambangan yang benar dan ramah lingkungan misalnya melalui kegiatan reklamasi lahan, alih fungsi lahan dan lain-lain. Dampak yang ditimbulkan apabila tidak segera dilakukan reklamasi areal bekas pertambangan adalah kesuburan tanah berkurang, perubahan bentang lahan serta kandungan logam-logam berat yang tinggi. Selain tanah urug, ada kegiatan pertambangan rakyat yang meliputi pasir/kerikil dan batu kali, batu bata, batu putih, tanah liat dan batuan phosphat. Pasir sungai berasal dari hasil kegiatan gunung merapi, dibawa oleh aliran sungai dan diendapkan kembali di bagian hilirnya. Pertambangan pasir sungai dilakukan di alur sungai Progo, Opak, Oyo maupun anak sungainya. Untuk sungai Opak, penambangan dilakukan di Kecamatan Kretek, Pundong, Imogiri, Piyungan. Sungai Progo dilakukan di Kecamatan Srandakan, Sanden, Pajangan. Pertambangan pasir/kerikil tahun 2011 menghasilkan produksi terbesar dibandingkan jenis penambangan lain yaitu mencapai produksi m3/tahun dan terendah 300 m3/tahun yaitu batuan phosphat. Tingginya produksi pertambangan pasir/kerikil dan batu kali disebabkan oleh meningkatnya aktivitas pembangunan karena pasir/kerikil dan batu kali merupakan bahan baku pembangunan. Lahan sawah subur dan tanah perkarangan digunakan untuk pembuatan batu bata dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan bangunan. Tanah yang ditambang merupakan tanah milik sendiri maupun tanah yang disewa. Lokasi pertambangan batu bata meliputi Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Piyungan, Sewon. Di Kecamatan Banguntapan pertambangan dilakukan di 2 desa yaitu Potorono dan Jambidan. Sedang di Kecamatan Piyungan luas areal penambangan lebih luas dibandingkan dengan Banguntapan yaitu di desa Sitimulyo dan Srimulyo. Produksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 81

89 pertambangan batu bata di lokasi tersebut untuk tahun 2011 mencapai m3/tahun. Batu putih merupakan batuan berwarna putih yang cukup keras, biasa digunakan untuk fondasi bangunan, pengerasan jalan dan banyak terdapat pada daerah-daerah pegunungan di Kabupaten Bantul. Lahan pada daerah yang tersusun oleh batu putih berupa kebun campuran yang kurang produktif. Lokasi pertambangan batu putih di Kabupaten Bantul tersebar di beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Pleret, Imogiri, Piyungan, Jetis, Pajangan dan Sedayu. Pertambangan dilakukan sendirisendiri dengan menggunakan alat manual, baru sedikit penambang yang mengetahui aturan dan teknik penambangan yang benar dan ramah lingkungan. Banyaknya permintaan batu sebagai fondasi bangunan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dengan cara menambang dan hasilnya langsung dapat dinikmati, tanpa modal dan ketrampilan khusus walaupun ada resikonya. Dalam tahun 2011, beberapa bukit yang ditambang menghasilkan produksi batu putih yang mencapai m3/tahun. Kerusakan yang ditimbulkan akibat penambangan batu putih adalah tanah rawan longsor, terjadinya bentang alam, perubahan tata guna tanah dan penurunan kesuburan tanah. G. ENERGI Sektor energi mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan, karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hingga saat ini pasokan energi nasional bergantung pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, sumber energi fosil tersebut juga diekpor ke negara lain dan merupakan salah satu penerimaan negara serta devisa yang utama. Namun disisi lain, cadangan energi fosil utama di Indonesia, khususnya minyak bumi telah mulai menipis. Saat ini bahkan Indonesia telah menjadi importir minyak bumi karena porsi produksi minyak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 82

90 dalam negeri yang dialokasikan untuk pasar domestik tidak mampu mencukupi kebutuhan total minyak bumi dalam negeri. G.1. Penggunaan Energi Pada Transportasi Beberapa sektor pengguna energi pada umumnya adalah transportasi, industri dan rumah tangga. Sejak tahun delapan puluhan, kebutuhan energi didominasi oleh rumah tangga, kemudian pada tahun 2001 bergeser ke sektor industri dan transportasi. Pada tahun 2006 kebutuhan energi untuk industri menduduki peringkat pertama atau 51%, sementara sektor transportasi menduduki peringkat kedua atau 30%. Untuk jangka panjang, diprediksikan sektor transportasi akan menduduki peringkat pertama. Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Polres Kabupaten Bantul ( Tabel SE-16), jumlah kendaraan bermotor tahun 2011 mencapai unit. Kendaraan bermotor jenis sepeda motor merupakan jumlah terbesar mencapai unit dan terkecil jenis bus yang mencapai 671 unit. Penggunaan bahan bakar dalam sektor transportasi ada bermacam-macam, antara lain premium dan solar. Kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium tahun 2011 mencapai unit, sedangkan yang menggunakan solar mencapai unit. Premium paling banyak dipegunakan oleh sepeda motor sedangkan solar paling banyak digunakan oleh kendaraan penumpang umum yang mencapai unit. Untuk memenuhi kebutuhan bakar kendaraan bermotor baik bensin, solar, minyak tanah di penuhi dari SPBU yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Bantul. Jumlah SPBU di Kabupaten Bantul mencapai 21 lokasi tersebar di beberapa wilayah kecamatan (Tabel SE- 17). Penjualan bahan bakar di SPBU meliputi premium, pertamax dan solar maupun biosolar dengan penjualan premium sebanyak kiloliter, pertamax 54 kilo liter dan solar kilo liter. Dari 26 SPBU tersebut penjualan BBM perbulan terbesar untuk premiun adalah SPBU Jalan Parang tritis Km. 15 mengalami peningkatan menjadi 824,88 kilo liter Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 83

91 dibandingkan tahun 2010 mencapai 795 kilo liter. Penjualan BBM terendah SPBU pleret Imogiri sebesar 35,28 kilo liter. Sedangkan penjualan perbulan untuk solar di SPBU Jl. Wates Sedayu yang mencapai 345,51 kilo liter, terendah di SPBU pleret Imogiri yang mencapai 4,85 kilo liter perbulan. Tingginya penjualan premium di SPBU Jalan Parang tritis Km. 15 di sebabkan karena lokasi SPBU tersebut merupakan wilayah menuju kawasan wisata pantai Parang tritis maupun pantai samas dan jalurnya adalah jalur umum menuju Kota Yogyakarta sehingga banyak anak sekolah, pedagang, pegawai dan lain-lain memakai jasa angkutan umum. Sedangkan tingginnya Solar di SPBU Jl. Wates Sedayu di sebabkan karena wilayah tersebut merupakan jalur utama antar propinsi sehingga banyak angkutan umum maupun angkutan barang yang membutuhkan BBM solar. G.2. Penggunaan Energi Pada Sektor Industri dan Rumah Tangga Penggunaan energi pada sektor industri meliputi LPG, minyak bakar, minyak diesel, solar, minyak tanah, gas, batu bara, dan bio massa. Energi tersebut dibutuhkan untuk proses produksi, utilitas (mesin ketel uap), proses packing dan lain-lain. Kebutuhan energi untuk masing-masing jenis industri berbeda-beda tergantung dari proses produksi bahan baku menjadi barang siap pakai (hasil akhir). Sebagai contoh industri pengepakan udang PT. Indokor Bantul membutuhkan energi solar lebih rendah dibandingkan industri gula/spiritus PT. Madu Baru. Hal ini disebabkan karena produksi di industri di PT. Indokor Bantul lebih sederhana dibandingkan dengan PT. Madu baru yang memproduksi gula dari bahan baku tebu dan spirtus dengan bahan baku tetes (hasil samping pabrik gula). Penggunaan solar di sektor industri merupakan alternatif untuk menekan biaya produksi karena harga solar lebih murah dibandingkan dengan harga minyak diesel atau yang lainnya. Konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor industri tahun 2011 (tabel SE-18) mencapai liter untuk 5 (lima) industri. Industri PT. Madu baru menggunakan bahan bakar solar tertinggi sebesar liter sedangkan penggunaan BBM terendah adalah 5000 liter oleh PT. Dong Young Tress Indonesia. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 84

92 Penggunaan bahan bakar rumah tangga meliputi LPG, Minyak tanah, briket dan bio massa. Berdasarkan data yang diperoleh SE-19 dari KK yang menggunakan LPG sebanyak KK di 17 Kecamatan. Dari data tersebut Kecamatan yang paling banyak menggunakan LPG adalah Kecamatan Banguntapan sebanyak KK dan terendah sebanyak 129 KK di Kecamatan Dlingo. (Tabel SE-19) G.3. Emisi CO 2 dari konsumsi energi Gas CO 2 merupakan gas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna bahan organik, seperti bahan bakar fosil. Berdasarkan protokol kyoto gas CO 2 termasuk salah satu dari enam gas-gas rumah kaca. Gas tersebut merupakan penyebab terjadinya pemanasan global atau global warming. Untuk menjaga temperatur bumi agar tidak terus naik maka perlu dilakukan pengawasan terhadap penggunaan energi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Konsumsi energi berdasarkan sektor penggunaanya meliputi sektor trasnportasi, industri dan rumah tangga. Berdasarkan tabel SP-11, pengguna paling besar dari sektor industri sebesar dengan emisi CO 2 yang dihasilkan sebesar 237,357 ton/tahun. Dan di sektor rumah tangga konsumsi energi sebesar menghasilkan emisi CO 2 sebesar 67,09 ton/tahun. Sedangkan untuk sektor trasnportasi tidak adanya data yang berhasil dihimpun. Total emisi CO 2 yang berasal dari industri dan rumah tangga sebesar 304,447 ton/tahun. H. TRANSPORTASI H.1. Pengembangan Sistem Transportasi Adanya berbagai faktor internal yang saling kait mengkait dalam suatu wilayah regional menimbulkan kecenderungan beroperasinya ekonomi aglomerasi dalam pertumbuhan pusat-pusat pelayanan. Hal ini mengakibatkan kurang menyebarnya lalu lintas, menumpuknya beban pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 85

93 ruas-ruas jalan. Pada tempat/ruas jalan tertentu terutama pada waktu pagi, maupun siang dan sore. Keberadaan Parangtritis sebagai salah satu obyek wisata andalan di Kabupaten Bantul merupakan salah satu penyebab terjadinya penumpukan beban lalu lintas pada jalur-jalur tersebut karena ruas-ruas tersebut banyak dibebani oleh kegiatan masyarakat. Penumpukkan akan meningkat pesat pada hari-hari libur baik hari minggu maupun hari-hari besar. Pada skala regional sistem jalan merupakan kerangka pengaruh sistem prasarana penunjang lainnya yaitu jaringan liastrik, air dan komunikasi. Berdasarkan kewenangannya, jalan di Kabupaten Bantul dibagi menjadi jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten (tabel SE-20). Panjang jalan yang menjadi kewenangan Kabupaten Bantul tahun 2012 mencapai 895,72 Km, jalan Nasional 71,95 km dan jalan provinsi mencapai 130,56 km. Jalan propinsi merupakan jalan yang menghubungkan Kabupaten Bantul dengan Kota Yogyakarta sekaligus sebagai lintasan penumpang dan barang. Disamping itu jalan propinsi juga sebagai jalur lintasan menuju ke Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo. Sedangkan jalan Kabupaten merupakan jalan lokal sebagai lintasan yang menghubungkan ke tiap-tiap Kecamatan (17 kecamatan ) di Kabupaten Bantul. Untuk mencegah adanya kemacetan lalu lintas diperlukan pengembangan jalur angkutan yang ada. Pengembangan jalur angkutan umum menghubungkan kota-kota di Kabupaten Bantul dengan kota Yogyakarta begitu pula pengembangan jalur angkutan umum pedesaan, menghubungkan kota-kota kecamatan di pedalaman wilayah Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul mempunyai 2 (dua) terminal yaitu terminal Palbapang dengan tipe B dengan luas kawasan 1000 m 2 yang berlokasi di Bantul dan terminal Gabusan dengan tipe C mempunyai luas kawasan 400 m 2 berlokasi di Sewon. Dari kegiatankegiatan di dua sarana tersebut dihasilkan limbah padat seperti sampah sebanyak 0,6 m 3 /hari (Tabel SP-12). Kendala yang dihadapi, untuk obyek-obyek wisata seperti pantai Parangtritis, Samas, dan lain-lainnya adalah pengembangan terminal belum optimal sehingga terjadi keruwetan kendaraan, khususnya pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 86

94 musim-musim liburan/hari minggu. Ini disebabkan karena peningkatan penggunaan mobil pribadi, sementara angkutan umum pada umumnya didominasi pelajar, pegawai dan pedagang. Jaringan penunjang seperti listrik (lampu jalan), baru didominasi di kawasan-kawasan perkotaan, belum menjangkau sampai di kawasan wisata mengingat beban listrik saat ini begitu besar. Kabupaten Bantul belum mempunyai sarana laut seperti pelabuhan, sarana sungai, dan sarana danau, dan pelabuhan udara sehingga tidak ada kegiatan yang mempunyai peran atau fungsi di beberapa kawasan pantai selatan. Selama ini pantai Bantul hanya dipergunakan kegiatan kelautan yang melibatkan nelayan pencari ikan di laut dan pariwisata. H.2. Dampak Kegiatan Transportasi Penunjang kegiatan perekonomian adalah transportasi dengan semakin meningkatnya perekonomian secara langsung berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan tranportasi. Di Kabupaten Bantul transportasi yang utama adalah transportasi darat. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat tiap tahunnya menimbulkan permasalahan berupa kepadatan lalu lintas di jalur-jalur penghubung antara Kabupaten dengan kota. Peningkatan tersebut berdampak pada jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Polutan seperti gas CO 2 (karbon dioksida) merupakan salah satu dari polutan penyabab efek gas rumah kaca (GRK). Untuk menguranginya maka diperlukan sebuah perencanaan penggunaan jalan, sarana dan prasarana penunjang serta mengoptimalkan lebar jalan dan penataan jalan. Disamping itu dengan meningkatnya kandaraan bermotor menyebabkan meningkatnya kebisingan sehingga terjadi polusi kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran. Komponen-komponen lain yang menyebabkan pencemaran udara seperti pada dampak lingkungan di sektor industri yang sudah dibahas di Bab II. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 87

95 I. PARIWISATA I.1. Potensi Wisata Kabupaten Bantul memiliki berbagai obyek wisata yang menarik baik wisata alam maupun petilasan bersejarah. Jumlah obyek wisata yang ada di Kabupaten Bantul tahun 2012 ada 7 lokasi yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan (tabel SE-24). Selain memiliki pemandangan alam yang menawan, banyak obyek wisata yang memiliki nilai spiritual dan mitos bagi masyarakat jawa. Wisata alam pantai selatan masih menjadi tujuan favorit wisatawan. Wisata alam pantai Parangtritis yang terletak di Pantai selatan Bantul memiliki 13 obyek wisata yang berlokasi di sekitarnya. Hamparan pantai yang luas, pemandangan laut yang terbuka, bukit kapur, gumuk pasir yang merupakan satu-satunya di Asia serta peninggalan bersejarah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Pantai Depok yang terletak di sebelah barat pantai Parangtritis, menjadi obyek wisata dengan wisata kulinernya yaitu aneka masakan dari bahan baku ikan laut. Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat membeli ikan tangkap laut segar dengan harga yang terjangkau. Sedangkan pantai Parangkusumo merupakan tempat yang bersejarah oleh sebagian besar masyarakat Yogyakarta. Selain pantai Parangtritis, pantai Kuwaru dan Goa Cemara juga mempunyai daya tarik tersendiri yaitu indah dan sejuknya pantai yang dipenuhi dengan cemara laut sehingga membentuk Goa. Sedangkan di pantai Kuwaru, terkenal dengan wisata kulinernya karena adanya tempat pelelangan ikan serta sarana prasarana lain. Obyek wisata alam lainnya adalah goa cerme dan petilasan goa selarong. Goa cerme menghadirkan keindahan sebuah goa yang masih alami. Para wisatawan dapat melakukan caving dan menikmati pemandangan stalaktit dan stalakmit. Dan di petilasan goa selarong yang mana merupakan peninggalan bersejarah bangsa Indonesia. Di komplek Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 88

96 goa tersebut pangeran Diponogoro menyusun strategi unuk melawan penjajah. I.2. Kunjungan Wisatawan Tiap tahun kunjungan wisatawan meningkat, hal tersebut dapat dilihat selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Jumlah wisatawan pada tahun 2010 sebesar wisatawan naik sebesar wisatawan atau menjadi wisatawan pada tahun 2011 dan ditahun 2012 mencapai wisatawan. Jumlah wisatawan terbanyak pada tahun 2012 terdapat di obyek wisata pantai parangtritis dengan jumlah pengunjung sebanyak wisatawan, sedangkan kunjungan obyek wisata terendah terdapat di goa cerme sebesar wisatawan (Tabel SE-24). Perkembangan kunjungan wisatawan dapat dilihat pada grafik 43. Gambar 43. Grafik Tren kunjungan wisata Sarana dan prasarana obyek wisata di Kabupaten Bantul meliputi Hotel, penginapan, MCK, area Parkir, Restoran, toko Souvenir dan lainlain. Jumlah sarana Hotel/penginapan yang ada di Kabupaten Bantul sebanyak 23 tempat dengan kapasitas kamar sebanyak 300 kamar. Jumlah kamar yang terbanyak adalah Hotel Ros-In sebanyak 43 kamar, sedangkan yang paling sedikit adalah penginapan Ring road Kota gede Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 89

97 sebesar 4 kamar (Tabel Se-25). Hotel Ros-In berlokasi di Ring Road selatan yang merupakan wilayah perbatasan dengan Kotamadya Yogyakarta yang juga merupakan tujuan wisatawan. I.3. Limbah sektor pariwisata Meningkatnya kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri yang terjadi tiap tahun membuat aktivitas kawasan wisata meningkat. Hal tersebut mempengaruhi kondisi lingkungan di kawasan tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di kawasan wisata antara lain limbah domestik baik dari sarana umum, hotel/penginapan, restoran, pertokoan dan terminal, air bersih dan sampah di kawasan wisata. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka perlu dilakukan penanganan limbah demestik tersebut. Penanganan limbah domestik yang berupa limbah cair dilakukan dengan membangun saluran air limbah berupa septic tank ataupun membuat IPAL komunal. Sedangkan untuk limbah padat yaitu sampah yang terdiri dari berbagai jenis dikelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. Volume limbah padat (tabel SP-13) di tiga obyek wisata tahun 2012 mencapai 10,13 m3 per hari naik sebesar 4,13 m 3 dari tahun Limbah padat ini terdiri dari sampah organik maupun anorganik yang berasal dari masyarakat sekitar kawasan wisata, wisatawan, pedagang dan lain-lain. Volume limbah padat terbanyak dari tiga kawasan tersebut adalah obyek wisata pantai parangtritis yang mencapai 6 M 3 /hari naik sebesar 100% dari tahun 2011, dan yang paling kecil 2 M 3 /hari yang juga naik sebesar 100% dari tahun lalu berada di Taman Bermain Kid Fun Jalan Wonosari. Kegiatan hotel maupun penginapan menghasilkan limbah padat dan cair yang dikelola dengan metode sederhana agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk memperkirakan beban pencemaran limbah cair dan volume limbah padat dari hotel kami melakukan uji laboratorium dengan mengambil sampel di dua hotel, yaitu hotel Tirta Kencana dan Ros- In Hotel. Beban pencemaran di Ros-In hotel yang merupakan hotel bintang 4 menghasilkan limbah cair terhitung untuk BOD sebesar 14,35 ton/tahun, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 90

98 COD mencapai 54,94 ton/tahun dan TSS sebesar 93,2 ton/tahun. Sedangkan hotel Tirta Kencana beban limbah cair untuk BOD 25,28 ton/tahun, COD 75,84 ton/tahun dan TSS 299,7 ton/tahun. Dengan tertanganinya limbah domestik di kawasan wisata, maupun hotel, pencemaran lingkungan dapat diminimalisir sehingga kebersihan dan kenyamanan terjamin yang menyebabkan wisatawan nyaman berkunjung di kawasan tersebut. Hal demikian dapat mendukung jumlah kunjungan wisatawan yang berdampak pada kenaikan retribusi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Gambar 44. Limbah padat sektor pariwisata J. LIMBAH B3 J.1. Pengelolaan Limbah B3 Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dan dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka panjang yang bertumpu pada pembangunan di bidang industri. Pembangunan dibidang industri tersebut disatu pihak akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain pihak industri juga akan menghasilkan limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut, terdapat limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, limbah B3 adalah sisa suatu usaha Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 91

99 yang mengandung bahan berbahaya dan atau bahan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya dapat mencemari dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup. Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Uji karakteristik limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau nudah terbakar atau reaktif, beracun dan infeksi serta korosif. Sedangkan uji toksikologi untuk penentuan nilai akut limbah dan atau kronik limbah. Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan, maka limbah B3 dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Pengelolaan itu meliputi penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan penimbunan hasil pengolahan tersebut. Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan daur ulang, perolehan kembali dan penggunaan kembali. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 disatu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 dapat ditekan dan dilain pihak akan dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku. J.2. Industri penghasil limbah B3 Jenis-jenis industri di kabupaten Bantul yang menghasil limbah B3 adalah industri tekstil, tinta, elektroplating, penyamakan kulit dan bahan bakar minyak (Pertamina). Pengelolaan limbah B3 oleh industri-industri tersebut adalah dengan cara menyimpan dan selanjutnya dikirim ke perusahaan pengolahan limbah B3. PT. Samitex salah satu industri tekstil yang menghasilkan limbah sludge dan FA/BA. Limbah sludge yang dihasilkan selama setahun sebesar 22,61 ton/tahun sedangkan limbah FA/BA sebesar 204,145 ton/tahun. Sedangkan untuk industri kulit (PT. BAS) menghasilkan limbah sludge sebesar 3,403 ton/tahun. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 92

100 Untuk industri kulit, jenis limbah yang dihasilkan adalah limbah cair dan sludge. Limbah cair yang dihasilkan dari industri kulit sering bercampur dengan sisa daging dan rambut. Untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, salah satu industri tekstil mengolah limbah padat menjadi coneblok dengan menggunakan bahan campuran tertentu. Mengingat jenis limbah yang dihasilkan adalah limbah B3, maka pemerintah daerah menyediakan lokasi kawasan industri di Piyungan, dengan maksud pengolahan limbah secara komunal untuk efesiensi biaya operasi dan memudahkan penanganannya serta mengendalikan pencemaran. J.3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan Limbah B3 Setiap usaha/kegiatan yang menghasilkan ataupun yang mengumpulkan dan menyimpan sementara limbah B3 harus memiliki ijin dari yang berwenang dengan membuat dokumen lingkungan. Di kabupaten Bantul terdapat satu perusahaan yang memiliki ijin pengumpulan, empat perusahaan dengan ijin penyimpanan dimana satu dari empat perusahaan tersebut mempunyai ijin dari kementrian lingkungan hidup, satu perusahaan dengan ijin pemanfaatan limbah B3. Perusahaan yang mendapat ijin pengumpulan berdasarkan SK No. 79/2012 adalah CV. Sidoharjo Energi. Untuk izin pemanfaatan dalah PT. Holcim Beton (Batching Plant Bantul) berdasarkan SK No. 230/2011. Sedangkan izin penyimpanan yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Bupati Adalah PT. Madukismo, PT. Pertamina S&D region II Depot Rewulu dan RSUD Panembahan Senopati. Dan izin penyimpanan yang dikeluarkan oleh kementrian lingkungan hidup adalah PT. Samitex (SP-16). J.4. Dampak Lingkungan Limbah B3 Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 93

101 akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar. Untuk industri tekstil, asal limbah sludge dari IPAL yang mengandung logam berat seperti Cd (kadmium), Cr (khrom), Pb (Timbal), Cu(Tembaga), dan As (Arsen). Sedangkan untuk industri elektroplating, asal limbah dari sludge adalah pengolahan dan pencucian, sludge IPAL, pelarut bekas yang mengandung logam berat seperti As, Cd, Cr, Pb, Cu dan lain sebagainya. Pada industri kulit, asal limbah adalah sludge dari IPAL, pelarut bekas, sludge dari proses tanning dan finishing yang mengandung logam berat terutama Pb (Timbal) dan Cr (Khrom). Karena sebagian besar limbah B3 yang berasal dari industri mengandung logam berat, dikhawatirkan membahayakan kesehatan manusia karena logam berat tersebut terakumulasi dalam organ tubuh manusia apabila tidak dilakukan pengelolaan secara benar. Salah satu contoh Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistant application). Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steel dan berbagai campuran logam. Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang apabila Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas. Adapun efek pada ginjal, terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis, sedangkan pada hati adalah pemajanan akut Cr yang dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 maka diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan limbah tersebut agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air, udara, maupun tanah. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 94

102 Upaya tersebut dapat berupa kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Peraturan-peraturan. Hal ini juga dilakukan pemerintah kabupaten Bantul dengan penyusunan Peraturan Bupati Bantul No. 42 tahun 2010 tentang Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan LB3 serta Pengawasan Pemulihan akibat Pencemaran LB3. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 95

103 BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN A. REHABILITASI LINGKUNGAN Untuk tahun 2012 berdasarkan data yang terhimpun, rehabilitasi lahan yang berupa penghijauan khususunya di kawasan hutan tidak dilaksankan. Untuk tahun ini pelaksanaannya berupa pengawasan hasil kegiatan tahuntahun sebelumnya. Dimana pada tahun tahun 2009 telah dilaksanakan penghijauan dengan penanaman pohon sebanyak batang, tahun 2010 sebanyak batang di tiga lokasi. Dan pada tahun 2011 penghijauan di tiga kecamatan yaitu Imogiri, Pajangan dan Kretek seluas 100 Ha dengan jumlah pohon 3600 batang. Realisasi penghijauan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan. Kegiatan reboisasi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul pada tahun 2011 dilaksanakan di 10 kecamatan melalui penanaman batang. Penghijauan ini dimaksudkan selain untuk menambah sumber oksigen juga untuk mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir. Kegiatan fisik yang menunjang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan, menjaga kuantitas sumberdaya air agar tidak terjadi penurunan, serta penuranan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Berdasarkan tabel UP-3, beberapa kegiatan yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup antara lain pembuatan IPAL Biogas bagi kelompok kandang ternak, penyediaan sarana dan prasarana persampahan berupa pengadaan komposter, tong sampah, gerobak sampah, mesin pencacah sampah organik, mesin pencacah sampah plastik dan mesin jahit. Kegiatan konservasi sumber daya air dengan melakukan pembangunan sumur resapan dan pembangunan taman hijau. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 96

104 B. AMDAL Selama tahun 2012 BLH bersama dinas/instansi terkait telah membahas dan merekomendasi dokumen lingkungan baik UKL/UPL maupun SPPL sebanyak 29 dokumen lingkungan yang berasal dari beberapa macam jenis usaha/kegiatan (Tabel UP-4). Dokumen tersebut meliputi industri konveksi sebanyak 3 kegiatan, penambangan batuan/tanah urug 2 kegiatan, pengeboran sumur dalam 1 kegiatan, perumahan 7 kegiatan, terminal BBM 1 kegiatan, kesehatan sebanyak 2 kegiatan, pembangunan pabrik makanan 1 kegiatan, pembuatan mesin industri dan jasa perawatan 1 kegiatan, pembangunan pasar ikan 1 kegiatan, pembangunan sarana olahraga dan rekreasi 1 kegiatan, industri furniture/meubel 4 kegiatan dan pembangunan kantor pelayanan, jasa pelintingan rokok, asphalt mixing plant and batching plant, industri pupuk cair organik dan penyamakan kulit masing-masing 1 kegiatan. Untuk meningkatkan pengelolaan dan pemantauan lingkungan bagi usaha/kegiatan yang telah memiliki dokumen lingkungan dan melaporkan secara rutin kepada instansi pengawas (BLH kab. Bantul), maka dari berbagai dokumen lingkungan tersebut dilakukan pengawasan baik secara adminitrasi maupun tinjauan lapangan. Dari kegiatan pengawasan, evaluasi dan pelaporan dokumen lingkungan yang berupa UKL/UPL (Tabel UP-5), berdasarkan evaluasi dari Tim dengan koordinator BLH ke-4 dokumen lingkungan berstatus cukup untuk UKL dan UPL. Diharapkan melalui pengawasan tersebut diatas pelaku usaha yang status pengawasannya kurang maupun buruk agar dapat memperbaiki upata pengelolaan maupun pemantauan limbah usahanya supaya tidak memberikan dampak pada lingkungan sekitar. C. PENEGAKAN HUKUM Meningkatnya aktivitas pembangunan yang diiringi dengan peningkatan aktivitas manusia menyebabkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah masalah pencemaran maupun kerusakan lingkungan yang terjadi di beberapa wilayah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 97

105 kecamatan. Selama tahun 2012, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul menerima 11 jenis pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan (Tabel UP-6 dan 7) yang meliputi : 1. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha peternakan unggas sebanyak 7 kasus di Kec. Jetis, Kec. Pajangan, Kec. Piyungan dan Kec. Bantul. 2. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha kelompok ternak 1 kasus di Kec. Jetis. 3. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha ternak babi 3 kasus di Kec. Bambanglipuro dan Kec. Kasihan. 4. Dugaan pencemaran akibat usaha penambangan 1 kasus di Kec. Pleret 5. Dugaan pencemaran akibat usaha tambak udang PT. Indokor. 6. Dugaan pencemaran air yang menyebabkan kematian ikan di Potorono, Kec. Banguntapan. 7. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha pupuk cair PT. Surya Pratama di Kec. Sewon. 8. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha industri garment PT. Amaya di Kec. Pajangan. 9. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha industri sablon di Kec. Banguntapan. 10. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha PT. PLN di Kec. Sedayu. 11. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha meubelair Alas Jogja di Kec. Sewon. 12. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha meubelair Livea. 13. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha SPBU milik Zein Kadir di Kec. Banguntapan. Adapun status pengaduan dari kasus lingkungan tersebut secara keseluruhan telah selesai, masing-masing pihak tidak akan mempermasalahkan kembali kasus-kasus tersebut. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 98

106 C. PERAN SERTA MASYARAKAT Berdasarkan data tahun 2012 jumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang masih aktif sebanyak 7 (tujuh) organisasi (UP-8). Sebagian besar dari LSM tersebut bergerak dalam bidang pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Metode pengolahan sampah yang digunakan seperti pembuatan pupuk organik dari sampah organik, pembuatan kerajinan dari sampah anorganik (plastik) dan lain-lain dapat mewujudkan lingkungan bersih dan sehat serta menambah pendapatan keluarga. Disamping itu ada pula jenis LSM lainnya seperti kelompok peduli lingkungan yang beranggotakan pedagang kaki lima dan kelompok pecinta lingkungan yang bergerak dibidang pendididkan lingkungan. Salah satu LSM yang juga tergabung dalam kelompok jejaring sampah mandiri yaitu Bengkel Kesling dusun Badegan, desa Bantul kecamatan Bantul telah mampu mengorbit di tingkat Nasional dengan kegiatan andalannya yaitu Bank Sampah. Kegiatan Bank sampah dilaksanakan sore hari, masyarakat menyetorkan sampah yang sudah dipilah, kemudian oleh teller bank sampah ditimbang dan dihitung nilainya dan dibuatkan rekening atas nama anak penabung sampah. Saldo rekening dapat diambil setiap bulan sekali. Bentuk kegiatan lain di Bank sampah Badegan adalah pembuatan kompos, kerajinan dengan bahan baku sampah plastik, pembuatan pot, tiang bendera dari limbah steroform dan lain-lain. Meningkatnya kepedulian masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membuat bermunculnya pelopor-pelopor peduli lingkungan baik berupa perorangan maupun kelompok dengan kegiatan yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai penghargaan yang diterima baik di tingkat Daerah, Provinsi maupun Nasional (UP-9). Penghargaan di bidang lingkungan mencakup 4 katagori yakni penghargaan untuk sekolah berwawasan lingkungan/adiwiyata, kalpataru, kampung iklim dan Menuju Indonesia Hijau (MIH). Sasaran penghargaan sekolah berwawasan lingkungan meliputi sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiyah, SMP/MTSN dan SMA/SMK/MAN. Adapun kriteria Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 99

107 untuk penilaian sekolah berwawasan lingkungan mencakup 3 (tiga ) aspek yaitu aspek manajemen, fisik dan pemberdayaan warga. Gambar 45. Peran serta masyarakat dalam kampung hijau Di tahun 2012 sekolah-sekolah yang menerima penghargaan kategori sekolah berwawasan lingkungan/adiwiyata adalah SMAN 1 Jetis berhasil menyandang sekolah Adiwiyata Nasional Mandiri, MIN Jejeran Pleret berhasil menerima penghargaan Adiwiyata Nasional, SMAN 2 Banguntapan dan SMP Pangudiluhur juara satu sekolah Adiwiyata tingkat propinsi, SD Muhammadiyah Bodon juara dua Adiwiyata tingkat propinsi dan pontren Al-Furqon Sanden juara satu Pontren Berwawasan Lingkungan tingkat propinsi. Penghargaan untuk kategori Kalpataru adalah kelompok tani Amrih Maju juara dua kategori penyelamat lingkungan, Rahmad Tobadiyana, S. Pd juara tiga kategori pembina lingkungan dan Listuti Patwindiyati, SIP penerima penghargaa kalpataru pengabdi lingkungan. Penghargaan untuk program kampung iklim berhasil dimenangkan oleh dusun Serut, Palbapang dan dusun Gatak II, tamantirto. Dan dusun Mayungan, Banguntapan mendapatkan penghargaan kampung hijau tingkat propinsi. Selain itu kabupaten Bantul mendapatkan penghargaan MIH Raksaniyata. Untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang lingkungan hidup pada masyarakat, aparat, swasta, sekolah dan lain-lain Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 100

108 salah satu kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi atau penyuluhan (tabel UP-10). Penyuluhan lingkungan diberikan kepada kelompokkelompok masyarakat, pelajar, aparat pemerintah, dan perusahaan yang dilaksanakan bekerjasama dengan instansi lingkungan hidup provinsi. Materi yang disampaikan beragam dan disesuaikan dengan kondisi maupun permasalahan dari peserta. Untuk kelompok masyarakat kebanyakan diberikan materi tentang penggunaan dan manfaat komposter, pengelolaan sampah dan konservasi sumber daya air dan lain-lain. Sedangkan untuk pengusaha, aparat pemerintah diberikan materi tentang peraturan perundangan lingkungan hidup serta pengendalian pencemaran air maupun udara. Untuk siswa maupun guru diberikan materi tentang pengelolaan sampah, pendidikan lingkungan, kader-kader lingkungan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan sekolah. Beberapa jenis kegiatan fisik yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan meliputi pengelolaan sampah rumah tangga, sampah pasar, bank sampah, konservasi lahan dan pengeloaan sumberdaya air. Kegiatan tersebut dilaksanakan menggunakan dana dari swadaya masyarakat dan bantuan dari Dinas/Instansi, LSM dan lain-lain. Untuk mendukung program-program kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan masyarakat, BLH Kab. Manfaat dari kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat adalah meningkatnya pendapatan ekonomi keluarga, membaiknya kualitas lingkungan dan terwujudnya kondisi lingkungan yang bersih dan sehat. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 101

109 E. KELEMBAGAAN Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang baik diperlukan ketaatan, ketertiban dan pengawasan. Pengawasan tersebut membutuhkan peraturan/produk hukum tentang perlindungan dan pengeloaan lingkungan sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 32 tahun Beberapa produk hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup yang dihasilkan di Kabupaten Bantul (Tabel UP-12) meliputi Perda Kab. Bantul No.6 tahun 2011 tentang retribusi ijin gangguan (RIG), Perda Kab. Bantul No.15 Tahun 2010 tentang pengelolaan air limbah dan Peraturan Bupati l No. 42 tahun 2010 tentang Perizinan dan Pengawasan pengelolaan limbah B3 serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran LB3. Dan ditahun 2012 kabupaten Bantul mengeluarkan dua Peraturan baru, yaitu Perda No. 15 Tahun 2012 tentang pengelolaan persampahan dan Peraturan Bupati No. 18 Tahun 2012 tentang upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauab lingkungan hidup (UKL-UPL) dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) di kabupaten Bantul. Perda ini dimaksudkan untuk mengawasi serta menertibkan perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah B3. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang lingkungan hidup di kabupaten Bantul pada tahun 2012 telah dilaksanakan Program yang terdiri dari 5 Program perioritas berdasar pada RPJMD dan 4 program pendukung mendasarkan Permendagri Nomor 13 tahun Program tersebut dijabarkan dalam 47 kegiatan dengan jumlah total anggaran Rp ,- (Satu Milyar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan Juta Delapan Ratus tujuh puluh Lima ribu Seratus Empat puluh Rupiah), yang berasal dari anggran APBN dalam bentuk DAK sebesar Rp ,- dan APBD Kabupaten sebesar Rp ,- (Tabel UP-13). Dalam pelaksanaan Tupoksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul didukung oleh SDM yang memadai dengan disiplin ilmu yang sesuai dengan bidangnya untuk meningkatkan kinerja institusi lingkungan hidup di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 102

110 daerah. Adapun SDM yang ada berjumlah 43 personel dengan kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 4 orang, S1 28 orang, D3 2 orang dan SLTA mencapai 9 orang. Adapun disiplin ilmu SDM meliputi Hukum, Kimia, Teknik kimia, Biologi, Teknik Lingkungan, Ekonomi, Sospol. Namun demikian untuk meningkatkan penaatan hukum dalam rangka penyelesaian pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran maupun kerusakan lingkungan belum ada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Untuk itu dalam rangka penyelesaian pengaduan masyarakat BLH bekerjasama dengan instansi terkait yang sudah memiliki PPNS. Dari pihak BLH telah mengajukan permohonan mengikuti pendidikan PPNS tersebut di tingkat Kabupaten. Adapun personil PPLHD sudah ada yang mempunyai sertifikat pelatihan namun belum dilantik. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 103

111 Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2012 BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

Lampiran F - Kumpulan Data

Lampiran F - Kumpulan Data Lampiran F - Kumpulan Data TABEL 1.1.d. PEMANTAUAN KUALITAS AIR Jenis Perairan : Sungai Code Tahun Data : Desember 2006 Air Klas III Titik 1 Titik 2 1 1 Residu terlarut *** mg/l 1000 245 280 2 Residu tersuspensi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.2 1. Tempat pelestarian hewan langka orang hutan di Tanjung Puting bertujuan agar Tidak merusak pertanian dan mampu berkembangbiak

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sungai Winongo Hulu (Karanggawang Turi Sleman) Tengah (Jembatan Jlagran Bumijo YK) Hilir (Mojo Gading Kretek Bantul) C ± 3 C 28,70 24,70 23,40

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan bagian integral dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai 17 kecamatan. Letak astronominya antara 110º12 34 sampai 110º31

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BLH Kabupaten Bantul 2014

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BLH Kabupaten Bantul 2014 A. GAMBARAN UMUM Pembangunan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya alam, namun penggunaan sumberdaya alam yang terus menerus akan merusak kelestarian alam. Oleh sebab itu banyak bermunculan permasalahan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul Baku Mutu Klas I *) REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN 2017 Jembatan Kedungwates Gunungkidul Jembatan Bunder Gunungkidul Jembatan Dogongan Imogiri, Bantul o C ± 3 o C 29,3 29,5

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1 Kata Pengantar Puji syukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB. Keseimbangan Lingkungan

BAB. Keseimbangan Lingkungan BAB 3 Keseimbangan Lingkungan Pada hari minggu, Dimas dan keluarganya pergi menjenguk neneknya. Rumah nenek Dimas berada di Desa Jangkurang. Mereka membawa perbekalan secukupnya. Ketika tiba di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi Badan Hidup Provinsi Jawa Timur Ketersediaan Hidup Jawa Timur yang Baik dan Sehat 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN OBJEK. a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

BAB IV GAMBARAN OBJEK. a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia BAB IV GAMBARAN OBJEK A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Keadaan Alam Sumber data yang di dapat dari Disdukcapil Kab. Bantul. Kabupaten Bantul terletak di sebelah Selatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Semakin besar pertumbuhan penduduk dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGARUH KEGIATAN MANUSIA TERHADAP KESEIMBANGAN

PENGARUH KEGIATAN MANUSIA TERHADAP KESEIMBANGAN BAB 3 PENGARUH KEGIATAN MANUSIA TERHADAP KESEIMBANGAN LINGKUNGAN Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Menjelaskan kegiatan manusia yang dapat memengaruhi keseimbangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BLITAR DINAS LINGKUNGAN HIDUP JL. Pemuda Soempono Kel. Gedog Kec. Sananwetan Telp.

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci