PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2016 No. 39 / 07 / 91 Th. X, 18 Juli 2016 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi ember 2015 sebesar 225.536 jiwa (25,73 persen). Angka ini mengalami peningkatan pada et 2016 menjadi 225.800 jiwa (25,43 persen) dan secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,3 poin persen. Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan mengalami peningkatan, sedangkan jumlah penduduk miskin daerah pedesaan mengalami penurunan. ember 2015 tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 18.819 jiwa naik menjadi 20.957 jiwa pada et 2016, dan di daerah pedesaan tercatat jumlah penduduk miskin dari 206.716 jiwa pada ember 2015 turun menjadi 204.845 jiwa pada et 2016. Garis Kemiskinan (GK) Papua Barat et 2016 sebesar 474.967 rupiah, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) sebesar 372.548 rupiah dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sebesar 102.419 rupiah. Angka ini mengalami peningkatan 2.07 poin dari kondisi ember 2015. Secara year on year GK et 2016 meningkat sebesar 7,56 persen dari kondisi et 2015 (441.569 rupiah). Pada et 2016, beras merupakan komoditi makanan utama yang sangat signifikan berpengaruh terhadap nilai garis kemiskinan di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Sementara untuk komoditi bukan makanan yang sangat signifikan berpengaruh terhadap garis kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) et 2016 (7,21) mengalami peningkatan dari kondisi ember 2015 (5,29). Hal yang sama juga terjadi untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) et 2016 sebesar 2,82 yang mengalami peningkatan dari kondisi ember 2015 (1,71). Hal ini mengindikasika bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin manjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.
1. Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Secara umum, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat turun selama tahun 2009-2016. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat meningkat dari 225.536 jiwa pada ember 2015 menjadi 225.800 jiwa pada et 2016. Tetapi persentase penduduk miskin turun sebesar 0,3 poin persen dari 25,73 persen pada ember 2015 menjadi 25,43 persen pada et 2016. Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat et 2009 et 2016 Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat et 2009 et 2016
Selama tahun 2009 2014 persentase penduduk miskin daerah perdesaan di Papua Barat mengalami penurunan. Namun pada tahun 2015 persentase penduduk miskin perdesaan kembali meningkat. Kondisi ember 2015, persentase penduduk miskin di perdesaan sebanyak 206.716 jiwa (37,94 persen) turun menjadi 204.845 jiwa (37,48 persen) pada et 2016. Kondisi jumlah penduduk miskin daerah perkotaan berbanding terbalik dengan daerah perdesaan. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan berfluktuasi dan mencapai 6,14 persen pada et 2016. Angka tersebut meningkat sebesar 0,46 poin persen dari kondisi ember 2015 yaitu sebesar 5,68 persen. 2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua Barat Garis kemiskinan di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan pada ember 2015 hingga et 2016. Garis kemiskinan (GK) ember 2015 tercatat sebesar 465.348 rupiah per kapita per bulan meningkat menjadi 474.967 rupiah per kapita per bulan pada et 2016. Tabel 2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan Provinsi Papua Barat, et 2015 - et 2016 Grafik 2. Share Garis Kemiskinan Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan, et 2016
Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa selama periode et 2015 - et 2016 terjadi peningkatan garis kemiskinan. Peningkatan tersebut terjadi di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan. Secara y-o-y (et 2015 - et 2016 ) garis kemiskinan daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 7,89 persen sementara di perdesaan meningkat sebesar 7,30 persen dan secara keseluruhan Papua Barat mengalami peningkatan garis kemiskinan dari et 2015 - et 2016 sebesar 7,56 persen. Kontribusi GK Makanan terhadap garis kemiskinan pada et 2016 sebesar 78,44 persen dan GK Non Makanan sebesar 21,56 persen. Lima komoditi makanan terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (33,92%), ikan kembung (6,95%), ikan tongkol/tuna/cakalang (6,07%), rokok kretek filter (5,65%), dan gula pasir (4,87%). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah beras (27,17%), rokok kretek filter (15,83%), gula pasir (5,29%), telur ayam ras (3,22%) dan mie instan (3,21%). Untuk komoditi non makanan terbesar, baik di perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan. Tabel 3. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, et 2016 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/p1 (seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan/p2 (keragaman pengeluaran antar penduduk miskin) dari kemiskinan. Selama periode ember 2015 - et 2016 nilai P1 naik dari 5,29 pada ember 2015 menjadi 7,21 pada et 2016. Kenaikan juga terjadi pada nilai P2 dari 1,71 pada ember 2015 menjadi 2,82 pada et 2016. Hal ini mengindikasika bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin manjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin melebar.
Dilihat secara daerah kota-desa, kenaikan P1 dan P2 lebih besar terjadi di perdesaan yang berarti bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Grafik 3. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), et 2009 et 2016 9,75 10,47 8,78 7,57 7,23 5,71 6,35 5,89 6,20 5,92 6,24 5,29 7,21 3,57 4,30 3,43 2,74 2,65 1,70 2,16 1,84 2,05 1,88 2,33 1,71 2,82 2009 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 P1 P2 Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, et 2015 - et 2016 4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.
Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non- Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbiumbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Jl. Sowi IV No. 99, Manokwari 98312 Telp (0986) 2702414 Info lebih lanjut hubungi : Suryana, M.Si Cp : 0813 4484 7043 MASADI Y K, S.ST Cp : 0812 1061 9231