CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan rapat konsultasi dan/atau koordinasi dengan Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun yang disebut Konferensi DKP. Konferensi DKP yang merupakan forum tertinggi dalam tata kerja DKP sebagai mekanisme untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ketahanan pangan dan membahas permasalahan serta menetapkan langkah-langkah operasional bersama dalam membangun ketahanan pangan di seluruh wilayah Indonesia. Konferensi DKP merupakan forum koordinasi para gubernur selaku Ketua DKP propinsi untuk sinkronisasi kebijakan dan program ketahanan pangan nasional dan daerah. Sejak dibentuk pada tahun 2001, DKP telah melaksanakan Konferensi DKP sebanyak empat kali yaitu pada tahun 2002, 2004, 2006, dan 2008. Pelaksanaan Konferensi DKP Tahun 2010 dinilai sebagai momentum yang sangat strategis, karena merupakan awal masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB- II). Selain itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menempatkar ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Atas dasar pemikiran ini, Presiden Rl selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan diharapkan dapat memberikan arahan kepada anggota DKP dan para gubernur dan bupati/walikota selaku Ketua DKP propinsi dan kabupaten/kota mengenai Kebijakan Umum Ketahanan Pangan dan strategi untuk mencapai sasaran pembangunan ketahanan pangan. Dalam pembangunan ketahanan pangan, peran pemerintah daerah sangat penting. Hal ini karena pemerintah daerah merupakan ujung tombak yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Disamping itu, pemerintah daerah dinilai memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam mengelola sumberdaya lokal yang potensial untuk pengembangan ketahanan pangan. Oleh sebab itu, komitmen pemerintah daerah dalam mewujudkan ketahanan pangan hams terus ditingkatkan. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah wajib melaksanakan pembangunan ketahanan pangan sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan ketahanan pangan dengan segenap elemen masyarakat yang ada secara lebih terukur dan akuntabel. Peran pemerintah daerah seperti yang diharapkan tersebut belum dijalankan secara optimal. Survei yang dilaksanakan DKP pada tahun 2009 menunjukkan bahwa tingkat keaktifan dan komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan pembangunan ketahanan pangan masih relatif rendah. Salah satu penyebabnya adalah kurang pemahaman dalam menterjeinahkan amanat Peraturan CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 385
Presiden No. 38 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan ke dalam rencana aksi atau langkah-langkah operasional serta belum optimainya peran kelembagaan DKP. II. TEMA Sejalan dengan pemikiran di atas, Konferensi DKP tahun 2010 ini mengangkat tema "Meningkatkan Komitmen Daerah untuk Membangun Kemandirian Pangan dan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan" III. TUJUAN Tujuan Konferensi DKP tahun 2010 antara lain adalah: 1. Menghasilkan sinergi program ketahanan pangan nasional dengan program ketahanan pangan daerah dengan fokus mewujudkan kemandirian pangan, pengembangan cadangan pangan dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. 2. Meningkatkan komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mewujudkan kemandirian pangan, pengembangan cadangan pangan dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. 3. Memperkuat peran kelembagaan ketahanan pangan di daerah (pro vinsi dan kabupaten/kota). Bahwa cuplikan ini ditekankan pada Direktif Presiden mengenai Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional A. Relevansi Pembangunan Ketahanan Pangan Presiden RI menyatakan pembangunan ketahanan pangan masih relevan dan perlu terus dilaksanakan walaupun Indonesia telah mampu mencapai swasembada sejumlah komoditas pangan utama. Ada enam hal pokok yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu: 1. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia ( basic human need) yang tidak ada subsitusinya untuk menjamin kelangsungan hidup setiap insan. 2. Adanya peningkatan kebutuhan yang terus meningkat ( growing demand), yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk dan peningkatan permintaan, baik kuantitas, kualitas dan keragamannya dari lapisan masyarakat menengah. 3. Terjadinya kerusakan atau degradasi Lingkungan dan adanya pembahan iklim (climate change) yang dapat mengganggu peningkatan produksi dan produktivitas pangan nasional. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 8 No. 4, Desember 2010 : 385-390 386
4. Terjadinya kompetisi pemanfaatan bahan pangan sebagai sumber pangan dan sumber energi. Contohnya jagung yang biasa dikonsumsi manusia dan ternak sekarang mulai digunakankan sebagai bahan baku sumber energi untuk pembuatan biodiesel. Perkembangan seperti ini dapat mengganggu penyediaan bahan pangan dunia. 5. Adanya interconnectedness global logistic and trade yang semakin intensif, yaitu kaitan antar negara dan kawasan melalui aktivitas logistik dan perdagangan. Gangguan produksi dan penyediaan bahan pangan di suatu negara akan secara cepat berpengaruh ke negara lalnnya, yang akhirnya dapat memicu terjadinya krisis ekonomi dan pangan. 6. Walaupun secara nasional Indonesia sudah mencapai swasembada, namun di berbagai daerah masih ditemukan kasus kerawanan pangan. Presiden RI menggarisbawahi bahwa setiap pimpinan pemerintahan dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota wajib mengetahui dan menguasai situasi ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing. Setiap kepala daerah wajib mengetahui perkembangan kebutuhan pangan dan membuat perencanaan produksi pangan berdasarkan kebutuhan dan potensi sumberdaya yang dimiliki di setiap daerah. B. Isu Utama Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Presiden Rl menggarisbawahi perlunya disusun dan dirumuskan kebijakan dan strategi pembangunan ketahanan pangan nasionat. Terkait hal ini, Presiden Rl menguraikan sembilan isu utama yang perlu diselesaikan serta menjadi fokus perhatian pembangunan ketahanan pangan nasional dan daerah. Sembilan isu utama di bidang ketahanan pangan tersebut yaitu: 1. Sistem yang sinergis dan terintegrasi. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan dukungan sistem yang terpadu dalam segala aspek dan sektor, sehingga dapat diperoleh manfaat secara optimal. Sebagai contoh, keterpaduan pangan, energi dan air ( food, energy and water) merupakan keharusan yang mendesak untuk diwujudkan. Demikian pula, keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah atau pemerintah dan dunia usaha harus segera bisa dibangun untuk menjamin diperolehnya food supply system yang baik secara nasional. Sebagai contoh apabila telah terintegrasi sistem pembangunan mulai dari sektor pertanian, infrastruktur, transportasi dan perdagangan, maka pembangunan food estate hampir dapat dipastikan akan berhasil. 2. Swasembada dan swasembada berkelanjutan. Untuk menjamin ketahanan pangan nasional, setidaknya Indonesia perlu mencapai swasembada untuk kedelai, gula dan daging sapi serta mempertahankan swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung. Swasembada lima komoditas ini harus tercapai pada tahun 2014. Oleh karena itu, perlu dirumuskan peran setiap CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 387
pihak, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan setiap sektor dalam bentuk road map atau master plan. 3. Sistem cadangan dan distribusi pangan. Stok atau cadangan pangan nasional maupun daerah harus cukup, memadai. dan terkelola dengan baik sehingga bisa mengantisipasi terjadinya kekurangan (shortage) pangan akibat bencana baik yang sifatnya nasional maupun lokal. Perlu perhatian khusus terhadap kerawanan pangan di pulau/daerah terpencil, pulau terluar dan daerah pedalaman. 4. Rantai suplai dan logistik nasional yang efisien. Masing-masing provinsi, kabupaien/kota perlu mengembangkan produksi unggulan yang didukung oleh sistem perdagangan yang baik dan transportasi yang efisien. Pengembangan produksi pangan harus memperhatikan keunggulan masing-masing daerah sesuai potensi sumberdayanya. Dengan disertai perdagangan yang efisien, semua daerah baik daerah surplus maupun defisit mendapat keuntungan. Untuk itu perlu didukung sistem transportasi yang efisien sehingga biaya transportasi dapat lebih murah dari kondisi saat ini. 5. Pemanfaatan FSVA dan Penanganan Kerawanan pangan. Walaupun secara nasional Indonesia telah mencapai swasembada beras, namun disadari di sejumiah daerah masih ditemui kekurangan pangan dan masih ada kasuskasus kerawanan pangan yang sifatnya situasional. Selain itu masih ada masalah kekurangan gizi yang hampir permanen di beberapa kantong-kantong daerah kemiskinan. Perlu diperhatikan pula kita harus mencapai Millenium Development Goals, No. 1 yaitu mengurangi kemiskinan absolut dan kelaparan yang ekstrim. Oleh sebab itu dengan memanfaatkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan, perlu dibangun sistem penanggulangan kerawanan pangan. Salah satu aturan main penanggulangan kerawanan pangan terkait dengan akuntabilitas adalah prinsip one step up yaitu dengan menempatkan peran pemerintah daerah untuk mengambil inisiatif yang pertama dalam penanggulangan kasus-kasus kerawanan pangan. Bupati/walikota bertanggung jawab menangani kerawanan pangan di lingkup wilayahnya, gubernur menangani kasus kerawanan pangan yang terjadi di lebih dari dua kabupaten/kota dan pemerintah pusat menangani kasus kerawanan pangan yang terjadi di dua propinsi atau lebih. 6. Stabilitas dan keterjangkauan harga. Masalah stabilitas harga pangan perlu menjadi perhatian seluruh kepala daerah. Dalam hal harga pangan, perlu dipastikan tingkat keterjangkauan harga pangan oleh konsumen di satu sisi tetapi di sisi lain harga pangan juga harus dapat memberikan penghasilan petani yang layak. Instrumen stabilisasi harga pangan perlu dikembangkan baik melalui mekanisme pasar maupun aturan pernerintah. Untuk itu, perlu diupayakan efisiensi dalam logistik nasional distribusi pangan yang baik, dan biaya transportasi yang tidak terlalu mahal. Dalam pengamanan harga ini, bila Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 8 No. 4, Desember 2010 : 385-390 388
terjadi gejolak harga pangan, para gubernur dan bupati/walikota harus turun meninjau pasar-pasar pangan. 7. Penganekaragaman konsumsi pangan. Konsumsi beras perkapita di Indonesia sudah cukup tinggi. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta jiwa dan tumbuh terus, maka kebutuhan beras Indonesia akan terus menjadi sangat besar. Upaya mengurangi konsumsi beras per kapita perlu dilakukan dengan mengembangkan sumberdaya pangan lokal, seperti sagu, singkong, sukun dan lain-lain. Pengembangan pangan lokal juga akan berdampak positif bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Upaya pengembangan pangan lokal juga diarahkan untuk mengurangi impor terigu yang menjadi bahan baku mie instan. Dalam mendukung percepatan penganekaragaman ini, diharapkan dilakukan upaya untuk mensinergikan kegiatan dan hasil-hasil penelitian dengan sektor industri sehingga manfaat penelitian dapat dirasakan masyarakat. Dalam mengembangkan pangan berbasis non beras, harus betul-betul memperhatikan perilaku pasar dan selera masyarakat. 8. Sistem pemantauan dan monitoring nasional. Kondisi dan dinamika ketersediaan pangan di setiap daerah dan nasional perlu selalu terpantau setiap waktu. Setiap kepala daerah harus mengetahui kondisi ketahanan pangan di daerahnya masing-masing sepanjang waktu. Jika diketahui terdapat kejadiankejadian yang sekiranya bisa menghambat produksi dan distribusi pangan, maka pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi. Untuk mendukung upaya seperti ini perlu dibangun sebuah sistem peringatan dini ketahanan pangan ( early warning system) yang bisa memberikan kalkulasi kondisi pangan dan memberikan rekomendasi penanganannya. Dalam mengatasi masalah ketahanan pangan dapat diimplementasikan dua instrumen secara sinergis yaitu mekanisme pasar agar efisien dan intervensi pemerintah. 9. Kebijakan pengelolaan surplus dan defisit pangan. Kondisi pangan bersifat dinamis (musiman) yang berdampak pada stabilitas harga. Pada musim panen terjadi over supply yang menyebabkan penurunan harga, sebaliknya, diluar periode musim panen, harga cenderung naik. Persoalan ini memerlukan kebijakan pengelolaan surplus-defisit pangan yaitu antara lain meliputi kebijakan penentuan harga untuk melindungi petani sekaligus konsumen. Harga pangan harus dapat menjamin pendapatan petani yang layak, keuntungan pedagang dan pengusaha yang wajar, dan dapat terjangkau konsumen. Karena itu, harus dirumuskan kebijakan dan regulasi yang tepat untuk masalah ini. CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 389
C. Peran dan Tugas Dewan Ketahanan Pangan dalam Pembangunan Ketahanan Pangan Dengan cakupan lingkup pembangunan ketahanan pangan sebagaimana diuraikan di atas, Presiden RI mengharapkan Dewan Ketahanan Pangan baik tingkat nasional maupun tingkat propinsi dan kabupaten/kota dapat berperan dan menjalankan tugas antara lain sebagai berikut: 1. Menyusun kebijakan strategi dan program aksi pembangunan ketahanan pangan 2010-2015; 2. Merumuskan kebijakan ketahanan pangan nasional dan daerah; 3. Menyusun master plan dan road map pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan lima komoditas pangan strategis (padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi); 4. Koordinasi dan sinergi kegiatan penelitian dan pengembangan pengolahan pangan dengan sektor industri agar hasil-hasil penelitian dapat didayagunakan sektor industri, dan manfaat penelitian dapat dirasakan masyarakat, khususnya dalam mendukung program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan; 5. Mengembangkan dan membangun sistem pemantauan dan sistem peringatan dini kondisi pangan nasional dan daerah; 6. Merumuskan kebijakan dan regulasi dalam pengelolaan surplus-defisit pangan untuk stabilisasi harga pangan yang dapat memberikan pendapatan yang layak bagi petani, memberi kesempatan pengusaha mendapat keuntungan yang wajar dan terjangkau oleh konsumen. Cuplikan ini mengacu pada rumusan hasil Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010 Jakarta, 24 Mei 2010 Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 8 No. 4, Desember 2010 : 385-390 390