BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik,

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 75 TAHUN : 2007 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN ANGKUTAN UMUM PENUMPANG BERDASARKAN PENGGUNAAN DAN PENGOPERASIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran. Kendaraan umum dapat berupa mobil penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. Mobil penumpang yang digunakan untuk mengangkut penumpang umum disebut mobil penumpang umum (MPU). Bus kecil dicirikan dengan jumlah tempat duduk sekurang-kurangnya 9 (sembilan) sampai 19 (sembilan belas) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi. Bus sedang adalah mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) sampai dengan 30 (tiga puluh) tempat duduk. Bus besar adalah bus yang dilengkapi sekurangkurangnya 31 (tiga puluh satu) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi (Munawar, 2005 : 45). Aset berupa kendaraan mobil bus/mpu yang dipertanggungjawabkan perusahaan, baik yang dalam keadaan siap guna maupun dalam konservasi disebut dengan armada. Konservasi adalah sejumlah bus/mpu yang merupakan 7

8 sebagian dari armada, yang tidak lagi dioperasikan untuk pelayanan penumpang umum karena bus/mpu dalam keadaan rusak atau tidak layak jalan. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dapat diklasifikasikan berdasarkan wilayah pelayanan, operasi pelayanan, dan peranannya. Berdasarkan wilayah pelayanannya, angkutan penumpang umum terdiri atas angkutan pedesaan, angkutan perkotaan, angkutan antar kota, dan angkutan lintas batas negara. Berdasarkan operasi pelayanannya, angkutan penumpang umum dapat dilaksanakan dalam trayek tetap dan teratur serta tidak dalam trayek. Pembagian trayek tetap dan teratur adalah sebagai berikut ini: a) Trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan lintas batas negara, trayek yang wilayah pelayanannya lebih dari satu provinsi. b) Trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), trayek yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah kabupaten/kota namun masih dalam satu provinsi. c) Trayek perkotaan dan pedesaan. Pelayanan angkutan penumpang umum tidak dalam trayek terdiri dari: a) Pengangkutan dengan taksi b) Dengan cara sewa c) Pengangkutan pariwisata Angkutan dengan taksi dapat diklasifikasikan sesuai batasan wilayah pelayannya, seperti berikut ini:

9 a) Pelayanan taksi dengan wilayah operasinya hanya dalam wilayah administratif kota b) Pelayanan taksi dengan wilayah operasinya melampaui wilayah administratif kota/kabupaten dalam satu provinsi c) Pelayanan taksi dengan wilayah operasinya melampaui wilayah administratif kota/kabupaten dan melewati satu provinsi. Sedangkan pengangkutan dengan cara sewa dan pariwisata tidak dibatasi wilayah pelayanannya. B. Wilayah Pelayanan Angkutan Penumpang Umum Wilayah pelayanan angkutan penumpang umum perlu ditetapkan/ditentukan untuk merencanakan sistem angkutan penumpang umum serta menetapkan kewenangan penyediaan, pengelolaan, dan pengaturan pelayanan angkutan penumpang umum. Penentuan batas wilayah angkutan penumpang umum akan mencakup beberapa hal berikut ini: a) Perencanaan Jaringan Trayek Dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum, harus diperhatikan parameter sebagai berikut ini: a. Pola Tata Guna Lahan Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi

10 permintaan yang tinggi. Demikian juga lokasi-lokasi yang menjadi potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan. b. Pola Pergerakan Penumpang Angkutan Umum Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan pengguna jasa angkutan umum (penumpang angkutan) sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. c. Kepadatan Penduduk Salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu. d. Daerah Pelayanan Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal itu sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. e. Karakteristik Jaringan Jalan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.

11 b) Penentuan Wilayah Pelayanan Angkutan Penumpang Umum Wilayah pelayanan angkutan penumpang umum kota dapat ditentukan setelah diketahui batas-batas wilayah terbangun yang ditentukan oleh aspek-aspek berikut ini: a. Batas Wilayah Terbangun Kota, yakni wilayah kota yang pengunaan lahannya didominasi oleh bangunan-bangunan yang membentuk satu kesatuan. Batas wilayah ini dapat diketahui dengan cara melihat peta penggunaan lahan suatu kota dan daerah sekitarnya atau dengan mengunakan foto udara. b. Pelayanan Angkutan Umum Penumpang Kota, yang dicari dengan menentukan titik terjauh pelayanan angkutan umum penumpang kota, dilakukan beberapa cara yaitu menghitung besarnya permintaan pelayanan angkutan umum penumpang kota pada kelurahan-kelurahan yang terletak di sekitar batas wilayah terbangun kota, menghitung jumlah penumpang minimal untuk mencapai titik impas pengusaha angkutan penumpang umum serta menentukan batas wilayah pelayanan kota dengan menghubungkan titik-titik terluar tersebut di atas. c. Struktur Jaringan Jalan d. Geometrik dan Konstruksi Jalan e. Koridor, yakni dengan melihat panjang koridor lahan dan kesempatan kerja sepanjang 400 m di kanan dan kiri.

12 C. Penentuan Jumlah Armada Angkutan Penumpang Umum Pada dasarnya, pengunaan kendaraan angkutan umum menghendaki adanya tingkat pelayanan yang cukup memadai, baik waktu tempuh, waktu tunggu maupun keamanan dan kenyamanan yang terjamin selama dalam perjalanan. Tuntutan akan hal tersebut dapat dipenuhi bila penyediaan armada angkutan umum berada pada garis yang seimbang dengan permintaan jasa angkutan umum. Jumlah armada yang tepat sesuai dengan kebutuhan sulit dipastikan; yang dapat dilakukan adalah jumlah yang mendekati besarnya kebutuhan. Ketidak pastian itu disebabkan oleh pola pergerakan penduduk yang tidak merata sepanjang waktu, misalnya pada saat jam-jam sibuk permintaan tinggi, dan pada saat sepi permintaan rendah. D. Penyusunan Jadwal Dasar penentuan jadwal pada angkutan penumpang umum adalah sebagai berikut ini: a) Waktu antara (headway) b) Jumlah armada c) Jam perjalanan dari asal ke tujuan, serta waktu singgah pada tempattempat perhentian.

13 E. Aspek Sarana dan Prasarana Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa fungsi jalan. Fungsi prasarana jalan yang dapat mendukung pelayanan trayek mempunyai ciri-ciri pada tabel berikut ini : Trayek Fungsi Jalan Kecepatan Paling Rendah (dalam kota) Jalan Lebar (m) Jenis Angkutan Utama Arteri 30 km/jam 8 Bus patas AC Bus besar non AC Bus besar lantai ganda Cabang Kolektor 20 km/jam 7 Bus besar non AC Bus sedang Bus kecil MPU Ranting Lokal 10 km/jam 5 Bus sedang Bus kecil MPU Langsung Arteri 30 km/jam 8 Bus besar AC Bus besar non AC Sumber : Munawar, 2005 : 61 Dalam mengoperasikan kendaraan angkutan penumpang umum, operator harus memenuhi dua prasyarat minimum pelayanan, yaitu prasyarat umum dan prasyarat khusus. Prasyarat umum meliputi:

14 a) Waktu tunggu di perhentian rata rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. b) Jarak untuk mencapai perhentian di pusat kota 300-500 m, untuk pinggiran kota 500-1000 m. c) Penggantian rute dan moda pelayanan, jumlah pergantian rata-rata 0-1, maksimum 2. d) Lama perjalanan menuju tujuan dan dari tempat tujuan, sehari rata-rata 1,0-1,5 jam, maksimum 2-3 jam. e) Biaya perjalanan, yaitu presentase perjalanan terhadap pendapatan rumah tangga. Sedangkan prasyarat khusus meliputi: a) Faktor layanan b) Faktor keamanan penumpang c) Faktor kemudahan penumpang mendapatkan bus d) Faktor lintasan Berdasarkan keempat faktor prasyarat khusus itu, pelayanan angkutan penumpang umum diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) jenis pelayanan, yaitu: a) Pelayanan ekonomi : Lambat b) Pelayanan non-ekonomi : Lambat-AC, Patas, dan Patas AC. Aspek sarana tak kalah penting adalah kendaraan, sehingga dibutuhkan pedoman kendaraan yang meliputi aspek aspek berikut ini:

15 a) Ukuran kendaraan : a. Panjang kendaraan, b. Lebar kendaraan, c. Tinggi kendaraan. b) Ukuran interior kendaraan : a. Tinggi di dalam, b. Jarak antara dua kursi (baik yang menghadap ke satu arah atau berhadapan), c. Lebar kursi, d. Posisi pintu masuk dan keluar penumpang. c) Kapasitas kendaraan : a. Kapasitas penumpang (baik untuk kapasitas dengan tempat duduk ataupun berdiri), b. Muatan sumbu terberat. c. Besaran, ukuran, dan kapasitas kendaraan ditetapkan dalam ketentuan tersendiri. F. Manajemen Transportasi Publik Berbasis Buy The Service System Manajemen berbasis buy the service system yang digunakan sebagai basis dari bus Trans Jogja adalah sebagai berikut : a) Tidak menggunakan sistem setoran, b) Operator termasuk sopir hanya berkonsentrasi pada pelayanan, c) Sopir, pemilik bus, dan petugas lainnya dibayar sesuai kilometer layanan,

16 d) Ada standar pelayanan yang harus dipenuhi, antara lain bus hanya berhenti di tempat henti yang ditentukan, e) Pelayanan transportasi bus dengan buy the service system lebih mengedepankan pelayanan masyarakat, f) Untuk mendukung sistem baru tersebut diperlukan tempat henti khusus dan sistem tiket otomatis untuk menghindari kebocoran dan memudahkan evaluasi, g) Resiko kerugian/keuntungan ditanggung oleh pemerintah daerah. G. Bus Trans Jogja Sebuah sarana baru untuk transportasi hadir di Yogyakarta. sarana ini bernama Trans Jogja. Sarana transportasi yang menyerupai dengan bus way Trans Jakarta. Perbedaannya adalah di Yogyakarta Bus Trans Jogja tidak memiliki jalur khusus, sehingga jalur Trans Jogja ini adalah sama dengan jalur kendaraan lain. Mulai tanggal 25 febuari 2008 Bus Trans Jogja resmi di operasikan dengan tarif yang normal. Bus Trans Jogja beroprasi dari mulai pukul 05.30-21.30 (16 jam/hari). Trans Jogja memiliki manajemen transportasi publik dengan prinsip buy the service system yang artinya mengganti sistem lama berbasis setoran menjadi sistem berbasis membeli pelayanan. Sehingga operator akan dibayar sesuai kilometer layanan, sedangkan sopir dan karyawan akan digaji bulanan.

17 Bus Trans Jogja berukuran sedang ini menerapkan sistem tertutup yang berarti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, sistem ini diadaptasi dari Trans Jakarta. Selain itu, sistem pembayaran Trans Jogja ini diterapkan berbeda-beda, yaitu tiket sekali jalan, tiket berlangganan pelajar, dan tiket berlangganan umum. Setelah penumpang memiliki tiket Bus Trans Jogja, selanjutnya akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis dan penumpang akan memasuki tempat tunggu bus yang berada di dalam shelter. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Tujuan dan sasaran Bus Trans Jogja menurut Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika provinsi D.I Yogyakarta adalah sebagai berikut: a) Memperbaiki sistem angkutan umum b) Memperbaiki manajemen pengelolaan angkutan umum c) Memperbaiki pola operasi angkutan umum d) Sebagai penghubung simpul transportasi e) Sebagai penghubung seluruh wilayah perkotaan