BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masa mendatang), keterjangkauan pelayanan kontrasepsi (lokasi tempat tinggal,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 5 PENUTUP. Determinan unmet..., Muhammad Isa, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

Kesesuaian Pilihan Metode KB dengan Motivasi Kontrasepsi, serta Upaya Peningkatan MKJP

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

Policy Brief: Faktor-faktor yang Memengaruhi Hubungan Anomali TFR dan CPR

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 3 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

POINTERS KEYNOTE SPEECH MENTERI KESEHATAN RI PADA RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KB TAHUN 2013 Jakarta, 30 Januari 2013

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar di negara ini. Diketahui, pada 2012, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

POLA, PERBEDAAN, DAN DETERMINAN KELUARGA BERENCANA. Perilaku praktek keluarga berencana (family planning practice):

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia,

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan, penduduk Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. maka dampak buruk akan segera terjadi. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia

A. Latar Belakang Sejalan dengan salah satu butir hasil Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. di dunia khususnya negara berkembang. Menurut data WHO didapatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

ANALISA SEMENTARA MINI SURVEY PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

32 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumber daya

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

Pengaturan Akses Serta Penyelenggaraan Pelayanan dan Pembiayaan KB MOP dan MOW di Kota Salatiga

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun pengelolaannya, tetapi juga karena sebab-sebab bukan maternal kelahiran hidup pada SDKI 2012 (BKKBN, 2013).

PROGRAM PEMERINTAH UNTUK MENURUNKAN AKI & AKB DI INDONESIA PARADIGMA BARU HAK-HAK REPRODUKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistika, 2012). Berdasarkan gambar 1.1 terjadi peningkatan jumlah penduduk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

Oleh; Drs. Ipin.Z.A Husni, MPA Kepala Biro Perencanaan BKKBN

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

IV.B.15. Urusan Wajib Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1;" TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

Transkripsi:

92 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini meninjau hubungan dan pengaruh dari lemahnya motivasi untuk mengontrol fertilitas (umur wanita, keinginan menggunakan kontrasepsi di masa mendatang), keterjangkauan pelayanan kontrasepsi (lokasi tempat tinggal, indeks kesejahteraan, pengetahuan tentang kontrasepsi), kesehatan dan efek samping (pernah tidaknya menggunakan KB, konseling KB) serta penolakan keluarga, sosial, budaya (komunikasi dengan suami, diskusi dengan keluarga) terhadap pemenuhan kebutuhan kontrasepsi. Hasil dan pembahasan penelitian ini mengidentifikasi penyebab yang berkontribusi terhadap pemenuhan kontrasepsi, serta mengkaji kesesuaian antara determinan yang ditemukan dalam penelitian dengan program KB yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini BKKBN. 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur wanita, lokasi tempat tinggal, indeks kesejahteraan, pengetahuan tentang kontrasepsi, pernah tidaknya menggunakan KB, konseling KB, komunikasi dengan suami, dan diskusi dengan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan unmet need. Variabel keinginan menggunakan kontrasepsi di masa mendatang tidak dapat dianalisis karena dalam SDKI 2012 pertanyaan ini hanya ditujukan kepada wanita yang mengalami unmet need. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis ini, 7 (tujuh) diantaranya mempunyai pola yang sama mengenai hubungannya dengan unmet need, baik di wilayah Indonesia secara keseluruhan, maupun di wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-

93 Bali. Probabilitas unmet need lebih tinggi pada wanita yang berumur tua, bertempat tinggal di kota, mempunyai pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi, pernah menggunakan KB, tidak mendapatkan konseling KB, tidak berkomunikasi dengan suami mengenai KB, dan tidak berdiskusi dengan keluarga tentang KB. Variabel indeks kesejahteraan mempunyai pola yang berbeda di ketiga wilayah, yaitu di wilayah Indonesia secara keseluruhan dan luar Jawa-Bali probabilitas unmet need tinggi pada wanita dengan indeks kekayaan rendah (miskin), sedangkan di wilayah Jawa-Bali probabilitas unmet need tinggi pada wanita dengan indeks kekayaan tinggi (kaya). Terdapat perbedaan konstruksi model regresi logistik binner untuk ketiga pembagian wilayah. Di Indonesia dan wilayah Jawa-Bali, model regresi terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu komunikasi dengan suami dan konseling KB. Komunikasi dengan suami merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya unmet need di Indonesia, dan konseling KB merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya unmet need wilayah Jawa-Bali. Konstruksi model regresi logistik binner untuk wilayah luar Jawa-Bali menggunakan 3 (tiga) variabel, yaitu komunikasi dengan suami, konseling KB, dan diskusi dengan keluarga. Variabel yang paling berpengaruh diantara ketiga variabel tersebut adalah komunikasi dengan suami. Determinan unmet need yang ditemukan dalam penelitian ini telah direspon dalam program/kegiatan BKKBN seperti yang tercantum dalam Rencana Stategis (Renstra) Pembangunan Kependudukan dan KB BKKBN Tahun 2011-2014.

94 6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai determinan unmet need pelayanan Keluarga Berencana di Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat disarankan untuk meningkatkan kesertaan KB di masa mendatang, yaitu sebagai berikut: 1. Program KB lebih difokuskan pada wanita dengan kelompok umur 35 tahun ke atas melalui pemberian konseling maupun penyampaian informasi yang benar dan ilmiah karena wanita pada kelompok ini mempunyai probabilitas yang lebih tinggi untuk mengalami unmet need. 2. Fokus program KB tidak hanya diutamakan untuk wanita di daerah perdesan yang identik dengan keterbatasan dalam hal aksesibilitas. Akan tetapi, wanita di daerah perkotaan layak mendapat perhatian yang serius karena wanita di daerah perkotaan mempunyai probabilitas yang lebih tinggi untuk menjadi unmet need daripada wanita di daerah perdesaan. 3. Fokus program KB yang memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan kontrasepsi pada masyarakat miskin harus dipertahankan, karena kelompok ini lebih rentan untuk mengalami kebutuhan KB yang tidak terpenuhi. Akan tetapi, wanita pada kelompok tidak miskin di wilayah Jawa-Bali harus mulai menjadi sasaran utama program KB, karena di wilayah ini wanita yang tidak miskin merupakan kelompok yang lebih tinggi probabilitasnya untuk mengalami unmet need. 4. Pengetahuan wanita tentang KB harus ditingkatkan karena kebutuhan KB yang tidak terpenuhi lebih banyak terjadi pada wanita dengan pengetahuan kontrasepsi yang rendah. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian materi kependudukan di jenjang pendidikan, baik formal maupun non formal

95 yang mengandung masalah kesehatan reproduksi. Program KB mempunyai kaitan yang erat dengan masalah kesehatan reproduksi. Pemberian materi ini diharapkan mempu membangun pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan reproduksi sejak awal, sehingga remaja mampu menjaga organ-organ reproduksi dengan semestinya dan ketika remaja tersebut menikah akan lebih mudah menentukan kapan akan menggunakan kontrasepsi dan jenis yang akan digunakan 5. Program KB yang berupaya meningkatkan partisipasi penggunaan KB terutama pada kelompok wanita yang belum pernah menggunakan KB harus terus digalakkan. Wanita pada kelompok ini mempunyai kemungkinan yang paling besar untuk menjadi unmet need. Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut tanpa memperhatikan probabilitasnya, distribusi unmet need lebih banyak dialami oleh wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi. Dengan demikian, ada indikasi bahwa tingginya unmet need karena adanya tuntutan yang lebih tinggi terhadap pelayanan kontrasepsi. Hal ini dapat diupayakan melalui penyediaan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan mengurangi kelemahan-kelemahan pada jenis kontrasepsi yang ada pada saat ini. 6. Penyebab terjadinya unmet need adalah karena adanya faktor biaya ekonomi dan non ekonomi. Permasalahan terkait biaya ekonomi dapat diatasi dengan adanya subsidi dan memperbaiki aksesibilitas terhadap kontrasepsi. Biaya secara non ekonomi dapat diatasi dengan memberikan dan meningkatkan kualitas konseling mengenai kontrasepsi. Hasil penelitian menemukan bahwa unmet need lebih tinggi pada wanita yang tidak mendapatkan konseling

96 kontrasepsi. BKKBN telah memiliki PLKB sampai ke tingkat desa, fungsi PLKB dapat lebih dioptimalkan dalam pemberian konseling. Pemberian konseling oleh PLKB perlu ditingkatkan, sehingga tidak hanya mengutamakan kuantitas akseptor saja, tapi juga harus memperhatikan kualitas konseling yang diberikan. 7. Probabilitas wanita yang mengalami unmet need meningkat seiring dengan tidak adanya komunikasi dengan suami/pasangan mengenai kontrasepsi. Dengan demikian, pemberian KIE dan konseling KB perlu dikembangkan lagi dengan melibatkan suami/pasangan karena penggunaan kontrasepsi tidak hanya sematamata menjadi tanggung jawab istri. 8. Probabilitas unmet need lebih tinggi terjadi pada wanita yang tidak berdiskusi dengan keluarga mengenai KB. Oleh sebab itu, pemberian informasi dan penyuluhan tentang KB perlu dikembangkan lagi di lingkungan masyarakat karena informasi yang baik dan benar mengenai kontrasepsi akan mendorong motivasi untuk menggunakan KB. 9. Program KB yang memperhatikan aspek kewilayahan. Konstruksi model regresi logistik binner yang berbeda di ketiga pembagian wilayah, baik dari variabelvariabel yang masuk ke dalam model maupun variabel yang paling berpengaruh menunjukkan bahwa kajian unmet need perlu memperhatikan aspek wilayah. Penelitian ini membuktikan bahwa setiap wilayah mempunyai penyebab yang berbeda dalam hal pemenuhan kebutuhan kontrasepsi. Dengan demikian, program penurunan angka unmet need perlu memperhatikan aspek wilayah dan tidak dapat diseragamkan untuk seluruh propinsi di Indonesia. Oleh sebab itu,

97 perlu ada program penurunan angka unmet need dengan penekanan tertentu di masing-masing wilayah 10. Secara normatif determinan unmet need yang ditemukan dalam penelitian ini telah direspon oleh BKKBN, akan tetapi pada tingkat implikasi kebijakan terdapat beberapa aspek yang harus menjadi perhatian. Kerjasama dengan Dinas Kesehatan perlu ditingkatkan dengan menambah jumlah tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi karena ketika pelaksanaan pelayanan KB mobile pada umumnya sangat diminati PUS demi peningkatan kualitas pelayanan. Bekerjasama dengan dinas pendidikan karena sasaran program KB tidak hanya PUS yang telah menikah secara resmi, akan tetapi juga pada remaja yang belum menikah dengan meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Memaksimalkan hasil pendataan keluarga dengan cara PLKB memberikan konseling secara intensif kepada pasangan unmet need berdasarkan hasil pendataan keluarga karena data tersebut sampai kepada data by name by address PUS. Konseling diberikan kepada pasangan, tidak hanya kepada salah satu pihak (suami/istri saja). 11. Penurunan unmet need dilakukan dengan menyeimbangkan antara supply dan demand kontrasepsi. Berdasarkan kompetensi teknis, supply (pelayanan) kontrasepsi dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, sedangkan demand kontrasepsi dilaksanakan oleh BKKBN. Penciptaan demand dilakukan dengan mengubah wacana pro natalis menjadi anti natalis di tataran atas, sedangkan di

98 tingkat bawah dilakukan dengan mendorong masyarakat untuk mengendalikan kehamilan dan meningkatkan intensitas KIE bagi remaja dan atau unmarried women mengenai kesehatan reproduksi dan KB. 12. Berdasarkan kerangka teori yang digunakan sebenarnya terdapat variabel yang dapat dimasukkan untuk mengkaji determian unmet need, akan tetapi karena penelitian ini menggunakan data SDKI maka variabel yang digunakan terbatas pada variabel yang tersedia dalam SDKI. Oleh karena itu, bagi peneliti berikutnya yang menggunakan kerangka teori yang sama untuk mengkaji determinan unmet need perlu memperhatikan variabel yang belum tercakup dalam determinan biaya yang terkait dengan penolakan sosial, budaya, dan keluarga terhadap kontrasepsi, yaitu variabel larangan agama.