JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3 No.4 : ISSN MANNOSE-BINDING LECTIN SEBAGAI PREDIKTOR SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI

dokumen-dokumen yang mirip
MANNOSE-BINDING LECTIN SEBAGAI PREDIKTOR SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI MANNOSE-BINDING LECTIN AS A PREDICTOR EARLY ONSET SEPSIS

ABSOLUTE NEUTROPHIL COUNT SEBAGAI PREDIKTOR SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI ABSOLUTE NEUTROPHIL COUNT AS A PREDICTOR OF EARLY ONSET NEONATAL SEPSIS

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SEPSIS PADA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG. Enderia Sari 1), Mardalena 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

Neopterin Serum sebagai Prediktor Dini Luaran Perburukan pada Sepsis Neonatorum

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. positif (Positive Predictive Value/PPV), nilai duga negatif (Negative Predictive

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

JST Kesehatan, Juli 2014, Vol.4 No.3 : ISSN EVALUASI SKOR DEHIDRASI WHO MODIFIKASI UNIVERSITAS HASANUDDIN PADA PENDERITA DIARE AKUT

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

HUBUNGAN KEPATUHAN HAND HYGIENE TENAGA KESEHATAN DAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI HCU NEONATUS RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN TERJADINYA SEPSIS NEONATORUM DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA KEJANG PERTAMA DALAM MEMPREDIKSI TIMBULNYA KEJANG BERULANG PADA ANAK

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

PERBANDINGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS KADAR CRP DAN LED PADA PASIEN RHEUMATOID ARTRITIS DI RSUD. DR. PRINGADI

RINGKASAN. Sepsis merupakan masalah global dengan angka morbiditas dan mortalitas yang

Oleh: Esti Widiasari S

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI SKOR DEHIDRASI WHO MODIFIKASI UNIVERSITAS HASANUDDIN PADA PENDERITA DIARE AKUT

Skor Pediatric Risk of Mortality III (Prism III) Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien di Ruang Rawat Intensif Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

BAB I PENDAHULUAN. lahir mengalami asfiksia setiap tahunnya (Alisjahbana, 2003).

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA USIA AWAL PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-12 BULAN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, patogen yang umum dijumpai adalah Streptococcus pneumoniae dan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

FAKTOR RISIKO KEMATIAN BAYI BARU LAHIR DENGAN PENYAKIT MEMBRAN HIALIN YANG DIBERI CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE (CPAP)

D DIMER PADA KEGANASAN HEMATOLOGI DI RSUP SANGLAH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

PENGARUH PEMBERIAN LEAFLET DAN PENJELASAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU MENGENAI PERAWATAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

4. HASIL PENELITIAN. 35 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3 No.4 : 372 379 ISSN 2252-5416 MANNOSE-BINDING LECTIN SEBAGAI PREDIKTOR SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI Mannose-Binding Lectin as a Predictor Early Onset Sepsis Rafika Mansyur, Ema Alasiry, Dasril Daud Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar (E-mail : loe_goe812@yahoo.com) ABSTRAK Angka kematian dan kesakitan pada Sepsis Neonatorum Onset Dini (SNOD) masih tetap tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kadar MBL serum awal terhadap kemungkinan kejadian SNOD. Desain penelitian ini adalah kohort prospektif di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSIA. St. Fatimah sejak Mei 2012 hingga Agustus 2013. Sampel penelitian adalah bayi baru lahir dari ibu dengan faktor risiko infeksi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemeriksaan MBL serum dilakukan segera setelah lahir lalu subjek dipantau selama 72 jam hingga timbul outcome (SNOD atau tidak SNOD). Dari 95 subjek penelitian, 14 bayi mengalami SNOD dan 81 tidak mengalami SNOD. Kemudian dilakukan pengelompokan ulang kelompok SNOD, yaitu yang memiliki minimal dua kategori A (kesulitan bernapas dan instabilitas suhu), dengan 9 subjek tidak dimasukkan dalam analisis. Kadar MBL serum pada kelompok SNOD lebih rendah dibandingkan kelompok tidak SNOD, dengan nilai p = 0,000. Titik potong 0,3µg/mL merupakan nilai terbaik untuk memprediksi kejadian SNOD (sensitivitas 100%, spesifisitas 98,77%, NPP 83,33%, NPN 100%, p=0,000; OR 6, IK95% 1,003-35,908). Bayi baru lahir dengan kadar MBL 0,3 µg/ml enam kali lipat berisiko mengalami SNOD (dengan kesulitas bernapas dan instabilitas suhu) dibandingkan yang memiliki kadar MBL >0,3 µg/ml. Kata Kunci: Sepsis neonatorum onset dini, mannose-binding lectin, prediktor ABSTRACT Morbidity and mortality rate in Early Onset Dini (EOS) is still high.the aim of this study is to examine the role of MBL serum level in EOS. The study design was a cohort prospective study was conducted at dr. Wahidin Sudirohusodo hospital and St. Fatimah hospital from May 2012 until Agustus 2013. The population included newborn baby whose mother has risk factors of sepsis and admitted to dr. Wahidin Sudirohusodo General Hospital and St. Fatimah Hospital. Blood sampling was done soon after birth and then we observed the subjects in 72 hours. There were 95 samples, with 14 subjects became EOS and 81 subjects remained health. We recollect EOS group who has at least 2 A categories (respiratory distress and body temperature instability). MBL serum level was lower on EOS group than without EOS group with the cutoff point of 0,3 µg/ml is the best level to distinguish between EOS and without EOS (p = 0,000, sensitivity 100%, specificity 98,77%, positive predictive value 83,33%, negative predictive value 100%, OR 6, 95%CI 1,003-35,908). EOS (with respiratory distress and body temperature instability) is six times more frequent in newborn baby with MBL serum level 0,3 µg/ml. Keywords: Early onset sepsis, mannose-binding lectin, predictor 372

Sepsis neonatorum onset dini, mannose-binding lectin, prediktor ISSN 2252-5416 PENDAHULUAN Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah, yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum onset dini (SNOD) dan sepsis neonatorum onset lambat (SNOL) (Gomella, 2004). Respon imun adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang penting dalam pencegahan terjadinya infeksi. Respon imun terbagi menjadi dua sistem. Pertama, sistem imun alamiah (non - spesifik) termasuk di dalamnya sistem komplemen (C) dan mannose-binding lectin (MBL). Kedua, sistem imun adaptif yang fungsinya lebih spesifik. Jika terjadi penekanan atau gangguan pada sistem imun adaptif, maka sistem imun alamiah akan memegang peranan penting (Vandenbroucke-Grauls, 2008). Sistem imun alamiah, MBL, mempunyai kemampuan dalam pengenalan berbagai macam kuman patogen (Oudshoorn dkk., 2008; Kerrigan dkk., 2009) serta dalam hal modifikasi efisiensi pengambilan dan ekspresi reseptor fagositik. Setelah berikatan dengan permukaan kuman patogen, maka akan memicu suatu proses imun yang bertujuan untuk mengeliminasi kuman patogen (mikroba). Proses imun tersebut, yaitu MBL dapat berfungsi secara langsung sebagai opsonin ataupun mengaktivasi sistem komplemen (Parish, 2001; Janewa y dkk., 2008; Kerrigan dkk., 2009). Suatu penelitian melaporkan bahwa nilai median konsentrasi MBL serum pada BBL yang kemudian mengalami infeksi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mengalami infeksi. Kadar MBL yang rendah saat lahir dari ibu dengan faktor risiko infeksi akan meningkatkan faktor risiko infeksi BBL (Benedetti dkk., 2010). Hingga saat ini belum ada patokan standar kadar MBL untuk mengatakan seseorang mengalami defisiensi MBL. Selain itu, masih terdapat kontroversi tentang kadar MBL serum dengan kemungkinan terjadinya sepsis (Benedetti dkk., 2007; Schlapbach dkk., 2010). Insiden sepsis neonatorum yang tinggi disebabkan oleh banyak faktor perinatal yang belum dapat ditangani secara optimal. Salah satunya adalah keterlambatan diagnosis sepsis neonatorum, hal ini disebabkan sulitnya ditemukan tanda-tanda sepsis klasik pada BBL. Demikian pula biakan darah yang merupakan baku emas dalam diagnosis sepsis, baru dapat memberikan hasil setelah 3-5 hari pengambilan sampel darah, dan dapat pula memberikan hasil negatif palsu. Pemeriksaan penunjang seperti C- reactive protein (CRP) ataupun rasio I/T tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis pasti sepsis neonatorum (Aminullah, 2008). Terdapat dilema dalam penatalaksanaan sepsis, yaitu jika terjadi keterlambatan pengobatan akan meningkatkan angka mortalitas, sedangkan jika terjadi overdiagnosis, akan menyebabkan overtreatment, yang merugikan pasien dan keluarganya. Oleh karena itu diperlukan parameter lain dalam deteksi dini faktor risiko sepsis yang lebih akurat dalam memprediksi kejadian sepsis neonatorum. Beberapa tahun terakhir MBL menjadi pusat perhatian para peneliti dalam hubungannya dengan faktor risiko infeksi/ sepsis dan mengemukakan kadar MBL serum yang rendah merupakan prediktor sepsis neonatorum. Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi peran dan nilai prediksi kadar MBL serum yang berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum. Selain itu, penelitian kadar MBL serum dengan kemungkinan terjadinya sepsis masih sangat terbatas, bahkan sepengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kita untuk aplikasi klinik yang lebih baik di masa mendatang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan kadar MBL serum awal terhadap kemungkinan kejadian SNOD. 373

Rafika Mansyur ISSN 2252-5416 BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS/ RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSIA St. Fatimah Makassar. Merupakan suatu penelitian kohort prospektif untuk mengetahui peranan MBL serum awal terhadap kejadian SNOD. Dilakukan pemeriksaan MBL serum segera setelah lahir, lalu subjek dipantau dalam 72 jam hingga timbul outcome (SNOD atau tidak SNOD) Populasi dan sampel Populasi penelitian adalah bayi baru lahir dari ibu dengan faktor risiko infeksi di RS dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSIA St. Fatimah Makassar. Cara pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Subyek penelitian adalah bayi baru lahir dari ibu dengan faktor risiko infeksi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia menjadi subyek penelitian (mendapat izi n dari orang tua) serta menandatangani persetujuan informed consent. Metode pengumpulan dan analisis data Semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pencatatan usia gestasi, jenis kelamin, dan tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, kesadaran). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan MBL serum awal dan kemudian dipantau dalam 72 jam, hingga terbagi menjadi kelompok, yaitu kelompok SNOD dan tidak SNOD. Analisis dilakukan dengan menggunakan Uji X 2 (Chi square) untuk analisis jenis kelamin. Uji mann Whitney dan uji student-t untuk analisis kadar MBL serum antara kelompok SNOD dan tidak SNOD. Analisis ROC dilakukan untuk mencari titik potong kadar MBL, lalu dihitung nilai ketepatan setiap titik potong. Uji Fisher s exact digunakan untuk menganalisis hubungan antara titik potong terhadap outcome. HASIL Karakteristik sampel Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel penelitian. Dari total sampel 95 subjek, terdiri dari 43 (45,3%) laki - laki dan 52 (54,7%) perempuan. Terdapat 44 subjek (46,3%) dengan ibu demam dan 51 subjek (53,7%) ibu tidak demam. Subjek dengan ibu lekositosis yaitu 36 (37,9%), sedangkan yang tidak lekositosis 59 (62,1%). Subjek dengan ibu KPD sebanyak 41 (43,2%) dan yang tidak KPD 54 (56,8%). Terdapat 86 subjek (90,5%) subjek dengan warna ketuban keruh/hijau, sedangkan 9 subjek (9,5) tidak disertai warna ketuban keruh/hijau. Frekuensi kejadian SNOD antara jenis kelamin dianalisis dengan menggunakan metode Chi-square X 2 (Tabel 2), dengan hasil pada kelompok laki-laki sebesar 16,3% dan perempuan 13,5%, sedangkan frekuensi kejadian tidak SNOD pada kelompok laki-laki sebesar 83,7% dan perempuan 86,5%. Analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dan kejadian SNOD (p = 0,70). Tabel 3 memperlihatkan Kadar MBL pada kelompok SNOD memiliki nilai median 0,88 μg/ml, simpang baku 0,33 μg/ml, dan rentangan 0,17-0,94 μg/ml. Sedangkan pada kelompok tidak SNOD memiliki nilai median 0,90 μg/ ml, simpang baku 0,38 μg/ml, dan rentangan 0,3-3,17 μg/ml. Hasil uji statistik Mann-Whitney antara kedua kelompok menunjukkan terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,047. Setelah dilakukan pengelompokan SNOD ulang, yakni kelompok SNOD yang memiliki minimal dua kategori A (kesulitan bernapas dan instabilitas suhu), maka diperoleh hasil, kelompok SNOD 5 subjek dan tidak SNOD 81 subjek, sedangkan 9 subjek dari kelompok SNOD yang termasuk ke dalam kelompok SNOD tidak diikutkan dalam analisis. Tabel 4 memperlihatkan uji hipotesis terhadap pengelompokan subjek dengan karakteristik sama dan yang 374

Sepsis neonatorum onset dini, mannose-binding lectin, prediktor ISSN 2252-5416 paling dapat membedakan kelompok SNOD dan tidak SNOD, menggunakan uji Student-t. Rerata kadar MBL pada kelompok SNOD adalah 0,25 (SD 0,048) μg/ml, sedangkan rerata kadar MBL pada kelompok tidak SNOD adalah 0,91 (SD 0,380) μg/ml. Hasil uji statistik antara kedua kelompok menunjukkan hasil nilai p = 0,000. Hasil analisis Fisher s Exact test antara nilai titik potong 0,3 terhadap outcome diperlihatkan dalam Tabel 5. Hasil yang diperoleh yaitu frekuensi kejadian SNOD pada kelompok MBL 0,3 μg/ml sebesar 83,3% dan frekuensi kejadian tidak SNOD pada kelompok MBL > 0,3 μg/ml sebesar 100%. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna antara titik potong MBL 0,3 μg/ml dan kejadian SNOD (p = 0,000). Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian No. Karakteristik Sampel Total (n = 95) 1 Jenis Kelamin Laki-laki 43 (45,3) Perempuan 52 (54,7) 2 Suhu Ibu Demam 44 (46,3) Tidak Demam 51 (53,7) 3 Lekosit Ibu Lekositosis 36 (37,9) Normal 59 (62,1) 4 Ketuban Pecah Dini (KPD) KPD 41 (43,2) Tidak KPD 54 (56,8) 5 Warna Ketuban Tidak normal 86 (90,5) Normal 9 (9,5) Tabel 2. Distribusi dan analisis jenis kelamin terhadap outcome Jenis Kelamin SNOD Tidak SNOD Total Laki-laki 7 (16,3) 36 (83,7) 43 (100) Perempuan 7 (13,5) 45 (86,5) 52 (100) Total 14 (14,7) 81 (85,3) 95 (100) Chi-square X 2 df = 1 p = 0,70 COR = 1,25 (IK95% 0,402-3,891) Tabel 3. Nilai rerata MBL pada kelompok SNOD tidak SNOD Kadar MBL serum awal (μg/ml) SNOD Tidak SNOD (n = 14) (n= 81) Mean 0,67 0,91 Median 0,88 0,90 Simpang baku 0,33 0,38 Rentangan 0,17-0,94 0,3-3,17 Mann-Whitney Test p = 0,047 375

Rafika Mansyur ISSN 2252-5416 Tabel 4. Nilai rerata MBL pada kelompok SNOD dan tidak SNOD setelah pengelompokan Kadar MBL serum awal (μg/ml) SNOD (n = 5) Tidak SNOD (n= 81) Mean 0,25 0,91 Median 0,26 0,90 Simpang baku 0,048 0,380 Rentangan 0,17-0,29 0,30-3,17 Uji t t = -3.859 p = 0,000 IK95% (-1,00) (-0,31) Tabel 5. Evaluasi hasil analisis titik potong MBL 0,3 terhadap outcome MBL SNOD Tidak SNOD 0,3 μg/ml 5 (100) 1 (1,23) > 0,3 μg/ml 0 (0) 80 (98,77) Total 5 (100) 81 (100) Fisher s Exact Test p = 0,000 COR = 6 (IK95% 1,003-35,908) PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan peranan kadar MBL serum awal terhadap kemungkinan kejadian SNOD dengan menggunakan desain kohort prospektif yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Agustus 2013. Telah diperoleh 95 sampel yang terdiri atas 14 sampel SNOD dan 81 sampel tidak SNOD. Analisis dilakukan terhadap efek dari faktor jenis kelamin, suhu ibu, lekosit ibu, ketuban pecah dini dan warna ketuban. Kadar MBL pada kelompok SNOD memiliki nilai median 0,88 μg/ml, simpang baku 0,33 μg/ml, dan rentangan 0,17-0,94 μg/ml. Sedangkan pada kelompok tidak SNOD memiliki nilai median 0,90 μg/ml, simpang baku 0,38 μg/ml, dan rentangan 0,3-3,17 μg/ml. Hasil uji statistik antara kedua kelompok menunjukkan perbedaan bermakna, dengan nilai p = 0,047. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Benedetti dkk. (2007) yang memperoleh hasil median kadar MBL serum bayi yang mengalami sepsis, secara signifikan lebih rendah dibandingkan yang tidak mengalami sepsis, dengan nilai p < 0,05. Hasil penelitian Frakking dkk. (2007) menunjukkan frekuensi bayi memiliki kadar MBL yang rendah yang mengalami SNOD lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang memiliki kadar MBL normal. Ia juga menambahkan bahwa kadar MBL serum pada bayi yang terbukti sepsis memiliki kadar MBL yang lebih rendah dari bayi yang tersangka besar sepsis. Hasil di atas juga sesuai dengan penelitian Schlapbach dkk. (2010), serta Mohamed dan Saeed (2011), yang mendapatkan kadar MBL yang rendah berhubungan dengan kejadian SNOD, dengan hasil yang berbeda bermakna secara statistik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada BBL yang memiliki kadar MBL rendah memiliki risiko terhadap kejadian SNOD (Salem dkk., 2006). Hal ini diakibatkan karena pada BBL imunitas spesifiknya belum berfungsi secara optimal, sehingga saat terjadi infeksi, 376

Sepsis neonatorum onset dini, mannose-binding lectin, prediktor ISSN 2252-5416 maka imunitas nonspesifik yang lebih berperan dalam proses eliminasi kuman. Jadi, pada BBL dari ibu dengan faktor risiko sepsis, yang memiliki kadar MBL rendah akan lebih berisiko mengalami SNOD dibandingkan BBL yang memiliki kadar MBL tinggi. Dari hasil analisis ROC untuk mencari titik potong yang dapat memprediksi kejadian SNOD, didapatkan hasil titik potong kadar MBL kedua kelompok berhimpit di nilai 0,82 hingga 0,86. Hasil perhitungan ketepatan kadar MBL pada setiap titik potong menunjukan kadar MBL 0,86 memiliki Area Under Curve (AUC) terbesar dengan nilai 0,541; dengan nilai sensitivitas 42,86%, spesifisitas 34,57%, nilai prediksi positif 17,65%, nilai prediksi negatif 82,35%, dan nilai p = 0,550. Hasil ini menunjukkan bahwa titik potong tersebut tidak dapat digunakan sebagai prediktor SNOD. Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan penelitian lain sebelumnya, yaitu Schlapbach dkk memperoleh titik potong kadar MBL 0,3 µg/ml ( p=0,028), Benedetti dkk. dengan titik potong 0,7 (p=0,001), Frakking dkk. dengan titik potong 0,2 µg/ml (p<0,01), Mohamed dan Saeed dengan titik potong 0,5 µg/ml (p<0,05). Dzwonek dkk memperoleh titik potong 0,4 µg/ml (p=0,11), hal ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Hal ini disebabkan bervariasinya karakteristik/kategori dalam menyatakan subjek mengalami SNOD atau tidak, sehingga menyebabkan data dari penelitian ini menjadi heterogen dalam hal karakteristik penegakan SNOD. Akibatnya pergeseran nilai-nilai yang signifikan kadar MBL terhadap kejadian SNOD tidak tampak. Dari data penelitian didapatkan bahwa ada sebagian SNOD memiliki nilai MBL yang masuk dalam rentangan kelompok tidak SNOD (lebih tinggi) dan demikian pula sebaliknya ada sebagian kelompok tidak SNOD yang memiliki nilai MBL yang masuk dalam rentangan kelompok SNOD (lebih rendah). Mekanisme imun yang mendasari penelitian ini adalah BBL dengan kadar MBL yang tinggi, memiliki kemampuan eliminasi kuman yang lebih baik dibandingkan BBL dengan kadar MBL rendah. Hal ini disebabkan bahwa MBL merupakan imunitas nonspesifik pertama dalam kondisi terpapar infeksi, yang selanjutnya dapat langsung membunuh mikroba dengan proses opsonisasi ataupun melalui aktivasi sistem komplemen, yang juga pada akhirnya akan membunuh mikroba. Jadi, pada kelompok dengan kadar MBL lebih rendah namun tidak mengalami SNOD, hal ini mungkin disebabkan adanya bantuan imunitas lain dalam mengeliminasi kuman (Janeway dkk, 2008), sehingga tidak mengalami SNOD. Ada penjelasan lain untuk temuan ini, yaitu subjek SNOD memiliki temuan klinis yang cukup bervariasi dan ada temuan yang kurang spesifik dalam membedakan SNOD dan tidak SNOD. Sehingga ada kemungkinan beberapa subjek yang tidak SNOD, namun diklasifikasikan sebagai SNOD, yang pada akhirnya mengurangi hubungan antara rendahnya kadar MBL dengan SNOD. Jadi, tidak mengherankan jika hasil analisis titik potong tidak dapat digunakan untuk membedakan kelompok SNOD dan tidak SNOD. Hal ini menjadi salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Keterbatasan yang lain adalah tidak diketahui kondisi genotip MBL yang sangat mempengaruhi ekspresi kadar MBL serum dan kerentanan subjek terhadap infeksi (Schlapbach dkk, 2010; Mohamed dan Saeed, 2011). Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan pengelompokan karakteristik yang sama dari subjek penelitian, dengan tujuan membuat data menjadi homogen dalam mengatakan seorang subjek mengalami SNOD. Subjek dalam kelompok SNOD, yaitu subjek SNOD yang harus memiliki minimal dua kategori A (kesulitan bernapas dan instabilitas suhu). Hasil yang diperoleh yaitu terdapat 5 subjek yang memiliki karakteristik yang 377

Rafika Mansyur ISSN 2252-5416 sama dan mengalami SNOD, 81 subjek yang tidak memiliki karakteristik tersebut dan tidak mengalami SNOD. Sedangkan 9 subjek SNOD tidak dimasukkan dalam kelompok SNOD karena tidak memiliki karakteristik yang sama (kesulitan bernapas dan instabilitas suhu) dan didiagnosa sebagai SNOD dikeluarkan dari analisis. Hasil dari data tersebut menunjukkan bahwa rerata kadar MBL pada kelompok SNOD (n=5) adalah 0,25 (SD 0,048) μg/ml, sedangkan rerata kadar MBL pada kelompok tidak SNOD (n=81) adalah 0,91 (SD 0,380) μg/ml. Hasil uji statistik antara kedua kelompok menunjukkan hasil nilai p = 0,000 dengan IK95% ( -1,00) (-0,31). Hasil sesuai dengan penelitian Schlapbach dkk. (2010), Frakking dkk. (200 7), serta Mohamed dan Saeed (2011), yang men - dapatkan kadar MBL yang rendah berhubungan dengan kejadian SNOD, dengan hasil yang berbeda bermakna secara statistik. Dari hasil analisis ROC untuk mencari titik potong yang dapat memprediksi kejadian SNOD, didapatkan hasil titik potong kadar MBL kedua kelompok antara titik 0,3 hingga 0,8. Hasil perhitungan ketepatan kadar MBL pada setiap titik potong menunjukkan titik potong 0,3 memiliki Area Under Curve (AUC) terbesar dengan nilai 0,994; dengan nilai sensitivitas 100%, spesifisitas 98,77%, nilai prediksi positif 83,33%, nilai prediksi negatif 100%, dan nilai p = 0,000. Didukung pula oleh hasil analisis titik potong 0,3 terhadap outcome, didapatkan nilai OR 6 (IK95% 1,003-35,908), p = 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar MBL 0,3 μg/ml dapat digunakan sebagai prediktor SNOD dengan risiko enam kali lebih tinggi dibandingkan yang memiliki kadar MBL > 0,3 μg/ml. Titik potong ini sama dengan penelitian Schlapbach dkk (2010) dengan OR 3,88 (IK95% 1,16-13,02), nilai p = 0,028. Kekuatan dari penelitian ini adalah menggunakan desain kohort prospektif, merupakan desain terbaik dalam menentukan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti serta dinamika hubungan antara faktor risiko dengan efek/outcome. Hasil akhir penelitian ini dapat dijadikan acuan baru dalam pengelolaan BBL dari ibu yang memiliki faktor risiko sepsis, agar dapat menekan angka kejadian sepsis yang morbiditas dan mortalitasnya masih cukup tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa Kadar MBL serum awal pada BBL yang mengalami SNOD lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mengalami SNOD, dan frekuensi SNOD (memiliki kategori kesulitan bernapas dan instabilitas suhu) pada BBL dengan kadar MBL 0,3 μg/ml enam kali lebih banyak dibandingkan dengan BBL dengan kadar MBL > 0,3 μg/ml. Disarankan untuk dilakukan penilaian faktor lain yang mempengaruhi kadar MBL serum, penelitian lebih lanjut mengenai kadar MBL saat BBL mengalami sepsis dan lebih jauh meneliti mengenai genotip MBL dalam hubungannya dengan kadar MBL serum BBL serta upaya pencegahan timbulnya sepsis melalui pengelolaan BBL yang baik, pemantauan lanjut terhadap sampel yang memiliki kadar MBL rendah untuk mencegah timbulnya sepsis di kemudian hari, serta peninjauan kembali mengenai penegakan diagnosis SNOD berdasarkan 3 kategori B dalam rangka mencapai manajemen BBL yang lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Aminullah, A. (2008). Sepsis pada Bayi Baru Lahir. Dalam Buku Ajar Neonatologi. Edisi I. IDAI Jakarta. h.170-87. Benedetti, F., Auriti, C., D'Urbano, L. (2007). Low Serum Level of MBL are a Risk Factor for Neonatal Sepsis. Diakses 17 April 2011. Available from: www.ukpmc.ac.uk Dzwonek A.B., Neth, O.W., Thiebaut, R., Gulczynska, E., Chilton, M., Hellwig, T. (2008). The Role of Mannose-Binding Lectin in 378

Sepsis neonatorum onset dini, mannose-binding lectin, prediktor ISSN 2252-5416 Susceptibility to Infection in Preterm Neonates. International Pediatric Research Foundation, 63(6): 680-5. Frakking, F.N.J., Brouwer, N., Eijkelenburg, N.K.A. van, Merkus, M.P., Kuijpers, T.W., Offringa, M., and Dolman, K.M. (2007). Low Mannose-binding Lectin (MBL) Levels in Neonates with Pneumonia and Sepsis. British Society for Immunology, Clinical and Experimental Immunology. 150: 255-62. Gomella, T.L., Cunningham, M.D., Eyal, F.G., Zenk, K.E., (ed.). (2004). Infectious Diseases. Dalam Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. 5 th Edition. McGraw-Hill Companies. h.434-81. Janeway, C.A., Traver, P., and Walport, M. (2008). Innate Immunity. Dalam Immunobiology: The Immune System in Health and Disease. 7 th Edition. New York: Garland Science. h. 37-100. Kerrigan, A.M. and Brown, G,D. (2009). C-type Lectins and Phagocytosis. Immunology 214(7): 562-75. Diakses 17 April 2011. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov Mohamed, W.A.W. and Saeed, M.A. (2011). Mannose-Binding Lectin Serum Levels in Neonatal Sepsis and Septic Shock. DOI: 10.3109/ 14767058.2011.582903. Diakses 17 Oktober 2011. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/216 3124 Oudshoorn, A.M.J., Dungen, F.A.M. van den, Bach, K.P., and Koomen, I. (2008). Mannose-Binding Lectin in Term Newborns and Their Mothers: Genotypic and Phenotypic Relationship. Human Immunology, DOI: 10.1016/j.humimm.2008.04.010. Diakses 16 Desember 2011. Available from: http://www.science direct.com Parish CR. (2001). Innate Immune Mechanisms: Nonself Recognition. Diakses 16 Desember 2010. Available from: http://immuneweb. xxmu.edu.cn/reading/innate/17.pdf Salem, S.Y., Sheiner, E., Zmora, E., Vardi, H., Shoham-Vardi, H., and Mazor, M. (2006). Risk Factors for Early Neonatal Sepsis. 274: 198-202. DOI: 10.1007/s00404-006- 0135-1. Diakses 17 Juli 2010. Available from: http://www.springer link.com Schlapbach L.J., Mattmann M., Thiel S., Boillat C., Otth M., Nelle M., et al. (2010). Differential Role of the Lectin Pathway of Complement Activation in Susceptibility to Neonatal Sepsis. 1058-4838/2010/ 5102-0006. DOI: 10.1086/653531. Vandenbroucke-Grauls, C.M.J.E., Zwet, W.C. van der, Catsburg, A., Elburg, R.M. van, Savelkoul, P.H.M. (2008). Mannose-Binding Lectin (MBL) Genotype In Relation To Risk Of Nosocomial Infection In Pre-Term Neonates In The Neonatal Intensive Care Unit. Diakses 23 Juli 2011. Available from: www.onlinelibrary. wiley.com. 379