STUDI BANDING KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN SEBAGAI RADIOFARMAKA PENYIDIK TULANG Teguh Hafiz AW dan Misyetti Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Tamansari No. 71 Bandung ABSTRAK STUDI BANDING KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN SEBAGAI RADIOFARMAKA PENYIDIK TULANG. Metastasis tulang banyak diderita oleh penderita kanker tingkat lanjut dan merupakan komplikasi utama pada beberapa kanker primer seperti kanker prostat, payudara, paru-paru, ginjal dan kelenjar tiroid sehingga semakin menurunkan kualitas hidup penderita kanker. Untuk mengetahui adanya metastasis tulang, dapat dilakukan diagnosis dengan teknik nuklir menggunakan yang sesuai. Salah satu penyidik tulang yang sedang dikembangkan di PTNBR-BATAN yaitu senyawa asam 1,4,8,11-tetraaza siklotetradesil-1,4,8,11- tetrametilen fosfonat (CTMP) bertanda Teknesium-99m ( 99m Tc). Beberapa karakteristik fisiko-kimia mempengaruhi kualitas pencitraan, seperti kejernihan, ph, muatan listrik, kemurnian radiokimia, kestabilan, lipofilisitas, ikatan protein plasma, dan ikatan hidroksiapatit. Pada penelitian ini dilakukan studi banding karakteristik fisiko-kimia antara metilen difosfonat bertanda 99m Tc ( ). Hasil studi banding karakterisasi fisiko-kimia menunjukkan merupakan larutan jernih, mempunyai rentang ph 5,5 6,5, muatan listrik negatif, kemurnian radiokimia 96,55 ± 1,24 %, kestabilan pada suhu kamar > 5 jam, lipofilisitas 0,3632 ± 0,0067 %, ikatan protein plasma 60,43 ± 0,34 % dan ikatan hidroksiapatit 90,12 ± 1,14 %. Sedangkan hasil karakterisasi antara lain mempunyai larutan jernih, ph 7, muatan listrik negatif, kemurnian radiokimia 98,42 ± 1,68 %, kestabilan pada suhu kamar > 5 jam, lipofilisitas 0,0683 ± 0,0096 %, ikatan protein plasma 66,12 ± 0,46 %, dan ikatan hidroksiapatit 92,13 ± 1,32 %. Dengan dilakukan studi lebih lanjut mengenai karakteristik biologis dan klinis, diharapkan dapat dijadikan pilihan alternatif sebagai penyidik tulang. Kata kunci: karakteristik fisiko-kimia,, penyidik tulang, CTMP, MDP ABSTRACT COMPARATIVE STUDY OF PHYSICO-CHEMICAL CHARACTERISTICS OF AND AS BONE IMAGING RADIOPHARMACEUTICALS. Bone metastasis most suffered by patients with advanced cancer and is a major complication in some primer cancers such as prostate, breast, lung, kidney and thyroid gland so that reduce the life quality of cancer patients. To determine the existence of bone metastasis, the diagnosis can be done with nuclear techniques using the appropriate radiopharmaceutical. One bone imaging radiopharmaceutical being developed in PTNBR- BATAN that is 1,4,8,11-tetraaza cyclotetradecyl 1,4,8,11-tetramethylen phosphonic acid (CTMP) labelled with Technetium-99m ( 99m Tc). Some physico-chemical characteristics affecting the quality of imaging, such as clarity, ph, electric charge, radiochemical purity, stability, lipophilicity, plasma protein binding, and the hydroxyapatite binding. This study has been carried out a comparative study of physico-chemical characteristics of and methylene diphosphonic labelled with 99m Tc ( ). Results of a comparative study of physico-chemical characterization showed is a clear solution, having a range of ph 5.5 6.5, negative electric charge, radiochemical purity of 96.55 ± 1.24 %, stability at room temperature > 5 hours, lipophilicity 0.3632 ± 0.0067 %, the plasma protein binding of 60.43 ± 0.34 % and the hydroxyapatite binding of 90.12 ± 1.14 %. While the results 238
of radiopharmaceutical characterization, among others, have a clear solution, ph 7, negative electric charge, radiochemical purity of 98.42 ± 1.68 %, stability at room temperature > 5 hours, lipophilicity 0.0683 ± 0.0096 %, the plasma protein binding of 66.12 ± 0.46 %, and the hydroxyapatite binding of 92.13 ± 1.32 %. With further study of its biological and clinical characteristics, is expected to be used as an alternative choice as a bone imaging radiopharmaceutical. Keywords: physico-chemical characteristics, radiopharmaceutical, bone imaging, CTMP, MDP 1. PENDAHULUAN Metastasis kanker ke tulang atau yang sering disebut kanker tulang banyak diderita oleh penderita kanker tingkat lanjut dan merupakan komplikasi utama pada beberapa kanker primer seperti kanker prostat, payudara, paru-paru, ginjal dan kelenjar tiroid sehingga semakin menurunkan kualitas hidup penderita kanker. Untuk mengetahui adanya metastasis tulang, dapat dilakukan diagnosis dengan teknik nuklir menggunakan yang sesuai. Penggunaan untuk diagnosis sangat menguntungkan karena bersifat non-invasif, sensitif dan akurat. [1-4] Dewasa ini telah banyak digunakan untuk penyidik tulang, seperti metilen difosfonat (MDP), hidroksi etilen difosfonat (HEDP), dan hidroksi metilen difosfonat (HMDP) yang ditandai dengan radionuklida Teknesium-99m ( 99m Tc). Menurut Murphy yang dikutip Misyetti [5], struktur dan sifat kimia gugus P-C-P dari senyawa difosfonat tidak mudah terurai secara in vivo dan tidak mudah terhidrolisis, sehingga senyawa fosfonat dipilih sebagai senyawa penyidik kanker tulang. Selain itu senyawa ini dapat terakumulasi di tulang berdasarkan ikatan antara gugus fosfonat dengan ion kalsium yang terdapat pada kristal hidroksiapatit. Seperti kita ketahui, tulang terdiri dari kalsium mineral (hidroksiapatit), fosfor, natrium, dan magnesium [6-8]. Namun disisi lain pembentukan kompleks dari senyawa difosfonat dengan atom 99m Tc dapat menurunkan kemampuan akumulasi difosfonat pada tulang karena sebagian dari gugus fosfonat tersebut digunakan untuk berkoordinasi dengan atom 99m Tc. Oleh karena itu perlu dikembangkan senyawa yang dapat terakumulasi lebih baik di tulang dan sekecil mungkin akumulasi di organ lain. [5,8] Pada percobaan sebelumnya [5], telah dilakukan optimasi penandaan dan karakterisasi. Pada penelitian ini dilakukan studi banding dengan yang telah lama digunakan di kedokteran nuklir. Ditinjau dari struktur kimia, senyawa CTMP dan MDP mempunyai perbedaan yang signifikan. Senyawa CTMP merupakan senyawa bifungsional karena mempunyai empat buah gugus fosfonat dan empat gugus amino. Gugus amino tersebut merupakan gugus yang terikat dengan atom 99m Tc sehingga afinitas tetrafosfonat dalam bentuk bebas bisa lebih besar karena tidak terikat dengan atom 99m Tc. Sedangkan senyawa difosfonat hanya mempunyai dua gugus fosfonat dan tidak mempunyai gugus amino sehingga atom 99m Tc yang terikat pada gugus fosfonat tersebut digunakan seluruhnya untuk membentuk koordinasi (Gambar 1 dan 2). Karena itu CTMP diharapkan mempunyai sifat lebih baik dibandingkan senyawa turunan lain. [5,9] Gambar 1. a) Struktur asam 1,4,8,11-tetraaza siklotetradesil-1,4,8,11-tetrametilen fosfonat (CTMP) dan b) Metilen difosfonat (MDP) [10,11]. Gambar 2. Reaksi penandaan CTMP menjadi 99m Tc- CTMP [5]. 239
Sebelum dilakukan studi lebih lanjut, karakteristik fisiko-kimia 99m Tc- CTMP harus diketahui. Pada makalah ini telah dilakukan studi banding karakteristik fisikokimia 99m Tc- MDP meliputi kejernihan, ph, muatan listrik, kemurnian radiokimia, kestabilan pada suhu ruang, lipofilisitas, ikatan dengan protein plasma dan ikatan dengan hidroksi apatit. Karakteristik fisiko-kimia dibandingkan dengan yang sudah stabil dan telah lama digunakan di kedokteran nuklir untuk mengetahui kelayakan 99m Tc- CTMP sebagai penyidik tulang ditinjau dari karakteristik fisiko-kimia. [12] 2. TATA KERJA Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kit cair CTMP, kit cair MDP, plasma darah manusia, asam trikloroasetat (CCl 3 COOH) (E.Merck), dinatrium hidrogen fosfat (Na 2 HPO 4 ) (E.Merck), natrium dihidrogen fosfat (NaH 2 PO 4 ) (E.Merck), n-oktanol (C 8 H 17 OH) (E.Merck), hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) (Aldrich), aseton (CH 3 COCH 3 ) (E.Merck), akuabides (H 2 O) (IPHA) dan larutan natrium klorida fisiologis (NaCl) (IPHA), kertas kromatografi Whatman 3MM dan larutan natrium perteknetat (Na 99m TcO 4 ) dari generator 99 Mo/ 99m Tc hasil produksi PT. Batan Teknologi. Semua kit yang digunakan diproduksi di PTNBR-BATAN. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan analitis (Mettler Toledo), sentrifuga (Fisher), pengocok (Retsch), alat elektroforesis (Gelman), pencacah gamma saluran tunggal (Ortec), dose calibrator (Victoreen), alat suntik (Terumo), pipet mikro (Eppendorf), oven (Memmert) dan seperangkat alat kromatografi kertas. Tahapan pekerjaan dalam penelitian ini meliputi penyiapan, penentuan kejernihan, ph, muatan listrik, kemurnian radiokimia, kestabilan, lipofilisitas, ikatan dengan protein plasma dan ikatan dengan hidroksiapatit dari dan. 2.1 Penyiapan dan 99m Tc- MDP Sebanyak 1 ml larutan Na 99m TcO 4 dengan aktivitas 5 milicurie (mci) dimasukkan ke dalam kit cair CTMP dan MDP (komposisi masing-masing kit ditunjukkan pada Tabel 1). Larutan campuran CTMP, dikocok sempurna menggunakan mixer kemudian direaksikan dalam penangas air pada suhu ± 98 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar sehingga dihasilkan 99m Tc- CTMP. Sedangkan larutan campuran MDP dikocok sempurna dengan menggunakan mixer dan dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit sehingga dihasilkan 99m Tc- MDP. 2.2. Penentuan kejernihan Kejernihan ditentukan dengan meletakkan kedua di tempat dengan latar belakang warna putih dan hitam dalam ruangan yang terang. Pengamatan dilakukan secara visual. 2.3. Penentuan ph CTMP dan 99m Tc- Penentuan ph dilakukan dengan menggunakan kertas ph universal. Radiofarmaka masing-masing diteteskan pada kertas ph, kemudian ph ditentukan dengan cara membandingkan perubahan warna yang terjadi pada kertas ph dan warna kontrol yang terdapat pada kotak kemasan kertas ph universal. 2.4. Penentuan muatan listrik Muatan listrik dan ditentukan dengan metode elektroforesis kertas. Fasa diam yang digunakan adalah kertas Whatman 3 MM dengan ukuran 30 x 1,5 cm yang telah diberi tanda setiap 1 cm dan diberi nomor -15, -14, - 13,, 0, +1, +2, +3,, +15 dari ujung satu sampai ujung yang lain. Sampel ditotolkan pada titik 0 dengan volume 5 µl. Selanjutnya kertas kromatografi ditempatkan pada alat elektroforesis dengan titik 0 berada tepat ditengah, bagian ujung dengan angka negatif diletakkan pada bagian katoda dan bagian ujung dengan angka positif diletakkan pada bagian anoda. Pastikan hanya bagian ujung saja yang tercelup pada larutan elektroforesis. Seluruh permukaan kertas dibasahi dengan larutan buffer fosfat 0,2 M, ph 7. Kemudian 240
alat elektroforesis ditutup dan dinyalakan pada tegangan 300 Volt (V) selama 2 jam. Setelah selesai, alat elektroforesis dimatikan, dan kertas diangkat untuk dikeringkan di dalam oven. Kertas Whatman 3 MM yang telah kering dipotong-potong per 1 cm, kemudian dicacah menggunakan pencacah gamma saluran tunggal. Pencacah gamma diatur pada saluran 99m Tc dengan mengatur jendela (window) dan batas bawah (lower level). Dari hasil elektroforesis kertas ini dapat diketahui bahwa bermuatan listrik netral, positif, atau negatif. 2.5. Penentuan kemurnian radiokimia Pengujian kemurnian radiokimia dilakukan dengan menggunakan metode radiokromatografi. Fasa diam yang digunakan yaitu kertas kromatografi Whatman 3 MM sedangkan fasa gerak yang digunakan yaitu NaCl fisiologis dan aseton. Kertas kromatografi Whatman 3 MM berukuran 1 cm x 12 cm ditandai setiap 1 cm dengan pensil dan diberi nomor dari -1, 0, 1, 2,., 10. Larutan 99m Tc- CTMP dan masing-masing ditotolkan pada titik nol, kemudian dielusi secara menaik dengan dua macam fasa gerak larutan NaCl fisiologis dan aseton sampai skala 10. Setelah dielusi, masing-masing kertas dikeringkan dan dipotong setiap 1 cm. Masingmasing potongan kertas dicacah dengan menggunakan pencacah gamma saluran tunggal. Prosedur yang sama dilakukan terhadap larutan 99m Tc-perteknetat (blanko). Kemurnian radiokimia dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: Nilai Retention Factor (Rf) menggunakan eluen aseton: ( 99m TcO 2 + : Rf = 0; 99m TcO 4 - : Rf = 1) Kemurnian radiokimia (%) = 100% - (% 99m TcO 4 - ) - (% 99m TcO 2 ) (3) 2.6. Penentuan kestabilan pada suhu kamar Vial berisi yang telah ditentukan kemurnian radiokimianya disimpan pada suhu kamar (± 25 o C). Pada waktu tertentu pada masing-masing vial diambil cuplikan sebanyak 2 µl dan ditotolkan pada kertas kromatografi whatman 3 MM, kemudian dilakukan proses kromatografi seperti pada pengukuran kemurnian radiokimia. Besarnya kemurnian radiokimia dari masingmasing cuplikan dapat dihitung. Untuk mengetahui kestabilan, perlakuan di atas dilakukan setiap setengah jam dari jam ke-0 sampai jam ke-5 dan pada jam ke-24. 2.7. Penentuan lipofilisitas Lipofilisitas atau koefisien partisi (P) diperoleh dengan cara menentukan nilai koefisien partisinya dalam campuran pelarut n- oktanol dan NaCl fisiologis. Tabung reaksi ukuran 5 ml diisi dengan 1 ml larutan NaCl fisiologis (fraksi NaCl) dan 1 ml n-oktanol (fraksi oktanol), kemudian dimasukkan larutan sebanyak 100 µl. Campuran dikocok dengan menggunakan mixer selama 1 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah fraksi n-oktanol dan NaCl terpisah sempurna, masing-masing fraksi diambil sebanyak 100 μl, kemudian dicacah dengan alat pencacah saluran tunggal. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Lipofilisitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % 99m TcO 4 - = jumlah cacahan 99m TcO - 4 (Rf=1) total cacahan (Rf = 0 + Rf = 1) x 100% (1) %Lipofilisitas = cacahan fraksi oktanol (nonpolar) x 100% cacahan fraksi NaCl (polar) (4) Nilai Rf untuk NaCl fisiologis: ( 99m TcO 2 : Rf = 0; 99m TcO 4 - + : Rf = 0,9-1) 2.8. Penentuan ikatan 99m Tc- CTMP dan dengan protein plasma % 99m TcO 2 = jumlah cacahan 99m TcO 2 (Rf=0) total cacahan (Rf = 0 + Rf = 1) x 100% (2) Sebanyak 500 µl plasma protein dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga 5 ml. Kemudian ditambahkan 50 μl atau. Campuran dikocok dengan 241
mixer selama 1 menit, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 10 menit. Sebanyak 1 ml larutan asam trikloroasetat 5% (TCA) ditambahkan ke dalam campuran dan dikocok kembali dengan mixer selama 1 menit. Kemudian campuran disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, fraksi endapan dan supernatan dipisahkan. Endapan dicuci dengan 1 ml NaCl fisiologis, kemudian dikocok menggunakan mixer, disentrifugasi dan dilakukan pemisahan ulang endapan seperti di atas. Supernatan dipisahkan, selanjutnya endapan dan supernatan total dicacah dengan pencacah saluran tunggal. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Persentase ikatan protein plasma dapat diketahui dengan menggunakan rumus dibawah ini: (%) Ikatan protein plasma = cacahan endapan cacahan endapan - supernatan 2.9. Penentuan ikatan dengan hidroksiapatit x 100% (5) dan Masing-masing sebanyak 100 µl larutan ditambahkan ke dalam tabung sentrifuga yang berisi masingmasing 50 mg hidroksiapatit yang disuspensikan dalam 2 ml larutan buffer fosfat 0,001 M, ph 6,8. Campuran dikocok dengan mixer selama 1 menit, kemudian masingmasing suspensi diinkubasi pada suhu 37 o C dengan waktu yang berbeda antara lain 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 24 jam (triplo). Setelah proses inkubasi selesai, suspensi hidroksiapatit dikocok dengan mixer selama 1 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, supernatan dipisahkan. Sebanyak 2 ml larutan NaCl fisiologis ditambahkan ke dalam endapan, campuran dikocok dengan mixer, lalu supernatan dan endapan dipisahkan. Fraksi supernatan dan endapan masing-masing dicacah dengan pencacah saluran tunggal. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Persentase ikatan dengan hidroksiapatit dihitung dengan rumus dibawah ini: (%) Ikatan hidroksiapatit = cacahan endapan cacahan endapan + supernatan x 100% (6) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu untuk penyidik tulang yang telah dikembangkan di PTNBR- BATAN yaitu CTMP bertanda 99m Tc ( 99m Tc- CTMP). yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan basah yang diformulasi sedemikian rupa sehingga mempunyai komposisi seperti pada Tabel 1. Sedangkan dipreparasi dalam sediaan basah berdasarkan prodesur pembuatan kit MDP PTNBR- BATAN. Tabel 1. Kandungan kit CTMP dan MDP Bahan Kit CTMP Kit MDP CTMP (bahan baku) 500µg/100µL buffer karbonat 0,2M, ph 9,2 - MDP (bahan baku) SnCl 2.2 H 2 O Volume total - 5000µg/400µL akuabides 100µg/100µL 667µg/100µL HCl 0,002 M HCl 0,002M 200µL 500µL Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah bahan yang digunakan untuk kit CTMP jauh lebih kecil dibandingkan bahan untuk kit MDP. Kejernihan merupakan salah satu karakteristik dari suatu yang harus diketahui. Suatu yang diaplikasikan dalam bentuk larutan injeksi harus berupa larutan jernih tidak mengandung partikel dan tidak berwarna. Hasil pemeriksaan kejernihan melalui pengamatan secara visual dengan latar belakang hitam dan putih memperlihatkan larutan jernih, menandakan bahwa tidak adanya partikel sehingga memenuhi persyaratan [13]. Larutan disyaratkan mempunyai ph antara 5,5 7,5 untuk menghindari terjadinya hemolisa darah pada saat disuntikkan pada pasien. Selain itu, ph yang dipilih untuk suatu harus disesuaikan dengan stabilitas tersebut. Pengukuran ph dilakukan menggunakan kertas ph universal, selain praktis, penggunaan metode ini hanya membutuhkan jumlah sampel yang sedikit. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 2. 242
Tabel 2. Hasil pengukuran kekeruhan dan ph Radiofarmaka Kekeruhan (n=3) ph (n=3) jernih 5,5 6,5 jernih 7 Pemeriksaan selanjutnya yaitu penentuan muatan listrik dari 99m - TcO 4 (dalam bentuk natrium perteknetat), 99m Tc- CTMP dan dengan metode elektroforesis kertas dan larutan buffer fosfat 0,2 M, ph 7 sebagai larutan elektrolit. Hasil cacahan dari larutan Na-perteknetat, bergerak dari titik 0 (titik awal) ke arah anoda (+). Hal ini menunjukkan bahwa larutan Naperteknetat, bermuatan listrik negatif (Gambar 3). radioaktivitas untuk menentukan Rf dari senyawa yang dipisahkan. Adapun kromatografi yang dilakukan terdiri dari dua sistem, yaitu sistem pertama yang menggunakan kertas kromatografi Whatman 3 MM sebagai fasa diam dan aseton sebagai fasa gerak, sedangkan sistem kedua yang menggunakan kertas kromatografi Whatman 3 MM sebagai fasa diam dan larutan NaCl fisiologis sebagai fasa geraknya. Sistem pertama berfungsi untuk memisahkan pengotor Na-perteknetat dari dan. Pada sistem ini, Naperteknetat terletak pada Rf 0,9-1, sedangkan puncak berada pada Rf 0 seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Kromatogram Na-perteknetat, 99m Tc- CTMP, dan pada sistem pertama (fasa gerak aseton). Gambar 3. Hasil elektroforesis Na-perteknetat,. Gambar 3 menunjukkan tingkat keelektronegatifan Na-perteknetat paling tinggi, hal ini disebabkan 99m TcO - 4 yang berasal dari Na-perteknetat berada dalam bentuk ion (negatif). Tingkat keelektronegatifan 99m Tc- CTMP lebih tinggi dibandingkan karena senyawa CTMP mempunyai 4 gugus fungsi fosfonat yang memberikan kontribusi sifat elektronegatif lebih tinggi, sementara senyawa MDP hanya mempunyai 2 gugus fungsi fosfonat [11]. Kemurnian radiokimia menunjukkan persentase senyawa kompleks dari seluruh senyawa yang mungkin terdapat pada. Kemurnian radiokimia ditentukan dengan metode radiokromatografi, yaitu metode kromatografi yang dipadukan dengan pencacahan Pada Gambar 4 terlihat puncak Naperteknetat pada Rf 0,9-1 yang berasal dari larutan Na-perteknetat (blanko). Sedangkan puncak Na-perteknetat yang berasal dari tidak tampak karena kecilnya hasil cacahan, nilai cacahan tertinggi Rf 0,9-1 dari kromatogram secara berturut-turut yaitu 553 dan 71. Pada sistem kedua, terjadi pemisahan senyawa 99m TcO 2. Puncak 99m TcO 2 terletak pada Rf 0, sedangkan puncak Na-perteknetat, terletak pada Rf 0,7 1. Nilai cacahan 99m TcO 2 pada kromatogram secara berturut-turut sebesar 806 dan 1148. Karena nilai cacahan yang kecil, puncak dari senyawa 99m TcO 2 pada Rf 0 tidak tampak seperti ditunjukkan pada Gambar 5. 243
Gambar 5. Kromatogram Na-perteknetat, 99m Tc- CTMP, dan pada sistem kedua (fasa gerak NaCl fis). Dari kedua kromatogram (Gambar 4 dan 5), dengan menggunakan persamaan (1), (2), dan (3) diperoleh persentase Na-perteknetat ( 99m TcO - 4 ), 99m TcO 2 dan 99m Tc-kompleks seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Senyawa Radiofarmaka (%) (n=10) Radiofarmaka (%) (n=10) Tabel 3. Data persentase pengotor dan 99m Tckompleks Naperteknetat 2,20 ± 0,0012 0,17 ± 0,0002 99m TcO 2 1,25 ± 0,0016 1,41 ± 0,0041 99m Tckompleks 96,55 ± 1,24 98,42 ± 1,68 Dari Gambar 6 terlihat bahwa persentase kemurnian radiokimia sedikit lebih besar dari, namun persentase kemurnian radiokimia dari kedua masih memenuhi persyaratan, yaitu > 90%. [13] Masing-masing mempunyai tingkat kestabilan kompleks yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ph, sifat senyawa, radioaktivitas dan penyimpanan (suhu dan cahaya). Informasi kestabilan suatu sangat diperlukan untuk mengetahui berapa lama dapat bertahan sebagai senyawa kompleks yang diharapkan sehingga para dokter ahli kedokteran nuklir dapat merencanakan kapan waktu dilakukannya penandaan dan penggunaan tersebut. Hasil pengukuran kestabilan ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Grafik kestabilan pada suhu kamar (25 C). Dari data diatas, kestabilan tidak jauh berbeda dari, walaupun terjadi sedikit penurunan namun kemurnian radiokimia pada jam ke-24 dari kedua > 90%. Lipofilisitas didefinisikan sebagai afinitas suatu senyawa terhadap fasa lipid yang menggambarkan kemampuan senyawa tersebut untuk berpenetrasi ke dalam membran lipid secara in vivo. Besarnya lipofilisitas suatu dapat diketahui secara in vitro dengan cara mengukur nilai koefisien partisi dalam campuran pelarut oktanol dan NaCl fisiologis, yang dinyatakan dengan besaran P [14]. Penentuan lipofilisitas terhadap 99m Tc- CTMP dan menggunakan persamaan (4), menunjukkan nilai koefisien partisi sebesar P = 0,3632 ± 0,0067 % dan 0,0683 ± 0,0096 %. Nilai P yang sangat kecil menunjukkan bahwa kedua tersebut bersifat hidrofilik, yaitu mudah larut dalam air. Ikatan terhadap protein plasma memberikan efek yang signifikan dalam distribusi pada jaringan, uptake pada organ yang diinginkan serta plasma clearance. Oleh karena itu, penentuan tingkat ikatan protein plasma dari harus dilakukan. Ikatan pada protein plasma umumnya mempunyai derajat yang sangat bervariasi dan biasanya ikatan yang terjadi adalah dengan albumin, walaupun tidak tertutup kemungkinan terjadi ikatan dengan globulin, dan protein yang lain. Tingkat dan kekuatan ikatan protein plasma sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain muatan molekul, ph, sifat protein dan konsentrasi anion dalam plasma. Penentuan persentase ikatan protein plasma dilakukan secara in vitro terhadap plasma darah 244
manusia. Dengan menggunakan persamaan (5), dari hasil percobaan diperoleh ikatan protein plasma dari masing-masing sebesar 60,43 ± 0,34 % dan 66,12 ± 0,46 %. Dari data yang diperoleh terlihat adanya perbedaan persentase ikatan dengan protein plasma. Persentase ikatan dengan protein plasma lebih besar dari ikatan protein plasma dengan. Ditinjau dari gugus fungsi dimana senyawa MDP mempunyai 2 gugus fungsi fosfonat, sementara senyawa CTMP mempunyai 4 gugus fungsi fosfonat dan 4 gugus fungsi amina tersier. Hal ini menunjukkan pembersihan dari darah (Blood Clearance) lebih baik dibandingkan. Senyawa turunan fosfonat, baik berupa senyawa bifosfonat (MDP) maupun tetrafosfonat (CTMP) dapat berikatan dengan komponen utama penyusun tulang yaitu hidroksiapatit. Senyawa hidroksiapatit merupakan garam kalsium fosfat dengan rumus molekul (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ). Penentuan ikatan dengan hidroksiapatit dilakukan secara in vitro. Dengan menggunakan persamaan (6), dari hasil percobaan diperoleh ikatan terhadap hidroksiapatit setelah 3 jam inkubasi masing-masing sebesar 90,12 ± 1,14 % dan 92,13 ± 1,32 %. Hasil diatas menunjukkan persentase ikatan dengan hidroksiapatit mempunyai persentase yang tidak jauh berbeda dan keduanya mempunyai persentase ikatan yang baik, yaitu lebih besar dari 90%. Perbedaan persentase ikatan antara CTMP dan MDP disebabkan adanya efek ruang (steric effect) pada strukur senyawa CTMP yang memberikan pengaruh lebih dominan. Pengujian waktu inkubasi optimum ikatan terhadap hidroksiapatit dilakukan untuk mengetahui waktu optimal kedua tersebut dapat terikat pada tulang. Persentase ikatan hidroksiapatit ditunjukkan pada Gambar 7. Pada Gambar 7, persentase ikatan hidroksiapatit mencapai 90% pada waktu inkubasi 3 jam. Penambahan waktu inkubasi diatas 3 jam tidak memberikan persentase ikatan hidroksiapatit yang tidak berbeda jauh. Sehingga dapat ditentukan bahwa waktu inkubasi optimal kedua yaitu 3 jam dengan persentase ikatan hidroksiapatit 90%. Rangkuman karakteristik ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 7. Grafik variasi waktu inkubasi terhadap persentase ikatan hidroksiapatit dengan. Tabel 4. Rangkuman karakteristik dan Parameter Kejernihan jernih jernih ph 5,5 6,5 7 Muatan listrik negatif negatif KRK 96,55±1,24 % 98,42 ± 1,68 % Kestabilan T=25 o C > 5 jam > 5 jam Lipofilisitas 0,3632±0,0067% 0,0683±0,0096% Ikatan protein plasma 60,43±0,34 % 66,12±0,46 % Ikatan hidroksiapatit 90,12±1,14 % 92,13±1,32 % 4. KESIMPULAN Hasil studi banding karakteristik fisikokimia 99m Tc- MDP ditampilkan dalam Tabel 4. Berdasarkan karakteristik fisiko-kimia diatas, telah memenuhi persyaratan sebagai penyidik tulang. Dengan dilakukan studi lebih lanjut mengenai karakteristik biologis dan klinis, diharapkan dapat dijadikan pilihan alternatif sebagai penyidik tulang. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Bapak Epy Isabela, Ibu Eva Maria M.Si., dan Sdri. Witri Nuraeni A.Md. yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. 245
6. DAFTAR PUSTAKA 1. DAS, T., CHAKRABORTY, S., SARMA H.D., TANDON P., BANERJEE S., VENKANTESH M., et al., 170 Tm- EDTMP: a potential cost-effective alternative to 89 SrCl2 for bone pain palliation, J. Nucl. Med. and Biol., 36 (2009) 561-568. 2. DEUTSCH, E., LIBSON, K., LINDOY, L.F., In progress of inorganic chemistry, Lippard SJ Ed., John Willey & Sons, New York (1983). 3. NEETA, P.T., BATRAKI, M., DIVGI C.R., Radiopharmaceuticals therapy for palliation of bone pain from osseous metastases, J. Nucl. Med., 45 (2004) 1358-1365. 4. MATHEW, B., CHAKRABORTY, S., DAS, T., SARMA, H.D., BANERJEE, S., SAMUEL, G., et al., 175 Yb labeled polyaminophosphonates as potential agents for bone pain palliation, J. Appl. Radiat. and Isot., 60 (2004) 635-642. 5. MISYETTI, DARUWATI, I., Penandaan CTMP dengan Teknesium-99m untuk penyidik kanker tulang, J. Sains dan Teknologi Nuklir IX (1) (2007) 79-88. 6. HUGHES, S.P.F., JEYASINGH, K., LAVENDER, P.J., Phospate compounds in bone scanning, J. Bone and Joint Surg 57 (B) (1975) 214-216. 7. BARNEJEE, S., SAMUEL, G., KOTHARI, K., UNNI, P.R., SARMA, H.D., PILLAI M.R.A., Tc-99m and Re- 186 complexes of tetraphosphonate ligands and their biodistribution pattern in animal models, J. Nucl. Med. and Biol., 28 (2001) 205-213. 8. MABHOUH, A.E., MERCER, J.R., 188 Re-labeled bisphosphonates as potential bifunctional agents for therapy in patients with bone metastases, J. Appl. Radiat. and Isot., 62 (2005) 541-549. 9. OGAWA, K., MUKAI, T., INOUE, Y., ONO, M., SAJI, H., Development of a novel 99m Tc-chelate-conjugated bisphosphonates with high affinity for bone as a bone scintigraphic agent, J. Nucl. Med., 47 (2006) 2042-2047. 10. KOTHARI, K., SAMUEL, G., BANERJEE, S., UNNI, P.R., SARMA, H.D., CHAUDHARI P.R., et al., 186 Re- 1,4,8,11-tetraaza cyclotetradecyl-1,4,8,11- tetramethylene phosphonic acid: a novel agent for possible use in metastatic bonepain palliation, J. Nucl. Med. and Biol., 28 (2001) 709-717. 11.ABBASI, I.A., Studies on 177 Lu-labeled methylene diphosphonate as potential boneseeking radiopharmaceutical for bone pain palliation, J. Nucl. Med. and Biol., XX (2010) 1-9. 12.HSIEH, B.T., HSIEH, J.F., TSAI, S.C., LIN, W.Y., WANG, S.J., TING, G., Comparison of various Rhenium-188- labeled diphosphonates for the treatment of bone metastases, J. Nucl. Med. and Biol., 26 (1999) 973-76. 13.OWUNWANNE, A., PATEL, M., SADEK, S., The Handbook of Radiopharmaceuticals, Chapman & Hall Medical (1995). 14.AZIZ, A., MARLINA, FEBRIAN, M.B., Karakteristik fisiko-kimia senyawa bertanda 175 Yb-EDTMP, J. Sains dan Teknologi Nuklir XI (1) (2010) 45-56. 7. DISKUSI Nanny Kartini 1. Pada kesimpulan dinyatakan bahwa MDP dan CTMP tidak jauh berbeda. Hal ini dilihat berdasarkan apa? Apakah hanya dilihat dari situ saja? Bagaimana dengan lipofilisitasnya? 2. MDP menurut saya lebih baik, apakah bapak yakin CTMP akan dapat bersaing dengan MDP? Teguh Hafiz AW 1. Kemurnian radiokimianya hampir sama yaitu keduanya diatas 95%. Ya,saya anggap sama. Mengenai pertanyaan dan saran lainnya, nanti akan dipertimbangkan 2. Saya rasa CTMP dapat bersaing dengan MDP karena bila dilihat kandungan senyawa kimianya lebih kecil, namun dengan sedikit konsentrasi hasil scanningnya lebih bagus selain itu juga berpengaruh terhadap toksisitasnya. 246