BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 5 Kesimpulan dan Saran

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI GAYA GESER PADA STRUKTUR DINDING GESER AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN BERBAGAI METODE ANALISIS ABSTRAK

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB 3 PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Persamaan Tiga Momen

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA DINDING BATA DI LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISPLACEMENT CONTROL ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN...1

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI

Pd M Ruang lingkup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Studi Defleksi Balok Beton Bertulang Pada Sistem Rangka Dengan Bantuan Perangkat Lunak Berbasis Metode Elemen Hingga

penelitian dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan penelitian yang

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kuda bentang 6 meter dengan sudut kemiringan 30 yang menggunakan alat

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKUATAN KOLOM YANG MIRING AKIBAT GEMPA BUMI

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

pendahuluan dan bahan penyusun kuda-kuda yang ineliputi kayu, pclat baja dan

Tegangan Dalam Balok

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

membuat benda uji balok untuk 4 variasi. Persiapan papan kayu untuk benda uji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PELAT SATU ARAH DAN BALOK MENERUS

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

sebanyak 4 buah yang digabung hingga menjadi dua pasang kuda-kuda, papan

ANALISIS KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG PADA BADAN BALOK

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong baru dalam ilmu rekayasa, dimana belum ada standar bangunan yang pasti maupun software simulasi struktur yang akurat untuk penggunaan material. Pemodelan bangunan bambu menggunakan software seperti SAP 000 dapat dilakukan untuk memperoleh gaya dalam dan perilaku struktur secara umum, namun tidak dapat menggali kekuatan dan kelemahan material yang sebenarnya karena tidak dapat menunjukkan perilaku keruntuhan bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan sambungan secara visual. Verifikasi dilakukan dengan membuat model, yakni kuda-kuda atap dan portal bangunan. Kedua model tersebut dianggap sebagai komponen bangunan yang paling mewakili dalam menguji keandalan bangunan karena kedua komponen itu adalah bagian utama dari rangka penyusun sistem struktur bangunan. Secara umum, tujuan dari uji laboratorium ini yaitu: 1. Memastikan bahwa struktur kuat menahan beban rencana. Memastikan bahwa model sambungan yang dibuat menghasilkan kontinuitas aliran beban yang sempurna 3. mengetahui pola keruntuhan pada struktur bambu 4. Verifikasi keakuratan metoda perhitungan teoritis 5. Memastikan kemudahan pembuatan sistem sambungan 4.1 Uji Model Kuda-Kuda Atap Pengujian dengan menggunakan spesimen kuda-kuda atap dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada atap sebagai beban terpusat pada posisi-posisi gording pada arah gravitasi. Simulasi beban lateral pada percobaan ini tidak dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji. 4.1.1 Pengembangan Model Kuda-Kuda Atap Kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini merupakan perbaikan dari kudakuda atap bambu yang umum digunakan. Perbedaannya adalah pada detail sambungan. Kuda-kuda atap yang umum digunakan oleh masyarakat menggunakan tali sebagai alat sambung yang juga menahan gaya geser sambungan sedangkan IV-1

kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini menggunakan beberapa jenis alat sambung yakni tali, baut, dan batang bambu. Secara umum konsep sambungan yang mempertahankan aliran gaya untuk kudakuda atap sudah dibahas pada BAB III, namun ada sedikit perbedaan fungsi alat sambung untuk model kuda-kuda atap. Jenis-jenis sambungan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Sambungan pada kuda-kuda atap Penjelasan mengenai jenis-jenis sambungan yang digunakan pada kuda-kuda yakni: Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak signifikan untuk diperhitungkan. Sambungan : Sambungan menggunakan baut dan batang bambu tambahan dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut Pada sambungan jenis ini, baut dan batang bambu hanya berfungsi sebagai pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap terjaga. Pada Gambar 4.1, pergeseran batang a dan b ditahan oleh sambungan 3 di ujung kiri dan kanan balok bambu. Batang g berfungsi untuk menjaga kesatuan batang-batang a, b, dan e sehingga gaya yang terjadi di puncak kuda-kuda (ujung batang e) dapat dialirkan ke batang a dan b. IV-

Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut. Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya dapat dipertahankan. 4.1. Pra Pengujian Sebelum percobaan, model spesimen kuda-kuda dianalisa dengan software SAP 000 versi 9 seperti pada Gambar 4.. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat beban virtual 1 satuan pada titik beban. Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban 1 satuan pada elemen dan sambungan. *) keterangan : = LVDT Gambar 4. Model Spesimen Kuda-Kuda Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari perhitungan manual seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur. 4.1..1 Pengecekan Syarat Kekuatan Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh: Beban atap total rencana yang ditanggung kuda-kuda : P total = 1.6 KN Beban atap rencana ini termasuk beban genting penutup atap, reng, kaso, gording, dan beban hujan. IV-3

Beban rencana pada masing-masing titik beban : Pr = 1.6/5 =.5 KN Kuat tekan batang 80/10 terpanjang, yakni segmen terbawah batang a dan b dimana terdapat LVDT 4 pada Gambar 4., berdasarkan (3-5) hingga (3-8): Tu = 1.034 KN Gaya tekan terbesar pada batang akibat beban virtual 1 KN pada titik-titik beban: P = 3.8 KN P runtuh = Tu/P = 5.53 KN > Pr (menentukan) Kuat geser sambungan berdasarkan rumus (3-14) dengan baut 10 mm (Gambar 4.3) : Vu = *14.9 = 9.8 KN Geser yang terjadi akibat beban 1 KN : V = 1.13 KN P runtuh = Vu/V = 6.3 KN > Pr (tidak menentukan) Gambar 4.3 Detail Sambungan Ujung 4.1.. Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian Dari perhitungan diatas, dapat disusun hipotesa bahwa struktur akan kuat dan layan menahan beban rencana, namun jika terjadi beban per titik (Pr) melebihi 5.53 KN atau P total melebihi 7.65 KN keruntuhan akan terjadi akibat tekan mulai dari segmen terbawah batang a dan b Gambar 4.1. 4.1.3 Prosedur Pengujian Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni: IV-4

Loadcell LVDT Data logger Spesimen kuda-kuda Alat-alat pendukung yang terdiri dari: o H beam o Perletakan o Lengan Beban Foto set pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 Peralatan Pengujian Beban awal berasal dari berat frame atas beserta lengan beban dan berat loadcell. Total beban awal ini adalah 315 kg. Selanjutnya beban ditambahkan perlahan-lahan dengan pembebanan dari loadcell. Beban dari beban awal dan loadcell didistribusikan secara merata ke 5 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi gording (lihat Gambar 4.1). LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. 4.1.4 Hasil Pengujian Hasil pengujian dapat dilihat secara grafik pada Gambar 4.5. Tabel hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran D. Pada pengujian ini, keruntuhan pertama terjadi pada IV-5

beban 767 kg, ditandai dengan terbelahnya penampang bambu yang lebih muda (ujung bambu) d sekitar perletakan akibat penampang terjepit antara kuda-kuda dan perletakan. Keruntuhan kedua terjadi pada beban 134 kg dengan kejadian yang sama pada ujung perletakan batang bambu yang lebih tua (pangkal bambu) dan kegagalan struktural terjadi pada beban 16 kg dengan hancurnya penampang bambu pada lokasi keruntuhan pertama, dan bacaan beban yang terus menurun meski beban trus dinaikkan. Urutan kejadian kegagalan ini secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4.5. sedangkan secara fisik dapat dilihat pada Gambar 4.6. Keruntuhan pada Gambar 4.4 ditandai dengan naiknya deformasi secara mendadak sementara kegagalan struktural ditandai dengan naiknya nilai deformasi tanpa diiringi kenaikan nilai beban. Kegagalan struktural ini terjadi lokal yakni hanya pada daerah perletakan. Batangbatang struktur di bagian lain maupun sambungan-sambungan baut maupun tali tidak ada yang mengalami kegagalan. Hubungan antara deformasi teoritis dan deformasi pada pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.7. Gambar ini hanya menyajikan bacaan LVDT sebelum keruntuhan pertama, yakni karena setelah keruntuhan pertama, deformasi yang terjadi tidak ideal lagi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan deformasi teoritis. Dari Gambar 4.7 ini dapat dilihat bahwa meski hasil deformasi pada LVDT memiliki sifat yang cenderung linear, namun dengan nilai beban yang sama, nilai dan pertambahan nilai deformasinya lebih besar dibandingkan nilai teoritisnya. Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu 14 1 10 Beban (kn) 8 6 1 4 5 0 3 1 0 10 0 30 40 50 60 70 Deformasi (mm) LVDT4 LVDT1 LVDT LVDT3 LVDT5 Gambar 4.5 Grafik Pengujian Kuda-Kuda 1. Keruntuhan pertama. Keruntuhan kedua dan kegagalan struktur 4 IV-6

a) Keruntuhan pangkal balok bambu b) Keruntuhan ujung balok bambu Gambar 4.6 Kegagalan Struktural Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu VS Analisis SAP 14 1 10 Beban (kn) 8 6 4 0 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 Deformasi (mm) LVDT def.sap Gambar 4.7 Hubungan deformasi teoritis dan hasil uji 4.1.4.1 Analisa Hasil Pengujian Gambar 4.5 menunjukkan ada dua tahap keruntuhan sebelum struktur kuda-kuda mengalami runtuh total. Kedua tahap keruntuhan tersebut terjadi dengan pecahnya IV-7

penampang pada daerah perletakan. Naiknya grafik setelah keruntuhan pertama menunjukkan pecahnya penampang pada salah satu ujung balok kuda-kuda tidak menyebabkan seluruh struktur kuda-kuda tersebut runtuh seketika, bahkan masih mampu menahan beban. Setelah beban dinaikkan, barulah terjadi pecah penampang pada ujung yang lain balok kuda-kuda yang menyebabkan struktur kehilangan kemampuan untuk menahan beban. Pecahnya penampang terjadi akibat terjadinya jepit pada penampang dari gaya vertikal di sisi perletakan kuda-kuda akibat pembebanan dengan reaksi perletakan seperti tergambar pada Gambar 3.1. Penampang pecah ke dalam menjadi beberapa segmen sehingga menyebabkan deformasi struktur yang besar. Setelah posisi segmen-segmen penampang stabil, penampang bambu yang sudah pecah ini kembali dapat menahan beban hingga batas tertentu sebelum kembali pecah dan mengakibatkan keruntuhan struktur. Gambar 4.7 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 0.5 cm hingga 1 cm. Kedua kurva cenderung linear, namun ada perbedaan gradien kemiringan yang cukup besar. Ada dua kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kemiringan kurva: 1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva. Seperti pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien kemiringan menunjukkan adanya perbedaan pada parameter kekakuan struktur (K s ) yang bergantung pada kekakuan tiap elemen penyusunnya (S m ). Penjelasan mengenai hubungan gaya (P), deformasi (X), dan kekakuan Struktur (K s ) serta kekakuan elemen (S m ) dapat dijelaskan oleh persamaan (-6) dan persamaan (-17) berikut: (lihat BAB II untuk penjelasan lebih lanjut) [K] s {X} s = {P} s (-6) IV-8

EA EA 0 0 0 0 L L 1EI 6EI 1EI 6EI 0 0 3 3 L L L L 6EI 4EI 6EI EI 0 0 [S] L L L L m (-17) EA EA 0 0 0 0 L L 1EI 6EI 1EI 6EI 0 0 3 3 L L L L 6EI EI 6EI 4EI 0 0 L L L L Dari persamaan (-17) yang menentukan kekakuan suatu elemen struktur adalah E (modulus elastisitas), I (Inersia), A (luas Penampang), dan L(panjang penampang). Kekakuan elemen struktur berbanding lurus dengan nilai E, I, dan A, dan berbanding terbalik dengan nilai L. Parameter yang di input ke program analisis struktur adalah nilai I, A, dan L yang didapat berdasarkan hasil pengukuran, sementara untuk nilai E diinput berdasarkan rata-rata hasil uji tarik. Meskipun dimensi spesimen telah diukur, pada pengujian geometri penampang tidak selalu konstan. Ada perbedaan diameter bambu hingga +1 cm dan perbedaan tebal bambu hingga +3 mm, sehingga dapat mempengaruhi nilai I dan A yang dapat mempengaruhi kekakuan. Selain itu bambu adalah material alam yang memiliki rentang E yang cukup besar. Nilai E bambu tiap-tiap batang dapat saja berbeda sehingga mempengaruhi kekakuan struktur yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan kurva pada Gambar 4.7.. Kemungkinan kedua adalah sistem struktur sedang berada dalam suatu kondisi transisi ketika runtuh. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.s eluruh sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain terjadinya celah antar bambu yang disambung. Seiring penambahan beban, celah ini akan merapat sehingga kondisi sambungan semakin mendekati ideal. Gambar 4.7 belum dapat menjelaskan kejadian ini sehingga penjelasan mengenai kemungkinan kedua ini akan lebih dijabarkan pada analisa hasil pengujian portal. IV-9

4.1.5 Kesimpulan Pengujian yang dilakukan menyimpulkan bahwa sistem struktur yang diuji tidak memiliki keamanan yang diperlukan karena runtuh sebelum mencapai beban rencana. Pola keruntuhannya pun bukan pola keruntuhan akibat patahnya elemen batang maupun gagal sambungan, namun karena hancurnya penampang batang secara lokal akibat penampang terjepit pada daerah perletakan sehingga teori-teori perhitungan yang digunakan untuk menghitung kekuatan struktur tidak dapat diterapkan.. Keruntuhan semacam ini sangat merugikan karena kapasitas struktur tidak dapat digunakan secara penuh. Ada cara mengatasi hal diatas, dan dapat digunakan keduanya. Cara 1 adalah dengan mengubah desain, menempatkan kuda-kuda kali lebih banyak sehingga masing-masing kuda-kuda memikul beban setengah dari beban rencana yang diuji. Penggunaan cara ini akan memberikan faktor keamanan (FS) = 767/630 = 1.1 yang dapat dikatakan cukup aman. Namun jika terjadi beban berlebih, pola keruntuhan yang tidak efisien ini akan terjadi lagi. Cara adalah dengan mengisi bagian yang hancur pada pengujian dengan kayu pengisi, bambu pengisi, atau cor beton. Cara ini sudah banyak dilakukan dalam pembuatan rumah bambu, namun belum ada pengujian maupun publikasi yang relevan mengenai perhitungan pastinya. Secara umum, selain terjadi keruntuhan pada penampang di daerah perletakan, tidak terjadi kerusakan struktur dalam segi sambungan maupun patah elemen struktur meski deformasi cukup besar (58.4 mm), sehingga dapat disimpulkan bahwa lepas dari kerusakan pada bagian perletakan, sistem struktur dan sistem sambungan yang dibuat menghasilkan aliran beban yang baik. Dalam percobaan ini, perhitungan teoritis yang menyimpulkan bahwa struktur akan aman mencapai beban rencana dapat dikatakan terbukti benar. Pada beban 174 kg (beban rencana = 160 kg) tidak terjadi patah pada elemen batang maupun rusak pada sambungan. Namun perhitungan teoritis yang telah dilakukan tidak memperhitungkan kerusakan pada penampang seperti yang terjadi pada percobaan. Pada percobaan berikutnya, keruntuhan semacam ini akan dicegah yakni dengan memasukkan cor mortar pada segmen bambu yang mengalami jepit pada penampang. Pada pembuatan spesimen percobaan diperlukan orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat. IV-10

4. Uji Model Portal Bangunan Pengujian dengan menggunakan spesimen portal sederhana dengan pengaku dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada portal akibat beban rencana dan berat kuda-kuda atap diatasnya sebagai beban terpusat pada posisi dudukan kuda-kuda pada arah gravitasi. Set pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8 Simulasi beban lateral pada percobaan ini juga tidak dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji. Hal yang membedakan dengan pengujian spesimen kuda-kuda pada percobaan sebelumnya adalah pemberian perkuatan dengan cor mortar pada lokasi penampang terjepit, yakni pada pertemuan antara balok-kolom. Pengujian kuat tekan beton yang dilakukan terhadap mortar pengisi bambu menunjukkan bahwa kuat tekan mortar pengisi pada saat pengujian, yaitu saat umur adukan mencapai 3 hari hanyalah berkisar 3 MPa. Gambar 4.8 Set alat pengujian portal 4..1 Pengembangan Model Portal Sistem portal yang digunakan pada uji ini adalah sistem portal sederhana dengan pengaku yang biasa diterapkan pada bangunan rumah tinggal, termasuk rumah bambu. Pada rumah bambu pada umumnya, sambungan hanya menggunakan tali yang kekuatannya tidak terukur atau bahkan paku yang dapat memecah bambu. Perbaikan yang dilakukan pada sistem portal pada tugas akhir ini adalah pada IV-11

detailing sambungan yang dapat mengantisipasi aliran gaya yang terjadi. Pembahasan mengenai sistem portal ini sudah dilakukan pada BAB III melalui Gambar 3.a pada pembahasan sambungan yang kembali ditampilkan dibawah. Sambungan yang mempertahankan posisi 1 P Sambungan yang mempertahankan posisi Sambungan yang mempertahankan posisi 3 Sambungan yang menahan geser Sambungan yang menahan geser 4.. Pra Pengujian Sebelum percobaan, model spesimen dianalisa dengan software SAP 000 versi 9 seperti pada Gambar 4.9. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat beban virtual 1 satuan pada titik-titik terjadinya beban akibat posisi kuda-kuda. Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi dominan yang terjadi pada elemen dan sambungan. IV-1

1.65 m Gambar 4.9 Model Pengujian Portal 4...1 Pengecekan Syarat Kekuatan Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari perhitungan seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur. Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh: Beban rencana yang ditanggung portal : P total = 17 KN Beban rencana ini termasuk beban yang dipikul kuda-kuda dan berat kuda-kuda itu sendiri. Beban rencana pada masing-masing titik beban (3 titik) : Pr = 17/3 = 5.7 KN Lentur terbesar berdasarkan SAP akibat beban 1 KN : M = 0.6 KNm di balok atas Kuat lentur batang 80/10 di balok atas berdasarkan (3-): Mu = x 0.86 = 1.7 KNm (batang rangkap ) P runtuh = Mu/M = 6.6 KN > Pr (menentukan) IV-13

Geser yang terjadi di sambungan berdasarkan SAP akibat beban Pr = 1 KN : V = 0.54 KN Laporan Tugas Akhir Kuat geser sambungan dengan 3 baut 10 mm per sisi (Gambar 4.7) berdasarkan rumus (3-14) : Vu = 3*14.9 = 44.7 KN P runtuh = Vu/V = 83. KN > Pr (tidak menentukan) 4... Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian Berdasarkan perhitungan di atas dapat disusun hipotesa bahwa keruntuhan akan diawali dengan keruntuhan pada balok atas ketika beban per titik mencapai 6.6 KN atau beban total mencapai 19.8 KN. 4..3. Prosedur Pengujian Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni: Loadcell LVDT Data logger Spesimen portal Alat-alat pendukung yang terdiri dari: o H beam o Perletakan o Lengan Beban Penempatan alat-alat uji dapat dilihat pada Gambar 4.7 Prinsip dasar dari pengujian ini adalah pembebanan statis pada titik-titik beban. Besar beban total rencana ditetapkan sebesar 17 KN atau 1.7 ton. Nilai beban ini adalah beban yang dipikul oleh portal meliputi berat beban atap yang dipilkul oleh sebuah kuda-kuda atap serta berat kuda-kuda itu sendiri. Namun untuk meninjau pola keruntuhan struktur, struktur akan dibebani hingga runtuh. Pemberian beban dilakukan secara statis menggunakan loadcell. Beban ini didistribusikan ke 3 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi dudukan kudakuda melalui H beam. LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.9. IV-14

4..4 Hasil Percobaan Gambar 4.10 menunjukkan grafik perilaku struktur ketika diberi beban statis hingga runtuh hasil bacaan data logger. Nilai bacaan beban yang lebih akurat dari software DARTEC ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Nilai beban yang tercantum pada kurva LVDT Gambar 4.11a dan 4.11b adalah nilai beban total yang terdistribusi pada 3 titik aktuator beban. Kurva teoritis (kurva SAP) pada gambar 4.11a menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata pada 3 titik beban, sedang gambar 4.11b menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata menjadi titik beban akibat perbedaan kekakuan antara aktuator beban (H beam) dengan balok bambu, dimana aktuator beban sangat kaku sehingga distribusi beban ke titik tengah balok dibatasi oleh kemampuan aktuator beban untuk berdeformasi. Gambar ini menunjukkan bahwa struktur portal sederhana tersebut dapat menahan beban total hingga 9 ton. Hasil Pengujian Laboratorium Portal Bambu 70 60 50 Beban (kn) 40 30 0 10 0 0 5 10 15 0 5 30 35 40 Deformasi (mm) tengah kiri kanan Gambar 4.10 Grafik pengujian portal bambu (bacaan data logger) IV-15

KURVA BEBAN PORTAL Beban (KN) 100 90 80 70 60 50 40 30 0 10 1 3 titik beban pada model SAP 0 0 50 100 150 00 50 300 350 400 450 Deformasi (mm) LVDT SAP (3 titik) reg.pointer Linear (reg.pointer) Gambar 4.11a Kurva beban portal dengan 3 titik beban pada model (Bacaan software DARTEC) KURVA BEBAN PORTAL 100 90 80 70 Beban (KN) 60 50 40 30 0 10 1 titik beban pada model SAP 0 0 5 10 15 0 5 Deformasi (mm) LVDT SAP ( titik) reg.pointer Linear (reg.pointer) Gambar 4.11b Kurva beban portal dengan titik beban pada model (Bacaan software DARTEC) IV-16

Meskipun tipe keruntuhan yang diinginkan adalah patah pada elemen batang atau kegagalan sambungan dalam bidang portal (D), keruntuhan yang terjadi pada portal ini ditandai dengan patahnya batang kolom kearah lateral. Meskipun tidak seperti yang diinginkan, namun patahnya batang kolom ini tidak terjadi secara mendadak, tetapi secara perlahan-lahan dengan tertahan oleh serat-serat bambu. Patahnya 1 batang kolom tersebut juga terjadi secara lokal, dalam arti tidak mengakibatkan keruntuhan seluruh struktur. Tipe keruntuhan seperti ini membantu memberikan peringatan dan waktu kepada pengguna bangunan untuk meninggalkan bangunan sebelum bangunan mengalami runtuh total. Gambar 4.1 menunjukkan keruntuhan yang terjadi pada percobaan akibat pembebanan berlebih. Gambar 4.1 Perilaku runtuh struktur Seperti pada spesimen kuda-kuda atap, Gambar 4.10 menunjukkan bahwa meski reaksi struktur terhadap pertambahan beban dapat dibilang cukup baik, yakni tanpa kegagalan struktur di luar kondisi ideal di awal percobaan, perilaku deformasi di tengah bentang balok atas pada benda uji juga tidak sesuai dengan teori. Penambahan beban menghasilkan grafik yang linear terhadap deformasi struktur hanya setelah beban mencapai 0 KN. Nilai deformasi yang dihasilkan pun lebih besar daripada teori. Untuk mencapai batas deformasi 9 mm maka beban total yang diperlukan untuk melebihi syarat lendutan ini hanyalah 15 KN. Nilai ini masih melebihi beban layan total yang berkisar 13 KN. 4..4.1 Analisa Hasil Pengujian Meski diharapkan perilaku deformasi portal akibat pembebanan mendekati kurva teoritis pada Gambar 4.11a, namun ternyata lebih mendekati kurva teoritis pada Gambar 4.11b. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi beban tidak merata, yakni terfokus pada titik beban kiri dan kanan seperti pada Gambar 4.11b. Distribusi beban yang tidak merata ini terjadi akibat perbedaan kekakuan aktuator beban (H beam) IV-17

dengan kekakuan balok portal seperti digambarkan pada Gambar 4.13. Gambar 4.13 menunjukkan hilangnya deformasi yang seharusnya terjadi sebesar d akibat perbedaan kekakuan. Dalam hal ini, model perhitungan pra desain perlu disesuaikan dengan model pada Gambar 4.11b. Dengan asumsi keruntuhan terjadi akibat tekan pada segmen kolom terpanjang (1.1m), dengan persamaan (3.5) hingga (3.8) diperoleh kuat runtuh kolom tersebut adalah: Nn = 9.6 KN Gaya dalam yang terjadi pada batang kolom tersebut akibat P total = 1 KN adalah R = 0.5 KN. Sehingga secara teoritis, kolom tersebut akan runtuh pada beban P total = 9.6/0.5 = 59. KN = 6 ton. Pada kenyatannya, beban total yang menyebabkan keruntuhan adalah sebesar 9 ton sehingga perhitungan teoritis bersifat konservatif. Nilai P total yang konservatif dikarenakan nilai kuat tekan bambu yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai minimum yang didapat dari hasil uji tekan yakni 3 MPa, sedangkan nilai kuat tekan bambu sangat beragam. Nilai maksimum yang didapat dari uji tekan mencapai 40 MPa. Gambar 4.13 Ketidak idealan pengujian Meskipun Gambar 4.11b dapat memberikan gambaran mengenai distribusi beban yang terjadi pada pengujian, namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 1 cm hingga cm. Kedua kurva cenderung linear, namun berbeda pada gradien IV-18

kemiringan. Selain itu, kurva LVDT pada Gambar 4.11 menunjukkan ada suatu kondisi transisi sebelum kurva mencapai kondisi linear Dari penjabaran di atas, ada kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kurva ini, dimana kemungkinan ini dapat bersama-sama menimbulkan perbedaan pada kurva. 1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva. Seperti telah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien kemiringan pada Gambar 4.1 disebabkan oleh sifat bambu sebagai bahan alam yang memiliki geometri dan sifat mekanika bahan yang tidak seragam seperti sudah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda atap, sehingga input suatu nilai pada program analisa struktur, meskipun berdasarkan pengujian dan pengukuran tidak akan secara tepat mewakili kondisi bambu yang sebenarnya.. Kemungkinan kedua menjelaskan adanya suatu kondisi transisi sebelum kurva LVDT mencapai kondisi linear. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji. Sama seperti pada spesimen kuda-kuda, seluruh sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain dari adanya celah dan tali yang menghalangi kontak antar bambu (lihat gambar 4.14). Pembuatan sambungan seperti demikian akan menyebabkan perbedaan kekakuan sambungan antara spesimen uji dengan model SAP. Seiring naiknya beban, sambungan akan semakin kaku dan laju deformasi akan berkurang dan kurva deformasi akan menjadi linear setelah sambungan berada dalam kondisi mendekati ideal. Ada parameter yang perlu dijelaskan mengenai kondisi transisi dari grafik pada Gambar 4.11, yakni: deformasi yang diperlukan untuk mengakhiri kondisi transisi sebesar + 1cm dan gaya yang diperlukan untuk mengakhiri kondisi transisi transisi sebesar +1.5 ton. Penjelasan mengenai kedua hal di atas dapat dilihat pada Gambar 4.14 IV-19

a a) Sambungan ideal (rapat) Tali ijuk a Arah gerak batang a d) Contoh sambungan d' d b) Sambungan spesimen (tidak rapat) F R kd X(d) d f e) Deformasi pada tali c) Gaya-gaya yang terjadi saat sambungan merapat Gambar 4.14 Ketidak idealan sambungan Dengan: d adalah lebar celah antara batang penahan dengan tali d adalah tebal tali F adalah gaya yang menekan balok a R adalah gaya tahanan akibat kuat ikatan tali kd adalah gaya tahanan tali yang tertekan (analogi dengan pegas) f adalah gaya gesek yang terjadi antar bambu Dengan demikian, jika: Deformasi transisi yang terjadi, d trans = x(d) + d (4-1) Gaya transisi total yang terjadi, F trans = R + kd + f (4-) IV-0

Mempertimbangkan bahwa ada setidaknya 4 titik sambung yang memiliki ketidak idealan seperti pada Gambar 4.14, maka meskipun tidak dilakukan pengukuran secara pasti, namun angka-angka: d trans = + 1cm, dan F trans = + 1.5 ton masih merupakan angka-angka yang masuk akal untuk menjelaskan ketidak idealan grafik pada Gambar 4.11 4..5 Kesimpulan Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas struktur jauh melebihi beban rencana, sehingga membuktikan bahwa bambu dapat menjadi material yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan bila struktur bangunan bambu direncanakan dengan baik dalam merespon aliran beban. Kunci perencanaan yang diterapkan pada pembuatan spesimen sambungan adalah dengan memberi batang bambu tambahan yang dibaut untuk menahan geser dan dengan mengisi segmen-segmen bambu yang mengalami gaya jepit tegak lurus penampang dengan mortar. Kuat tekan bahan pengisi sendiri tidak terlalu menjadi persoalan. Hal ini ditunjukkan dengan kuat tekan bahan pengisi yang hanya berkisar 3 MPa dapat meningkatkan kekuatan struktur hingga 9 ton tanpa terjadinya pecah pada penampang. Percobaan ini juga menunjukkan bahwa kuat struktur sebenarnya jauh lebih besar dari kuat teoritis. Hal ini karena bambu adalah material alam yang memiliki keberagaman dari segi kuat material. Rentang antara kuat material minimal dan kuat material maksimal sangat jauh (Lihat BAB II), dan demi keamanan struktur, kuat material yang digunakan dalam perencanaan diambil di bawah kuat material minimal. Seperti pada proses pembuatan kuda-kuda, pembuatan spesimen percobaan memerlukan orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, tali ijuk dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari dimana portal selesai pada hari yang sama dengan kuda-kuda. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat. IV-1