BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BABI PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan. sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Judul. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. norma-norma yang berlaku. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis,

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

2016, No Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. belajar sehingga siswa memiliki pengalaman dan kemandirian belajar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi anak sebagai sosok kekuatan sumber daya manusia yang bermanfaat bagi Negara.

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat (Amri, 2010 : 13). Pendidikan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III SDN 01 PANDEYAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk. penting pada penentuan kemajuan suatu bangsa. Sesuai dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang makin. berkembang pesat dan arus globalisasi yang hebat maka muncullah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lain) dengan sengaja mentransformasikan warisan budaya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah dilakukan dalam konteks

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seorang atau. kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam usaha pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut suatu rencana dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

EKSPERIMENTASI ALAT PERAGA SIMETRI LIPAT DAN SIMETRI PUTAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI RESPON SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, moral, keimanan dan ketakwaan manusia (Syaefudin, 2005: 6).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

2015 PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK D ALAM RANGKA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PAD A MATA PELAJARAN TEKNOLOGI MEKANIK D I SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Sekolah Dasar. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut disusun standar pendidikan nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013, menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Meskipun kurikulum baru (kurikulum 2013) telah ditetapkan oleh pemerintah, namun pelaksanaannya terbatas hanya pada beberapa sekolah. Kurikulum sebelumnya yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan pemberlakuannya oleh permendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kurikulum ini masih dipakai dibeberapa sekolah. Dalam KTSP, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan untuk 1

2 memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada didaerahnya. Berkaitan dengan mata pelajaran fisika yang merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran fisika dalam KTSP adalah: (a) Agar siswa memiliki kemampuan untuk membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, (b) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain, (c) mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, (d) mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, (e) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dan (f) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Pencapaian tujuan pembelajaran fisika tersebut bergantung pada berbagai aspek yang saling berkaitan. Berdasarkan tujuan mata pelajaran Fisika tersebut, jelas bahwa aspek psikomotor maupun aspek afektif justru sangat penting untuk dinilai. Tanpa itu data yang dikumpulkan dalam penilaian menjadi kurang lengkap dan tidak bermakna (Arifin, 2009). Hamid (2008) juga menegaskan penilaian yang tidak menyeluruh mengakibatkan guru mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan pada akhir semester khususnya dalam pengisian rapor siswa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud

3 melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada siswa (BSNP, 2006). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh guru adalah memperbaiki kualitas proses belajar mengajar agar pembelajaran yang dilaksanakan dikelas sesuai dengan standar proses yang telah digariskan oleh pemerintah, yaitu proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah). Berdasarkan hasil diskusi dengan guru fisika disebuah sekolah di Kabupaten Kuantan Singingi diperoleh informasi bahwa pembelajaran yang diterapkan selama ini masih didominasi dengan metode ceramah, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan latihan soal, dan diberikan pekerjaan rumah. Guru jarang sekali melaksanakan praktikum dengan alasan menyita waktu dan tes-tes yang diberikan pada ujian nasional tidak berhubungan langsung dengan kegiatan praktikum. Guru juga tidak pernah menerapkan asesmen dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini berdampak dengan rendahnya kemampuan kognitif siswa, karena guru tidak pernah mengevaluasi proses pembelajaran dan memantau perkembangan siswa, sehingga tidak pernah dilakukan perbaikan pembelajaran. Dari hasil wawancara juga ditemukan bahwa keterampilan proses sains siswa belum diketahui karena selama ini guru tidak pernah memperhatikan keterampilan proses sains siswa. Guru hanya berfokus pada kemampuan kognitif siswa saja. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pembelajaran yang dapat memantau proses pembelajaran dan perkembangan siswa selama pembelajaran, salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan saintifik menggunakan penilaian otentik (authentic assessment). Pembelajaran semacam ini sangat relevan dengan kurikulum yang diterapkan saat ini sehingga tidak akan

4 dibuang. Penilaian otentik (Authentic assessment) ditekankan untuk memperoleh umpan balik sehingga dapat dilakukan perbaikan proses pembelajaran, penilaian otentik (authentic assessment) juga dapat digunakan untuk memonitor kemajuan siswa selama pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang agar siswa secara aktif membangun konsep, hukum atau prinsip secara mandiri melalui tahapan-tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengaosiasi/mengolah informasi, dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang telah ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. (Kemendikbud, 2013). Penilaian otentik (authentic assessment) merupakan suatu bentuk penilaian dimana para siswanya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna (Mueller, 2008). Penilaian otentik (authentic assessment) memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Karena, penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa. Oleh karena itu diharapkan dengan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment dapat memperbaiki proses pembelajaran dan implikasinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan saintifik (scientific approach), karena penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan siswa untuk menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan

5 keterampilan. Karenanya, penilaian otentik sangat relevan dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran di SMA. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment dalam mengembangkan kemampuan kognitif siswa dan keterampilan proses sains siswa sangat berkaitan. Kemampuan kognitif siswa jelas dapat dikembangkan karena pembelajaran yang dirancang memfasilitasi siswa untuk membangun konsep secara mandiri melalui tahapan-tahapan saintifik. Sementara keterampilan proses sains jelas dapat dikembangkan karena pendekatan saintifik merupakan pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik mengintegrasikan keterampilan proses sains kedalam sistem penyajian materinya secara terpadu. Penilaian kinerja sangat sesuai dalam melatihkan keterampilan proses sains (Stiggins, 1994; Marzano et al., 1994). Secara tidak langsung keterampilan proses dapat menunjang pemahaman siswa terhadap konsep tertentu, karena melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai rasa ingin tahu. Keterampilan proses sains, kemampuan kognitif dan authentic assessment memiliki hubungan yang saling berkaitan dan diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi persoalan belajar dan sebagai bekal kehidupan di masa mendatang. Penerapan pendekatan saintifik tidak lepas dari proses pembelajaran, oleh karena itu diperlukan wadah untuk mengimplementasikannya. Pada penelitian ini penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment diterapkan pada konsep suhu dan kalor. Konsep suhu dan kalor merupakan salah satu konsep yang banyak sekali ditemukan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan memahami materi tersebut. Konsep kalor juga memiliki tingkat keabstrakan yang tinggi, sehingga perlu dilakukan eksperimen untuk memahaminya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat pengaruh penerapan pendektan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment terhadap peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa kelas X.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa kelas X? Rumusan masalah di atas secara spesifik dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan kognitif siswa pada pembelajaran fisika sebagai impak penerapan pendekatan saintifik menggunakan authentic assessment? 2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran fisika sebagai impak penerapan pendekatan saintifik menggunakan authentic assessment? 3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment? C. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, maka dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan kognitif diukur dengan tes kemampuan kognitif (pretest dan posttest) hasilnya dihitung menggunakan gain yang dinormalisasi, peningkatan kemampuan kognitif dihitung untuk setiap pertemuan. Indikator kemampuan kognitif dibatasi pada aspek kognitif C 1 (mengingat), C 2 (memahami), C 3 (menerapkan), dan C 4 (menganalisis), dan meliputi dimensi pengetahuan K 1 (Faktual), K 2 (konseptual), dan K 3 (prosedural). 2. Peningkatan keterampilan proses sains diukur dengan menggunakan tes (pretest dan posttest) dan hasilnya dihitung menggunakan gain yang dinormalisasi. Peningkatan keterampilan proses sains dihitung untuk setiap

7 pertemuan. Peningkatan keterampilan proses sain yang diukur meliputi mengamati, mengidentifikasi variabel, memprediksi, berhipotesis, menginterpretasi data dan menyimpulkan. 3. Penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment dibatasi hanya pada standar kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi dan kompetensi pada kurikulum satuan tingkat pendidikan (KTSP) D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan kognitif siswa sebagai impak penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment. 2. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan keterampilan proses sains siswa sebagai impak penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment. 3. Mendapatkan gambaran tentang sikap siswa terhadap penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi pendekatan saintifik pada pembelajaran fisika menggunakan authentic assessment dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk berbagai kepentingan, seperti: guru-guru sekolah menengah, para mahasiswa di LPTK, praktisi pendidikan dan lain-lain.