BAB V PEMBAHASAN. A. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif berpengaruh positif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menciptakan siswa berpikir logis, rasional, kritis, ilmiah dan luas. Selain itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar. Pemahaman konsep

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB I PENDAHULUAN. ini mengakibatkan hasil belajar siswa belum mencapai taraf optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komputer dan Jaringan untuk kelas XI D memiliki kapasitas 36 orang siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Diberikannya pelajaran matematika untuk setiap jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif. pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. 1

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

ROSLIANA SITOMPUL* DAN DEBBIE GUSTRINI ARUAN**

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. penting upaya peningkatan mutu pendidikan matematika secara keseluruhan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, khususnya di SD. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

NICO SATYA YUNANDA A54F100019

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

BAB I PENDAHULUAN. berproses secara efektif dan efisien tanpa adanya model pembelajaran. Namun

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DAN THINK PAIR SHARE DI SMA NEGERI PURWODADI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan siswa tidak menyukai belajar matematika, karena mereka

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan yang berada di Salatiga. Sekolah ini memiliki 33 orang guru dan

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan. Kemungkinan guru dalam menyampaikan materi saat proses

BAB V PEMBAHASAN. mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tabel yang menggambarkan. matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol.

Kata Kunci: Hasil Belajar, kesebangunan, simetri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar, terprogram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

SETI YANINGSIH NIM : A

Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas V SDN Kedung Banteng

Oleh: Asis Nuansa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta 2015 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Media Group, 2007, hlm 5. 1 Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, Yogyakarta, Arruz

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V DISKUSI HASIL PENELITIAN. Kriteria utama untuk mengajar dengan efektif ialah apakah mengajar itu

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

Nur Cholisah Matematika, FMIPA, UNESA Kampus Ketintang Surabaya 60231, telp (031) , Ps. 304,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan umum pendidikan masa kini adalah untuk memberi bekal agar kita

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya prestasi belajar tersebut berkaitan dengan beberapa faktor. Banyak

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

BAB I PENDAHULUAN. keliru, karena untuk mencapai suatu pola pikir yang baik membutuhkan proses

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan

Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengelompokan Hewan Berdasarkan Makanannya Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD di Kelas IV SD Negeri 2 Wombo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh kalangan, keberadaannya yang multifungsional menjadikan pendidikan. merupakan tolak ukur yang utama dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas. yang berhubungan dengan pelajaran tersebut.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. menjadi kader-kader pembangun bangsa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

permasalahan untuk merangsang pemikiran siswa supaya siswa dapat lebih aktif menjawab pertanyaan, mampu memecahkan masalah dengan mudah dan dapat

Jurnal Paradigma, Volume 10, Nomor 1, Januari 2015

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Pengujian yang dilakukan pada hasil penelitian, menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama melaksanakan pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang dicapainya. Besarnya pengaruh diketahui sebesar 85%, sedangkan hubungan pengaruh antara aktivitas siswa dengan hasil belajar dinyatakan oleh persamaan Y = 3,945 + 0,921X. Harga 3,945 merupakan nilai konstanta yang menunjukkan bahwa jika seorang siswa tidak mempunyai aktivitas, maka hasil belajar siswa bernilai 3,945. Sedangkan harga 0,921 merupakan koefisien regresi yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan skor aktivitas siswa sebesar 1, maka akan diiringi kenaikan nilai hasil belajar sebesar 0,921. Tingginya pengaruh aktivitas siswa dalam menentukan hasil belajar dikarenakan pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Selama siswa terdorong mengikuti prosedur yang ditentukan, maka pemahaman terhadap konsep materi akan mudah dicapai. Sebaliknya, siswa yang acuh dan tidak peduli pada langkah-langkah pembelajaran, cenderung kesulitan memahami materi yang dipelajari. Sebagai contoh pada indikator mendengarkan penjelasan/percakapan dalam diskusi kelompok, siswa yang terlihat diam bukan berarti ia 113

114 mengikuti dengan seksama apa yang sedang dibahas oleh anggota kelompoknya. Melainkan itu hanya sikap ketidakpedulian atas model pembelajaran yang sedang diterapkan. Siswa yang aktif akan selalu berusaha mencari tahu dengan cara bertanya kepada teman lain untuk kemudian menentukan cara-cara penyelesaiannya. Pada contoh indikator lainnya, yaitu mampu mengubah permasalahan yang ada di lembar kerja menjadi kalimat matematika. Disini siswa ditekankan untuk menghargai proses dalam setiap penyelesaian masalah. Siswa yang aktif akan segera melakukan penalaran (sesuai dengan kemampuannya) agar permasalahan yang diberikan bisa terselesaikan. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan John Dewey, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri. Inisiatif harus datang dari siswa itu sendiri, peran guru sekedar sebagai pembimbing dan pengarah. 1 Efektifitas pembelajaran akan diperoleh manakala siswa punya dorongan dari dalam dirinya untuk belajar. Dengan adanya kesadaran belajar yang tinggi, maka internalisasi materi itu berlangsung tanpa disadari oleh siswa sendiri. Syaiful Bahri Jamarah juga menyebutkan, salah satu tolok ukur keberhasilan siswa adalah timbulnya motivasi intrinsik (dorongan dari dalam diri siswa) untuk belajar lebih lanjut. 2 Dari sini semakin jelas bahwa motivasi siswa untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran 1 Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 196. 2 Syaiful Bahri Jamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 87

115 memegang peran penting dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Siswa yang aktif cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dan berawal dari rasa ingin tahu inilah pemahaman baru dapat terbentuk. B. Penggunaan pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hasil uji beda antara nilai kelompok siswa yang belajar menggunakan model kooperatif dengan siswa yang belajar menggunakan model konvensional menunjukkan adanya perbedaan. Dimana nilai yang diperoleh melalui model kooperatif lebih baik dibandingkan melalui model konvensional. Itu artinya ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan pembelajaran kooperatif dalam mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hasil tersebut dimungkinkan karena siswa yang belajar secara kooperatif memiliki kesempatan untuk berperan aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran, saling berinteraksi dengan teman dalam kelompok, saling bertukar pikiran, sehingga kemampuan berpikir mereka berkembang. Pada saat mereka dihadapkan pada suatu permasalahan, mereka berlatih mengkreasikan penalarannya, bertanya, dan menyampaikan tanggapannya. Jadi siswa tidak tidak hanya belajar dengan cara menghafal tanpa memperdalam dan memperluas pemikirannya, tapi juga melalui aktivitasaktivitas mental yang ikut berperan mencapai pemahaman. Hal inilah yang pada akhirnya banyak membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

116 Sejalan dengan hasil penelitian di atas, Sharan sebagaimana dikutip Isjoni mengemukakan bahwa siswa yang belajar menggunakan cooperative learning akan memiliki motivasi tinggi sehingga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik dan kemampuan berpikir kritis. 3 Peningkatan hasil akademik disebabkan oleh karakteristik pembelajaran kooperatif yang memiliki banyak kelebihan, sebagaimana dikemukakan Wina Sanjaya berikut: 4 1. Siswa tidak terlalu tergantung pada guru, tapi dapat menambah kemampuan berfikir sendiri, dan belajar dari siswa yang lain. 2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ideide orang lain. 3. Dapat membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. 4. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. 5. Dapat menjadi sarana mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. 6. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, dan menerima umpan balik. 3 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2012), 23. 4 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), 247.

117 7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. 8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Dari keunggulan di atas, ada beberapa aspek yang bisa dimaksimalkan saat pembelajaran dijalankan menggunakan model kooperatif, seperti kemandirian, respek, tanggungjawab belajar, dan lain-lain. Banyaknya aspek yang positif ini semakin memberikan keyakinan bahwa penggunaan pembelajaran ini akan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa, khususnya berkaitan dengan rendahnya nilai hasil belajar. Demikian halnya seperti yang ditegaskan oleh Farida Rahim, bahwa belajar kooperatif merupakan cara praktis untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam memperoleh keberhasilan belajar. 5 Dalam hal ini ia menunjuk heterogenitas anggota kelompok sebagai unsur yang paling berperan menentukan keberhasilan. Dengan adanya kemampuan dan latar belakang kemampuan yang berbeda, para siswa bisa mengambil berbagai keuntungan. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi masing-masing sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. C. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Pengujian selanjutnya pada penelitian ini, menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama melaksanakan pembelajaran kontekstual berpengaruh 5 Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 27.

118 positif terhadap hasil belajar yang dicapainya. Besarnya pengaruh diketahui sebesar 83%, sedangkan hubungan pengaruh antara aktivitas siswa dengan hasil belajar dinyatakan oleh persamaan Y = 4,467 + 0,911X. Harga 4,467 merupakan nilai konstanta yang menunjukkan bahwa jika seorang siswa tidak mempunyai aktivitas, maka hasil belajar siswa bernilai 4.467. Sedangkan harga 0,911 merupakan koefisien regresi yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan skor aktivitas siswa sebesar 1, maka akan diiringi kenaikan nilai hasil belajar sebesar 0,911. Pengaruh yang ditunjukkan termasuk kategori sangat tinggi mengingat selama menjalani pembelajaran kontekstual, siswa dituntut berperan aktif menemukan konsep secara mandiri. Aktivitas yang dimaksud mengikuti langkah-langkah yang ada pada lembar kerja, dan menuntunnya sampai menemukan kesimpulan akhir. Sehingga tanpa menunjukkan sikap aktif di kelas, maka kecil kemungkinan ia mampu menemukan kesimpulan itu dan memahami konsep materi secara utuh. Inilah yang pada akhirnya menentukan hasil belajar yang ia peroleh. Di sisi lain, pembelajaran konntekstual juga menuntut siswa aktif menemukan hubungan antara materi baru yang sedang dipelajari dengan situasi nyata. Hal ini bisa dilakukan dengan cara tanya jawab dengan guru. Sebagai salah satu indikator aktivitas siswa, tanya jawab bersama guru merupakan hal penting terutama saat siswa menemukan kesulitan dalam mengetahui untuk apa materi tersebut dipelajari dan apa manfaat yang bisa

119 mereka ambil. Seperti diketahui, ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual. Tingginya pengaruh aktivitas siswa dalam mempengaruhi hasil belajar ini sejalan dengan pendapat R. Ibrahim, bahwa dalam proses belajar mengajar yang memuat komponen inkuiri dan pemecahan masalah, peranan siswa lebih besar. Siswa tidak diberi bahan ajar yang sudah jadi atau sudah selesai untuk tinggal mengahafal, tetapi diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, dan penyimpulan oleh siswa sendiri. Dalam strategi belajar mengajar yang demikian, siswa berperan lebih aktif. 6 Bagaimanapun, pembelajaran kontekstual telah memberikan wadah untuk menemukan pemahaman sendiri melalui pengalaman langsung. Namun hal itu juga harus ditunjang oleh aktivitasaktivitas yang muncul saat menjalani pembelajaran di kelas. Semakin tinggi aktivitas pembelajaran itu muncul, maka ia akan lebih mudah memahami konsep yang dipelajari dan akhirnya memperoleh hasil belajar yang memuaskan. D. Penggunaan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hasil uji beda antara nilai kelompok siswa yang belajar menggunakan pendekatan kontekstual dengan siswa yang belajar menggunakan model konvensional menunjukkan adanya perbedaan. Dimana nilai yang diperoleh melalui pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan melalui model 33. 6 R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),

120 konvensional. Itu artinya ada pengaruh yang signifikan dari pembelajaran kontekstual dalam mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hasil ini sesuai dengan pendapat Elaine B. Johnson. 7 Menurutnya, tidak ada tujuan lain di benak para penganjur pembelajaran kontekstual selain ingin menolong siswa agar mencapai keunggulan akademik. Banyak guru telah menyadari bahwa pembelajaran kontekstual menolong siswa menguasai materi akademik yang sulit baik siswa yang yang sulit maupun mudah belajarnya. Demikian juga dengan Munadi yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor psikologis. Setiap siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, sehingga turut mempengaruhi hasil belajarnya. 8 Dan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memberi perhatian penuh pada kondisi psikologis siswa selama proses pembelajaran, utamanya pada minat dan motivasi belajar. Siswa tidak langsung diberikan materi ajar, tapi diawali dengan pengalaman nyata sehari-hari. Adanya peningkatan minat belajar merupakan faktor utama penentu hasil belajar yang tinggi. Hal ini dari respon siswa pada saat melangsungkan pembelajaran. Mereka lebih antusias dalam mengikuti pelajaran dengan melakukan beberapa percobaan. Selain itu siswa juga sangat memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Kerjasama dan partisipasi antar siswa tampak melalui percobaan-percobaan yang dilakukan, sehingga mereka 7 Elaine B. Johson, Penerj. Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2014), 301. 8 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2012), 124.

121 dapat bertukar fikiran untuk memecahkan masalah yang diberikan. Melalui beberapa hal tersebut, pada akhirnya siswa dapat mempersentasikan temuannya. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa raihan hasil belajar tinggi yang disebabkan oleh penggunaan pembelajaran kontekstual adalah hal yang wajar, mengingat pendekatan pembelajaran ini memberikan suasana baru dibanding kegiatan pembelajaran konvensional, sehingga pembelajaran berlangsung dengan efektif dan menyenangkan. Berbeda dengan kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional, suasana pembelajaran yang tercipta cenderung monoton dan kurang dapat memotivasi siswa dengan baik, sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan berimbas pada hasil belajar yang kurang memuaskan. E. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif, kontekstual, dan konvensional. Hasil uji beda antara nilai dari tiga kelompok perlakuan, yakni kelompok siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran konvensional menunjukkan adanya perbedaan. Jika diperingkat, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memberikan hasil paling baik, kemudian diikuti pembelajaran kontekstual, dan yang terakhir pembelajaran konvensional. Hasil di atas sesuai dengan pandangan Hamzah B. Uno yang menyebut bahwa pembelajaran kooperatif dan kontekstual merupakan jenis pembelajaran inovatif, yang dilakukan untuk mengoptimalkan pencapaian

122 semua hasil belajar siswa dan mengakomodasi sebanyak-banyaknya perbedaan siswa. 9 Guru dalam hal ini berperan membimbing dan menuntun siswa menemukan kesimpulan akhir, bukan menyampaikan secara langsung konsep materi sebagaimana pada pembelajaran konvensional. Keduanya juga menjadikan siswa sebagai subyek belajar, di samping juga memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan pemahaman sendiri. Bedanya, pada pembelajaran kooperatif pemahaman itu lebih dominan didapat melalui interaksi dan tukar menukar pendapat antar sesama teman, sedangkan pada pembelajaran kontekstual pemahaman itu didapat melalui pengaitan materi dengan situasi nyata. Jika dicermati lebih lanjut, ada beberapa unsur pembelajaran kontekstual yang masuk dalam pembelajaran kooperatif. Seperti contoh kegiatan membuat hubungan yang bermakna, sebagai unsur penting pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa secara tidak langsung juga menerapkannya. Pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan diskusi juga memunculkan pendapat-pendapat dari siswa berkenaan dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal ini dilakukan dengan saling bertukar pandangan, sehingga memberi mereka kesempatan untuk saling mengkoreksi apabila ada kesalahan menangkap isi materi. Hal inilah yang menjadi alasan pembelajaran kooperatif memberikan hasil belajar yang lebih baik di antara yang lain. 9 Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan, 311-312.