Mass Transit System dan Peta Skematik Selasa, 15 November Dosen Kelas: Adi Nugroho. Tujuan:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang No Kota Tahun Berdiri Populasi Panjang jalur

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

BAB 4 KONSEP DESAIN. satu dengan yang lainnya. Garis sebagai pattern atau pola juga dapat

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. Angkutan umum merupakan sarana untuk memindahkan barang dan orang

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB II Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pandangan Responden Terhadap Proyek Monorel (MRT) di Jakarta Riset dilakukan pada: November 2013 Berdasarkan panelis dari Nusaresearch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

Merumuskan pola penggunaan/pemilihan moda penduduk Jakarta. Merumuskan peluang perpindahan penggunaan moda dari kendaraan pribadi ke BRT di Jakarta.

BAB I. Indonesia adalah Negara yang terdiri atas ± pulau, sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN

DAYA LAYAN HALTE BATIK SOLO TRANS DI KOTA SURAKARTA, KABUPATEN BOYOLALI, KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN SUKOHARJO. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. itu berdasarkan beberapa indikasi, seperti jumlah kelahiran penduduk dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB III METODOLOGI. 3.1 Persiapan

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Surat Pernyataan... Lembar Pengesahan Tugas Akhir... Tanda Lulus Mempertahankan Tugas Akhir...

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dua dekade terakhir, terutama dalam bidang kenyamanan dan keamanan

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat pada saat

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan transportasi meningkat dengan pesat sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, saat ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Medan, disamping sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan dalam mencari alat transportasi tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Mass Transit System dan Peta Skematik Selasa, 15 November 2011 Dosen Kelas: Adi Nugroho Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan rancangan sistem tanda dalam sebuah ruang publik yang berkaitan dengan pergerakan massa dan interaksinya. 2. Mahasiswa mengetahui apa itu peta skematik dan perancangannya. Abstraksi: Sebagai desainer, sebaiknya kita selalu memulai dengan mengamati lingkungan sekitar (konteks: desain informasi dan terapannya ke dalam sistem pergerakan manusia). - Manusia selalu berpindah dari satu titik ke titik lain. Dengan berpindah maka manusia membutuhkan informasi dari mana, kemana, dimana, dan bagaimana (menuju ke tempat tujuan berpindah). - Dalam beberapa negara yang lebih teratur dan disiplin, perpindahan tempat diatur dengan baik menggunakan beberapa moda transportasi yang dapat diandalkan (reliable). - Moda transportasi tersebut juga memiliki sistem desain informasi yang kredibel, mudah diakses, dan dipahami sehingga memudahkan pergerakan manusia dari satu titik ke titik lain bahkan bagi orang yang tidak memahami konteks/budaya/bahasa lokal (setempat). - Berdasar pengamatan sekitar anda, deduksi umum yang bisa diambil mengenai moda transportasi umum (bus) di Indonesia (dalam konteks desain informasi) : (1). Tidak memiliki desain/sistem identifikasi > pengusaha otobus kadang menerapkan sistem grafis visual gaul tanpa dasar, tanpa konsep dan hanya untuk menarik perhatian > contoh : bus antar kota dengan stiker Tom & Jerry atau Michael Schumacher dan mobil Formula 1. (2). Tidak ada konsistensi desain/sistem identifikasi > manusia pengguna moda transportasi tidak tahu jurusan (kemana harus berpindah) > hanya mengandalkan memori > bagaimana dengan penumpang baru? (3). Karena tidak ada sistem identifikasi > manusia pengguna tidak tahu jalur mana saja yang dilewati > tidak ada peta jaringan rute (trayek) (4). Karena tidak tahu trayek > tidak tahu tempat pemberhentian > bisa berhenti dimana saja (dengan logika sebaliknya, bisa naik di mana saja) > alamat palsu? > dampak sosial dan ekonomi : kemacetan dimana-mana (5). Akibat tidak ada kepastian jadwal > manusia pengguna tidak memiliki kebiasaan menghargai waktu. - Sementara desain informasi dibutuhkan supaya manusia dapat membuat keputusan dengan efektif dan efisien (materi pertemuan information design & mapping). Gambar 1. Sistem grafis gaul untuk menarik perhatian. Tidak ada kesadaran penerapan desain informasi. Bagi pengguna baru bus ini liar jurusannya, bisa membawa ke alamat palsu.

Transportasi Publik di Indonesia Pemerintah Indonesia mulai menerapkan perbaikan sistem transportasi publik dalam bentuk Bus Rapid Transit (BRT) yang diinisiasi di Jakarta pada 2004, dan menjadi program nasional dengan Trans Jogja mengikuti pada tahun 2008, Trans Semarang pada tahun 2009. Di beberapa kota besar lain di Indonesia juga telah diterapkan, namun tidak akan dibahas di sini. BRT memiliki karakteristik sebagai berikut (Levinson et al, 2002) : (1) Memiliki jalur khusus bus atau bus lane (2) Berhenti hanya pada halte yang ditentukan (3) Kapasitas kendaraan besar sekali angkut namun tetap nyaman (4) Rute disebut dengan koridor dan terintegrasi dengan moda transportasi lain (5) Memiliki sistem koleksi tarif (6) Menerapkan Intelligence Transportation System dimana pergerakan bus bisa dipantau dari jarak jauh melalui satu sistem kontrol terpusat dengan dukungan teknologi informasi terkini Dari beberapa karakteristik tersebut di atas akan muncul ranah desain informasi yang dapat diolah oleh desainer komunikasi visual dengan elemen grafis : tipografi, warna, ikon, logo, simbol, dan kombinasi elemen tersebut. (1). Karena BRT memiliki jalur khusus bus (bus lane) yang disebut dengan koridor, maka sistem identifikasi koridor menggunakan warna untuk membedakan koridor satu dengan yang lain (jurusan satu dengan jurusan lain) menjadi elemen visual yang penting. (2). BRT juga berhenti hanya pada halte yang ditentukan, maka informasi yang harus didesain adalah: nama halte sebagai identifikasi tempat, peta skematik jaringan koridor, informasi arus (keluar, masuk, jalur perpindahan koridor, dsb), informasi pendukung lain. (3). Kapasitas kendaran besar sekali angkut namun tetap mengedepankan kenyamanan, maka desain informasi yang diolah adalah informasi kapasitas angkut; batasan penumpang duduk dan berdiri; ruang khusus bagi lansia, wanita, anak2, dan kaum difabel; informasi halte pemberhentian dan jalur koridor, informasi tarif, dsb. (4). Rute yang disebut koridor terintegrasi dengan moda transportasi lain, berarti desainer harus bisa memberikan informasi yang jelas kapan pengguna harus berpindah tempat dan menggunakan moda transportasi jenis apa; tarifnya berapa, apakah ada tambahan biaya atau tidak, dsb. (5). Memiliki sistem koleksi tarif, maka desainer harus dapat mengolah desain informasi dalam bentuk grafis tiket; informasi biaya atau tarif; dimana tiket dapat dibeli; tampilan interaktif dari mesin tiket, dsb. (6). Karena BRT menerapkan ITS maka informasi mengenai kapan bus datang dan berangkat; kapan bus berikutnya akan datang; berapa interval waktu kedatangan bus satu dengan yang lain; dsb harus di desain. Catatan : sayangnya elemen karakteristik 2 hingga 6 di Indonesia belum tergarap serius oleh pemerintah, bahkan boleh dibilang tidak ada sama sekali. Desain informasi pada mass transit system dapat dikatakan berhasil apabila : (1). Memiliki sistem visual yang terintegrasi, (2). Konsistensi penggunaan tipografi, warna, dan elemen grafis, (3). Ada kategorisasi desain, (4). Munculnya pemaknaan dan kontekstualitas desain

Gambar 2. Sistem Grafis Bus Transjakarta. Gambar 3. Inkonsistensi penerapan desain informasi di halte Transjakarta. Inkonsistensi akan menimbulkan kebingungan dan pemahaman informasi tidak akan maksimal 100%. Gambar 4. Kondisi bus Trans Semarang dan pewarnaan halte yang tidak menunjukkan konsistensi identitas. Patut dipertanyakan apakah pemilihan warna dipengaruhi dan memilki motif politik pemerintah lokal.

Contoh desain informasi yang berhasil, diterapkan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Terminal 3 awalnya didesain sebagai terminal domestik untuk penerbangan terjangkau (low cost carrier). Kini terminal 3 juga melayani penerbangan internasional. Gambar 6. Integrasi sistem visual grafis di Terminal 3, dominan wana kuning dan biru serta warna turunan keduanya. Gambar 7. Desain informasi pada counter check-in keberangkatan dengan tingkat readiblity dan legibility yang tinggi, memudahkan pengguna yang belum pernah menginjak terminal 3 untuk mengambil keputusan secara efektif dan efisien. Gambar 8. Grafis penanda tempat keberangkatan (boarding lounge) yang efektif dan menggugah pemaknaan visual

Peta Skematik Dalam Geographical Information System (GIS), peta dibagi menjadi dua kategori yaitu (1). Peta Geografis, dan (2). Peta Skematik. Peta geografis memiliki karakteristik: (a). dibuat beradasar kondisi geografis, (b). elemen peta dibuat mengikuti kontur dan alur aslinya. Sementara peta skematik memiliki karakteristik: (a). peta berupa garis lurus skematik, (b). garis skematik yang digunakan kebanyakan menggunakan sudut tertentu seperti 0, 45, dan 90 derajat, (c), memiliki pola dan skenario yang digunakan khususnya untuk memberi informasi penggunaan sistem transportasi (Avelar, 2008). Gambar 9. Contoh peta geografis kota Semarang, hak cipta Google Maps. Gambar 10. Contoh peta skematik jaringan bus di Washington DC. Amerika Serikat

Perancangan Peta Skematik Perancangan peta skematik dapat dimulai dengan memperhatikan kriteria berikut : (1). Penyederhanaan bentuk, (2). Mempertahankan relasi geometrik peta skematik dengan mendekati kondisi topografi sesungguhnya. Gambar 11. Mempertahankan relasi geometrik melalui penyederhanaan skematik (Young, 2010) Pada gambar 11, sebagai contoh : A adalah Utara, B adalah Barat Laut dan C adalah Barat Daya. Bagian kanan adalah peta skematik dari 1 (sisi kiri). Dengan relasi antara A, B dan C serupa namun disederhanakan dan mengalami distorsi dari bentuk aslinya sebagaimana digambarkan pada peta 2 (sisi kanan). Metode Identifikasi, Isolasi dan Potong (Young, 2010) dapat diterapkan untuk merancang peta skematik. 1. Gunakan peta geografis, lalu identifikasi jalur yang ingin anda buat peta skematiknya. 2. Isolasi (pisahkan) beberapa poin penting yang diperlukan dan potong dari peta geografis tersebut ke dalam bentuk grid.

3. Sederhanakan, tambahkan ikon, logo, dan simbol pendukung informasi. Selalu terapkan konsistensi bentuk, warna, dan tipografi. Beberapa contoh peta skematik :