BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rajawali (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ageng Tirtayasa Banten terhadap Pelayanan SPP Online Bank BTN Cabang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Pasar menjadi semakin luas dan peluang ada dimana-mana, namun sebaliknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB I PENDAHULUAN. membuat persaingan menjadi kuat dan saling berkompetisi dengan perusahaan lain

MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, trend gaya hidup berolahraga sedang marak di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI. kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang

BAB I PENDAHULUAN. laba, untuk itu seorang manajer harus dapat menentukan suatu kebijaksanaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. atau jasa yang sebenarnya. Suatu perusahaan dapat mengambil langkah-langkah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini orientasi pemasaran untuk setiap bidang usaha mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan Customer Relationship Management atau manajemen hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ukuran relatif atas suatu barang atau jasa yang dinilai dari atribut, desain, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II URAIAN TEORITIS. Krisviyanti (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di bidang bisnis merupakan kegiatan yang komplek dan beresiko

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. waktu ke waktu. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari dengan luas ruang penjualan ±

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya. Salah satunya terjadi di bidang otomotif. Makin banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Customer Relationship Management

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang

TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pengaruh era globalisasi berdampak cukup tinggi pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan peningkatan yang signifikan pada periode pasca krisis moneter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang word of mouth

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. memuaskan kebutuhan keinginan dan harapan pelanggan. Pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berpusat pada produk, namun berkembang kepada penciptaan nilai bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BABA II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. yang sangat berarti pada kualitas pelayanan sehingga mempengaruhi pada tingkat

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sakit adalah kemampuan rumah sakit dalam memberikan layanan kepada pasien.

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 KEPUASAN KONSUMEN PADA DIVISI SERVICE PT ANZON AUTO PLAZA DI PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kepuasan kepada pelanggan secara maksimal, karena pada dasarnya tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut

ANALISA PENGARUH KUALITAS JASA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ALFABANK DI SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

BAB I PENDAHULUAN. mampu menciptakan dan memelihara hubungan baik dengan lingkungan luarnya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Artinya keberhasilan sebuah bisnis kuliner dalam. tepat serta hubungan baik yang dijalani dengan konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. teknologi, konsumen, pemasok atau supplier, dan terutama persaingan).

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan asset jangka panjang. Hal ini didukung oleh Kotler (2000) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia hiburan pada kehidupan sekarang sudah semakin maju, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan globalisasi yang melanda dunia saat ini, dunia bisnis tidak lagi

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PENUMPANG KERETA API BISNIS SENJA KEDIRI PADA PT. KAI (DAOP VII) MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan bahkan dapat mencapai target omset yang terus meningkat.

I. PENDAHULUAN. Pada prinsipnya setiap perusahaan dalam menjual produk-produknya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001:6), kondisi fisik

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan pesat industri seluler meningkatkan persaingan bisnis

PENDAHULUAN. yang mendorong semua sektor usaha untuk menambahkan jasa atau pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi usaha perhotelan, karena

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Rajawali (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Hubungannya dengan Loyalitas Konsumen Carrefour di Kota Medan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, dengan jenis penelitian studi kasus yang didukung oleh survey, dan sifat penelitian adalah descriptive explanatory research. Penelitian ini dilakukan di pusat pembelanjaan Carrefour dengan mengambil 100 orang sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan secara serempak berpengaruh terhadap kepuasan konsumen dan kepuasan mempengaruhi loyalitas konsumen untuk berbelanja di Carrefour. Namun secara parsial, variabel yang paling berpengaruh di Carrefour adalah variabel responsiveness. Koefisien determinasi yang diperoleh adalah sebesar 56,4%. 2.2. Teori tentang Eceran (Retailer) Kotler dan Amstrong (2001: 61) menyatakan pengeceran (retailing) adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi non-bisnis. Sedangkan pengecer (retailer) adalah bisnis yang penjualannya terutama diperoleh dari pengeceran. Supermarket adalah toko dengan ukuran relatif besar, berbiaya rendah, bermarjin rendah, bervolume

besar, dan swalayan yang didesain untuk melayani beragam kebutuhan konsumen akan makanan, pencuci pakaian, dan produk perawatan rumah. 2.3. Teori tentang Pelayanan 2.3.1. Pengertian Pelayanan Pelanggan Dalam suatu bisnis, selain produk, pelayanan terhadap pelanggan juga memegang peranan yang sangat penting. Pelayanan tersebut merupakan nilai tambah terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Dalam persaingan bisnis saat ini, faktor harga bukan lagi merupakan satu-satunya penentu minat pasar untuk membeli produk, tetapi kualitas dari produk serta kualitas pelayanan perusahaan juga menjadi penentu minat pasar terhadap suatu produk. Orientasi pemasaran modern saat ini tidak lagi terbatas untuk mencari laba yang sebanyak-banyaknya (profit oriented) tetapi bagaimana mampu secara terpadu dengan berbagai departemen yang ada, secara terkoordinasi berusaha untuk dapat memuaskan konsumen atau pelanggan (customer satisfaction). Pada saat sekarang ini, pengertian pelayanan tidak terbatas pada distribusi fisik saja, bahkan pelayanan sudah menjadi bentuk usaha yang sangat banyak ragamnya serta sangat dibutuhkan pada masyarakat modern sekarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kotler (2004: 54), pengertian pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Pelayanan yang diberikan dengan sebaik-baiknya diharapkan dapat memuaskan konsumen dalam menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan, pada tahap selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan konsumen pengguna produk atau jasa tersebut sebanyak mungkin serta mampu mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Menurut Gerson (2002: 35), layanan pelanggan tidak hanya berarti produk yang kualitasnya tinggi, meskipun produk kualitas tinggi adalah bagian penting dari layanan pelanggan. Masyarakat tidak akan mentolerir produk jelek, mereka akan mengembalikannya dan membeli di tempat lain. Maka itu, perusahaan harus menjual produk yang berkualitas kepada pelanggan untuk memenangkannya, kemudian perusahaan harus memberi layanan pelanggan yang superior untuk mempertahankannya. Perusahaan dalam rangka memuaskan konsumennya berusaha memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen. Pelayanan tersebut bersifat non fisik, tetapi dalam pelaksanaannya harus didukung oleh fasilitas pendukung yang berbentuk fisik, seperti mesin kasir, komputer, faksimile, tempat parkir, tempat penitipan barang, dan lain sebagainya. Dalam pemasaran, konsumen memilih para penyedia barang (termasuk swalayan) atas dasar pengalaman mereka setelah menerima pelayanan dari perusahaan, mereka membandingkan pelayanan yang dirasakan dengan pelayanan yang dikehendaki. Jika pelayanan yang dirasakan berada di bawah pelayanan yang diharapkan, konsumen akan kehilangan kepercayaan kepada perusahaan tersebut. Jika

pelayanan yang dirasakan sesuai dengan kualitas yang dikehendaki, mereka akan menggunakan lagi produk atau jasa tersebut. Oleh karena itu, kualitas pelayanan dalam hal pemasaran memegang peranan yang sangat penting, karena dapat membina komitmen konsumen terhadap perusahaan atau terhadap produk maupun jasa yang diberikan. Adanya komitmen ini akan meningkatkan pembelian kembali oleh pelanggan sekaligus akan menjadi promosi secara tidak langsung kepada calon-calon pelanggan yang lain. Kartajaya (2001: 57) menyatakan bahwa layanan tidak bisa diberi harga, layanan pelanggan akan membalas, yaitu bertahannya pelanggan dalam jangka waktu lama. Selanjutnya menurut Gerson (2002: 40), seorang pelanggan yang kecewa akan bercerita kepada 10 orang lain, dan 13% dari mereka akan bercerita kepada 20 orang tentang masalahnya. Sedangkan pelanggan yang senang atau yang keluhannya diselesaikan akan bercerita kepada 3-5 orang tentang pengalaman positif mereka. Menurut Wellingtong (1998: 92) ada beberapa hal yang membuat pelanggan tidak puas, yakni kurangnya komunikasi internal, kurangnya motivasi staf dan/atau usaha membuat staf menjadi mampu, kurangnya riset, kurangnya komunikasi dengan pemasok, kurangnya visi dan/atau komitmen dari manajemen. 2.3.2. Kualitas Pelayanan Meningkatkan kualitas pelayanan merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh pihak produsen kepada pelanggan karena tanpa pelayanan yang berkualitas sulit bagi suatu bisnis produk/jasa untuk berkembang.

Tjiptono (2006: 34) menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Sedangkan menurut Payne (2001: 50), kualitas pelayanan berkaitan dengan kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Kualitas pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan konsumen yang diberikan oleh perusahaan yang menawarkan produk/jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sektor produk/jasa tergantung pelayanan yang ditawarkan. Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk selalu memahami dengan seksama harapan-harapan para pelanggan. Pada gilirannya, kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas konsumen. Salah satu cara yang dapat dilakukan pihak manajemen untuk mempermudah pengambilan tindakan perbaikan kualitas pelayanan dengan menetapkan standar kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan. Jika pelayanan tidak memenuhi standar yang ditetapkan,

berarti diperlukan perbaikan agar permasalahan yang sama tidak terulang di masa mendatang. Menurut Lamb, et.al. (2002: 121), pelanggan mengevaluasi kualitas layanan berdasarkan lima komponen berikut ini: 1. Assurance is the knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust. Skilled employees who treat customers with respect and make customer feel that they can trust the firm exemplify assurance. 2. Empathy is caring, individualized attention to customers. Firms whose employees recognize customers, call them by name, and learn their customers specific requirements are providing empathy. 3. Reliability is the ability to perform the service dependably, accurately, and consistently. Reliability is performing the service right the first time. This component has been found to be the one most important to consumers. 4. Responsiveness is the ability to provide prompt service. Examples of responsiveness include calling the customer back quickly, serving customer who is in hurry, or printing a transaction slip immediately. 5. Tangibles are the physical evidence of the service. The tangible parts of a service include the physical facilities, tools, and equipment used to provide the service, such as an ATM, and the appearance of the personnel. Menurut Tjiptono (2006: 10) terdapat lima dimensi utama kualitas pelayanan, yaitu:

1. Jaminan (assurance), yakni mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya; resiko ataupun keraguan. 2. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 3. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 4. Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap. 5. Bukti fisik (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Perusahaan jasa berupaya member kepuasan kepada pelanggan bila ingin memenangkan persaingan. Oleh sebab itu, manajer suatu perusahaan jasa harus mendesain strategi dengan meningkatkan kualitas jasa secara terus menerus. Menurut Gaspersz (2002: 10), atribut yang diperhatikan dalam pelayanan kualitas jasa adalah: 1. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses. 2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, sperti petugas keamanan, kasir dan penerima tamu dan sebagainya. 4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan ekternal. 5. Pelayanan pribadi. 6. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan lainnya. 7. Kemudahan mendapatkan layanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya sarana pendukung seperti komputer untuk memproses data dan sebagainya. 8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk, dan bentuk-bentuk lain. 9. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan kebersihan, ruangan fasilitas, AC, dan sebagainya. 2.4. Kepuasan Pelanggan 2.4.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Setiap perusahaan jasa yang ingin berhasil harus memprioritaskan kepuasan konsumen karena hal ini berkaitan dengan keberhasilan pemasaran jasa. Untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang tinggi, diperlukan pemahaman tentang

keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut Cravens (1998: 42), kepuasan konsumen merupakan pemahaman tentang kebutuhan dan keinginan para pelanggan melalui produk yang dihasilkan. Sedangkan Kotler dan Keller (2008: 177) mengatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan pelanggan, mereka tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Berdasarkan definisi tersebut di atas, berarti kepuasan konsumen adalah perbandingan antara kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan dengan harapan para pelanggan. Menurut Umar (2003: 75), faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen adalah mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan, dan nilai-nilai perusahaan. Variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu yang diharapkan (expectations) dan kinerja (perceived performance). Apabila kinerja (perceived performance) lebih besar dari yang diharapkan (expectations), maka pelanggan akan puas, tetapi bila sebaliknya maka pelanggan akan merasa tidak puas. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, para pembeli cenderung akan kecewa. Pengaruh kinerja (perceived performance) tersebut lebih kuat daripada yang diharapkan (expectations) di dalam penentuan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, kepuasan akan menimbulkan loyalitas konsumen.

Menurut Irawan (2004: 43), kepuasan konsumen ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance jasa/produk dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui. Ada lima penggerak utama kepuasan konsumen di Indonesia. Pertama adalah kualitas jasa. Pelanggan akan puas bila setelah menggunakan jasa tersebut, ternyata kualitasnya baik. Kedua, harga, untuk pelanggan yang sensitif biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena merka akan mendapatkan value for money yang tinggi. Ketiga, service quality, yang sangat tergantung pada tiga hal, yaitu system, teknologi, dan manusia. Faktor manusia memegang kontribusi sekitar 70%, oleh karena itu kepuasan terhadap kualitas pelayanan sulit ditiru. Keempat, emotional factor, yaitu rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari kelompok yang penting, merupakan contoh emotional value yang mendasari kepuasan pelanggan. Kelima, kemudahan untuk mendapat jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila merasa relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan pelayanan. 2.4.2. Elemen-Elemen Kepuasan Pelanggan Kepuasan konsumen (customer satisfaction) menjadi salah satu unsur penting yang harus diperhatikan, sebab kepuasan konsumen telah menjadi ukuran agar pelanggan tetap mau menjadi mitra dalam mengembangkan bisnisnya dan menjadi benteng dalam memenangkan persaingan. Kepuasan konsumen terutama dapat menjadikan pelanggan setia (loyal) terhadap perusahaan. Di dalam mencapai

kepuasan konsumen tersebut, kualitas pelayanan menjadi kunci utama yang yang dikedepankan oleh perusahaan. Salah satu cara utama yang dipakai oleh perusahaan jasa dalam membedakan dirinya sendiri adalah dengan memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi secara konsisten dibandingkan dengan yang dilakukan pesaing. Menurut Kotler dan Amstrong (2001: 298), bahwa membuat pelanggan tetap bertahan mungkin merupakan ukuran terbaik untuk kualitas dan kemampuan perusahaan jasa untuk mempertahankan pelanggannya tergantung pada seberapa konsisten perusahaan menyampaikan nilai kepada pelanggan. Konsumen membentuk harapan atas nilai penawaran pemasaran dan membuat keputusan pembelian yang didasarkan pada harapan ini. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) terhadap pembelian tergantung pada kinerja nyata sebuah produk, relatif terhadap pembelian tergantung pada kinerja nyata sebuah produk, relatif terhadap harapan pembeli. Seorang pelanggan dapat saja mengalami berbagai derajat kepuasan. Jika kinerja produk kurang dari harapan, pelanggannya kecewa. Jika kinerja sepadan dengan harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggannya sangat puas atau sangat senang. Kotler dan Amstrong (2001: 231) mengemukakan bahwa pembeli membentuk harapannya berdasarkan pada pengalaman pembelian masa lalu pelanggan, opini kawan dan sejawatnya, dan informasi dan janji pemasar serta pesaing. Pemasar haruslah berhati-hati untuk menetapkan tingkat harapan yang benar. Jika mereka menetapkan harapan itu terlalu rendah, mereka dapat memuaskan yang membeli

tetapi gagal menarik pembeli yang cukup. Sebaliknya, jika mereka meningkatkan harapan itu terlalu tinggi, pembelinya cenderung akan kecewa. Menurut Wellington (1998: 107), ada enam elemen yang memberikan kepuasan kepada pelanggan, yaitu: 1. Elemen produk, yang terdiri dari faktor: ketersediaan, mutu, perwujudan, citra, nilai tukar dengan uang dan pemenuhan harapan. 2. Elemen penjualan, terdiri dari faktor: pemasaran dan penataan barang dagangan, komunikasi verbal, lingkungan pembelian, staf, dokumentasi, dan variabel pembelian. 3. Elemen purna jual, terdiri dari faktor: mempertahankan perhatian yang tinggi dan penanganan keluhan. 4. Elemen lokasi, terdiri dari faktor: lokasi, akses, keamanan, kenyamanan, dan menyediakan kebutuhan khusus pelanggan. 5. Elemen waktu, terdiri dari faktor: jam kerja, kecocokan, dan ketersediaan produk, kecepatan transaksi. 6. Elemen budaya, terdiri dari faktor: etika, tingkah laku, hubungan internal, hubungan eksternal, dan mutu pengalaman membeli. Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh cara perusahaan tersebut memuaskan pelanggan, baik internal maupun eksternal yang dituju. Perusahaan, sebagai individu dalam suatu sistem, memfokuskan kegiatan pada pelanggan eksternal, agar dapat lebih efektif dan efisien dalam menjalankan kegiatannya. Pada pihak lain, perusahaan sebagai suatu sistem, juga harus

memuaskan pelanggan internal (karyawan) agar dapat memberikan layanan yang berkualitas, karena karyawan berfungsi sebagai produsen jasa. Pelayanan kepada pelanggan sebaiknya diarahkan pada pelayanan yang berkesinambungan, bahkan sampai seumur hidup. Perusahaan sebaiknya memfokuskan aktivitas pada rantai nilai (value chain), yang dapat menghasilkan pelayanan yang berkualitas. Dengan berfokus pada pelanggan, perusahaan menjadi lebih efektif dan kepuasan pelanggan dapat dicapai optimal (Sulistyani, 2001). Ternyata kepuasan konsumen berpengaruh secara signifikan pada kinerja operasional perusahaan. Dengan menggunakan alat penilaian yang tepat, kepuasan konsumen (customer satisfaction) dapat diakses melalui penyediaan barang dan jasa serta penyediaan barang dan jasa yang cepat memenuhi harapan pelanggan (customer expectation). Ketika menciptakan kepuasan konsumen, secara umum ada dua metode: (1) Single item: mempunyai single item untuk mengakses seluruh kepuasan. Sehingga dapat dipahami bahwa dampak dari seluruh kepuasan terjadi setelah pelanggan menggunakan produk melalui item kepuasan tunggal (single satisfaction item). (2) Multiple item: mengukur kepuasan individu melalui produk dengan menggunakan skala umum (general scale) kemudian menjumlahkan seluruh kepuasan. Menurut pendapat Hsi Yu et.al (2006), kepuasan konsumen dapat diciptakan melalui konsep yang menyeluruh dan beberapa variabel dapat digunakan untuk menciptakan kepuasan konsumen (customer satisfaction). Menurut Kotler dan Keller (2008: 177), apakah pembeli akan puas setelah melakukan pembelian, tergantung pada kinerja tawaran dalam pemenuhan harapan

pembeli. Secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Jika kinerja di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Tautan antara kepuasan pelanggan dan kesetiaan pelanggan tidak bersifat proporsional. Andaikan kepuasan pelanggan diberi peringkat dengan skala satu sampai lima, pada level kepuasan pelanggan yang sangat rendah (level satu), para pelanggan cenderung menjauhi perusahaan dan menyebarkan cerita jelek tentang perusahaan tersebut. Pada level dua sampai empat pelanggan agak puas tetapi masih merasa mudah untuk beralih ketika tawaran yang lebih baik muncul. Pada level lima, pelanggan sangat cenderung membeli ulang dan bahkan menyampaikan cerita pujian tentang perusahaan (Kotler, 2003: 94). Bagaimana para pembeli membentuk harapan mereka? Dari pengalaman pembelian mereka sebelumnya, nasehat teman dan kolega, dan janji serta informasi para pemasar dan pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi para pembeli cenderung akan kecewa. Sebaliknya jika perusahaan menetapkan harapan terlalu rendah maka para pembeli tak akan tertarik (walaupun mereka yang benar-benar membeli akan terpuaskan). Beberapa perusahaan yang berhasil saat ini senantiasa meningkatkan harapan dan memberikan kinerja yang memenuhi harapan itu (Kotler, 2003: 97).

Selanjutnya adalah bagaimana perusahaan dapat menarik dan mempertahankan pelanggan. Menurut Kotler dan Keller (2008: 189), selain bekerja dengan para mitra yang disebut manajemen relasi kemitraan atau partner relationship management (PRM), banyak perusahaan bermaksud mengembangkan ikatan yang lebih kuat dengan para pelanggan mereka yang disebut manajemen relasi pelanggan atau customer relationship management (CRM). Manajemen relasi pelanggan adalah proses pengelolaaan informasi yang rinci tentang masing-masing pelanggan dan mengelola secara cermat semua titik sentuh pelanggan dengan tujuan memaksimalkan kesetiaan pelanggan. Para pelanggan dewasa ini sulit terpuaskan. Mereka lebih cerdas, lebih sadar harga, lebih menuntut, kurang memaafkan dan didekati oleh banyak pesaing dengan tawaran yang sama atau lebih baik. Tantangannya menurut Jeffrey Gitomer dalam Kotler (2003: 246), adalah bukan menghasilkan pelanggan yang puas, beberapa pesaing dapat melakukan itu. Tantangannya adalah menghasilkan pelanggan yang senang dan setia (loyal and delight customer). 2.5. Loyalitas Pelanggan Menurut Peter dan Olson (2000: 59), dari sudut pandang strategi pemasaran, loyalitas merek adalah suatu konsep yang sangat penting. Khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah, namun tingkat persaingan yang sangat ketat, keberadaan konsumen yang loyal sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup, dan upaya untuk mempertahankan loyalitas ini

sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif dibandingkan upaya menarik pelanggan-pelanggan baru. Menurut Sutisna (2001: 32), loyalitas pelanggan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu loyalitas merek dan loyalitas toko. Loyalitas merek didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Menurut Berry dan Parasuraman dalam Kotler dan Keller (2008: 197), banyak perusahaan telah menciptakan program keanggotaan klub untuk mengikat orang yang membeli produk atau jasa dan menciptakan loyalitas pelanggan. Klub-klub keanggotaan baik untuk menyusun basis data atau mencabut pelanggan dari pesaing, di mana klub keanggotaan terbatas merupakan pembentuk kesetiaan jangka panjang yang sangat ampuh. Uang jasa dan syarat-syarat keanggotaan dapat mencegah bergabungnya orang yang hanya berminat dan mempertahankan para pelanggan yang merupakan penyumbang terbesar bisnis perusahaan. Menurut Mowen dan Minor (2002: 25), loyalitas pelanggan berarti suatu kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Sutisna (2001: 35) menyatakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal, sebagai berikut: 1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya.

2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya. 3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko. 4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek. Seperti halnya loyalitas merek, loyalitas toko juga ditunjukkan oleh kualitas produk yang memuaskan; dalam loyalitas toko, penyebabnya adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola dan karyawan toko. Menurut Kotler dan Keller (2008: 193) ada beberapa fokus menarik yang penting untuk mempertahankan pelanggan: 1. Mendapatkan pelanggan baru bisa menghabiskan biaya lima kali lebih besar daripada biaya yang tercakup dalam memuaskan pelanggan yang ada. 2. Rata-rata perusahaan kehilangan 10 persen dari pelanggannya setiap tahun. 3. Pengurangan 5 persen tingkat peralihan pelanggan dapat meningkatkan laba sebesar 25 persen sampai 85 persen, tergantung pada industrinya. 4. Angka laba pelanggan cenderung meningkat selama masa hidup pelanggan yang bertahan. Berapa besar yang harus diinvestasikan oleh perusahaan untuk membangun kesetiaan pelanggan sehingga biaya untuk itu tidak melebihi pendapatannya? Perusahaan perlu membedakan lima level investasinya dalam rangka membangun loyalitas pelanggan seperti berikut ini:

1. Pemasaran dasar. Wiraniaga menjual produknya begitu saja. 2. Pemasaran reaktif. Wiraniaga menjual produknya dan mendorong pelanggan untuk menghubunginya jika mempunyai pertanyaan, komentar, atau keluhan. 3. Pemasaran bertanggung jawab. Wiraniaga menelepon pelanggan untuk menayakan apakah produknya memenuhi harapan pelanggan. Wiraniaga tersebut juga meminta saran perbaikan produk atau pelayanan dan menanyakan apa saja kekecewaannya. 4. Pemasaran proaktif. Wiraniaga menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk menyarankan penggunaan produk yang sudah diperbaiki atau produk baru. 5. Pemasaran kemitraan. Perusahaan terus bekerja sama dari waktu ke waktu untuk menyarankan penggunaan produk yang sudah diperbaiki atau produk baru. 2.6. Hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Konsep yang paling dekat dengan hasil yang berhubungan dengan kualitas jasa yang digambarkan sebagai evaluasi pelanggan pada hasil kerja penyedia jasa, berdasarkan pada pengalaman sebelumnya dan kesannya. Seperti pada kasus kepuasan, relevansi kualitas pelayanan bagi kesuksesan jangka panjang tidak perlu dipersoalkan lagi (Oliver, 1994 dalam Thurau, 2002).

Pritchard, et.al. (1999) dalam Thurau (2002) menemukan bahwa komitmen pelanggan mempunyai hubungan yang kuat dengan loyalitas pelanggan. Menurut Kotler dan Keller (2008: 193), sekarang lebih banyak perusahaan mengakui pentingnya memuaskan dan mempertahankan pelanggan. Pelanggan yang puas menerapkan modal loyalitas pelanggan. Jika perusahaan dijual, perusahaan yang membeli tidak hanya harus membayar pabrik dan perlengkapan serta nama merek, melainkan juga basis pelanggan yang diserahkan, jumlah dan nilai pelanggan yang akan melakukan bisnis dengan perusahaan baru. Menurut Kotler dan Amstrong (2001: 299), pelanggan yang puas cenderung akan menjadi pelanggan yang setia. Dalam semua hal, jika kepuasan meningkat, demikian juga halnya dengan kesetiaan. Suatu perusahaan harus benar-benar berusaha jika mereka ingin mempertahankan pelanggan mereka. Kesenangan pelanggan menciptakan kelekatan emosional untuk suatu produk atau jasa, bukan bukan preferensi rasional, dan ini menciptakan loyalitas yang tinggi. Kualitas pelayanan akan mempengaruhi kepuasan konsumen dengan memberikan atau tidak memberikan unjuk kerja (manfaat nyata), misalnya konsumen telah berkeyakinan apabila mereka memasuki ritel SOGO, mereka akan mendapatkan produk maupun pelayanan dengan mutu tinggi yang sama di mana-mana, tidak peduli lokasi tempat berdirinya ritel eceran tersebut. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas

konsumen, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan perusahaan (Tjiptono, 2006: 55). Kepuasan konsumen ini merupakan modal dasar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas konsumen, di mana konsumen yang loyal adalah merupakan aset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan (McDougall et.al., 2002: 395). Menurut Griffin (2002: 38) secara garis besar terdapat empat hal yang perlu diperhatikan perusahaan agar dapat mendorong prospek (orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya) menjadi first tune buyers (pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya) yaitu mendengarkan segala keluhan mereka, mendiagnosa segala permasalahan mereka, menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut, dan belajar dari kegagalan masa lalu. Menurut Griffin (2002: 40) terdapat 14 (empat belas) hal yang perlu diperhatikan perusahaan agar first time buyers (pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya) melakukan pembelian ulang: 1. Tidak lupa mengucapkan terima kasih setelah transaksi terjadi. 2. Meminta umpan balik dari mereka dan memberikan respon dengan segera. 3. Gunakan surat yang tidak mendoktrin, maksudnya surat yang berisi tentang caracara menggunakan produk/jasa tanpa bersifat mengurangi. 4. Tingkatkan nilai perusahaan secara terus menerus. 5. Menyusun database konsumen.

6. Komunikasi secara terus menerus. 7. Memberi gambaran tentang kepemilikan. 8. Mengubah pembelian ulang menjadi pelayanan. 9. Memperlakukan biaya pelayanan untuk pelanggan sebagai investasi bernilai. 10. Menjamin komunikasi dengan pengambil keputusan. 11. Mengembangkan komunikasi dengan pengambil keputusan. 12. Mengembangkan promosi untuk pelanggan baru. 13. Menawarkan garansi produk. 14. Mengembangkan promosi nilai tambah produk. Menurut Irawan (2004: 45), manfaat yang diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang puas adalah: 1. Pelanggan yang puas akan siap membayar dengan harga premium. 2. Biaya marketing akan jauh lebih efektif. 3. Pemasaran dari mulut ke mulut yang lebih baik. 4. Biaya operasional yang lebih efisien. 5. Pelanggan akan membeli lebih banyak lagi untuk produk yang memuaskan atatu melalui cross selling. Reichheld dalam Kartajaya (2007: 71) memberikan panduan implementasi menyusun loyalty program yang baik. Ada 6 (enam) hal yang perlu diperhatikan di dalam menyusun program loyalitas pelanggan, yaitu: 1. Usahakan tidak ada yang kalah (play win-win); dalam pelaksanaan program loyalitas pelanggan.

2. Jangan semua orang bisa menjadi members (be picky), dan jika telah menjadi members, sebaiknya syaratnya dibedakan menurut tingkatannya. Misalnya, silver, gold, dan platinum karena pelanggan yang loyal biasanya tidak suka jika disamakan dengan pelanggan biasa. 3. Usahakan program loyalitas pelanggan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami (keep it simple) dan tidak membutuhkan pemahaman yang rumit. 4. Jangan sembarangan dalam memberikan reward, hanya transaksi yang membawa hasil yang mendapatkan poin reward (reward the right result). 5. Usahakan untuk selalu mendengarkan kebutuhan dan keinginan pelanggan, kemudian berhati-hati ketika menjanjikan sesuatu (listen hard, talk straight). 6. Komunikasikan dulu manfaat kepada pelanggan sebelum mengajaknya bergabung (preach what you practice).