TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna,

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SAPI PESISIR, SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN SKRIPSI ARIF PRASETIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali (Bos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

SKRIPSI RIRI SELVIA N

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

SAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya)

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

Mengenal Beberapa Rumpun Sapi Asli/Lokal dan Sapi Introduksi cukup tinggi. Sapi Bali yang mempunyai warna tidak seragam, belangbelang atau bercak-berc

II. TINJAUAN PUSTAKA

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos banteng atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

MATERI DAN METODE. Prosedur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

BANGSA-BANGSA KERBAU PERAH

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bangsa-bangsa sapi luar negeri. Setidak-tidaknya kita harus mengenal

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies yang sama. Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat menimbulkan resiko yang kurang menguntungkan. Menurut Blakely dan Bade (1991), secara taksonomi sapi diklasifikasikan kedalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah biak), famili Bovidae (tanduk berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki empat). Spesies sapi dibedakan menjadi Bos taurus (sebagian besar bangsa sapi) dan Bos indicus (sapi yang memiliki punuk). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan bahwa sapi Eropa merupakan Bos taurus, sapi bergumba seperti sapi Zebu yang berasal dari India dan Afrika merupakan Bos indicus, sedangkan sapi lokal Indonesia merupakan Bos sondaicus. Dinyatakan lebih lanjut beberapa contoh bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos taurus adalah sapi Friesian Holtein (FH), Jersey, Shorthorn, dan Angus. Bangsa sapi yang diklasifikasikan ke dalam Bos indicus adalah sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Contoh Bos sondaicus adalah banteng dan sapi Bali (Natasasmita dan Mudikdjo, 1985). Menurut Winaya (2010), secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng (Bos javanicus), Bos indicus dan Bos taurus. Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus (Williamson dan Payne, 1993). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menjelaskan bahwa sapi lokal merupakan bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dalam kurun waktu yang lama di Indonesia seperti sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi Pesisir) dan sapi Aceh. Sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Madura merupakan sapi yang memiliki populasi besar.

Sapi Pesisir Sapi Pesisir menurut Saladin (1983), diklasifikasikan ke dalam bangsa sapi yang berukuran kecil. Asal-usul bangsa sapi ini belum diketahui dengan pasti, namun Saladin (1983) menduga bahwa sapi ini merupakan sisa-sisa sapi asli yang ditemukan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Menurut Jakaria et al. (2007), sapi Pesisir digolongkan ke dalam kelompok sapi Bos indicus. Rusfidra (2007) menyatakan bahwa sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara bebas (berkeliaran) dan masih sangat sedikit perhatian peternak. Masyarakat Sumatera Barat menyebut sapi Pesisir dengan nama lokal seperti jawi ratuih atau bantiang ratuih, yang memiliki arti sapi yang melahirkan banyak anak. Menurut Adrial (2010), sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil daripada sapi lokal lain. Sapi pesisir jantan dewasa (umur empat tahun) memiliki bobot badan 160,5 kg, panjang badan 114,7 cm, lingkar dada 127,2 cm, dan tinggi badan 100,2 cm. Menurut Rusfidra (2007), sapi Pesisir memiliki bobot badan relatif kecil sehingga digolongkan sebagai sapi mini (mini cattle). Jantan dewasa (umur 4-6 tahun) memiliki bobot badan 186 kg, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sapi Bali (310 kg) dan sapi Madura (248 kg). Sapi Pesisir dengan ukuran kecil ini berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy). Penampilan bobot badan yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi, sehingga dapat dinyatakan bahwa sapi Pesisir merupakan sapi khas Indonesia (terutama di Sumatera Barat) dan merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Karakteristik sapi Pesisir menurut Saladin (1983) memiliki tanduk pendek yang mengarah ke luar seperti tanduk kambing. Jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, punuk kecil, kemudi pendek dan membulat. Betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil yang mengarah ke luar. Sapi Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi. Menurut Sarbaini (2004), warna bulu sapi Pesisir memiliki pola tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%). Sapi Pesisir dikenal memiliki temperamen yang jinak sehingga lebih mudah dikendalikan. 4

Menurut Saladin (1983), persentase karkas sapi Pesisir adalah 50,6%, lebih tinggi daripada persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura (47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah daripada persentase karkas sapi Bali (56,9%). Persentase karkas tersebut menunjukkan potensi sapi Pesisir sebagai penghasil daging dapat diperbandingkan dengan jenis sapi lain di Indonesia. Hal tersebut diperlihatkan dengan peran penting sapi Pesisir sebagai sumber daging bagi masyarakat di kota Padang; karena sebanyak 75% sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Padang adalah sapi Pesisir (Rusfidra, 2007) Sapi Bali Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al., 1982). Menurut Hardjosubroto (1994), secara taksonomi sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus, sedangkan menurut Zulkharnaim et al. (2010), sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus. Menurut Wiliamson dan Payne (1993), ciri-ciri fisik sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua yang dikenal juga walaupun tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung yang disebut garis belut. Pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dan jantan lebih gelap daripada betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bulu pendek, halus dan licin. Kulit berpigmen dan halus. Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan sapi Bali tidak memiliki gumba, dan memiliki gelambir berukuran kecil serta tubuh yang kompak, sedangkan Natural Veterinary (2009) melaporkan bahwa jantan sapi Bali memiliki tanduk berukuran 5

pendek dan kecil, kepala panjang, halus dan sempit, bentuk badan pendek kecil dengan leher yang ramping. Menurut Martojo (1990), sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali yang hanya boleh dikawinkan satu sama lain memungkinkan biak dalam terjadi. Martojo (1992) menyatakan bahwa biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat. Menurut Ikhwan (1994), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (Banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan. Winaya (2010) melaporkan sapi Bali jantan memiliki panjang badan 112,60±08,51cm, tinggi badan 119,10±03,85 cm, dan lingkar dada 166,45±6,62 cm. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), bobot hidup sapi Bali jantan antara 350-400 kg, sedangkan betina 250-300 kg. Ternak ini digunakan sebagai ternak kerja, tetapi juga dianggap sebagai ternak pedaging yang baik karena memiliki persentase karkas yang tinggi. Selain itu, ternak ini juga memperlihatkan kemampuan tumbuh yang baik dengan pakan yang bernilai gizi rendah (Wiliamson dan Payne, 1993). Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa sapi Bali adaptif terhadap lingkungan. Bangsa sapi ini produktif karena persentase pedet yang dipanen dapat mencapai 80%. Sapi Bali memiliki kemampuan mencerna pakan berkualitas rendah cukup tinggi, kualitas karkas bagus, harga jual tinggi dan dapat digunakan sebagai hewan kerja. Sapi Peranakan Ongole Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up sampai dengan 5-6 generasi (Martojo, 1992). Ciri umum sapi PO adalah postur yang hampir menyerupai sapi Ongole. Perbedaannya terletak pada kemampuan produksi yang sedikit lebih rendah daripada sapi Ongole (Agri Ternak, 2010). Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), sapi PO bertubuh besar, bergumba besar dan bergelambir lebar. Bobot hidup jantan dewasa 350-450 kg, dan betina dewasa 300-400 kg. Pada umumnya warna bulu sapi PO putih abu-abu dengan campuran hitam dan merah, sedangkan pada waktu lahir berwarna kecoklatan. Panjang badan pada jantan dan betina masing-masing 133 dan 6

132 cm, lingkar dada 172 dan 163 cm dan produksi karkas baik pada jantan maupun betina adalah 45%. Ukuran dan Bentuk Tubuh Ukuran dan bentuk merupakan penduga yang menyeluruh dari bentuk tubuh dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh (Sarbaini, 2004). Fourie et al. (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak. Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas atau karakteristik suatu bangsa ternak. Saladin (1983) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menduga asal-usul bangsa ternak. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menambahkan bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus penduga bobot badan. Menurut Salamena et al. (2007), keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Menurut Sarbaini (2004), penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasardasar yang dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk. Penelitian mengenai ukuran-ukuran tubuh ternak telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Otsuka et al. (1982) yang meneliti asal-usul dan hubungan genealogical pada beberapa tipe sapi asli Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal asli Indonesia. Bagian tubuh yang diukur dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode baku yang dirancang Wagyu Cattle Registry Association Japan. Bagian tubuh yang diukur tersebut adalah tinggi pundak (witheres height), tinggi pinggul (hip height), panjang badan (body length), lebar dada (chest width), dalam dada 7

(chest depth), lebar pinggul (hip width), lebar tulang duduk (pin bones width), lingkar dada (hearth girth) dan lingkar tungkai bawah (cannon circumference). Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa keadaan fisik sapi Aceh, sapi Padang (sapi lokal Sumatera), sapi Thai dan Cebu (salah satu sapi asli Filipina) termasuk ke dalam kelompok yang sama. Otsuka et al. (1982) juga menyatakan bahwa sapi Ongole murni berbeda dengan sapi-sapi Asia lain, sedangkan sapi Bali lebih mirip banteng. Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas, korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat menyebabkan peningkatan sifat lain. Korelasi negatif apabila satu sifat meningkat dan sifat lain menurun (Laidding, 1996). Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran tubuh lain. Williamsom dan Payne (1993) menyatakan bahwa penggunaan ukuran lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor ukuran tubuh terhadap bobot badan. Analisis Komponen Utama Gaspersz (1992) menyatakan bahwa Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui suatu kombinasi linear dari variabel-variabel. Analisis ini juga bertujuan mereduksi data dan menginterpretasikannya. Analisis Komponen Utama (AKU) sering kali dilakukan tidak saja merupakan akhir dari suatu pekerjaan pengolahan data, tetapi juga merupakan tahap (langkah) antara pada banyak penelitian. Nishida et al. (1982) dan Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa komponen utama pertama dinyatakan sebagai vektor ukuran, sedangkan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh. Skor komponen utama kedua merupakan hal yang menarik bagi ahli taksonomi karena faktor genetik berpengaruh besar (Everitt dan Dunn, 1998). Menurut Hayashi et al. (1982), komponen utama dibentuk melalui dua cara, yaitu dari matriks kovarian dan dari matriks korelasi. Komponen utama yang 8

dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif untuk menjelaskan deferensiasi antar kelompok ternak dan mampu menerangkan keragaman data yang lebih banyak dibandingkan komponen utama yang dibentuk dari matriks korelasi, yaitu sebesar 76% untuk matriks kovarian dan 69% untuk matriks korelasi. Akar ciri atau ragam merupakan hasil perkalian antara jumlah variabel yang diamati dan nilai keragaman total pada AKU yang diturunkan berdasarkan matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Akar ciri atau ragam ini dinyatakan sebagai nilai eigen. Nilai eigen menunjukkan keragaman total yang sebenarnya. Menurut Gaspersz (1992), keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk dari AKU. Keragaman total diperoleh dari hasil pembagian antara nilai eigen komponen utama ke-i dan banyak variabel yang diamati. Keragaman total tertinggi digunakan untuk menentukan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen utama yang diperoleh. Vektor eigen memperlihatkan kontribusi dari variabel-variabel tertentu sebagai faktor pembeda ukuran-ukuran tubuh maupun bentuk tubuh. Vektor eigen tertinggi merupakan penciri pada ukuran maupun bentuk tubuh. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa keeratan hubungan (korelasi) antara variabel asal dan komponen utama dapat diketahui melalui korelasi antara variabel asal dan komponen utama itu. Korelasi positif diperoleh bila peningkatan ukuran variabel asal diikuti dengan peningkatan nilai skor komponen utama; sedangkan korelasi negatif diperoleh bila penurunan ukuran variabel asal diikuti dengan penurunan nilai skor komponen utama. 9