II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang. perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) dan Zain (2006:83) metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. menemukan dan menjelaskan konsep-konsep, prinsip-prinsip dalam biologi.

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk dipecahkan oleh anak didik di kelas. Pemecahan masalah dapat mendorong anak didik untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai masalah belajar. Johnson (2008:215) menyatakan bahwa suatu permasalahan membutuhkan pencarian beberapa solusi serta alternatifnya. Walaupun akan sedikit menghabiskan waktu, namun proses ini akan menjadi kebiasaan yang cepat dan mudah serta akan membantu seorang anak dalam mengatasi masalahnya secara efektif, apakah itu masalah di sekolah, kehidupan karir masa depan, atau kehidupan pribadi. Dickson (dalam Akcay, 2009:27) menyatakan bahwa siswa diharuskan untuk berbagi, berkomunikasi, dan bekerja sama. Dickson juga menyebutkan praktik Vygotskian mampu membimbing konstruktivisme sosial, menggabungkan ide yang sama dengan konstruktivisme individual Piaget dan kemudian mengaplikasikannya pada interaksi siswa. Peran guru adalah membentuk kemampuan siswa untuk dapat menjelaskan berbagai konsep, proses, dan kemampuan.

11 PBL, atau di Indonesia lebih dikenal sebagai Pembelajaran Berbasis Masalah, merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada sekitar tahun 1980-1990 an, model PBL diadopsi ke dalam berbagai sekolah kesehatan dan menjadi pendekatan instruksional yang diterima di Amerika dan Eropa. Ada beberapa pertanyaan mengenai efektivitas model ini terhadap keprofesionalan dokter, apakah dokter yang dilatih menggunakan model PBL lebih siap untuk praktik secara profesional dibandingkan dengan dokter yang dilatih dengan pendekatan tradisional. Penelitian secara luas telah membuktikannya. Metaanalisis selama 20 tahun mengenai studi evaluasi PBL yang dilakukan oleh Albanese dan Mitchell juga oleh Vernon dan Blake pada 1993 (dalam Savery, 2006:10), menyimpulkan bahwa model PBL memiliki kemampuan yang sama dengan pendekatan tradisional dalam hal tes konvensional pengetahuan dan bahkan siswa yang belajar menggunakan PBL menunjukkan kemampuan berpikir kritis lebih baik. Studi yang lebih kecil oleh Denton, Adams, Blatt, dan Lorish pada 2000 (dalam Savery, 2006:10) mengenai lulusan dokter program terapi, penggunaan PBL memperlihatkan kualitas lulusan program yang sama baiknya antara PBL dan pendekatan tradisional namun siswa lebih memilih pendekatan berbasis masalah. PBL memiliki dasar permasalahan ill-structured yang bersifat tentative dan tidak biasa, memiliki kompleksitas dan ketidakjelasan, membutuhkan bimbingan, pengumpulan data/informasi, dan refleksi. Model ini berfokus

12 pada pemikiran terbuka, pembelajaran tentang investigasi dan permasalahan dunia nyata. Tiga karakteristik utama dari PBL adalah: 1. Siswa sebagai stakeholder dalam situasi permasalahan 2. Mengorganisasi kurikulum dalam permasalahan, memungkinkan siswa belajar dalam cara yang relevan. 3. Menciptakan lingkungan belajar dimana guru melatih kemampuan berpikir siswa dan membimbing siswa, serta memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam (Akcay, 2009:27-28). Kunandar (2011:354-355) menyebutkan pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Guru dituntut untuk mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Dalam hal ini, Fogarty (dalam Hillman, 2003:3-4) menyatakan PBL biasa dipresentasikan kepada siswa melalui skenario non-fiksi. Skenario dapat diambil dari sebuah artikel di dalam jurnal, atau suatu informasi faktual, sebuah argumen, atau sebuah representasi. Ketika skenario dipresentasikan kepada siswa, mereka mengatur alur eksplorasi dalam menyelesaikan skenario yang telah diberikan. Ommundsen (2015:1) mengatakan bahwa PBL adalah cara yang menyenangkan untuk mempelajari biologi dan model ini telah siap dimasukkan ke dalam kelas besar dalam lingkup perkuliahan. PBL melibatkan siswa dalam menyelesaikan kasus biologikal autentik, menstimulasi diskusi pada siswa, dan memperkuat pembelajaran. Lingkungan pendidikan yang menggunakan PBL dapat membuat siswa mampu bersaing dalam tempat kerja

13 dan membentuk sikap belajar mandiri. Hal ini sangat disarankan terutama dalam lingkungan pembelajaran yang melibatkan siswa hanya melihat, mengingat, dan mengulang apa yang telah mereka dapatkan. Biasanya siswa lebih termotivasi dalam mempelajari materi ataupun isu berdasarkan kisah nyata, terutama masalah yang berdampak pada kehidupan pribadi mereka. Implikasi terpenting untuk praktik pembelajaran adalah siswa dapat belajar dengan lebih baik jika isi dari silabus terkait dengan isu atau konteks kehidupan sebenarnya. Guru dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dengan memasukkan kejadian sehari-hari dimana siswa dapat berperan di dalamnya sehingga siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar (Chin dan Chia, 2015:2). Berdasarkan penelitian McPhee (2002:66), penggunaan sintaks PBL dalam pembelajaran memungkinkan siswa dapat melihat isu penting dalam skala menyeluruh. Kesempatan yang ada pada pembelajaran mengenai teori, sikap, dan isu yang berkaitan dengan motivasi, disiplin dan kontrol, dan untuk investigasi kebijakan dan standar nasional. Model PBL sangat direkomendasikan karena siswa dapat menginvestigasi hubungan sebab akibat antara sosial dan komunitas dan dapat melihat isu-isu sejenis sebagai hubungan antara pembelajaran dan masyarakat luas, faktor keluarga yang dapat diasosiasikan dengan pembelajaran, bahkan mengamati kasus seperti obat-obatan terlarang pada remaja. Menurut Nurhadi (dalam Kunandar, 2011:355:356), ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

14 a. Pembelajaran pertanyaan atau masalah Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsipprinsip atau keterampilan akademik tertentu, tetapi mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk peserta didik. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, tetapi dalam pemecahannya melalui solusi, siswa dapat meninjaunya dari berbagai mata pelajaran yang ada. c. Penyelidikan autentik Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat interferensi, dan merumuskan kesimpulan. d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang

15 mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video. e. Kolaborasi Hosnan (2014:300) menambahkan kolaborasi sebagai salah satu ciri dari pembelajaran berbasis masalah. Tugas-tugas berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antarsiswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antarsiswa dan guru. Prinsip utama PBL adalah penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Masalah nyata adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat langsung apabila diselesaikan (Hosnan, 2014:300). Tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik yang terbentuk ketika mereka berkolaborasi uuntuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah (Hosnan, 2014:299). Menurut De Graaf dan Kolmos (dalam Magsino, 2014:2), terdapat 7 langkah pembelajaran berbasis masalah yang telah dikembangkan oleh

16 Universitas Maastricht di Belanda. Kerangka pembelajarannya terdiri dari 2 sesi pembelajaran dengan sesi antara. Sesi pertama memiliki lima langkah yaitu: (a) Mengklarifikasi konsep, (b) Mendefinisikan masalah, (c) menganalisis masalah (brainstorming), (d) mengorganisasikan fakta dan pengetahuan, (e) membuat objek pembelajaran. sesi kedua memiliki dua langkah yaitu (a) belajar mandiri (self-study), dan (b) diskusi. Sintaks atau langkah pembelajaran dalam model PBL lainnya tertuang dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Tahap pembelajaran berbasis masalah Tahap Perilaku guru Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Sumber: Nurhadi (dalam Kunandar, 2011:358)

17 B. Kemampuan Berpikir Kritis Karakteristik 4 kemampuan berpikir oleh Swartz dan Perkin (dalam Bruning et. al., 1995:204) Tabel 2. Karakteristik kemampuan berpikir Tipe kemampuan Tujuan Komponen kemampuan Berpikir kritis Untuk mengevaluasi suatu perbedaan dalam keadaan atau mengklarifikasi ide Mengidentifikasi keadaan atau ide, menganalisis berbagai pandangan, mempertimbangkan fakta, mengumpulkan informasi Berpikir kreatif Membuat keputusan Pemecahan masalah Untuk menciptakan ide baru, membangun produk baru Untuk mencapai keputusan yang telah dibuat Untuk mencapai satu atau beberapa solusi yang memungkinkan untuk suatu permasalahan baru Menetapkan kebutuhan untuk ide, menstruktur ulang sudut pandang permasalahan, menciptakan berbagai kemungkinan Mempertimbangkan informasi yang ada, mengevaluasi informasi, mengidentifikasi opsi, mempertimbangkan opsi, membuat keputusan Mengidentifikasi, mengambarkan, memilih strategi, menjalankan strategi, mengevaluasi proses Kemampuan berpikir kritis dikategorikan sebagai kemampuan yang sulit. Walaupun terlihat mendasar, namun kemampuan berpikir kritis membutuhkan proses yang cukup rumit dalam pencapaiannya. Terlebih lagi, manusia tidak secara alami dapat berpikir kritis. Sekalipun manusia terlahir dengan kemampuan berpikir kritis, manusia tersebut masih belum mampu menguasainya karena berpikir kritis adalah aktivitas kompleks yang dibangun dengan kemampuan lainnya yang lebih mudah diperoleh (Gelder, 2005:42). Bagaimanapun, anak memang terlahir dengan rasa keingintahuan alami, yang menjadi salah satu pengenalan awal untuk pembelajaran dan lingkungan harus mengajarkan mereka untuk mengeksplorasi, bertanya, dan menyelesaikan masalah mereka dalam pembelajaran informal. Anak yang tumbuh dalam

18 lingkungan yang disisipkan suasana discovery terlihat lebih siap untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan siap pula untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya (Thompson, 2011:3). Zuchdi (dalam Zubaedi, 2012:241) menyebutkan ciri-ciri orang yang berpikir kritis yaitu: 1) mencari kejelasan pernyataan atau pernyataan; 2) mencari alasan; 3) mencoba memperoleh informasi yang benar; 4) menggunakan sumber yang dapat dipercaya; 5) mempertimbangkan keseluruhan situasi; 6) mencari alternatif; 7) bersikap terbuka; 8) mengubah pandangan apabila ada bukti yang dapat dipercaya; 9) mencari ketepatan suatu permasalahan; 10) sensitif terhadap perasaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat kecanggihan orang lain. Ciri-ciri tersebut di atas hanya dapat dikembangkan lewat latihan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Berpikir kritis dapat mengarah pada pembentukan sifat bijaksana. Berpikir kritis memungkinkan seseorang dapat menganalisis informasi secara cermat dan membuat keputusan yang tepat dalam menghadapi isu-isu yang kontroversial (Zubaedi, 2012:241). Jufri (2013:104-105) menyatakan terdapat 6 indikator kemampuan berpikir kritis pada siswa yang terdapat dalam Tabel 3 berikut:

19 Tabel 3. Kemampuan berpikir kritis siswa Indikator kemampuan berpikir kritis Merumuskan masalah Memberikan argumen Melakukan deduksi Melakukan induksi Melakukan evaluasi Mengambil keputusan dan menentukan tindakan Deskripsi kemampuan berpikir kritis a. memformulasikan pertanyaan yang mengarahkan investigasi jawaban a. argumen sesuai dengan kebutuhan b. menunjukkan persamaan dan perbedaan c. argumen yang ditunjukkan orisinil dan utuh a. mendeduksi secara logis b. menginterpretasikan secara tepat a. menganalisis data b. membuat generalisasi c. menarik kesimpulan a. mengevaluasi berdasarkan fakta b. memberikan alternatif lain a. menentukan jalan keluar b. memilih kemungkinan yang akan dilaksanakan Menurut Rowles dkk. (dalam GDC, 2015), Asosiasi Universitas dan Kampus Amerika, Standar dan Akreditasi Program Pendidikan Kedokteran, dan beberapa organisasi lainnya menempatkan kemampuan berpikir kritis sebagai kemampuan intelektual dan praktikal terbesar, terutama pada bidang kesehatan, sains, dan terutama di bidang pendidikan. Kemampuan berpikir kritis adalah sesuatu yang telah banyak ditemukan pada sekolah tingkat dasar, menengah atas, dan menengah tinggi, dimana siswa diajarkan untuk belajar sebagaimana mereka mengolah dan menganalisis informasi yang mereka dapatkan.

20 Paul dan Elder (dalam Shriner, 2015:63) meneliti perkembangan kemampuan berpikir kritis dengan membuat artikel tentang kemampuan berpikir kritis dan dibuktikan melalui poling dan survei bahwa pada umumnya pendidik tidak terlalu mengerti apa itu berpikir kritis dan bagaimana cara mengajarkannya. Tiga template yang disediakan di dalam artikel telah ditulis dengan baik dan bermanfaat bagi banyak kelas. Template tersebut membantu siswa dalam menganasis logika pada artikel, essay, atau bab dan sub-bab. Setiap template memiliki delapan pertanyaan yang menanyakan tentang ide pokok, kunci dari pertanyaan, informasi yang paling penting, referensi utama atau implikasi, dan sudut pandang utama. Dengan menggunakan tiga template tersebut saat membaca sebuah artikel atau sub-bab, siswa akan memahami kemampuan berpikir kritis dengan baik seperti proses yang memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi informasi. C. Aktivitas Belajar Siswa Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 34), keaktifan siswa dalam pembelajaran memiliki bentuk yang beraneka ragam, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya adalah kegiatan dalam bentuk membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh kegiatan psikis diantaranya adalah seperti mengingat kembali isi materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan

21 yang dimiliki untuk memecahkan masalah, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan lainnya. Pengalaman belajar merupakan segala aktivitas siswa yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Aktivitas tidak terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas mental. Seorang siswa yang tampaknya hanya mendengarkan saja, tidak berarti memiliki kadar aktivitas yang rendah dibanding dengan siswa yang sibuk mencatat. Mungkin saja yang duduk itu secara mental aktif, misalnya menyimak, menganalisis dalam pikirannya dan menginternalisasi nilai dari setiap informasi yang disampaikan. Sebaliknya siswa yang sibuk mencatat, tidak dapat dikatakan memiliki kadar keaktifan yang tinggi, kalau yang bersangkutan hanya sekadar secara fisik aktif mencatat namun tidak diikuti dengan aktivitas mental (Sanjaya, 2009:180). Paul D. Dietrich (dalam Hamalik, 2011: 172) membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok, yaitu: 1. Kegiatan-kegiatan visual, yang termasuk di dalam kegiatan visual diantaranya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yang termasuk di dalamnya antara lain mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

22 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yang termasuk di dalamnya antara lain mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis, yang termasuk di dalamnya antara lain menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yang termasuk di dalamnya antara lain menggambar, membuat grafik, diagram peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. 7. Kegiatan-kegiatan mental, yang termasuk di dalamnya antara lain merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat, hubungan-hubungan dan membuat keputusan. 8. Kegiatan-kegiatan emosional, yang termasuk di dalamnya antara lain minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.