LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

Analisis litter size, bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan kawin alami dan inseminasi buatan kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI KAMBING BOER, KACANG DAN PERSILANGANNYA PADA UMUR 0 3 BULAN (PRASAPIH)

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

KEJADIAN DAN POLA BERANAK KAMBING KACANG DAN BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

TEKNOLOGI REPRODUKSI MENUNJANG PROGRAM PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA

Pertumbuhan Anak Kambing Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan di Pedesaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

Analisis Keunggulan Relatif Domba Garut Anak dan Persilangannya

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

PENGARUH MUSIM TERHADAP PERTUMBUHAN KAMBING KACANG PRASAPIH DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

POLA PERTUMBUHAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG BETINA DI KABUPATEN GROBOGAN (Growth Pattern of Body Weight of Female Kacang Goats in Grobogan Regency)

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

PERFORMANS PEDET SAPI PERAH DENGAN PERLAKUAN INDUK SAAT MASA AKHIR KEBUNTINGAN

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

SKRIPSI OLEH : RINALDI

PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA GARUT DI DUA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

E. Kurnianto, S. Johari dan H. Kurniawan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Received July 3, 2007; Accepted November 1, 2007

KACANG GOATS DOE PRODUCTIVITY IN KEDUNGADEM SUB-DISTRICT BOJONEGORO REGENCY

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKSUAL ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH DARI INDUK DENGAN TINGKAT PRODUKSI SUSU YANG BERBEDA

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011),

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA

PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL

RESPON TIGA RUMPUN KAMBING TERHADAP PEMBERIAN TAMBAHAN KONSENTRAT

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

DAFTAR PUSTAKA. Anggorodi, R Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

PRODUKTIVITAS INDUK DALAM USAHA TERNAK KAMBING PADA KONDISI PEDESAAN

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PRODUKTIVITAS DAN POLA WARNA KAMBING KEJOBONG YANG DIPELIHARA OLEH PETERNAK KELOMPOK DAN PETERNAK INDIVIDU

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

Transkripsi:

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS (Pregnancy Length, Birth Weight and Pre-Weaning Survival Ability of Boerka-1 Goat Based on Sex, Birth Type and Parity) FERA MAHMILIA, F.A. PAMUNGKAS dan S. ELIESER Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sungei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara ABSTRACT The aim of this research was to study the age of fetus, birth weight and pre-weaning survival ability of Boerka-1 goat. This study was conducted at the Research Institute for Goat Production Sungei Putih. Data were collected from 2005 to 2007. Results showed that the duration of pregnancy of twin birth (146.85 ± 2.83) was shorter (P < 0.05) than that of single birth (148.79 ± 2.89). An Average of birth weight of male crossbreed kids was (2.21 ± 0.51 kg) heavier (P < 0.01) than that of female goat (2.01 ± 0.52 kg). An Average weight of single birth kids (2.30 ± 0.48 kg) was heavier (P < 0.01) than that of twin type (1.84 ± 0.46 kg). The number of pre-weaning life ability of kids decreased by increasing birth type (82.44% for single birth and 67.03% for birth of twin). However, parity did not significantly (P > 0.05) affected the age of fetus, birth weight and life ability. Key Words: Goat, Pregnancy, Birth Weight, Survival Ability, Parity ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi yang menyangkut produksi dan reproduksi kambing dalam rangka peningkatan produktivitas, khususnya mengenai lama bunting, bobot lahir dan daya hidup prasapih kambing Boerka-1 (50B : 50K). Penelitian ini dilakukan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih. Data yang digunakan dalam tulisan ini dikumpulkan sejak awal tahun 2005 sampai akhir 2007. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa rataan lama bunting pada kelahiran kembar dua (146,85 ± 2,83 hari) lebih singkat (P < 0,05) dibandingkan dengan kelahiran tunggal (148,79 ± 2,89 hari). Rataan Bobot lahir anak jantan (2,21 ± 0,51 kg) lebih tinggi (P < 0,01) dibandingkan dengan betina (2,01 ± 0,52 kg). Sedangkan rataan bobot lahir kelahiran tunggal (2,30 ± 0,48 kg) lebih tinggi (P < 0,01) dibandingkan dengan kelahiran kembar dua (1,84 ± 0,46 kg). Daya hidup sapih, anak kelahiran tunggal (82,44 + 38,19) lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan tipe kelahiran kembar 2 (67,03 + 47,26). Namun pengelompokan berdasarkan paritas tidak memberi pengaruh berbeda (P > 0,05) terhadap lama bunting, bobot lahir dan daya hidup prasapih anak. Kata Kunci: Boerka-1, Lama Bunting, Bobot Lahir, Daya Hidup, PENDAHULUAN Pada umumnya produktivitas kambing lokal relatif masih rendah dibandingkan bangsa kambing yang berasal dari daerah subtropis. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan karena belum terspesialisasi sesuai dengan fungsi kambing untuk tujuan produksinya (TAMBING et al., 2001). Namun demikian keunggulan kambing lokal ini memiliki daya adaptasi dan efisiensi reproduksi yang cukup baik dengan litter sizenya adalah 1,57 ekor (SETIADI et al., 2001). Untuk meningkatkan produktivitas kambing dapat dilakukan melalui program pemuliaan, perbaikan efisiensi reproduksi, tatalaksana pemeliharaan dan perawatan. Program pemuliaan dapat dilakukan melalui 386

seleksi maupun persilangan, dengan pejantan unggul dari luar (INOUNU et al., 2002). Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih telah melaksanakan program persilangan kambing Kacang dengan kambing pejantan Boer dan dari persilangan tersebut dihasilkan kambing Boerka-1 (50B : 50K). Salah satu bagian menarik dalam fisiologi reproduksi adalah tentang proses kelahiran. Secara normal biasanya fetus tidak akan lahir sampai benar-benar siap untuk keluar dari uterus. Mempercepat kejadian ini, bahkan dalam waktu singkat antara 48 72 jam saja, kadang-kadang dapat memperburuk daya hidup anak yang lahir. Fetus membentuk cadangan energinya, terutama glikogen di dalam hati dan otot, paling cepat pada masa kebuntingan paling akhir. Berbagai bukti menunjukkan bahwa fetus menjadi faktor yang dominan dalam memulai terjadinya rangkaian kejadian endokrin yang berakhir dengan partus, diantaranya dengan peningkatan yang cepat dalam ukuran dan perkembangan aktif anggota gerak dan paru-paru. Sehingga fetus berupaya keras untuk menyatakan kemampuan hormonnya sendiri (HUNTER, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi data dasar yang menyangkut produksi dan reproduksi kambing dalam rangka peningkatan produktivitas, khususnya mengenai lama bunting, bobot lahir dan daya hidup prasapih kambing Boerka-1 (50B : 50K). MATERI DAN METODE Data yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari pengamatan yang dilakukan awal tahun 2005 sampai akhir 2007, yang dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Data penelitian yang dikoleksi meliputi data kambing pedet (50B : 50K) hasil perkawinan antara kambing betina Kacang (95 ekor) dengan pejantan Boer. Peubah yang diamati adalah: lama bunting (dihitung dari tanggal perkawinan terakhir induk sampai dengan partus), bobot lahir, daya hidup anak, jenis kelamin, litter size dan paritas. Seluruh peubah dianalisis dengan uji rata-rata menggunakan metode linear dari paket SPSS versi 10 (SANTOSO, 2002). Sumber makanan pokok bagi kambing induk adalah hijauan pakan ternak yang diambil dari lapangan dalam bentuk cut dan carry (sekitar 10% dari bobot hidup). Pakan tambahan berupa konsentrat (sekitar 350 g) yang diberikan pada waktu pagi hari, sedangkan hijauan diberikan siang dan sore hari. Air minum disediakan ad libitum. HASIL DAN PEMBAHASAN Lama bunting berdasarkan : jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Mekanisme untuk memulai terjadinya kelahiran berbeda antara spesies. Akan tetapi untuk ternak peliharaan adalah sama, yaitu fetus sebagai faktor yang mengontrol dimulainya proses kelahiran (WODZIKCKA- TOMASZEWSKA et al., 1991). Lama bunting berdasarkan jenis kelamin dan paritas relatif sama (P > 0,05). Rataan lama bunting untuk anak jantan adalah 148,32 ± 3,05 dan anak betina 147,53 ± 2,95 hari. Pengamatan lama bunting terhadap paritas, dari paritas satu sampai paritas tiga juga tidak menunjukkan adanya perbedaan. Tabel 1. Lama bunting berdasarkan jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Uraian Lama bunting (hari) 148,32 ± 3,05 a 147,53 ± 2,95 a 148,79 ± 2,89 a 146,85 ± 2,83 b 147,80 ± 2,61 a 148,44 ± 3,18 a 148,57 ± 3,15 a ab Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0,05) Sedangkan berdasarkan tipe lahir, lama bunting berbeda (P < 0,05) antara kelahiran tunggal dengan kelahiran kembar dua. Rataan lama bunting pada kelahiran kembar dua lebih singkat (146,85 ± 2,83 hari) dibandingkan dengan kelahiran tunggal (148,79 ± 2,89 hari). 387

Hasil yang sama didapatkan oleh ARTININGSIH et al. (1996), yaitu 145,5 ± 2,10 hari dan 149,0 ± 2,70 hari. Selanjutnya SETIADI et al. (2001) menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan, maka lama bunting cendrung menjadi lebih singkat. Pada Gambar 1. terlihat bahwa partus pada kelahiran tunggal terjadi dengan rentang waktu yang lebih panjang (144 sampai 158 hari), dimana persentase tertinggi (16,90%) terjadi pada lama bunting 150 hari. Sedangkan partus pada kelahiran kembar 2 terjadi dengan rentang waktu yang lebih singkat (142 sampai 151 hari), dan persentase terbanyak (29,62%) terjadi saat lama bunting 148 hari. Pada pengamatan ini didapatkan kisaran umur fetus 142 sampai 158 hari. Berbeda dengan yang didapat SUTAMA (2004) yaitu berkisar antara 147 155 hari. Menurut GUPTA et al. (1964) dalam DEVENDRA dan BURN (1994), penyebab keragaman tersebut dipengaruhi oleh musim, tahun, pejantan yang digunakan dan interaksi diantaranya. Bobot lahir Boerka-1 (50B : 50K) berdasarkan: jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Bobot lahir mempunyai arti penting karena sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan, ukuran dewasa dan daya hidup anak. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot lahir anak jantan (2,21 ± 0,51 kg) nyata (P < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (2,01 ± 0,52 kg). Perbedaan bobot lahir diduga disebabkan oleh mekanisme hormonal pada kedua jenis kelamin (HAFEZ, 1969) dan kecepatan pertumbuhan pralahir kambing jantan yang lebih cepat dibandingkan dengan kambing betina (SUTAMA et al., 1995). Perbedaan bobot lahir antara jantan dan betina pada penelitian ini adalah 9,95%. Hasil yang lebih tinggi didapat SETIADI et al. (2001) pada persilangan Kacang dengan Boer (semen) dengan nilai 12,12%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor genetik (pejantan yang digunakan) dan lingkungan (makanan, kesehatan dan tatalaksana). Tabel 2. Bobot lahir berdasarkan jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Uraian Bobot lahir (kg) 2,21 ± 0,51 A 2,01 ± 0,52 B 2,30 ± 0,48 A 1,84 ± 0,46 B 2,09 ± 0,55 a 2,11 ± 0,54 a 2,14 ± 0,48 a AB Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan sangat nyata (P < 0,01) 30 25 20 Persentase (%) 15 10 Kembar 2 5 0 142 144 146 148 150 152 154 156 158 Lama bunting (hari) Gambar 1. Frekuensi distribusi lama bunting pada kelahiran tunggal dan kembar dua 388

Tipe kelahiran berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap bobot lahir anak. Pada kelahiran tunggal bobot lahir anak 2,30 kg, atau 25% lebih berat dibandingkan dengan bobot lahir anak dari tipe kelahiran kembar. Sedangkan perbedaan yang didapatkan SETIADI et al. (2001) adalah sebesar 28,11%. Rendahnya bobot lahir pada kelahiran kembar diakibatkan adanya persaingan dalam menyerap makanan dari induknya selama pertumbuhan embrio dalam uterus, sedangkan anak yang dilahirkan tunggal dapat menyerap makanan secara penuh dari induknya (ATKINS dan GILMOUR, 1981). Rataan bobot lahir tidak dipengaruhi oleh paritas, tetapi ada kecendrungan terjadinya peningkatan dengan bertambahnya paritas induk. Pada paritas satu rataan bobot lahir sebesar 2,09 kg, kemudian meningkat menjadi 2,11 kg dan 2,14 kg pada paritas 3. Hasil pengamatan INOUNU et al. (2003) pada domba juga memperlihatkan adanya peningkatan bobot lahir dari paritas 1 sampai paritas 3. Semakin dewasa induk, semakin bertambah bobot hidupnya yang diikuti dengan kematangan fungsi dan mekanisme hormonal pada organ tubuh dan organ reproduksi, sehingga meningkatkan daya tampung uterus dan memungkinkan perkembangan fetus secara maksimal (HAFEZ, 1969). Kondisi tersebut akan mengakibatkan induk melahirkan anak dengan bobot lahir individual yang lebih berat. Daya hidup prasapih Boerka-1 berdasarkan: jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Daya hidup anak berdasarkan jenis kelamin dan paritas adalah relatif sama (P > 0,05). Daya hidup anak jantan 74,53% dan anak betina 81,89%. Bila dilihat dari urutan kelahiran ternyata ada kecendrungan terjadinya peningkatan daya hidup dari 70,88, 82,60 dan 84,06%. Hal ini dapat dimungkinkan karena tingkat naluri keindukan yang dimiliki setelah beranak beberapa kali akan semakin tinggi, sehingga untuk mengasuh anak akan semakin baik. Naluri keindukkan sangat berhubungan terhadap tingkat kedewasaan tubuh, sebagai mana yang dikatakan FARID dan FAHMI (1996) dengan semakin dewasanya induk akan bertambah sempurnanya mekanisme hormonal organ reproduksi. Tabel 3. Daya hidup prasapih berdasarkan jenis kelamin, tipe lahir dan paritas Uraian Daya hidup anak (%) 74,53 ± 43,77 a 81,89 ± 38,67 a 84,73 ± 36,10 a 69,23 ± 46,40 b 70,88 ± 45,71 a 82,60 ± 38,18 a 84,06 ± 36,87 a ab Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0,05) Kenyataan menunjukkan bahwa persentase daya hidup anak cenderung menurun (P < 0,05) dengan meningkatnya jumlah anak sekelahiran. Persentase daya hidup anak tipe kelahiran tunggal (84,73%) lebih tinggi dibanding dengan daya hidup anak tipe kelahiran kembar 2 (69,23%). Hal ini disebabkan karena anak yang terlahir tunggal akan memperoleh perhatian dan susu yang lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang terlahir kembar, sehingga daya hidupnya jadi meningkat. Bila dihubungkan dengan bobot lahir, maka anak dengan bobot lahir lebih berat akan mempunyai daya hidup yang lebih tinggi dibanding anak dengan bobot lahir rendah. Namun kadang-kadang bobot lahir yang tinggi dapat menjadi kematian terutama karena distokia, khususnya pada induk yang baru pertama melahirkan. SETIADI et al. (2001) menyatakan bahwa daya hidup prasapih tergantung pada litter size, produksi susu serta kemampuan induk merawat anaknya selama priode menyusui. KESIMPULAN Lama bunting pada tipe kelahiran kembar dua lebih singkat (146,85 ± 2,83 hari) dibanding tipe kelahiran tunggal (148,79 ± 2,89 hari). Bobot lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin dan tipe kelahiran. Bobot lahir jantan (2,21 ± 0,51 kg) lebih tinggi dibandingkan 389

dengan betina (2,01 ± 0,52 kg) dan tipe kelahiran tunggal (2,30 ± 0,48 kg) lebih tinggi dibanding kelahiran kembar (1,84 ± 0,46 kg). Daya hidup anak kelahiran tunggal (82,44 + 38,19) lebih tinggi dibanding kelahiran kembar 2 (67,03 + 47,26). DAFTAR PUSTAKA ARTININGSIH, N.M., B. PURWANTARA, R.K. ACHYADI dan I-K. Sutama. 1996. Pengaruh penyuntikan PMSG terhadap kelahiran kembar pada kambing dara PE. JITV 2: 11 16. ATKINS, K.D. and A.R. GILMOUR. 1981. The comparative productivity of five ewe breeds, 4. Growth and carcase characteristics of purebred and cossbreed lambs. Aust, J. Exp. Agr. Anim. Husb. 21: 172 178. DEVENDRA, C. dan M. BURN. 1994. Produksi Kambing di daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung, Bandung. FARID, A.H. and M.H. FAHMY. 1996. The East Friesian and other European breeds. In: Prolific Sheep FAHMY, M.H. (Ed.). CAB International. HAFEZ, E.S.E. 1969. Prenatal growth. In: Animal Growth and Nutrition. HAFEZ, E.S.E. and I.A. DYER (Ed.). Lea and Febiger. Philadelphia. pp. 21 39. HUNTER, R.H.F. 1995. Fisiologi dan teknologi reproduksi hewan betina domestik. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. INOUNU, I., N. HIDAYATI, A. PRIYANTI dan B. TIESNAMURTI. 2002. Peningkatan produktivitas domba melalui pembentukan rumpun komposit. T.A. 2001. Buku I. Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. INOUNU, I., N. HIDAYATI, SUBANDRIYO, B. TIESNAMURTI dan L.O. NAFIU. 2003. Analisis keunggulan relatif domba garut anak dan persilangannya. JITV 8(3): 170 182. SANTOSO, S. 2002. SPSS versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Edisi ketiga. Gramedia, Jakarta. SETIADI, B. SUBANDRIYO, M. MARTAWIDJAJA, D. PRIYANTO, D. YULISTIANI, T. SARTIKA, B. TIESNAMURTI, K. DIWYANTO dan L. PRAHARANI. 2001. Karakterisasi Kambing Lokal. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Peternakan APBN Tahun Anggaran 1999/2000. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 157 178. SUTAMA, I-K. 2004. Tantangan dan peluang peningkatan produktivitas kambing melalui inovasi teknologi reproduksi. Pros. Lokakarya nasional kambing potong. Puslitbang Peternakan, Bogor. SUTAMA, I-K., I.G.M. BUDIARSANA, H. SETIANTO and A. PRIYANTI. 1995. Produtive and reproductive performance of young Peranakan Etawah does. JITV 1: 81 85. TAMBING, S.N., M. GAZALI dan B. PURANTARA. 2001. Pemberdayaan teknologi inseminasi buatan pada ternak kambing. Wartazoa 11(1). WODZIKCKA-TOMASZEWSKA, MANIKA., I-K. SUTAMA, I-G. PUTU dan T.D. CHANIAGO. 1991. Reproduksi, tingkah laku dan produksi ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 390