C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA

dokumen-dokumen yang mirip
D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA

Memaknai Partisipasi Anak

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

UNOFFICIAL TRANSLATION

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT

PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

HAK ATAS PENDIDIKAN. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-3)

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

Demokrasi Berbasis HAM

Prinsip Dasar Peran Pengacara

A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang Lingkupnya

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

MAKALAH KEBEBASAN BEREKSPRESI, BERKUMPUL DAN BERSERIKAT. Oleh: Ifdhal Kasim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Perlindungan Anak Menurut KHA Dan UU No.23 Th.2002

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Perbedaan HAM pada UUD 1945 sebelum dan sesudah diamandemen A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah

H. Afif Nurhidayat, S.Ag.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Transkripsi:

C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA KHA merupakan instrumen pertama yang mengikat secara hukum untuk mengenali spektrum penuh hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang secara spesifik mengatur anak sebagai subyek hak (rights holders). Artinya, KHA menjadi kerangka normatif bagi masyarakat dan negara untuk memberikan perlindungan kepada anak, di sisi lain anak dapat mengajukan tuntutan secara moral dan hukum kepada para penanggung jawab dalam memberikan perlindungan kepada mereka. Hak anak atas partisipasi merupakan bagian integral dari HAM itu sendiri, sama halnya dengan jaminan atas HAM yang lain, termasuk hak atas kehidupan, perlindungan, dan perkembangan. Hak atas partisipasi dapat diterapkan dalam semua konteks, termasuk situasi konflik bersenjata. Untuk itu, kelompok anak dan kaum muda harus diberikan akses dan ruang untuk mengekspresikan dirinya serta diberikan akses atas informasi agar mereka berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. Nancy Kanyago, et.al, dari The African Child Policy Forum (2007:15) menyatakan bahwa partisipasi menjadi salah satu dari 3 (tiga) klasifikasi keseluruhan umum dari hak yang terkandung dalam KHA. Artinya partisipasi anak menjadi spirit dan prasyarat yang harus ada agar hakhak lain yang dijamin dalam KHA dapat dinikmati oleh anak-anak. Adapun 3 (tiga) klasifikasi umum KHA, yaitu: 1. Penyediaan (provision), anak-anak memiliki hak untuk disediakan layanan sosial dan layanan lainnya, meliputi perawatan kesehatan dan pendidikan, jaminan keamanan sosial dan standar hidup yang layak; 2. Perlindungan (protection), anak memiliki hak untuk dilindungi dari semua bentuk kekerasan, meliputi penyalahgunaan, kelalaian, semua bentuk eksploitasi seksual komersial dan eksploitasi seksual lainnya, penyiksaan, dan penahanan sewenang-wenang; 3. Partisipasi (participation), anak memiliki hak untuk didengar pendapatnya terhadap semua masalah yang berdampak pada kehidupan mereka dan berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka dan masyarakat secara keseluruhan. 79

Ketiga spirit dan prasyarat dasar KHA tersebut harus menjadi kerangka dasar dalam upaya mewujudkan keadilan transisional dalam upaya menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dan membangun masyarakat yang damai dan demokratis di masa yang akan datang. Sementara itu, dalam KHA juga terdapat prinsip-prinsip umum yang harus menjadi pedoman dalam perancangan proses dan mekanisme keadilan transisional meliputi: 1. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang (Pasal 6) 2. Kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 3); 3. Non-diskriminasi (Pasal 2); dan 4. Hak untuk mengekspresikan pandangan (Pasal 12). Kemudian, ketentuan-ketentuan dalam KHA yang dapat dijadikan sandaran hukum proses dan mekanisme keadilan transisional, antara lain: 1. Mengambil langkah legislatif, administrasi, dan tindakan yang lain untuk memastikan realisasi hak anak (Pasal 4); 2. Mengambil langkah-langkah untuk memajukan pemulihan fisik, psikologis, dan reintegrasi sosial (Pasal 39). Dalam hal penanganan pasca konflik, pemberdayaan korban merupakan prasyarat mendasar bagi setiap upaya pengambilan kebijakan rekonsiliasi. Oleh karena itu, melibatkan anak terlibat dalam proses keadilan transisional merupakan upaya untuk memberdayakan anak sebagai korban. Partisipasi anak dalam proses keadilan transisional harus menyesuaikan dengan usia dan tingkat kematangan anak sehingga kepentingan terbaik mereka dapat terjaga. Untuk mengkaitkan keadilan transisional dengan partisipasi anak dan kaum muda, dapat melihat pengalaman Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Sierra Leone. Berdasarkan pengalaman tersebut, Philip Cook & Cheryl Heykoop (2010: 162) mencatat paling tidak terdapat 3 (tiga) kunci keterlibatan anak dan kaum muda dalam proses tersebut, yaitu: 1. Memahami partisipasi anak dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dapat meningkatkan kapasitas mereka sesuai dengan konteks budaya setempat; 2. Mengkonseptualisasikan hubungan antara perlindungan dan partisipasi anak; 80

3. Mempelajari partisipasi penuh anak-anak sebagai suatu daya dorong yang didasarkan pada legalitas dan reformasi kebijakan sosial serta penguatan bagi warga negara, khususnya terkait dengan mendorong pemulihan antargenerasi dan berlanjutnya perdamaian pasca konflik. Melihat pengalaman Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Sierra Leone, terlihat jelas urgensitas partisipasi anak dalam proses pencarian kebenaran transisional pasca konflik dalam mewujudkan keadilan antargenerasi dan keberlanjutan perdamaian. Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 yang dihasilkan oleh kelompok anak dan kaum muda Aceh merupakan salah satu bentuk manifestasi partisipasi anak dan kaum muda di Aceh dalam masa transisi di Aceh. Mengapa anak harus diberikan akses untuk berpartisipasi dalam proses transisi di Aceh? Mengacu pada pandangan Paul Stephenson, Steve Gourley & Glenn Miles, (2004: 11) setidaknya terdapat 2 alasan yang mendasar: pertama, di bawah hukum internasional anak memiliki hak untuk dikonsultasi atas semua keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. Kedua, anak-anak sebenarnya lebih mengetahui kehidupannya sendiri, bukan orang lain. Sering kali orang dewasa merasa berhak membuat keputusan mengenai kehidupan anak-anak berdasarkan informasi yang hanya disediakan oleh orang dewasa. Padahal orang dewasa sudah tidak dapat berpikir, merasakan, dan melihat sebagai anak-anak sehingga keputusan yang diambil jika tanpa mendengar anakanak bisa jadi berdampak negatif ketimbang positif. Dengan demikian, Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 yang dihasilkan kelompok anak dan kaum muda merupakan implementasi hak anak untuk berpartisipasi dan menyuarakan aspirasi politiknya mengenai konstruksi masa depan Aceh yang mereka inginkan. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa setiap generasi berhak untuk mengkonstruksikan imajinasi dan pemikirannya mengenai wujud tatanan masa depan yang dikehendaki. Setiap generasi dipastikan memiliki sikap dan pemikiran baru yang niscaya berbeda dengan generasi terdahulu. Perbedaan pemikiran ini lahir karena konteks jaman yang berbeda. Oleh karenanya setiap generasi berhak menolak setiap infiltrasi pemikiran, apalagi bersifat indoktrininasi, yang dipaksakan oleh generasi terdahulu yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Pada titik ini kelahiran generasi baru bukan hanya sekedar melanjutkan eksistensi kodrati generasi terdahulu, namun setiap kelahiran generasi baru dilekati hak untuk mengukuhkan kemandiriannya. 81

Partisipasi didefinisikan oleh Roger A Hart (1992: 5) sebagai suatu proses pembagian keputusan yang mempengaruhi kehidupan seseorang dan kehidupan komunitas di mana individu tersebut menjalani kehidupannya. Sedangkan menurut Paul Stephenson, Steve Gourley & Glenn Miles (2004: 5) partisipasi anak didefinisikan sebagai upaya memberikan pengaruh atas isu yang berdampak pada kehidupan anak-anak melalui konsultasi atau tindakan kemitraan dengan orang dewasa. Kotak 13: Partisipasi Anak dalam KHA Anak yang tengah berkembang harus mendapatkan pengarahan dan bimbingan sesuai dengan perkembangan kemampuan anak (Pasal 5); Anak tidak dapat dipisahkan dari keluarganya tanpa mempertimbangkan pandangan anak (Pasal 9); Anak mempunyai hak untuk didengar pendapatnya (Pasal 12); Anak memiliki kebebasan berekspresi (Pasal 13); Anak memiliki kebebasan untuk berhati nurani, berpikir, dan berkeyakinan (Pasal 14); Anak memiliki kebebasan berkumpul (Pasal 15); Anak memiliki hak atas privasi (Pasal 16); Anak memiliki kebebasan atas informasi (Pasal 17); Anak memiliki hak atas pendidikan untuk memajukan penghormatan terhadap HAM dan demokrasi (Pasal 29). Sumber: Gerison Lansdown, 2001 Pasal 12 KHA merupakan ketentuan inti yang mendasari anak untuk berpartisipasi. Pasal tersebut menyatakan: Negara harus menjamin bagi anak yang mampu membentuk pendapatnya sendiri, hak untuk mengutarakan pendapat dengan bebas dalam semua masalah yang mempengaruhi kehidupan anak, pendapat anak diberi bobot yang semestinya sesuai dengan umur dan kematangan si anak. Berdasarkan ketentuan di atas maka negara dibebani kewajiban memberikan kesempatan dan akses bagi anak untuk berpartisipasi. Untuk itu, agara dapat menjamin pelaksanaan partisipasi anak harus berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Setiap anak memiliki kemampuan untuk mengekspresikan pandangannya; 2. Hak untuk megekspresikan pandangannya secara bebas; 3. Hak untuk didengar terhadap setiap masalah yang berdampak pada kehidupannya; 82

4. Hak mendapatkan tanggapan serius terhadap apa yang diungkapkannya; 5. Penghargaan pandangan anak harus menyesuaikan dengan usia dan tingkat kematangan anak. Pesan lain yang terbaca dari Pasal 12 adalah partisipasi anak merupakan hak yang substantif (substantive right) karena anak dapat bertindak sebagai aktor dalam kehidupannya serta berpartisipasi dalam mengambil keputusan terhadap hal-hal yang berdampak pada kehidupannya. Di sisi yang lain, pasal ini juga menegaskan hak partisipasi sebagai hak prosedural (procedural right) karena anak dilekati hak untuk menolak penyalahgunaan kekuasaan, pembiaran, dan mengupayakan pemajuan dan perlindungan hak-haknya (Gerison Lansdown, 2001: 2). Kemudian Roger A. Hart (1992: 6), menambahkan bahwa Pasal 12 harus disandingkan dengan Pasal 13 KHA karena untuk berpartisipasi anakanak membutuhkan arus informasi sehingga mereka dapat memutuskan apa yang terbaik bagi kehidupannya. Pasal 13 KHA menyatakan bahwa: Anak memiliki hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat, hak ini mencakup kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan semua macam pemikiran, tanpa memperhatikan perbatasan, baik secara lisan, dalam bentuk tertulis ataupun cetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain apa pun pilihan anak. Terkait dengan implementasi Pasal 12, Komite Hak Anak mengeluarkan Komentar Umum No. 12 Tahun 2009 mengenai hak untuk didengar (right to be heard) menegaskan kembali pentingnya hak anak untuk berpartisipasi dalam rangka mengimplementasikan ketentuan Pasal 12 KHA. Dengan demikian, partisipasi anak menjadi permasalahan yang penting yang harus diperhatikan dalam setiap situasi apa pun, baik situasi konflik, resolusi, maupun rekonstruksi pasca konflik. Selanjutnya, Afua Twum-Danso (2003) mengungkapkan pendapatnya bahwa partisipasi anak bersifat positif apabila partisipasi membawa implikasi anak mendapatkan akses dalam proses pembuatan keputusan melalui aktivitas-aktivitas sebagai berikut: 1. Mencari informasi; 2. Membentuk pandangan; 3. Mengekspresikan ide; 4. Mengambil bagian dalam setiap proses dan aktivitas; 5. Menginformasikan dan melakukan konsultasi dalam pembuatan keputusan; 6. Menganalisis situasi dan membuat pilihan. 83

Untuk mendorong tumbuhnya partisipasi anak dibutuhkan prosedurprosedur yang tepat dan fleksibel sehingga dapat mengakomodasi semua kelompok anak-anak dengan berbagai kemampuan, kebutuhan dan kepentingan, dan situasi yang berbeda. Terdapat 4 prosedur yang menjadi prasyarat untuk memastikan bahwa anak-anak dapat menjadi peserta dalam berbagai situasi pengambilan keputusan (Marit Skivenes & Astrid Strandbu, 2006), meliputi: 1. Anak-anak harus memiliki kesempatan untuk membentuk pendapat mereka ketika sebuah keputusan (kebijakan) ditetapkan. Untuk dapat membentuk pendapatnya tersebut anak-anak membutuhkan informasi tentang keputusan yang sebelumnya dan menerima informasi yang memadai sesuai dengan usia mereka. Selain itu, mereka juga harus diberitahu tentang kemungkinan konsekuensi dari keputusan tersebut untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Kemudian anak-anak juga membutuhkan kesempatan untuk merefleksikan pikiran mereka, apa yang seharusnya, dan apa yang mungkin akan dilakukan; 2. Anak-anak harus memiliki kesempatan mengekspresikan pandangan mereka dalam proses pembuatan keputusan. Untuk mengidentifikasi pendapat anak-anak maka harus dikonsultasi dan bagaimana seharusnya hasil konsultasi disajikan dalam diskusi yang sedang berlangsung. Anak-anak harus diberikan pilihan apakah akan berbicara untuk diri sendiri atau mewakilkan pada orang dewasa yang terpercaya berbicara atas nama mereka; 3. Argumen anak-anak harus dianggap serius dan harus disertakan dalam keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Setiap alasan untuk mengecualikan suatu kepentingan anak dan keinginan harus diterangkan dengan jelas. Penyertaan dalam pengambilan keputusan tidak berarti bahwa sudut pandang seseorang akan mendominasi, melainkan setiap pandangan anak-anak harus diberikan bobot yang sama dengan pandangan kelompok lain; 4. Anak-anak harus diberitahu setelah keputusan telah dibuat tentang hasil yang telah dicapai dan apa hasilnya benar-benar berarti. Oleh karenanya harus ada kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mengajukan banding atas keputusan yang telah diambil tersebut. Di samping itu penting untuk memiliki beberapa bentuk kontrol eksternal dari proses dan hasil keputusan sehingga dapat meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam konteks ini, David Hodgson (Save The Children, tanpa tahun) mengungkapkan terdapatnya suatu kondisi yang harus ada sebagai prasyarat untuk memberdayakan anak melalui partisipasi. 84

Kondisi ini berkontribusi terhadap terdapatnya kesempatan dan akses bagi anak-anak untuk mengekspresikan persepsinya. Kondisi yang dikemukan oleh David Hodgson tersebut adalah: 1. Terbukanya akses bagi anak-anak ke dalam proses pembuatan kebijakan; 2. Tersedianya akses bagi anak-anak untuk memperoleh informasi yang relevan; 3. Kebebasan anak-anak untuk menentukan pilihan; 4. Institusi yang mandiri (independent) dan terpercaya untuk mendorong terepresentasikannya kepentingan dan kebutuhan anak; 5. Terakomodasi cara untuk mengajukan perbaikan. Senada dengan pemikiran di atas, European Youth Centre Budapest (tanpa tahun) mengacu pandangan UNICEF yang menetapkan prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu Negara dalam memberikan akses dan ruang partisipasi bagi anak-anak. Prasyarat-prasyarat tersebut meliputi: 1. Anak-anak harus memahami suatu kebijakan, proses pembuatan kebijakan, dan bagaimana mereka terlibat dalam proses tersebut; 2. Relasi kuasa dan struktur pembuatan kebijakan harus transparan; 3. Anak-anak harus dilibatkan pada setiap tahap yang paling memungkinkan dari setiap inisiatif pembentukan kebijakan; 4. Semua anak-anak harus diperlakukan dengan penghargaan yang setara tanpa memandang usia, kondisi, etnisitas, kemampuan, dan faktor lainnya; 5. Aturan-aturan dasar harus dibangun yang mendasari keterlibatan semua anak dalam proses pembuatan kebijakan; 6. Partisipasi bersifat kesukarelaan dan anak-anak harus diijinkan untuk meninggalkan setiap tahapan proses pembuatan kebijakan tersebut 7. Penghargaan terhadap pandangan dan pengalaman anak-anak yang berbeda melekat pada setiap anak. Dalam perspektif HAM, terciptanya kondisi di atas menjadi kewajiban hukum negara karena negara pada prinsipnya dilekati kewajiban untuk menjamin penikmatan hak asasi anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 KHA. Pasal 4 KHA menyatakan bahwa: Negara akan melakukan semua tindakan legislatif, administratif, dan tindakan lain yang tepat untuk pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini. 85

Hak partisipasi dalam konstruksi doktrin HAM masuk dalam kategori hak politik. Kategorisasi ini memiliki konsekuensi logis di satu sisi negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terlalu jauh yang dapat mengakibatkan terhambatnya seseorang untuk menikmati hak berpartisipasi. Namun di sisi lain negara juga berkewajiban untuk membuka akses bagi setiap warga negara berpartispasi dalam pengambilan keputusan dan sekaligus menyediakan akses terhadap arus informasi seluas-luasnya. Menurut Gerison Lansdown (2001:9-10) terdapat beberapa prinsip dasar untuk meningkatkan partisipasi yang demokratis bagi anak-anak, yakni: 1. Anak-anak harus memahami program atau prosesnya dan peran mereka di dalamnya; 2. Hubungan kekuasaan dan struktur pengambilan keputusan harus transparan; 3. Anak-anak harus terlibat dari tahap seawal mungkin untuk inisiatif apa pun; 4. Semua anak harus diperlakukan dengan rasa hormat yang sama tanpa memandang usia, situasi, etnisitas, kemampuan atau faktor lain; 5. Aturan dasar harus dibentuk dengan semua anak-anak sejak awal; 6. Partisipasi harus bersifat sukarela dan anak-anak harus diijinkan untuk meninggalkan setiap tahapan tersebut; 7. Anak-anak berhak untuk dihormati pandangan dan pengalamannya. Oleh karena partisipasi dimaknai termasuk sebagai hak manusia yang paling mendasar maka setiap orang memiliki hak untuk menuntut negara untuk melaksanakan kewajibannya (Joachim Theis, 2004: 3). Demikian pula halnya dengan anak-anak karena mereka telah menjadi subyek hak dan dalam batas-batas tertentu telah menjadi subyek hukum internasional maka anak-anak juga dapat mengajukan tuntutan kepada negara untuk menjamin penikmatan hak tersebut. Hal ini penting menjadi perhatian negara karena akan memperkuat komitmen dan pemahaman bagi anak tentang demokrasi (Gerison Lansdown (2001:6). Bahkan apabila mengacu pada pandangan Roger A Hart (1992: 4) yang menyatakan bahwa negara yang demokratis dapat dilihat sejauh mana warganya terlibat, terutama di tingkat masyarakat. Dalam hal ini, Roger A. Hart menyatakan untuk mewujudkan demokrasi yang berkelanjutan maka harus ada kesempatan bagi anak-anak secara bertahap untuk berpartisipasi dalam proses dan mekanisme demokrasi. 86

Hak anak dan kaum muda untuk berpartisipasi pada dasarnya menyangkut hak individu sebagai warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya di wilayah (locus) publik. Oleh karenanya partisipasi anak yang telah dijamin dalam KHA akan bersinggungan dengan instrumen Hukum HAM Internasional lainnya. Persinggungan antara KHA dengan instrumen HAM internasional lain yang menjadi hak partisipasi anak dapat dilihat pada tabel berikut. INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL HAK YANG DIJAMIN DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN KONVENSI HAK ANAK Akses terhadap informasi Berorganisasi Pasal 20 Berpendapat Pasal 19 Pasal 19 Pasal 19 Pasal 7 Pasal 17 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 7 Pasal 14 Pasal 7 Pasal 15 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Berpartisipasi dalam urusan pemerintahan Pasal 21 Pasal 25 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 14 (dalam konteks Indonesia, anak yang telah berusia 17 tahun dapat berpartispasi dalam urusan pemerintahan) Instrumen hukum HAM internasional tersebut menegaskan bahwa anak dan kaum muda sebagai bagian dari elemen masyarakat dan sebagai entitas manusia yang dilekati hak, semestinya juga mendapatkan akses dan kesempatan yang sama seperti warga masyarakat yang lain. Keterlibatan anak dalam proses serta mekanisme demokrasi mendapatkan 87

justifikasi karena mengabaikan dan meminggirkan anak-anak untuk berpartisipasi sama halnya mendiskriminasikan anak-anak secara ganda (Gerison Lansdown (2001:7). Dengan demikian, membuka akses bagi anak-anak dan melibatkan partisipasi anak secara aktif dan berkelanjutan dalam pembahasan setiap permasalahan baik di dalam komunitas maupun dalam institusi pemerintahan signifikan dilakukan dalam rangka menyemai benih-benih kehidupan demokratis. Penyemaian benih-benih nilai-nilai demokrasi dapat dilakukan melalui partisipasi aktif anak-anak pada setiap dimensi dan ranah kehidupan bermasyarakat serta bernegara yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam kerangka keadilan transisional, rekonsiliasi masa lalu dan masa kini mendasar dan penting dilakukan. Upaya mendialogkan kedua masa tersebut berdasarkan perspektif kelompok anak dan kaum muda menjadi penting dipertemukan sehingga kebutuhan mereka yang spesifik dapat terakomodasi di dalam proses tersebut. Dialog kelompok anak dan kaum muda dalam upaya membayangkan serta mengkonstruksikan masa depan Aceh dapat dilakukan dengan menggunakan piranti perencanaan skenario. Perencanaan skenario dalam konteks Aceh dapat dipergunakan sebagai bagian integral untuk mengupayakan keadilan transisional dan transformasi konflik. Di samping itu, Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 merupakan suatu proses pemberdayaan anak agar mereka bisa: 1. Mengenali permasalahan kehidupannya; 2. Menyuarakan permasalahan dan harapannya; 3. Membangun dan mengelola organisasi; 4. Berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Dengan demikian, Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 oleh kelompok anak dan kaum muda bertujuan untuk: 1. Memberikan kesempatan dan ruang kebebasan bagi anak-anak dan kaum muda untuk mengkonstruksikan masa depan Aceh pada 2018 berdasarkan imajinasi mereka; 2. Menempatkan anak-anak dan kaum muda dalam semesta pewacanaan rekonsiliasi konflik, perwujudan keadilan transisi, dan pembangunan masa depan Aceh; 3. Memberikan kesempatan dan ruang partisipasi bagi kelompok anak dan kaum muda untuk mengekspresikan kehendaknya dalam proyek membayangkan masa depan Aceh bersama-sama dengan kelompok masyarakat sipil lainnya. 88