LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI DI PROVINSI SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau. Oleh : Rudi Iswanto Titik Sundari Didik Harnowo

HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT KEDELAI DI PROVINSI ACEH

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

ROGUING DAN SORTASI PADA PROSES PRODUKSI BENIH RINGKASAN

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Kacang Tanah. Oleh : Joko Purnomo Novita Nugrahaeni Titik Sundari Didik Harnowo

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

Teknologi Budidaya Kedelai

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

Analisis Finansial Usaha Tani Penangkaran Benih Kacang Tanah dalam satu periode musim tanam (4bulan) Oleh: Achmad Faizin

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

KOMPONEN TEKNOLOGI PIUHAN

Pedoman Umum. PTT Kedelai

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI MELALUI UPBS UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN LOGISTIK BENIH DI SUMATERA UTARA

PERAN BPTP DALAM MENDUKUNG JABALSIM PERBENIHAN KEDELAI DI SETANGGOR, LOMBOK TENGAH, NTB

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS 2015

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI

Pedoman Umum. PTT Kedelai. Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) KEDELAI

TEKNOLOGI BUDIDAYA DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

PELUANG PENGEMBANGAN PENANGKAR KEDELAI DI BANTEN

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS)

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

Pemurnian Varietas Kipas Putih dan Kipas Merah Dalam Rangka Mendapatkan Galur Mutan Tahan Kekeringan dan Berpotensi Hasil Tinggi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

Produksi Kedelai; Strategi Meningkatkan Produksi Kedelai Melalui PTT, oleh Ir. Atman, M.Kom. Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PERSEPSI PETANI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA TERHADAP VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN PENERAPAN PTT

TEKNOLOGI PERTANIAN MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG DAN KEDELAI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PENGATURAN POPULASI TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI DI PROVINSI SUMATERA BARAT Tim Peneliti: Atman Roja Zul Irfan Syahrul Zen Farida Artati Misran Dasmal Zulkifli Syafrial Anwar Fadli Taufik Mulyasdi BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015 1. Judul Kegiatan : Perbanyakan Benih Sumber Kedelai di Provinsi Sumatera Barat 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat 3. Alamat Unit Kerja : Jln. Raya Padang-Solok KM 40 Sukarami 4. Sumber Dana : DIPA BPTP Sumbar TA 2015 5. Status Kegiatan : Lanjutan 6. Penanggung Jawab a. N a m a b. Pangkat/Golongan c. Jabatan C1. Struktural C2. Fungsional : : : : : Ir. Atman Roja, M.Kom Pembina Utama MudaI/IV c Ketua Kelji Sumberdaya Peneliti Utama 7. Lokasi Kegiatan : Sumatera Barat 8. Agro Ekosistem : Lahan kering dan lahan sawah tadah hujan 9. Jangka Waktu : - 10. Tahun Mulai : 2014 11. Tahun Pelaksanaan : 2015 12. Biaya Kegiatan T.A. 2015 : Rp. 369.000.000,- (tiga ratus enam puluh sembilan juta rupiah) Mengetahui: Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Sukarami, Desember 2015 Penanggung Jawab RDHP, Dr. Ir. Hardiyanto, M.Sc NIP. 196005031986031001 Ir. Atman Roja, M.Kom NIP. 196210151992021001 ii

KATA PENGANTAR Dalam rangka menuju swasembada kedelai, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat bertugas menghasilkan benih sumber kelas FS dan SS sehingga dapat diperbanyak oleh penangkar benih menjadi benih kelas BR (sebar). Pada tahun anggaran 2015 ini, BPTP Sumatera Barat yang di danai oleh APBN telah melakukan kegiatan PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Kegiatan ini merupakan lanjutan kegiatan tahun sebelumnya (2014). Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memperkuat sistem perbenihan dan penangkar benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Secara terperinci, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain untuk: a. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih dasar (FS) sebanyak 1,0 ton. b. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih pokok (SS) sebanyak 29,97 ton. Laporan akhir tahun ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akhir kegiatan. Namun, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dari laporan yang disajikan ini. Untuk itu, saran dan kritik demi penyempurnaan sangat kami harapkan. Tim Pelaksana Kegiatan iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... RINGKASAN... SUMMARY... Halaman I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Pertimbangan... 2 1.3. Tujuan... 3 1.4. Keluaran Yang Diharapkan... 3 1.5. Hasil Yang Diharapkan... 3 1.6. Manfaat Yang Diharapkan... 3 1.7. Dampak Yang Diharapkan... 4 II TINJAUAN PUSTAKA... 5 III METODOLOGI... 9 3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan... 9 3.2. Prosedur Pelaksanaan... 9 3.3. Parameter yang diamati... 13 3.4. Analisis Data... 13 IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 14 4.1. Pelaksanaan Koordinasi... 14 4.2. Realisasi Kegiatan... 14 4.3. Pelaksanaan Sosialisasi dan Pelatihan... 15 4.4. Pelaksanaan Lapangan... 17 4.5. Hasil Calon Benih dan Benih Bersertifikat... 21 4.6. Distribusi Benih Bersertifikat... 22 V KESIMPULAN DAN SARAN... 23 VI. KINERJA KEGIATAN... 24 6.1. Keluaran yang dicapai... 24 6.2. Hasil yang dicapai... 24 6.3. Manfaat yang dicapai... 24 6.4. Dampak yang dicapai... 24 6.4. Kisah Sukses... 24 DAFTAR PUSTAKA... 25 iii iv v vi vii viii iv

DAFTAR TABEL Tabel 1 Realisasi tanam kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015. 2 Hasil calon benih dan benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015. 3 Distribusi benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015. Halaman 15 21 22 v

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kegiatan rapat koordinasi perbenihan lingkup Balitbangtan di Jakarta. 2 Kegiatan sosialisasi dan pelatihan perbanyakan benih sumber kedelai di Sumatera Barat. 3 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Muaro Sikabau, Sawahlunto Sumatera Barat. 4 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Buah Palo, Sawahlunto Sumatera Barat. 5 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Sawahlunto Sumatera Barat. 6 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Pacicingan, Sijunjung Sumatera Barat. 7 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Jambu Sakato, Sijunjung Sumatera Barat. 8 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas SS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat. 9 Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas FS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat. Halaman 14 16 17 18 18 19 19 20 20 vi

RINGKASAN Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah ketersediaan benih bermutu. Sejak tahun 2007 pemerintah melaksanakan program benih kedelai berbantuan kepada para petani guna mengatasi permasalahan ketersediaan benih bermutu di tingkat petani. Sebagai lembaga penghasil inovasi teknologi, Balitbangtan dituntut untuk berperan aktif dalam program nasional tersebut melalui penyediaan benih sumber, terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu benih kedelai yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kegiatan ini bertujuan utama untuk memperkuat sistem perbenihan dan penangkar benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Secara terperinci, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain untuk: (a) memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih dasar (FS) sebanyak 1,0 ton; dan (2) memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih pokok (SS) sebanyak 29,97 ton. Kegiatan dilaksanakan pada berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Barat (Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto) seluas 31,5 ha untuk memproduksi benih kelas SS dan 1,0 ha untuk memproduksi benih kelas FS. Varietas unggul yang digunakan sebagai sumber benih kelas SS adalah: Anjasmoro, Panderman, Bueangrang, dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk benih kelas FS adalah Anjasmoro. Komponen teknologi sesuai anjuran Balitbangtan diterapkan dalam kegiatan ini. Hasil sementara kegiatan perbanyakan benih kedelai sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: (1) Kegiatan perbanyakan benih kedelai terealisasi seluas 31,5 ha untuk menghasilkan benih kelas SS varietas Anjasmoro, Panderman, Burangrang, dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk kelas benih FS varietas Anjasmoro seluas 1,0 ha; (2) Calon benih kedelai yang dihasilkan sebanyak 8.673 kg. Dari calon benih ini, dihasilkan benih bersertifikat kelas benih SS sebanyak 4.825 kg; (3) Masih akan dihasilkan lagi benih kelas SS yang saat ini dalam proses pasca panen di tingkat petani dan seleksi benih di UPBS; dan (4) Benih kelas FS saat ini masih stadia mulai berbunga. Diperkirakan panen pada awal Februari 2016. vii

SUMMARY One of the obstacles in increasing soybean production is the availability of quality seed. Since 2007 the government implement the program assisted soybean seeds to farmers in order to overcome the problems of availability of quality seed at the farm level. As an institution and technological innovation, Balitbangtan required to actively participate in the national program through the provision of seed sources, particularly in relation to efforts to accelerate the development of new varieties. This activity is expected to contribute to increased production, productivity, and quality of soybean seeds according to user needs. The main aim of this activity is to strengthen seed systems and seed soybeans in the province of West Sumatra. In detail, the purpose of the implementation of these activities, among other things: (a) produce seeds soybean varieties resource class basic seed (FS) as much as 1.0 tons; and (2) produce seeds soybean varieties resource class staple seeds (SS) as much as 29.97 tons. The event was held at various locations in the province of West Sumatra (Tanah Datar, Sijunjung, and Sawahlunto) covering an area of 31.5 ha to produce seed class SS and 1.0 ha to produce seed FS class. Yielding varieties that are used as seed sources SS class is: Anjasmoro, Panderman, Bueangrang, and Gepak Yellow. As for FS grade seed is Anjasmoro. Technology components as recommended Balitbangtan applied in this activity. Preliminary results of soybean seed multiplication activities until the writing of this report concluded, among other things: (1) The activities of soybean seed multiplication realized measuring 31.5 ha to produce seed varieties Anjasmoro SS class, panderman, Burangrang, and Gepak Yellow. As for the class FS seed varieties Anjasmoro area of 1.0 ha; (2) Prospective soybean seed produced as much as 8673 kg. From the prospective of this seed, certified seed produced seed class SS as much as 4,825 kg; (3) There will still be produced more seeds SS class that is currently in the process of post-harvest at farm level and the selection of seeds in UPBS; and (4) Seed class stadia FS still start flowering. It is estimated that the harvest in early February 2016. viii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai termasuk komoditas pangan yang perlu dipercepat upaya peningkatan produksinya, karena hingga saat ini produksi nasional baru mampu memenuhi 35-40% dari kebutuhan dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi kedelai dalam negeri hanya mencapai angka 600-700 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan telah mencapai lebih 2,2 juta ton (Balitkabi, 2013). Untuk menutupi kekurangan produksi, pemerintah harus selalu mengimpor kedelai dan kondisi ini terjadi sepanjang tahun. Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah ketersediaan benih bermutu. Alur benih kedelai bersertifikat mulai dari BS FS SS ES sering bermasalah dan berhenti atau macet tidak sampai pada ES, yang akibatnya persediaan benih bermutu (bersertifikat) di tingkat petani tidak mencukupi. Akibatnya, sebagian besar petani menggunakan benih asalan atau benih sendiri yang kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya, produktivitas aktual kedelai jauh di bawah potensi genetiknya. Perbanyakan benih kedelai diawali dari penyediaan benih penjenis (BS) oleh Balai Penelitian komoditas, sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar (FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES). Kesinambungan alur perbanyakan benih tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan benih sumber yang sesuai dengan kebutuhan produsen atau penangkar benih dan menentukan proses produksi benih sebar. Kelancaran alur perbanyakan benih juga sangat menentukan kecepatan penyebaran varietas unggul baru kepada para petani (Suyamto et al., 2007). Selanjutnya Suyamto et al. (2007) menyatakan bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi dalam perbenihan kedelai adalah: (1) belum semua varietas unggul yang dilepas dapat diadopsi petani atau pengguna benih; (2) ketersediaan benih sumber dan benih sebar secara enam tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi, dan harga) belum dapat dipenuhi; (3) belum optimalnya kinerja lembaga produksi dan pengawasan mutu benih; (4) penurunan mutu benih secara cepat dan harga benih belum kompetitif, serta (5) belum semua petani menggunakan benih unggul bermutu/bersertifikat. Sejak tahun 2007 pemerintah melaksanakan program benih kedelai ix

berbantuan kepada para petani guna mengatasi permasalahan ketersediaan benih bermutu di tingkat petani. Sebagai lembaga penghasil inovasi teknologi, Balitbangtan dituntut untuk berperan aktif dalam program nasional tersebut melalui penyediaan benih sumber, terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu benih kedelai yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Peran BPTP melalui Unit Produksi Benih Sumber (UPBS) di masing-masing provinsi dalam hal ini sangat menentukan. 1.2. Dasar Pertimbangan Sebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman, benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh. Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, antara lain: (1) daya hasil tinggi, (2) tahan terhadap hama dan penyakit, (30 umur genjah, (4) mutu hasil panen sesuai dengan keinginan konsumen, dan (5) sifat-sifat unggul lainnya yang lebih baik dibanding varietas lokal atau varietas yang ada sebelumnya. Keunggulan dari suatu varietas juga ditentukan oleh mutu benih sumber yang digunakan, yakni benih penjenis (BS), benih dasar (FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES). Benih sumber harus menjadi jaminan mutu bagi benih, baik dari segi genetic dan fisiologis maupun fisik. Dalam penyediaan benih sumber seyogianya tidak mengorbankan mutu karena akan merusak sistem perbenihan. Sistem perbenihan kedelai secara formal belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hingga saat ini sedikit sekali petani yang menggunakan benih kedelai bermutu, sebagaimana yang tercermin dari penggunaan benih kacang-kacangan bersertifikat yang kurang dari 3%. Untuk memenuhi kebutuhan benih kedelai bermutu dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani perlu dibangun sistem perbenihan yang kuat dan dibina usaha penangkaran benih, terutama di daerah sentra produksi kedelai. Kemampuan industri benih untuk memasok benih bermutu sampai ke pedesaan merupakan prasyarat dalam mempercepat pengembangan varietas unggul baru. Sebagaimana halnya sistem perbenihan komoditas pangan lainnya, sistem perbenihan kedelai juga harus mengacu kepada aspek efisiensi, daya x

saing, dan kontinyuitas. Penguatan sistem perbenihan kedelai memiliki aspek yang sangat luas. Melalui kegiatan ini diharapkan peningkatan produksi benih sumber dengan menggunakan teknologi baku/standar agar mutu benih yang dihasilkan terjamin. Benih sumber kedelai yang akan diproduksi meliputi benih dasar (FS) dan benih pokok (SS). Dalam pelaksanaannya, kegiatan produksi benih berkoordinasi dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), Balai Benih Induk (BBI), dan institusi produsen benih sebar untuk kelancaran proses produksi dan penyaluran benih sumber 1.3. Tujuan Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memperkuat sistem perbenihan dan penangkar benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Secara terperinci, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain untuk: c. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih dasar (FS) sebanyak 1,0 ton. d. Memproduksi benih sumber varietas unggul kedelai kelas benih pokok (SS) sebanyak 29,97 ton. 1.4. Keluaran Yang Diharapkan Keluaran yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan Perbanyakan Benih Sumber Kedelai di Provinsi Sumatera Barat ini adalah : a. Benih sumber varietas unggul kedelai kelas FS sebanyak 1,0 ton. b. Benih sumber varietas unggul kedelai kelas SS sebanyak 29,97 ton. 1.5. Hasil Yang Diharapkan Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 1,0 ton kelas FS dan 29,97 ton kelas SS yang akan digunakan penangkar benih kedelai untuk dijadikan benih sebar (BS) di Provinsi Sumatera Barat atau pun provinsi tetangga. 1.6. Manfaat Yang Diharapkan Dengan diproduksinya benih sumber kedelai kelas SS sebanyak 29,97 ton maka kebutuhan benih bagi penangkar benih kedelai, termasuk Satgas BBI, untuk memproduksi benih sebar kedelai di Provinsi Sumatera Barat akan dapat terpenuhi dan sistem perbenihan kedelai pun sekaligus akan menjadi lebih kuat. Peranan UPBS BPTP Sumatera Barat dalam memperkuat sistem perbenihan kedelai di provinsi ini akan semakin dirasakan oleh pihak-pihak lain yang terkait. Penggunaan varietas unggul pada kegiatan ini akan mempercepat sosialisasi dan xi

diseminasi varietas unggul kepada penangkar benih dan petani kedelai di daerah ini. Dilakukannya pembinaan melalui kerjasama dengan penangkar benih tentunya diharapkan akan memperkuat atau meningkatkan kapasitas penangkar benih kedelai di Provinsi Sumatera Barat. Pada awal kegiatan ini penangkar benih kedelai di Sumatera Barat hanya satu, melalui kegiatan ini jumlah penangkar benih kedelai diharapkan akan bertambah, karena lokasi penangkaran akan tersebar pada beberapa kabupaten sentra produksi kedelai di daerah ini. Keadaan ini akan mempermudah pengembangan usahatani kedelai di masa yang akan datang. 1.7. Dampak Yang Diharapkan Produksi benih sumber kedelai dalam jumlah yang besar (benih pokok 29,97 ton) dan sekaligus dilakukannya pembinaan terhadap penangkar benih kedelai diperkirakan akan menjadi media sosialisasi dan promosi yang bermakna untuk mengangkat status kedelai sebagai salah satu komoditas pangan utama di Provinsi Sumatera Barat. Apabila status kedelai meningkat, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa Provinsi Sumatera Barat akan menjadi salah satu dari 17 provinsi pendukung tercapainya swasembada kedelai di Indonesia. xii

II. TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan pangan berperan penting dalam mewujudkan empat target utama pembangunan pertanian ke depan, yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis membuka peluang bagi berkembangnya industri sarana produksi dan jasa pelayanan. Penerapan teknologi yang merupakan komponen utama agribisnis akan meningkatkan kebutuhan sarana produksi untuk efisiensi produksi, distribusi, dan pemasaran hasil pertanian. Menurut Sundari dan Nugrahaeni (2013), salah satu komponen produksi yang sangat dibutuhkan oleh petani adalah benih bermutu. Ketersediaan benih bermutu dinilai strategis karena sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman. Potensi genetik tanaman juga bergantung pada penggunaan benih bermutu. Mengingat pentingnya fungsi benih dalam pengembangan agribisnis dan ketahanan pangan, maka penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan preferensi konsumen dan sistem produksi benih secara berkelanjutan menjadi semakin penting. Sebagai sarana produksi yang membawa sifat-sifat varietas tanaman, benih berperan penting dalam menentukan tingkat hasil yang akan diperoleh. Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, antara lain: (1) daya hasil tinggi, (2) tahan terhadap hama dan penyakit, (3) umur genjah, dan (4) mutu hasil panen sesuai dengan keinginan konsumen (Suyamto et al., 2007). Dalam pertanaman di lapangan, sifat-sifat yang menguntungkan tersebut akan muncul apabila benih yang digunakan bermutu tinggi dengan teknologi budidaya yang optimal. Menurut Adie (2013), selama kurun waktu 95 tahun (1918 hingga November 2013), Kementerian Pertanian telah melepas sebanyak 78 varietas unggul kedelai. Dari 78 varietas kedelai di Indonesia tersebut, sebagian besar dibentuk melalui persilangan (38 varietas), 19 varietas hasil seleksi dari varietas introduksi, 11 varietas berasal dari seleksi varietas lokal, 9 varietas asal mutasi, xiii

dan 1 varietas merupakan segregasi alami. Varietas-varietas kedelai yang dilepas 12 tahun terakhir, tidak hanya mempunyai produktivitas tinggi, tetapi telah direkomendasikan dengan sifat-sifat lain seperti adaptif terhadap lahan kering masam, adaptif lahan pasang surut, toleran kekeringan, toleran naungan, sesuai untuk bahan baku industri dan berkandungan nutrisi tinggi, khususnya protein. Selanjutnya dijelaskan, bahwa sebagai salah satu komponen teknologi dasar, varietas unggul memiliki berbagai keunggulan dan menjadi komponen teknologi budidaya yang paling ditunggu kehadirannya dan paling mudah diadopsi oleh pengguna. Nugrahaeni (2013) menyatakan bahwa benih bermutu berperan penting pada keberhasilan usahatani kedelai. Benih bermutu merupakan wahana pembawa teknologi, termasuk varietas unggul. Prinsip produksi benih adalah mempertahankan kemurnian genetik. Tenologi produksi benih mencakup prinsip-prinsip agronomi untuk mempertahan-kan mutu benih yang tinggi. Mutu benih yang tinggi didapatkan pada pemahaman dan penerapan teknologi prapanen dan pascapanen yang baik. Menurut Taufiq (2013), kedelai di Indonesia dibudidayakan pada berbagai agroekologi, yaitu lahan kering (tegal) dalam pola tanam kedelai-palawija lain atau palawija lain-kedelai, pada lahan sawah tadah hujan dalam pola tanam kedelai-padi, pada lahan sawah beririgasi terbatas dalam pola tanam padi-kedelai, dan pada lahan sawah beririgasi teknis dalam pola tanam padi-padi-kedelai. Pertumbuhan dan produksi tanaman pada semua agroekologi tersebut sangat tergantung pada kesuburan tanah. Kekurangan unsur hara menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal, gagal menyelesaikan pertumbuhan vegetatif maupun generatif dengan baik sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. Marwoto (2013) menyatakan bahwa salah satu kendala utama dalam peningkatan produksi kedelai, termasuk pertanaman untuk benih, adalah gangguan hama. Kerugian akibat serangan hama pada tanaman kedelai dapat menurunkan hasil sampai 80%, bahkan puso, apabila tidak ada tindakan pengendalian. Tanaman kedelai sangat disukai oleh hama, terbukti dengan banyaknya hama yang menyerang yakni hama dalam tanah, hama bibit, hama daun, hama penggerek batang, dan hama polong kedelai. Dengan kata lain, tanaman kedelai sejak tumbuh ke permukaan tanah hingga tanaman tua tidak xiv

akan luput dari serangan hama. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengendalian hama pada tanaman kedelai harus berlandaskan strategi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu suatu cara pendekatan atau cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Strategi PHT adalah mendukung secara kompatibel semua teknik atau metode pengendalian hama yang didasarkan pada azas ekologi dan ekonomi. Tidak hanya hama, kendala dalam usaha peningkatan produksi kedelai termasuk usaha perbenihan adalah penyakit. Oleh karena itu, menurut Prayogo (2013), para produsen benih harus lebih memahami tentang diagnosis penyebab penyakit atau identifikasi patogen yang menginfeksi tanaman kedelai. Hal ini terkait dengan beberapa hal, sebagai berikut: (1) penyakit utama kedelai umumnya patogen terbawa benih, kecuali penyakit yang bersifat obligat, sehingga dalam budidayanya tanaman kedelai harus dilindungi secara maksimal supaya benih yang dihasilkan terbebas dari patogen, (2) jenis-jenis patogen dan bioekologinya perlu dipahami supaya teknologi pengendalian yang diterapkan lebih efektif dan lebih efisien, (3) keberadaan patogen dapat diminimalisasi dengan cara memahami epidemiologi penyakit sehingga patogen tidak dapat berkembang normal, dan (4) perlakuan benih (seed treatment) merupakan tindakan pencegahan dini terhadap berkembangnya suatu penyakit untuk melindungi produksi benih yang akan dihasilkan. Sundari dan Nugrahaeni (2013) menjelaskan bahwa sejalan dengan upaya peningkatan ketersediaan benih bermutu, maka benih sumber menempati posisi strategis dalam industri perbenihan nasional, karena menjadi sumber bagi produksi benih kelas di bawahnya yang akan digunakan petani. Oleh karena itu, ketersediaan dan upaya pengendalian mutu benih sumber perlu ditingkatkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 tahun 2006, mekanisme pengendalian mutu dalam produksi benih dapat dilakukan melalui: (i) sistem sertifikasi benih yaitu pengawasan pertanaman dan/atau uji laboratorium oleh BPSB, atau (ii) penerapan sistem manajemen mutu (quality menegement system), atau (iii) sertifikasi produk. Terdapat empat kelas benih berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006 dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, yaitu: xv

1. Benih Penjenis (Breeder seed=bs), yaitu benih yang diproduksi di bawah pengawasan pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas terpelihara dengan sempurna, ditandai dengan label kuning. 2. Benih Dasar (Foundation seed=fs/bd), yaitu keturunan pertama dari benih penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih dasar, ditandai dengan label putih. 3. Benih Pokok (Stock seed=ss/bp), yakni keturunan pertama dari benih penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih pokok, ditandai dengan label ungu. 4. Benih Sebar (Extention seed=es/br), yaitu keturunan pertama dari benih pokok, benih dasar, atau benih penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar, ditandai dengan label biru. Menurut Atman (2014), benih bermutu adalah benih yang mempunyai kemurnian genetik, kemurnian fisik, dan kemurnian fisiologis yang cukup tinggi. Karakteristik gabungan mutu genetik, mutu fisik, dan mutu fisiologis diantaranya adalah: (1) murni dan diketahui nama varietasnya, (2) bernas, tidak keriput, tidak ada bekas gigitan serangga, serta kering, (3) bersih, tidak tercampur dengan kotoran, biji gulma atau biji tanaman lain, (4) daya berkecambah dan vigor tinggi sehingga mampu tumbuh baik, dan (5) sehat, tidak terinfeksi oleh jamur atau serangga hama (Nugrahaeni, 2013). Selain melalui teknologi budidaya kedelai untuk benih yang optimal, mutu benih yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh teknik prosesing (panen, pengeringan, perontokan) dan penyimpanan benih yang dilakukan (Tastra dan Patriyawati, 2013). xvi

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan pada berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Barat (Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto), sebagai berikut: a. Perbanyakan benih kelas FS dilakukan di KP Rambatan Kabupaten Tanah Datar, seluas + 1 hektare, menggunakan varietas Anjasmoro. b. Perbanyakan benih kelas SS seluas 31,5 hektare dilakukan di KP Rambatan dan di lahan petani dengan melibatkan penangkar atau kelompok penangkar benih binaan, yaitu: 1. KP Rambatan, Kabupaten Tanah Datar (seluas + 1 ha, menggunakan varietas Anjasmoro). 2. Keltan Muaro Sikabau, Kota Sawahlunto (seluas + 6 ha, menggunakan varietas Panderman). 3. Keltan Buah Palo, Kota Sawahlunto (seluas + 7,5 ha, menggunakan varietas Burangrang). 4. Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Kota Sawahlunto (seluas + 7 ha, menggunakan varietas Gepak Kuning). 5. Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung (seluas + 5 ha, menggunakan varietas Gepak Kuning). 6. Keltan Jambu Sakato, Kabupaten Sijunjung (seluas + 5 ha, menggunakan varietas Gepak Kuning). 3.2. Prosedur Pelaksanaan Pengolahan lahan ditujukan untuk mendukung keserempakan perkecambahan. Fase perkecambahan benih merupakan fase kritis dalam pertumbuhan tanaman kedelai. Kelembaban tanah (70-90% kapasitas lapang) dan kedalaman lubang tanam (lebih kurang 2,5-3 cm) yang tepat perlu diperhatikan. Lahan sawah bekas tanaman padi tidak perlu diolah (tanpa olah tanah = TOT), tetapi sebelum tanam lahan harus bersih dari gulma. Jika menggunakan lahan bekas tanaman palawija lainnya atau lahan tegalan perlu pengolahan tanah sempurna, yaitu dua kali bajak kemudian diratakan. Selanjutnya perlu dibuat saluran drainase dengan jarak 3-5 meter sedalam 25-30 xvii

cm dan lebar 30 cm. Saluran drainase ini berfungsi untuk mengurangi kelebihan air dan meratakan air pada waktu pengairan. Populasi tanaman berperan penting terhadap produksi kedelai. Produksi benih mensyaratkan jarak tanam yang teratur. Penanaman dengan cara tugal, 1-2 benih per lubang tanam, jarak tanam 40 x 10-15 cm, tidak dilakukan penyulaman. Setelah tanaman berumur 2 minggu diperjarang dengan meningggalkan hanya 1-2 tanaman/rumpun. Pada lahan sawah bekas padi, kedelai dianjurkan ditanam tidak lebih dari lima hari setelah tanaman padi dipanen, agar tanaman tidak kekurangan air. Jika sudah diketahui lahan yang digunakan merupakan endemik hama atau penyakit yang menyerang saat fase kecambah, maka sebaiknya dilakukan seed treatment. Setelah benih ditanam, tutup lubang dengan abu (kering), pasir, tanah berpasir, atau pupuk kandang agar benih tumbuh serempak. Tanaman kedelai dapat tumbuh sehat apabila mendapatkan nutrisi yang cukup, baik yang berasal dari tanah melalui penambahan. Takaran pupuk untuk kedelai secara umum adalah 50-75 kg Urea, 100 kg SP36, dan 75-100 kg KCl per hektar atau menggunakan pupuk majemuk NPK, seluruhnya diberikan pada saat tanam atau seminggu setelah tanam. Pada lahan sawah yang subur atau pada bekas tanaman padi sawah yang dipupuk dengan dosis tinggi, tanaman kedelai tidak memerlukan tambahan pupuk buatan. Pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan mulsa jerami bila kedelai ditanam di lahan sawah bekas tanaman padi, dengan penyiangan, dan dengan herbisida, sebagai berikut: a. Pengendalian gulma dengan herbisida dilakukan dengan jalan menyemprotkan herbisida pratumbuh satu hari setelah benih kedelai ditanam. b. Pengendalian gulma menggunakan mulsa jerami, bila kedelai ditanam di lahan sawah bekas tanaman padi: Mulsa jerami diberikan 5 t/ha, dihamparkan merata dengan ketebalan <10 cm di atas permukaan tanah setelah benih kedelai ditanam. Pengendalian gulma dengan penyiangan, umur 10-15 hari dan 21-28 HST. c. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan konsep PHT (pengendalian hama terpadu) Pemeliharaan mutu genetik di pertanaman dilakukan dengan membuang tipe simpang (roguing). Pada pertanaman kedelai untuk benih, minimal dilakukan xviii

tiga kali roguing, yaitu pada awal pertumbuhan, saat berbunga, dan saat masak fisiologis. a. Awal pertumbuhan (fase juvenil) Roguing pada fase awal pertumbuhan ini dilakukan pada umur 15-20 hari setelah tanam, didasarkan pada warna hipokoti, ukuran keeping biji, dan bentuk biji. Kedelai hanya memiliki warna hipokotil hijau dan ungu. Tanaman dengan warna hipokotil menyimpang langsung dibuang. Parameter lain yang juga perlu dilihat adalah bentuk dan ukuran daun pertama. Biji berukuran besar memiliki keeping biji dan daun pertama yang juga berukuran besar. Bentuk biji bulat akan diikuti oleh bentuk daun yang semakin mendekati bulat. b. Fase berbunga Roguing pada fase ini didasarkan pada warna bunga, umur berbunga, warna dan kerapatan bulu pada tangkai daun, dan bentuk tanaman secara keseluruhan. Kedelai yang hipokotilnya berwarna hijau akan mempunyai warna mahkota bunga putih, sedangkan yang warna hipokotilnya ungu akan mempunyai warna mahkota bunga ungu. Warna ini terlihat jelas pada saat bunga mekar. Tanaman yang umur berbunganya tidak sama dengan yang lain atau karakteristik lainnya menyimpang dari deskripsinya lebih baik dicabut dan dibuang. c. Fase masak fisiologis Pada fase ini pertumbuhan tanaman telah mendekati optimal. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah keragaan tanaman secara keseluruhan, kerapatan dan warna bulu, umur polong masak, dan tipe tumbuh tanaman. Posisi daun, polong, dan bentuk daun merupakan parameter yang dapat digunakan untuk konfirmasi terhadap penilaian pada fase sebelumnya. Panjang pendek, kerapatan, dan warna bulu yang terdapat pada batang dan polong adalah penilai penting pada fase masak fisiologis. Warna bulu kedelai hanya dua, yaitu putih dan coklat. Karena itu, yang lebih perlu diperhatikan adalah kerapatan bulu, baik pada batang maupun polong. Tanaman yang menyimpang, termasuk umur polong masaknya, dari tanaman dominan harus dicabut. Panen dilakukan pada saat mutu benih mencapai masimal, yang ditandai bila sekitar 95% polong telah berwarna coklat atau kehitaman (warna polong masak) dan sebagian besar daun tanaman sudah rontok. Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang. Brangkasan kedelai hasil panen xix

langsung dikeringkan (dihamparkan) di bawah sinar matahari dengan ketebalan 10-15 cm selama 2-3 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas terpal plastik, tikar atau anyaman bambu. Pengeringan dilakukan hingga kadar air benih mencapai sekitar 14%. Usahakan untuk tidak menumpuk berangkasan basah lebih dari 2 hari sebab akan menyebabkan benih berjamur dan mutunya rendah. Mengingat sulitnya pengeringan brangkasan atau polong pada musim hujan (sinar matahari terbatas), maka brangkasan atau polong perlu diangin-anginkan dengan cara dihamparkan (tidak ditumpuk). Untuk mempercepat proses penurunan kadar air benih, disarankan brangkasan dihembus dengan udara panas dari pemanas buatan (dryer). Brangkasan kedelai yang telah kering perlu segera dirontok. Perontokan dapat dilakukan secara manual (dipukul-pukul) pada kadar air biji 12-13% atau secara mekanis menggunakan pedal thresher atau power thresher pada kadar air biji 14-15% dengan kecepatan putaran silinder tidak lebih dari 400 rpm. Secara umum, perontokan benih perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari benih pecah kulit, benih retak, atau kotiledon terlepas karena hal itu akan mempercepat laju penurunan daya tumbuh dan vigor benih selama penyimpanan. Benih yang telah dirontok langsung dibersihkan dari kotoran benih, seperti potongan batang, cabang tanaman, dan tanah. Pembersihan dapat dilakukan dengan cara ditampi (manual) atau menggunakan blower (cara mekanis). Selanjutnya akan dilakukan sortasi untuk mendapatkan benih yang berukuran seragam, benih yang berukran kecil tidak dimasukkan ke dalam lot benih. Selain memisahkan biji-biji yang berukuran kecil, sortasi juga diperlukan untuk membuang biji yang ciri-cirinya menyimpang dari sifat-sifat yang tercantum dalam deskripsi varietas, antara lain warna hilum, warna kulit, dan bentuk benih. Membuang biji yang ciri-cirinya menyimpang dilakukan dari benih ke benih (seed-to-seed). Kegiatan ini penting artinya dalam upaya perbaikan mutu genetik benih dari varietas bersangkutan. Benih yang sudah bersih dan ukurannya seragam segera dikeringkan hingga mencapai kadar air 9%. Untuk menghindari timbulnya kerusakan mutu fisiologis benih akibat lamanya proses sortasi, maka benih dapat dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air 9% baru kemudian disortasi. Pengeringan benih dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari, menggunakan alas terpal xx

plastik atau tikar pada lantai jemur yang kering, dengan ketebalan benih sekitar 2-3 lapis benih. Pembalikan benih pada saat penjemuran dilakukan setiap 2-3 jam agar benih kering secara merata. Pada saat cuaca cerah, penjemuran dapat dimulai sejak pukul 8.00 hingga pukul 12.00, selama 2-3 hari berturut-turut. Hindari sengatan sinar matahari yang terlalu panas pada saat penjemuran. Benih dikemas menggunakan bahan kedap udara untuk menghambat masuknya uap air dari luar. Kantong plastik kapasitas 2 atau 5 kg dengan ketebalan 0,08 mm satu lapis atau 0,05 mm dua lapis cukup baik digunakan. Sak plastik kapasitas 25 kg dengan terlebih dahulu dilapisi plastik inner dengan ketebalan 0,08 mm. Kemasan ditutup rapat dengan cara diikat atau delaminating. Kaleng/blek bertutup rapat dengan kapasitas 10-15 kg dapat juga digunakan. Benih dalam kemasan dapat disimpan di dalam ruangan beralas kayu atau pada rak-rak kayu agar kemasan tidak bersinggungan langsung dengan lantai semen. Benih dalam penyimpanan harus terhindar dari serangan hama tikus atau hewan pengganggu lainnya yang dapat merusak kemasan maupun benih. Usahakan menyimpan benih pada ruangan tersendiri yang ber-ac dan memakai dehumidifier, jangan menyimpan benih bersama bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan ruangan menjadi lembab. Benih disimpan secara teratur. Selama penyimpanan perlu adanya pemisahan benih varietas yang satu dari varietas lainnya. Setiap tumpukan benih dilengkapi dengan kartu pengawasan yang berisi informasi : nama varietas, tanggal panen, asal petak produksi, kuantitas benih asal (pada saat awal penyimpanan), kuantitas pada saat pemeriksaan stok terakhir, dan hasil uji daya kecambah terakhir (tanggal, % daya kecambah). 3.3. Parameter yang diamati Pengamatan dilakukan terhadap hasil polong kering yang lulus dalam sertifikasi benih. 3.4. Analisis Data Data pengamatan di tabulasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel. xxi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Koordinasi Koordinasi dilakukan mulai dari tingkat propinsi, kabupaten sampai dengan kecamatan. Koordinasi ke UPTD BBI TPPH Provinsi Sumatera Barat dilakukan dalam rangka persiapan turun ke lapangan dan perencanaan penggunaan BBI Rambatan untuk perbanyakan benih sumber kedelai. Koordinasi di tingkat kabupaten dilaksanakan dalam rangka CP/CL kelompok tani penangkar di Kabupaten Tanahdatar, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto. Koordinasi di tingkat pusat dilakukan dalam kegiatan, yaitu: (1) Rapat Koordinasi dan Sinergi antar UK/UPT terkait Pengelolaan Sistem Informasi UPBS; dan (2) Rapat Koordinasi Peningkatan Produksi Benih Sumber dan Penguatan Penangkar. Pada rapat koordinasi tersebut diantaranya dibicarakan tentang pelaksanaan kegiatan perbenihan dijajaran Balitbangtan. Kegiatan koordinasi disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Kegiatan rapat koordinasi perbenihan lingkup Balitbangtan di Jakarta. 4.2. Realisasi Kegiatan Sampai akhir tahun 2015, realisasi tanam untuk menghasilkan benih kelas SS telah direalisasikan seluas + 31,5 ha. Sedangkan untuk menghasilkan benih kelas FS telah direalisasikan seluas 1 ha. Realisasi kegiatan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Realisasi tanam kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai xxii

akhir tahun 2015. No Lokasi Kelas Varietas Luas Tanam Benih Tanam 1 KP Rambatan, Kab. SS Anjasmoro 1 Maret 2015 Tanahdatar 2 Keltan Muaro SS Panderman 6 April 2015 Sikabau, Kota Sawahlunto 3 Keltan Buah Palo, SS Burangrang 7,5 April 2015 Kota Sawahlunto 4 Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Kota Sawahlunto 5 Keltan Jambu Sakato, Kabupaten Sijunjung SS SS Gepak Kuning Gepak Kuning 6 Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung SS Gepak Kuning Jumlah 31,5 1 KP Rambatan, Kab. Tanahdatar 7 Juli 2015 5 Agustus 2015 5 September 2015 FS Anjasmoro 1 November 2015 Jumlah 1 4.3. Pelaksanaan Sosialisasi dan Pelatihan Pertemuan dengan anggota kelompok tani kooperator dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pelatihan. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan pelatihan tentang topik Perbanyakan Benih Kedelai dilakukan sebelum penanaman kedelai di lapangan. Pelatihan selanjutnya dengan topik rouging dilaksanakan di lapangan. Pada pertemuan ini, juga dihadiri oleh penyuluh, PBT, aparat nagari/desa, dan lain-lain. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan disajikan pada Gambar 2. xxiii

Keltan Buah Palo, Kota Sawahlunto Keltan Muaro Sikabau, Kota Sawahlunto Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Kota Sawahlunto Keltan Pacicingan, Kabupaten Sijunjung Keltan Jambu Sakato, Kabupaten Sijunjung Gambar 2. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan perbanyakan benih sumber kedelai di Sumatera Barat. xxiv

4.4. Pelaksanaan Lapangan Pelaksanaan di lapangan dan tampilan tanaman kedelai disajikan pada Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Gambar 3. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Muaro Sikabau, Sawahlunto Sumatera Barat. xxv

Gambar 4. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Buah Palo, Sawahlunto Sumatera Barat. Gambar 5. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Ujung Tanjung Ngalau, Sawahlunto Sumatera Barat. xxvi

Gambar 6. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Pacicingan, Sijunjung Sumatera Barat. Gambar 7. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Keltan Jambu Sakato, Sijunjung Sumatera Barat. xxvii

Gambar 8. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas SS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat. Gambar 9. Kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai kelas FS di KP Rambatan, Batusangkar Sumatera Barat. xxviii

4.5. Hasil Calon Benih dan Benih Bersertifikat Hasil sementara calon benih kedelai yang didapatkan dari kegiatan ini adalah sebanyak 8.673 kg dan yang telah diproses menjadi benih bersertifikat kelas SS sebanyak 4.825 kg, yang terdiri dari: 795 kg varietas Anjasmoro, 3.050 kg varietas Burangrang, dan 980 kg varietas Gepak Kuning (Tabel 2). Tabel 2. Hasil calon benih dan benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015. No Varietas Kelas Calon Benih Keterangan Benih Benih (kg) Bersertifikat (kg) 1 Anjasmoro SS 990 795-2 Burangrang SS 3.658 3.050 Serangan hama ulat grayak 3 Panderman SS 0 0 Kekeringan dan serangan hama/penyakit polong. 4 Gepak Kuning SS 1.275 980 Kekeringan dan serangan hama monyet 5 Gepak Kuning SS 2.750 Dalam proses seleksi di UPBS 6 Gepak Kuning SS 1.117 Dalam proses seleksi di UPBS 7 Gepak Kuning SS Dalam proses pasca panen di tingkat petani 8 Anjasmoro FS Stadia mulai berbunga Jumlah 9.790 4.825 Catatan: calon benih kelas SS (Gepak Kuning) yang akan diproses diperkirakan sebanyak + 2 ton, dan kelas FS (Anjasmoro) sebanyak 1,5-2,0 ton. Secara umum terlihat bahwa jumlah calon benih dan benih bersertifikat yang dihasilkan relatif rendah. Hal ini dikarenakan adanya deraan lingkungan, seperti kekeringan, serangan hama/penyakit, kebanjiran, dan saat panen bertepatan dengan musim hujan. Di Keltan Muaro Sikabau Sawahlunto, tidak dapat dilakukan panen untuk varietas Panderman kelas benih SS karena deraan kekeringan dan tingginya serangan hama/penyakit polong. Di Keltan Ujung Tanjung Sawahlunto, hasil yang didapatkan sangat rendah karena deraan kekeringan dan serangan hama monyet saat tanaman masih stadia vegetatif (muda). Di Keltan Buah Palo Sawahlunto, hasil yang didapat relatif rendah xxix

karena pada beberapa lokasi diserang hama ulat grayak. Sementara itu, di Keltan Pacicingan dan Keltan Jambu Sakato di Sijunjung, rendahnya hasil disebabkan kebanjiran dan waktu panen yang bertepatan dengan musim hujan sehingga calon benih tidak bisa diproses menjadi benih karena banyak biji kedelai yang berwarna hitam akibat serangan cendawan. 4.6. Distribusi Benih Bersertifikat Sampai laporan ini dibuat, distribusi benih bersertifikat kelas SS yang sudah distribusikan ke penangkar benih kedelai sebanyak 1.000 kg, yang terdiri dari: 795 kg varietas Anjasmoro dan 205 kg varietas Burangrang (Tabel 3). Tabel 3. Distribusi benih kedelai bersertifikat pada kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai sampai akhir tahun 2015. No Varietas Kelas Jumlah Asal Penangkar Benih (kg) 1 Anjasmoro SS 795 Prov. Jambi 2 Burangrang SS 205 Prov. Jambi Jumlah 1.000 xxx

V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan perbanyakan benih kedelai sampai laporan ini ditulis dapat disimpulkan, antara lain: 1. Kegiatan perbanyakan benih kedelai terealisasi seluas 31,5 ha untuk menghasilkan benih kelas SS varietas Anjasmoro, Panderman, Burangrang, dan Gepak Kuning. Sedangkan untuk kelas benih FS varietas Anjasmoro seluas 1,0 ha. 2. Calon benih kedelai yang dihasilkan sebanyak 8.673 kg. Dari calon benih ini, dihasilkan benih bersertifikat kelas benih SS sebanyak 4.825 kg. 3. Masih akan dihasilkan lagi benih kelas SS yang saat ini dalam proses pasca panen di tingkat petani dan seleksi benih di UPBS. 4. Benih kelas FS saat ini masih stadia mulai berbunga. Diperkirakan panen pada bulan Februari 2016. xxxi

VI. KINERJA KEGIATAN 6.1 Keluaran Yang Dicapai Keluaran sementara yang telah dicapai dari kegiatan Perbanyakan Benih Sumber Kedelai di Provinsi Sumatera Barat ini adalah: (1) Benih sumber kedelai varietas Anjasmoro kelas FS sebanyak 0 ton (masih dipertanaman); dan (2) Benih sumber kedelai varietas Anjasmoro, Burangrang, dan Gepak Kuning sebanyak 4,825 ton. 6.2. Hasil Yang Dicapai Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 4,825 ton kelas SS yang sebagian telah digunakan penangkar benih kedelai untuk dijadikan benih sebar (BS) di Provinsi Jambi. 6.3. Manfaat Yang Dicapai Dengan diproduksinya benih sumber kedelai kelas SS sebanyak 4,825 ton maka kebutuhan benih bagi penangkar benih kedelai, termasuk Satgas BBI, untuk memproduksi benih sebar kedelai di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi akan dapat terpenuhi dan sistem perbenihan kedelai pun sekaligus akan menjadi lebih kuat. 6.4. Dampak Yang Dicapai Dampak yang dicapai dalam kegiatan ini antara lain: (1) meningkatnya keahlian kelompok penangkar benih dalam memproduksi benih kedelai; (2) bertambahnya jumlah kelompok penangkar yang mampu memperbanyak benih kedelai; dan (3) makin banyaknya petani yang berminat bertanam kedelai. 6.5. Kisah Sukses Kota Sawahlunto mempunyai empat kecamatan, yaitu: Talawi, Barangin, Lembah Segar, dan Silungkang. Pada awal tahun 2000an, kota ini merupakan daerah sentra produksi kedelai. Namun, perlahan-lahan petani mulai meninggalkan komoditas ini. Dengan adanya kegiatan perbanyakan benih sumber kedelai di Kota Sawahlunto tahun 2015 ini mampu merangsang minat petani untuk kembali bertanam kedelai. Ada kelompok tani yang bertanam kedelai secara mandiri di kecamatan yang sama pada tahun 2015 dan banyak petani yang berminat bertanam kedelai pada tahun-tahun selanjutnya. xxxii

Tersedianya benih sumber kedelai sebanyak 4,825 ton kelas SS saat ini, dapat digunakan untuk sumber benih bagi kelompok penangkar di Kota ini. DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M. 2013. Varietas Unggul Kedelai di Indonesia. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Atman. 2014. Produksi Kedelai: Strategi Meningkatkan Produksi Kedelai Melalui PTT. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta; 141 hlm. Balitkabi. 2013. Panduan dan Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permantan/ OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina. Marwoto. 2013. Hama Kedelai dan Cara Pengendaliannya. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Musaddad, A. 2012. Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Nugrahaeni, N. 2013. Teknik Produksi Benih Kedelai. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Prayogo, Y. 2013. Identifikasi Penyakit Utama Kedelai dan Cara Pengendaliannya. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Suyamto, R. Suhendi, Marwoto, Subandi, dan R. Hidayat. 2007. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sundari, T. dan N. Nugrahaeni. 2013. Petunjuk Teknis Produksi Benih Sumber Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Tastra, I.K. dan N.R. Patriyawaty. 2013. Teknik Prosesing dan Penyimpanan Benih Kedelai. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Taufiq, A. 2013. Masalah Unsur Hara dan Pemupukan Spesifik Lokasi pada Tanaman Kedelai. Materi Workshop Teknik Produksi Benih Kedelai Bagi Petugas UPBS BPTP dan Penangkar. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. xxxiii