BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

HIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS. Oleh: KHOIRUL HARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG. PENANGGULANGAN HIV dan AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetian HIV HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk mengkopi-cetak materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T-4. 9 AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV. Istilah AIDS meliputi tidak saja adanya manifestasi gejala klinik yang khusus yaitu sindroma menurunnya sistem kekebalan tubuh, tetapi juga mengenai spectrum keseluruhan masalah kesehatan yang berhubungan dengan infeksi HIV. AIDS kurang tepat jika disebut sebagai penyakit sebab penyakit yang menyerang sangat bervariasi. Defenisi yang benar adalah Syndrom atau kumpulan gejala penyakit. 9 Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV yang merupakan virus dari kelompok retro virus yang berinti RNA dan sangat mudah mengalami mutasi. Satu virus yang masuk ke dalam sel dapat menginfeksi dan bersifat permanen 1. Walaupun pada awalnya virus ini tidak menimbulkan gejala klinis dalam beberapa tahun, namun kemudian pada kondisi yang sesuai dapat membentuk virus baru dalam sel inang, kemudian keluar dan menginfeksi sel lain, sehingga mampu menyebabkan timbulnya gejala klinis. 9

2.2. Perjalanan Alamiah Penyakit Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Pertama kali ditemukan pada tahun 1983 oleh Montagnier dari Institute Pasteur Prancis diberi nama Lymphadenopathy Associated Virus dari penderita AIDS dan diberi nama Human T cell Leukaemia Virus type III (HTLV- III). Pada tahun 1996 atas kesepakatan internasional nama virus itu ditetapkan menjadi Human Immunodeficiency Virus (HIV). 2 Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS 9. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. 9 Setelah virus HIV masuk ke dalam target, akan melepas bungkusnya dan merubah bentuk dari RNA menjadi DNA agar dapat bergabung dan menyatukan diri dengan DNA sel target. Dari DNA sel target yang telah diinfeksi akan diproduksi virus-virus HIV baru yang mempunyai potensi untuk menginfeksi sel target baru dan dapat berlangsung seumur hidup. Akibat infeksi HIV ini akan merusak sel limfosit-t sehingga imun rusak dan daya tahan tubuh menjadi berkurang atau hilang. Penderita menjadi mudah terserang penyakit lain seperti infeksi. Banyak penderita AIDS meninggal karena juga menderita penyakit yang lain. 9 Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut periode jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten).

Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif 9. 2.3. Struktur Virus HIV Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul, dari famili Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN). Enzim RT merupakan DNA polimerase yang khas untuk retrovirus, yang mampu mengubah genom RNA menjadi salinan rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan pada DNA sel pejamu. Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu). 10

Replikasi retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah inti virus memasuki sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai ganda dengan RT. Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT, sehingga rantai RNA dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+). Baru kemudian campuran ini berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA hasil salinan akan memasuki inti sel yang terinfeksi dan menyatu dengan kromosom sel pejamu. Provirus (gen virus spesifik) juga ikut mengalami penyatuan dengan kromosom sel yang terinfeksi. Integrasi ini dimungkinkan dengan adanya sisipan rantai pengulangan yang disebut long terminal repeats (LTR) pada ujung-ujung salinan genom RNA. Rantai LTR ini memuat informasi sinyal yang diperlukan untuk transkripsi provirus oleh RNA polimerase dari pejamu. Selain itu juga protein integrase berperan dalam proses ini. Setelah DNA pejamu terintegrasi dengan materi genetik virus,

akan terjadi proses transkripsi yang menghasilkan satu rantai genom RNA yang utuh dan satu atau beberapa mrna. mrna yang dihasilkan ini mengkode protein regulator virus. 10 2.4. Epidemiologi HIV 2.4.1. Distribusi Menurut Orang Pada orang dewasa dan remaja di Amerika pada tahun 2006 terdapat sekitar 53 % kasus HIV terjadi pada mereka yang berkulit putih, 29 % terjadi pada kelompok orang berkulit hitam (Afrika-Amerika), 17 % terjadi pada Hispanik (Amerika Latin) dan 0,8 % terjadi pada orang Asia/kepulauan Pasifik serta Indian Amerika /penduduk asli Alaska. Pada anak-anak 21 % terjadi pada anak-anak kulit putih, 54 % terjadi pada anak-anak kulit hitam, 24 % terjadi pada anak-anak Hispanik dan 0,7 % terjadi pada anak-anak Asia/kepulauan Pasifik serta Indian Amerika/penduduk asli Alaska. Penderita HIV di Amerika sampai tahun 2006 yang tercatat oleh CDC berusia antara 20 sampai dengan 49 tahun. Hampir 90 % penderita HIV pada dewasa dan remaja adalah pria. 11 Di Indonesia gambaran penularan epidemiologi HIV yang perlu dicatat dari laporan Depkes tahun 2007 adalah cukup tingginya kelompok usia produktif yang menjadi keganasan HIV. Secara kumulatif, 54 % proporsi penderita HIV/AIDS di Indonesia adalah kelompok produktif (20-29 tahun). Menyerang kelompok usia produktif merupakan suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat kelompok penduduk ini adalah asset pembangunan bangsa. 3 2.4.2. Distribusi Menurut Tempat

Penyebaran HIV bervariasi ditiap-tiap wilayah. Beberapa negara terkena dampak lebih besar dibandingkan negara lain. Bahkan dalam satu negara biasanya terdapat variasi yang luas antar provinsi negara bagian, distrik dan antar daerah perkotaan dan pedesaan. 11 Sub-Sahara Afrika masih menjadi wilayah yang paling besar terkena dampak HIV dengan prevalensi HIV yang tinggi. Afrika Sub-Sahara dihuni hanya 10 % populasi penduduk dunia tetapi 2/3 kasus HIV terjadi di wilayah ini yaitu sekitar 24,7 juta. Sedangkan untuk wilayah Asia pada tahun 2006 diperkirakan 8,5 juta orang hidup dengan HIV. 11 2.4.3. Distribusi Menurut Waktu Kasus HIV di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dan juga penurunan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2007 menunjukkan kasus HIV mencapai 5388 penderita baru. 3 Berdasarkan data di atas, prevalensi HIV di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic) yaitu adanya epidemi lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu misalnya penjaja sex dan pengguna narkoba jarum suntik. 3 Penularan AIDS berlangsung sangat cepat dan menimbulkan pandemik AIDS di sebagian besar negara di dunia temasuk Indonesia. Virus HIV terbesar pada cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Virus ini telah berhasil diisolasi dari berbagai cairan tubuh. Konsentrasi terbesar ditemukan di dalam darah, semen dan cairan vagina dan serviks sedangkan konsentrasi yang rendah pada air mata, air liur, air susu ibu (ASI), kolostrum, air seni. 11 Cara penularan AIDS melalui hubungan seksual (90%) dan non seksual (10%). Melalui hubungan seksual baik homo maupun heteroseksual, risiko paling tinggi adalah hubungan secara anogenital dan risiko berikutnya adalah hubungan secara orogenital dan

genitogenital. Risiko penularan dari suami yang mengidap HIV ke istrinya adalah 22%, sedangkan dari istri ke suami adalah 18%. 12 Dari hasil survei Departemen Kesehatan, epidemi HIV/AIDS berpotensi meluas di masa-masa mendatang. Ini didasarkan pada penularan HIV/AIDS di Indonesia yang tergolong tinggi. Selain mudah menular di kalangan orang yang suka melakukan hubungan seks secara bebas, epidemi HIV/AIDS mudah meluas di kalangan pengguna narkoba, khususnya yang biasa memanfaatkan jarum suntik secara bersama-sama. Prilaku seks dengan gonta-ganti pasangan (khususnya kaum pria) berpotensi besar tertular HIV/AIDS, apalagi kalau mereka tidak menggunakan kondom. Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia berpotensi meluas, karena kesadaran memakai kondom masih kurang. 3 2.5. Jenis-jenis pemeriksaan HIV/AIDS 13 HIV/ AIDS termasuk jajaran penyakit yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena seringkali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga menjadi sumber penularan bagi orang lain. Seseorang terkena HIV biasanya diketahui jika telah terjadi Sindrom Defisiensi Imun Dapatan (AIDS) yang ditandai antara lain penurunan berat badan, diare berkepanjangan, Sarkoma Kaposi, dan beberapa gejala lainnya. 2.5.1. Cara Pemeriksaan HIV Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV lebih dini. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain : a. ELISA

ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur. Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV. b. Western Blot Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya. c. IFA IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.

d. PCR Test PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang akan didonorkan. 2.5.2. Prosedur Pemeriksaan dan Mendeteksi Penderita HIV a. Unlinked Anomymous Spesimen darah diambil dari darah yang telah diambil sebelumnya untuk keperluan lainnya. Tes dilakukan anomymous artinya semua data dihilangkan yang memungkinkan untuk menghubungkan hasil pemeriksaan darah dengan pemilik spesimen tes. (unlinked). Kerahasiaan penderita akan terjaga baik tidak akan terjadi bias partisipasi,prevalensi. Tak diperlukan informent consent (persetujuan) dan pelayanan konseling bagi penderita. b. Voluntary Anonymous Seseorang setuju untuk melakukan tes HIV terhadap dirinya. Sampel diberi kode atau nomor tertentu dan semua label yang menyangkut identitas pribadi dihilangkan. Data yang boleh ditinggalkan hanya tanggal pemeriksaannya, jenis kelamin, umur, dan faktor resiko. Pemeriksa akan melihat hasil pemeriksaan berdasarkan kode atau nama. Bias partisipasi masih bisa timbul. c. Voluntary Confidential

Seseorang setuju untuk dilakukan tes HIV terhadap dirinya. Hasil pemeriksaan hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Bias partisipasi masih tinggi. d. Compul Satary Pemeriksaan merupakan kewajiban tidak ada kemungkinan seseorang untuk menolaknya. Hasil pemeriksaan dapat atau tidak diberikan kepada yang bersangkutan. Contohnya adalah pemeriksaan wajib dilembaga pemasyarakatanyang direkomendasikan WHO. Bias partisipasi bisa timbul. e. Mandatory Tes HIV merupakan persyaratan untuk mendapatkan sesuatu manfaat. Tes ini hanya boleh dilakukan untuk memeriksa donor darah, donor sperma, organ tubuh, asuransi dll.bias partisipasi bisa timbul. f. Unlinked Anonymous Kerahasiaan dijamin penuh dengan menggunakan kode nomor yang dapat dikaitkan dengan pemilih darah. Pemeriksaan VDRL/ TDHA HIV dilakukan petugas laboratorium yang berbeda dan diruangan yang berbeda. g. Voluntary Anonymous dan Voluntary Confidential Kerahasiaan terbuka oleh para petugas kesehatan, data penderita diperlukan untuk konseling. 2.6. Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja 14 2.6.1 Kebijakan Penanggulangan HIV di Tempat Kerja 14

Adapun kebijakan penanggulangan HIV di tempat kerja yang dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut : a. Memutuskan rantai penularan : Penanggulangan HIV dilaksanakan dengan memutuskan rantai penularan penyakit yang terjadi melalui hubungan seks yang tidak terlindungi. b. Mengembangkan kerja sama kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat serta organisasi profesi dalam penanggulangan HIV di tempat kerja c. Pencegahan HIV melalui KIE terutama yang menyangkut hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit HIV, cara-cara pencegahan yang dapat dilakukan oleh setiap orang sehingga setiap pekerja mampu melindungi diri masing masing dan melindungi diri dari orang lain dari penularan penyakit d. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang benar tentang HIV/AIDS guna melindungi dirinya terhadap penularan penyakit. e. Setiap pekerja ODHA dilindungi kerahasiaannya (kecuali bila ia membolehkan untuk diketahui oleh orang lain) untuk mencegah stigmatisasi, diskriminasi dan pelanggaran hak azasi manusia. Setiap ODHA wajib melindungi pasangan seks nya. f. Persamaan gender (gender Equality) dan pemberdayaan perempuan untuk mengurangi ancaman atau kerentanan (vulnerebility) pekerja perempuan terhadap penularan HIV serta mencegah dan melindungi mereka dari kekerasan seksual. g. Setiap pekerja ODHA berhak memperoleh pelayanan pengobatan, perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi sehingga memungkinkan ia dapat hidup layak sebagai anggota masyarakat lainnya.

h. Meningkatkan kemampuan petugas dan institusi kesehatan dan sektor terkait (Capacity Building) dalam penanggulangan HIV termasuk pelatihan dan pengorganisasian. i. Prosedur untuk mendiagnosis infeksi HIV pada pekerja harus dilakukan secara sukarela dan didahului dengan memberikan informasi yang benar kepada yang bersangkutan (informed-concent), disertai conseling yang memadai sebelum dan sesudah test dilakukan. 2.6.2 Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja 14 a. Upaya penanggulangan HIV di tempat kerja harus dimulai dengan memperkuat kemauan dan kepemimpinan para manager untuk mengatasi HIV dan diharapkan adanya komitmen pimpinan dan dokter perusahaan untuk bersama-sama mencegah penyebaran HIV di tempat kerja dalam rangka menangkal ancaman bencana nasional HIV mendatang. b. Menerapkan dan membangun kemitraan sebagai landasan kerja dan promosi kesehatan kerja dalam penanggulangan HIV di tempat kerja. c. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam pelembagaan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja terutama dalam penanggulangan HIV.

2.7. SKRINING (UJI TAPIS) 15 Uji Tapis/Skrining adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita. 2.7.1.Tujuan Skrining a. Uji Skrining dilakukan untuk mendeteksi secara dini mereka yang diduga menderita penyakit tertentu, agar dapat ditindak lanjuti. b. Mencegah meluasnya penyakit menjadi lebih serius pada populasi risiko tinggi. c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin terhadap penyakit tertentu. d. Mendapatkan gambaran epidemiologis yang mendekati sebenarnya dari penyakit 2.7.2. Bentuk pelaksanaan Skrining HIV a. Secara massal pada kelompok orang tertentu, misalnya dilakukan skrining terhadap seluruh kelompok masyarakat. b. Secara selektif pada kelompok resiko tinggi, misalnya dilakukan pada kelompok WTS, tahanan penjara, pengguna jarum suntik dll. c. Ditujukan untuk suatu penyakit tertentu atau sekaligus pada beberapa penyakit. Dalam skrining HIV/AIDS ini terdapat tiga kriteria untuk penilaian yang harus dipenuhi, yaitu; validitas, reliabilitas dan yield. Dari kriteria validitas adalah untuk memberikan indikasi siapa yang menderita HIV dan siapa yang tidak. Validitas mempunyai dua komponen adalah sensitifitas dan spesifitas. Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi orang yang benar-benar sakit dan mana yang tidak (true positive). Spesivisitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi/ menemukan orang dengan

tepat yang benar-benar tidak menderita penyakit (true negative). Reliabilitas adalah kemampuan dari alat skrining tersebut untuk memberikan hasil yang sama pada penggunaan lebih dari satu kali dalam keadaan yang sama. Sedangkan yield adalah jumlah kasus yang dahulu tidak diketahui dan sekarang diketahui. 2.7.3. Keuntungan Skrining Beberapa hal keuntungan menggunakan skrining antara lain adalah : a. Mendapatkan keterangan yang lebih cepat tentang distribusi suatu penyakit. b. Dapat digunakan untuk menentukan tindak lanjut yang lebih dini, dalam kepentingan penyusunan suatu program pencegahan dan pemberantasan. 2.7.4. Syarat dan Prinsip Skrining HIV Pada ABK Berikut adalah faktor yang harus diperhatikan sebagai bahan pertimbangan uji tapis/skrining: a. Penyakit atau keadaan yang di skrining haruslah merupakan masalah kesehatan yang penting. b. Biaya, harus dipertimbangakan cost-effectiveness dan tes yang digunakan harus semurah mungkin. c. Alat yang digunakan, alat yang dipakai dalam uji tapis/skrining dapat dengan mudah dikerjakan oleh petugas lapangan dan petugas rumah sakit. Alat yang digunakan harus sensitif hingga sesedikit mungkin hasil tes dengan false negatif. d. Tes yang digunakan untuk uji tapis/skrining harus cepat agar hasilnya segera diketahui.

e. Tes yang digunakan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. f. Penderita yang terdeteksi harus mendapatkan pengobatan dan besarnya biaya pengobatan harus menjadi perimbangan. g. Penyakit yang dideteksi harus mempunyai masa laten lama atau masa asimtomatik dini. h. Perjalanan alamiah penyakit yang akan dideteksi harus sudah diketahui. i. Diagnosa pasti dan terapi tersedia baik pada institusi yang melakukan skrining ataupun dengan rujukan. j. Prosedur skrining bersifat valid dan reliabel k. Tersedia alat diagnosis baku dan standar (gold standard) l. Populasi yang akan dilakukan test skrining merupakan kelompok risiko tinggi. 2.7.5. Bahan Bahan yang dipakai sebagai alat skrining adalah kuesioner. Sebagai baku emas (gold standard) dalam skrining ini adalah pemeriksaan uji Elisa untuk HIV. Baku emas adalah merupakan pembuktian dari alat skrining untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu penyakit dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada. Baku emas selalu memberikan nilai yang positif pada subyek yang menderita penyakit dan nilai negatif pada subyek yang tidak menderita penyakit. 2.8. Anak Buah Kapal (ABK) 16 Pelaut adalah seseorang yang pekerjaannya berlayar di laut atau dapat pula berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu operasi, perawatan atau pelayanan kapal

dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal, selain itu juga sering disebut dengan Anak Buah Kapal. Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian. Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran. Setiap melakukan pelayaran Anak Buah Kapal selalu berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Kebanyakan ABK beresiko terhadap penyakit menular salah satunya HIV. 2.9. Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) 16 Pengertian konseling menurut beberapa defenisi adalah sebagai berikut: 2.9.1. Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000:32). 2.9.2. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut.(saifudin, Abdul Bari dkk, 2001:39 ) 2.9.3. Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien. ( Saraswati, Lukman, 2002:15)

Voluntary Counseling and testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan tes sukarela, VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di Laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan benar(kpai,2007) 2.9.1. Proses Konseling Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan dukungan mental-emosional kepada klien. proses konseling mencakup upaya-upaya yang realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan. Proses konseling hendaknya mampu : a. Memastikan klien mendapatkan informasi yang sesuai fakta. b. Menyediakan dukungan saat kritis. c. Mendorong perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah atau membatasi penyebaran infeksi. d. Membantu klien memusatkan perhatian dan mengenali kebutuahan jangka pendek serta jangka panjang dirinya sendiri. e. Mengajukan tindakan nyata yang sesuai untuk dapat diadaptasikan klien dalam kondisi yang berubah. f. Membantu klien memahami informasi peraturan perundang-undangan tentang kesehatan dan kesejahteraan.

g. Membantu klien untuk menerima informasi yang tepat, dan menghargai serta menerima tujuan tes HIV baik secara teknik, sosial, etika dan implikasi hukum. Selama proses konseling konselor bertindak sebagai pantulan cermin bagi pikiran, perasaan dan perilaku klien, dan konselor memandu klien menemukan jalan keluar yang diyakininya. konseling sering kali diperlukan, tergantung dari masalah dan kebutuhan klien. 2.9.2. Tahapan Konseling 13 a. Konseling pra tes Tahapan ini adalah permulaan pengenalan konseling dengan klien, hal hal apa saja yang akan dilakukan selama proses konseling dimulai dari tahap ini. tahapan ini adalah awal dari VCT. Dimulai dari pengenalan karakteristik klien, sampai ke pemahaman klien terhadap HIV/AIDS. Dalam tahap ini konselor harus dapat memahamkan klien tentang : 1. Implikasi mengenai status serologi 2. Cara beradaptasi dengan informasi baru 3. Membuat persetujuan tes (informed consent) 4. Dilakukan sebelum menjalani test, berisi : Pemahaman HIV/AIDS dan tes Pemahaman profil risiko klien Diskusi seksualitas, relasi, perilaku seksual Perilaku berkaitan dengan penggunaan Napza Cara Prevensi b. Konseling pasca test

Tahapan ini dilakukan setelah klien selesai melakukan tes darah di laboratorium. konseling pada tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini emosional klien akan sangat terungkap pada konseling, konseling ini seharusnya : 1. Konseling pasca tes selalu harus ditawarkan pada klien 2. Tujuan utama adalah memahami hasil tes dan beradaptasi dengan serologi Bila hasil Positif (+) : 1. Hasil segera disampaikan kepada klien dengan jelas dan nada suara datar, lakukan dukungan emosional pada klien dan diskusikan tentang cara menghadapinya 2. Pastikan klien mempunyai dukungan emosional cukup dan segera dari orang dekatnya 3. Diskusi hubungan seks aman 4. Konseling memberikan dukungan akan perlunya terapi perawatan diri gaya hidup sehat 5. Bagi keluarga yang membutuhkan konseling agar dapat mendukung klien dan diri sendiri. Bila hasil Negatif (-) : 1. Diskusikan perubahan perilaku ke arah hidup sehat 2. Motivasi klien untuk mengubah perilaku dengan memberikan akses rujukan pelayanan 3. Hasil negatif bukan berarti tak terinfeksi, ulangi tes 1 3 bulan lagi. 2.9.3. Pentingnya VCT VCT sangat penting karena : a. Merupakan pintu maasuk ke seluruh layanan HIV.

b. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV. c. Mengurangi stigma masyarakat. d. Merupakan pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik dan mental e. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikosial.