BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN. keadaan praktis yang didalamnya tidak mungkin untuk mengontrol semua

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains diartikan sebagai bangunan ilmu pengetahuan dan proses.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut. pengembangan kemampuan siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi awal pada salah satu SMP swasta di Bandung,

I. PENDAHULUAN. (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SPEKTRUM CAHAYA PADA SISWA SMA KELAS XII. Yeri Suhartin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

III. METODE PENELITIAN. Pengembangan yang dilakukan adalah pengembangan media pembelajaran berupa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Manusia yang berkualitas memiliki

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. materi, sarana, serta prasarana belajar. Variabel bebas adalah lembar kerja siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melya Dwi Gardiantari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

PERBANDINGAN METODE EKSPERIMEN INKUIRI DENGAN VERIFIKASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI SISTEM PERNAPASAN. (Artikel) Oleh SIGIT DWI NURCAHYO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

DAFTAR ISI BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dalam arti sempit adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sejak tahun 2006 kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP. Dalam KTSP, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Berkaitan dengan mata pelajaran fisika yang tergabung dalam rumpun IPA, dinyatakan dalam KTSP bahwa : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. (Depdiknas, 2006 : 377) Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa KTSP mengharapkan siswa mengetahui fakta, konsep dan prinsip dari hasil penemuan mereka sendiri. Dalam proses penemuan itu siswa membutuhkan berbagai keterampilan khusus seperti yang dimiliki oleh para ilmuwan ketika memahami berbagai fenomena. Keterampilan khusus itu disebut keterampilan proses sains.

2 Rustaman (2005) membagi keterampilan proses sains ini kedalam beberapa aspek, yaitu melakukan pengamatan, menafsirkan pengamatan, mengelompokkan, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan/penyelidikan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Salah satu aspek dari keterampilan proses sains yang cukup penting adalah keterampilan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran IPA yang tercantum dalam KTSP, yaitu. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. (Depdiknas, 2006). Rustaman (2005) selanjutnya menyatakan bahwa keterampilan berkomunikasi adalah kecakapan menyampaikan informasi pada orang lain melalui bahasa lisan atau simbol-simbol tertulis, charta, peta atau alat demonstrasi lainnya. Seseorang sering menemui kegagalan dan tidak dapat memecahkan masalah karena tidak dapat mengkomunikasikan gagasannya. Seseorang yang memiliki keterampilan berkomunikasi diharapkan dapat dengan mudah mengungkapkan gagasan ilmiahnya itu kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam pendidikan IPA termasuk fisika siswa perlu dilatih untuk mengkomunikasikan hasil temuannya secara sistematis dan jelas baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, salah satu tujuan pendidikan IPA yang tercantum dalam KTPS yaitu Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

3 (Depdiknas, 2006 : 377). Disini jelas dinyatakan bahwa siswa harus dapat menguasai pengetahuan, konsep serta keterampilan IPA. Penguasaan siswa terhadap konsep dari suatu materi dikaitkan dengan kemampuan kognitif yang terdiri dari enam kategori mulai dari mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan di salah satu SMP di Bandung, ternyata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini diketahui berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, hasil ulangan harian siswa kelas VIII yang berjumlah 76 orang masih rendah. Dari 76 siswa ini, hanya 30 siswa atau sekitar 39% siswa yang memperoleh nilai diatas KKM, sisanya 46 siswa atau 61% memperoleh nilai dibawah KKM. Soal yang diberikan untuk menguji hasil belajar siswa sebagian besar menguji kemampuan kognitif siswa. Secara tidak langsung hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswa masih rendah. Selain itu siswa banyak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan gambar yang menunjukkan masih rendahnya keterampilan berkomunikasi siswa secara tulisan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena siswa mengalami kesulitan dalam memvisualisasikan materi yang abstrak ketika karena guru tidak dapat menunjukkan fenomena yang sesungguhnya dalam proses pembelajaran. Keterampilan berkomunikasi siswa secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan kognitif siswa.

4 Mengingat pentingnya keterampilan berkomunikasi dan kemampuan kognitif untuk dikuasai siswa, maka perlu dilakukan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk menguasai keterampilan berkomunikasi dan kemampuan kognitif tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya keterampilan berkomunikasi dan kemampuan kognitif siswa adalah dengan menerapkan pembelajaran inkuiri. Melalui pembelajaran inkuiri siswa dibawa langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang menyederhanakan proses ilmiah ke dalam waktu yang lebih singkat. Dengan membawa siswa langsung ke dalam proses penelitian yang dilakukan para ilmuwan, siswa akan mendapat pengalaman belajar yang lebih bermakna sehingga siswa dapat memahami dan menguasai suatu konsep dengan lebih baik. Pratt & Hackett dalam McBride (2004) menyatakan bahwa dengan belajar IPA melalui inkuiri, siswa mengalami perkembangan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep sains serta perkembangan dalam keterampilan berpikir kritis. Sementara itu, Schlenker dalam Joyce (2004) menyatakan bahwa inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan memperoleh dan menganalisis informasi. Pembelajaran inkuiri ini sesuai dengan anjuran pelaksanaan pembelajaran IPA yang tercantum dalam KTSP, yaitu : Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. (Depdiknas, 2006)

5 Berkaitan dengan keterampilan berkomunikasi, Rustaman (2005) menyatakan bahwa keterampilan berkomunikasi dapat dilakukan melalui tulisan, gambar (grafik, bagan), membaca dan berbicara (diskusi, presentasi), oleh karena itu direncanakan agar dalam kegiatan belajar mengajar terdapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan bantuan komputer untuk menghadirkan informasi dalam bentuk gambar atau video, dari tayangan inilah siswa dilatih untuk mengkomunikasikannya. Pembelajaran berbantuan komputer dikenal dengan istilah Computer Assisted Instruction (CAI). Penerapan CAI di sekolah sudah dilakukan, seperti penggunaan software atau program tertentu serta penggunaan simulasi komputer lainnya. Namun sejauh ini, penggunaannya hanya sebatas media pembelajaran saja, dimana peran guru sebagai penyampai informasi tetap dominan dalam pembelajaran dan siswa hanya berperan sebagai penerima informasi sehingga pemanfaatan media masih belum maksimal. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang akan dilakukan adalah dengan menggabungkan pembelajaran inkuiri dengan pembelajaran berbantuan komputer sehingga fungsi media dapat lebih maksimal. Secara garis besar, rancangan pembelajaran yang akan dilakukan adalah dengan cara mengintegrasikan simulasi komputer dalam tahapan-tahapan pembelajaran inkuiri. Media simulasi komputer yang digunakan adalah Physics Learning Research Group (PLRG) Simulators. Media ini dipilih karena setelah melalui

6 seleksi dari beberapa media, PLRG simulator ini yang paling mendekati praktikum nyata. Beberapa penelitian tentang pembelajaran inkuiri berbantuan simulasi komputer telah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Cakir & Tirez s dalam Abdullah (2008) menemukan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dengan bantuan simulasi komputer dapat membantu para siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains. Selain itu, terdapat penelitian lain yang menemukan bahwa pembelajaran simulasi komputer berbasis inkuiri dapat meningkatkan scientific reasoning dan pemahaman konsep siswa (Abdullah & Shariff, 2008). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Nugraha (2011) menemukan bahwa pembelajaran inkuiri berbantuan simulasi komputer dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi pembiasan cahaya. Materi ini dipilih karena berdasarkan pengalaman peneliti, pelaksanaan praktikum nyata yang berkaitan dengan materi cahaya sering mengalami kegagalan, karena membutuhkan ruang cukup gelap agar bayangan yang terbentuk dapat terlihat dengan jelas. Selain itu, siswa sering kesulitan dalam menentukan posisi bayangan yang paling jelas, serta jika dilakukan secara real, proses jalannya sinar-sinar istimewa pada lensa tidak dapat terlihat. Oleh karena itu peneliti memilih materi ini karena fungsi penggunaan media simulasi dapat dimaksimalkan, sehingga diharapkan siswa

7 mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna dan dapat lebih memahami materi yang disampaikan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pembelajaran Inkuiri Menggunakan Program PLRG simulator untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Kemampuan Kognitif Siswa pada Materi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan keterampilan berkomuniaksi dan kemampuan kognitif siswa setelah diterapkan pembelajaran inkuiri berbantuan program PLRG simulator?. Agar masalah penelitian lebih terfokus, maka rumusan masalah ini dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan berkomunikasi antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan kemampuan kognitif antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

8 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui perbandingan peningkatan keterampilan berkomunikasi antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan kognitif antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi model pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan kemampuan kognitif siswa yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, seperti: guru, mahasiswa dan praktisi pendidikan.

9 E. Asumsi Penelitian Kombinasi pembelajaran inkuiri dengan menggunakan program PLRG simulator ini menuntut siswa untuk dapat menemukan sebuah konsep dari hasil penemuan mereka sendiri sehingga siswa dapat lebih memahami dan menguasai konsep yang pelajari. Dengan menggunakan program PLRG simulator, seluruh proses pembiasan cahaya yang terjadi pada lensa dapat divisualisasikan. Selain itu dengan menggunakan simulator ini siswa dilatih untuk membaca gambar yang ditampilkan untuk memperoleh data percobaan yang juga membantu siswa dalam mengubah data yang diperoleh menjadi beberapa bentuk penyajian seperti tabel atau grafik. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan asumsi yang dikemukakan di atas, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 11 : μ 11 > μ 12 Pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dapat lebih meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa daripada pembelajaran konvensional. H 12 : μ 21 > μ 22 Pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator dapat lebih meningkatkan kemampuan kognitif siswa daripada pembelajaran konvensional.

10 Ket : μ 11 : rata-rata skor keterampilan berkomunikasi untuk kelas eksperimen μ 12 : rata-rata skor keterampilan berkomunikasi untuk kelas kontrol μ 21 : rata-rata skor kemampuan kognitif untuk kelas eksperimen μ 22 : rata-rata skor kemampuan kognitif untuk kelas kontrol G. Definisi Operasional 1. Pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator Yaitu pembelajaran menggunakan program PLRG simulator yang dalam pelaksanaannya mengikuti tahapan pembelajaran inkuiri dan bersifat student center. Pembelajaran ini terdiri dari lima tahapan. Tahap pertama yaitu merumuskan masalah, pada tahap ini dimunculkan sebuah masalah yang menjadi fokus pembelajaran melalui demonstrasi dan media. Tahap kedua yaitu pengumpulan dan verifikasi data, berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya siswa diminta mengumpulkan data-data serta membuat hipotesis berkaitan dengan masalah yang dikemukakan. Tahap ketiga yaitu melakukan eksperimen, pada tahap ini siswa melakukan percobaan dengan menggunakan media yang disediakan. Tahap keempat yaitu merumuskan penjelasan, berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan dan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS, siswa merumuskan penlejasan untuk menjawab masalah yang dikemukakan.

11 Tahap kelima yaitu analisis proses inkuiri, pada tahap ini diperoleh sebuah kesimpulan serta review seluruh kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini guru juga memberikan penguatan terhadap jawaban atas masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran dengan menggunakan media. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran oleh guru sudah sesuai dengan tahapan-tahapan inkuiri terbimbing, digunakan lembar observasi kegiatan guru berupa daftar check list yang akan diisi oleh observer selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Pembelajaran konvensional Yaitu pembelajaran yang dalam pelaksanaannya bersifat teacher center seperti pembelajaran konvensional biasanya dimana peran guru sangat dominan dalam penyampaian materi. Dalam pembelajaran ini juga digunakan media sebagai alat bantu guru dalam menjelaskan materi. Pembelajaran ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu tahap pendahuluan yang mencakup apersepsi dan penggalian konsepsi awal siswa. Tahap kedua yaitu kegiatan inti, pada tahap ini guru menjelaskan materi berkaitan dengan masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran dengan bantuan media. Tahap ketiga yaitu penutup, pada tahap ini guru menyimpulkan dan melakukan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan. 3. Keterampilan Berkomunikasi

12 Keterampilan berkomunikasi adalah kecakapan menyampaikan informasi pada orang lain melalui bahasa lisan atau simbol-simbol tertulis, charta, peta atau alat demonstrasi lainnya (Rustaman, 2005 : 95). Indikator keterampilan berkomunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengubah bentuk penyajian, memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram, dan membaca grafik atau tabel atau diagram. Untuk mengukur keterampilan ini akan digunakan tes keterampilan berkomunikasi berupa tes tertulis yang diberikan saat pretest dan posttest. 4. Kemampuan kognitif Kemampuan kognitif merupakan hasil belajar bermakna dimana didalam hasil belajar ini menghadirkan pengetahuan dan proses-proses kognitif untuk menyelesaikan masalah (Anderson & Krathwool, 2010: 97). Kategori-kategori dalam proses kognitif ini terdiri dari enam kategori yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Tetapi dalam penelitian ini, kemampuan kognitif yang diukur hanya meliputi empat kategori yaitu yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan dan menganalisis. Adanya peningkatan kemampuan kognitif ini diukur dengan menggunakan tes kemampuan kognitif, yang diberikan saat pretest dan posttest. 5. Respon Siswa

13 Respon atau tanggapan adalah penilaian siswa terhadap pembelajaran inkuiri menggunakan program PLRG simulator. Respon ini diukur dengan cara mengisi angket setelah keseluruhan proses pembelajaran dilaksanakan. Di dalam angket ini berisi pernyataan yang harus dijawab oleh siswa dengan cara memberi tanda checklist ( ) pada kolom jawaban ya atau tidak. Data yang dikumpulkan melalui angket diolah dengan cara mengklasifikasikan jawaban siswa yang terdiri dari ya dan tidak, kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam persentase.