II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Penambangan Emas dan Tailing Tambang Emas Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal merupakan jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi (Sukma, 2010). Salah satu pengelola pertambangan emas di Indonesia adalah PT Aneka Tambang (Antam). Produksi utama emas dan perak Antam berasal dari tambang Pongkor, Jawa Barat. Indikasi adanya deposit emas di Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981 dan produksi dimulai pada tahun 1994 setelah ijin diperoleh pada tahun 1992 (Antam, 2002). Sistem penambangan di PT. ANTAM Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah sistem tambang bawah tanah (underground mining) dengan metode Cut and Fill, yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian rongga yang telah kosong diisi kembali dengan menggunakan material limbah (waste material, pasir, dan kerikil) yang merupakan sisa hasil pengolahan bijih (ore). Proses pengolahan bijih emas meliputi penghancuran, penggerusan, sianidasi, pengikatan logam pada permukaan karbon, pelepasan logam dari ikatan karbon, dan pengambilan logam pada sel-sel. Produk utama yang dihasilkan adalah bullion (batangan logam) sedangkan produk samping adalah limbah yang disebut tailing yang mengandung sianida. Limbah (tailing) akan diolah pada bagian tailing treatment dan cyanide destruction plant (Lesmanawati, 2005). Tailing merupakan limbah lumpur sisa proses sianida Carbon In Leach (proses pelarutan emas dan perak, yang diikuti penyerapan oleh karbon aktif). Pada pengolahan emas di pertambangan Pongkor, emas dan perak dilarutkan secara selektif menggunakan larutan sianida dengan konsentrasi 700-900 ppm. Penambahan Pb-nitrat dilakukan sebagai katalis pelarutan perak. Kandungan sianida yang masih tinggi di dalam tailing diambil kembali melalui pengaliran air yang dihasilkan dari Counter Current Decantation Thickener, kemudian
dikembalikan ke dalam proses penggilingan (milling) dan peluruhan (leaching) dalam pengolahan emas. Lumpur tailing dipompakan ke unit backfill cyclone untuk mendapatkan fraksi kasar (± 10 µ) yang selanjutnya digunakan sebagai material pengisi rongga di dalam tambang dan ditampung juga di tailing dump (Antam, 2002). Sedangkan tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir, yaitu: fraksi berukuran pasir, lanau, dan lempung. Secara mineralogi tailing dapat terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral-mineral tersebut, sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan (Herman, 2006). Tailing yang digunakan harus memenuhi baku mutu lingkungan berdasarkan PP No. 85/1999 seperti ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 1. Persyaratan Tailing Terhadap Baku Mutu Lingkungan No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu 1. Timbal, Pb mg/l US EPAD D 1311 5,0 2. Tembaga, Cu mg/l US EPAD D 1311 10,0 3. Kadmium, Cd mg/l US EPAD D 1311 1,0 4. Kromium, Cr mg/l US EPAD D 1311 5,0 5. Seng, Zn mg/l US EPAD D 1311 50,0 6. Perak, Ag mg/l US EPAD D 1311 5,0 7. Arsen, As µg/l US EPAD D 1311 5000 8. Selenium, Se µg/l US EPAD D 1311 1000 9. Merkuri, Hg µg/l US EPAD D 1311 200 2.2. Sludge Industri Kertas Sludge industri pulp dan kertas merupakan lumpur yang berasal dari loss fiber yang mengendap dalam sistem instalasi pengolah airlimbah (IPAL). Indiustri kertas menghasilkan limbah sludge sebanyak 10% dari total produksi pulp. 5
Industri kertas skala besar mampu memproduksi pulp 6 juta ton per tahun. Dalam satu hari industri menghasilkan minimal 200 ton sludge dengan kadar air 20%- 25%. Perusahaan memerlukan lahan untuk opened dump dan land fill mencapai luasan 80 hektar untuk menampung sludge yang dihasilkan setiap hari (Widyati, 2006). Di sektor industri kertas, limbah industri kertas (sludge) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber bahan organik tanah (BOT). Sludge dapat dijadikan sumber BOT karena berasal dari proses industri yang menggunakan bahan baku kayu. Sehingga sludge dapat menjadi sumber C bagi mikrob tanah yang berperan dalam proses pembentukan tanah (Widyati, 2006). Menurut Widyati (2006), dalam sludge juga diduga koloni oleh mikrob, salah satu diantaranya adalah bakteri pereduksi sulfat (BPS). Aktivitas metabolisme BPS dapat mereduksi sulfat menjadi H 2 S. Gas ini akan segera berikatan dengan logam-logam yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk logam sulfida yang reduktif. Hasil penelitian Widyati et al. (2005) menyebutkan bahwa sludge dapat meningkatkan KTK dan ph serta dapat menurunkan SO 2-4 dan S total pada lahan bekas tambang. 2.3. Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan pupuk alam yang berasal dari kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa makanan maupun alas kandang. Pupuk kandang merupakan pupuk yang murah dan mempunyai kemampuan yang dapat meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah melalui perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang banyak mengandung unsur hara makro seperti Ca, Mg, dan S, namun pengaruh yang cepat dan nyata dari pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman adalah adanya penambahan unsur N, P, dan K (Junita et al., 2002). Pupuk kandang juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman (Nursyamsi et al., 1995). Pemberian pupuk kandang pada berbagai dosis mampu menurunkan Al-dd sekaligus meningkatkan ph tanah. Peningkatan ph tanah diikuti oleh peningkatan P tersedia tanah (Barchia Faiz et al., 2007). 6
Pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat (Atman, 2006). Kotoran sapi adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak sapi dan urinenya, serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan. Kotoran sapi banyak digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak sangat baik bagi pertumbuhan tanaman karena adanya penambahan unsur hara dan perbaikan sifat tanah (Firlana, 2011). Pemberian bahan organik dapat mengubah sifat-sifat kimia tanah misalnya ph, ketersediaan unsur P, meningkatkan kandungan asam humat dan asam fulvat dalam tanah, menekan bahaya keracunan Al. Kesemua hal tersebut berkaitan erat dengan ketersediaan unsur hara khususnya fosfor. Penambahan masukan organik akan meningkatkan ph tanah masam dan meurunkan ph tanah alkalis. Meningkatnya ph tanah masam akan menyebabkan turunnya kelarutan ion-ion Al dan menurunkan konsentrasi Al dapat ditukar karena asam organik mampu mengkhelasi ion-ion logam. Sebagai akibatnya akan terjadi pembebasan ion-ion fosfor anorganik ke dalam larutan tanah yang akan diserap tanaman. Selain itu, penambahan masukan organik tanah sama halnya dengan penambahan fraksi fosfor organik yang juga merupakan salah satu fraksi fosfor yang akan diserap tanaman. Peningkatan kandungan asam humat dan asam fulvat akan meningkatkan jumlah muatan pada tapak pertukaran sehingga memungkinkan pertukaran hara lebih baik, berpengaruh langsung meningkatkan perkembangan akar dan bahan kering tanaman (Bertham, 2002). 2.4. Logam Berat Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm 3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas 7
yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Logam berat dibagi dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan logam berat tidak esensial. Logam berat esensial keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (toksik). Contoh logam ini yaitu Zn, Cu, Fe, dan Mn. Jenis kedua yaitu logam berat yang tidak esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh bisa bersifat racun, seperti Hg, Pb, Cd, dan Cr. Logam berat ini menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme akan terputus (Vouk, 1986). Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, yang terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Nikel (Ni), dan Zink (Zn). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat mengumpul dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terkonsentrasi (Kristanto, 2002) Sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja, 1982) yaitu: 1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terkonsentrasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan). 2. Dapat terkonsentrasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut. 3. Mudah terkonsentrasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu. Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat. Unsur Pb umumnya ditemukan berasosiasi dengan Zn - Cu dalam tubuh bijih. Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur Ca (kalsium), dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses 8
pelapukan. Dispersi unsur Pb dapat terjadi akibat pembuangan tailing dari usaha pertambangan logam (Herman, 2006). Soepardi (1983) menjelaskan bahwa sebagian besar Pb tidak tersedia bagi tanaman, seperti halnya kation logam beracun lainnya, timbal sangat tidak larut dalam tanah yang tidak terlalu masam. Sebagian besar timbal ditemukan pada bagian lapisana atas tanah. Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penjerapannya oleh tanaman. Dampak keracunan Pb pada manusia adalah dapat menyebabkan hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Ketika unsur ini mengikat kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA; maka akan mengganggu saluran metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak (Herman, 2006). Kadmium (Cd) mempunyai titik didih rendah dan mudah terkonsentrasi ketika memasuki atmosfer. Air dapat juga tercemar apabila dimasuki oleh sedimen dan limbah pertambangan mengandung Cd, sementara ketika bercampur dengan asap akan membentuk pencemaran terhadap udara (Herman, 2006). Alloway (1990) menyebutkan bahwa pencemaran kadmium pada lingkungan meningkat pada dekade terakhir ini akibat bertambahnya pemakaian Cd pada industri. Sumber-sumber tanah yang terkontaminasi Cd adalah pertambangan dan peleburan Cd dan Zn, pencemaran udara dari industri logam, pembuangan sampah yang mengandung Cd seperti pembakaran wadah plastik dan aki, dan pembakaran dari bahan bakar fosil. Menurut Effendi (2003), sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano (CN) sebagai struktur utama. Biasanya, senyawa ini dihasilkan dalam proses logam. Sianida tersebar luas di perairan dan berada dalam bentuk ion sianida (CN - ), hidrogen sianida (HCN), dan metalosianida. Keberadaan sianida sangat dipengaruhi oleh ph, suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaan ion lain. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida dapat bersifat sangat reaktif. 9
Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN -. Pada ph yang lebih kecil dari 8, sianida berasal dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme akuatik daripada CN -. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup air, yakni mengganggu fungsi hati, pernafasan, dan menyebabkan kerusakan tulang (Effendi,2003). Sianida merupakan senyawa toksik yang secara kimia sangat bersifat toksik dan berada dalam air dalam bentuk Hidrogen Sianida (HCN). Sianida dalam bentuk ion sianida (CN - )membentuk berbagai ikatan kompleks dengan ionion transisi logam misalnya emas (Au(CN) 2 ), perak (Ag(CN) 2 ) dan besi (Fe(CN) 6 ). Alasan karakteristik inilah sehingga sianida digunakan secara komersil (Manahan, 1992). Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano, dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrigen. Sumber terbesar sianida yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam, industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas pengolahan air publik. Kelompok CN - dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Sianida dalam bentuk ion mudah diserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN - (Effendi,2003). Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut. Besi merupakan salah satu unsur hara esensial yang masuk dalam golongan logam berat. Oksida besi yang dijumpai dalam tanah mempunyai bentuk kristal bervariasi, berukuran sangat keci (< 2 µm), tetapi memiliki luas permukaan spesifik dan reaktifitas kation dan anion yang tinggi (Schwertmann and taylor, 1977 dalam Irawan (2005). Besi dilapuk dari mineral dan merupakan kation bivalen dalam larutan tanah. Ion Fe 2+ merupakan bentuk tersedia bagi tanaman. Reaksi dengan hidroksil dan oksidasi biologis mengubah besi menjadi bentuk yang tidak larut dan tidak 10
tersedia. Pada beberapa tanah yang sangat asam konsentrasi besi dapat tinggi sehingga dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman. Keracunan Fe dapat disebabkan oleh ph tanah yang rendah dan kadar Fe yang tinggi (Epstein, 1972 dalam Irawan (2005). Perak terlarut biasanya terdapat dalam bentuk perak nitrat. Keberadaannya dalam limbah biasanya berasal dari industri porselen, fotografi, penyepuh listrik, dan pabrik tinta. Nilai ekonomis logam perak tinggi sehingga pengolahan limbah perak biasanya disertai dengan pertimbangan kemungkinan untuk daur ulangnya (Suryadiputra, 1994). Kurang lebih 75% perak didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel, tembaga, timbal, dan seng. Perak didapatkan berasosiasi dengan sulfida-sulfida timbal, tembaga, arsen, kobalt, dan nikel (Sukkandarrumidi, 2007). Menurut Totok et al. (2002) dalam Jamhari (2009), perak merupakan logam berat yang terlarut dalam air dan dapat mengganggu kesehatan. Perak dapat menyebabkan penyakit agria, warna kulit kelabu kebiruan, dan penyakit pada mata. Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum tidak lebih dari 1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah sekitar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat (Suhendrayatna, 2001). Sumber utama tembaga dalam air limbah berasal dari proses pengawetan logam dan penyepuhan. Tembaga juga ditemukan pada berbagai pabrik bahan kimia yang menggunakan garam-garam tembaga dan katalis tembaga (Suryadiputra, 1994). 2.5. Bioremediasi Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah, dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bahan tercemar tersebut biasanya merupakan senyawa senobiotik (asing di alam) dan bersifat rekalsitran (sulit didegradasi), sehingga senyawa tersebut memiliki ketahanan yang tinggi di alam. Termasuk ke dalam 11
kelompok senyawa tersebut adalah residu pestisida, detergen, limbah penambangan logam (emas, timah, dan lain-lain), dan limbah eksplorasi pengolahan minyak bumi (Gumbira Sa id dan Fauzi, 1996). Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan proses alami biodegradasi dengan menggunakan aktivitas mikroba yang dapat memulihkan tanah, air, dan sedimen dari kontaminasi. Hal yang baru dari bioremediasi adalah penanganan cepat pada pengolahan limbah suatu industri sejak beberapa dekade, dan penerimaannya sebagai suatu metode yang efektif dan ekonomis sebagai alternatif untuk membersihkan tanah, permukaan air, dan kontaminasi air tanah dengan kandungan sejumlah bahan beracun (Crawford and Crawford, 1996). Bioremediasi menggunakan mikroorganisme atau tanaman untuk diberikan pada suatu lingkungan yang tercemar, sehingga mendegradasi polutan tersebut. Empat teknik dasar yang digunakan dalam bioremediasi, yaitu: (1) menstimulasi aktivitas mikroorganisme dengan penambahan nutrisi, mengoptimalkan ph, dan sebagainya; (2) menginokulasikan mikroorganisme tertentu ke lingkungan yang tercemar; (3) mengaplikasikan enzim untuk mendegradasi polutan tertentu; (4) menggunakan tanaman (fitoremediasi) untuk mengembalikan dan mentranformasikan polutan (Bollag et al., 1995). 12