BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, memiliki peran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk yang terus meningkat dan sumber daya alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. administrasi kependudukan. Estimasi Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk. Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. modern dan efektif. Efektivitas metode vasektomi tidak perlu diragukan lagi

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun bagi negara. Manfaat-manfaat tersebut antara lain; dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program Keluarga Berencana (KB) sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi seseorang, baik itu untuk kesehatan reproduksi wanita maupun kesehatan reproduksi pria. Program KB juga berperan bagi kesehatan reproduksi suami antara lain untuk mencegah terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) dan penyakit kelamin lain yang diakibatkan oleh tidak menggunakan alat kontrasepsi (kondom) ketika melakukan hubungan seksual dengan istrinya yang terkena PMS. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ditetapkan bahwa peserta KB pria sebesar 4,5%, namun kenyataannya partisipasi pria dalam KB masih rendah. Perkembangan partisipasi pria dalam KB khususnya dalam penggunaan kontrasepsi selama kurun waktu 12 tahun terakhir belum memperlihatkan kenaikan yang berarti, yaitu hanya 0,2%. Hal ini dapat dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991), pada tahun 2003 sebesar 1,3 % (SDKI 2002-2003), pada tahun 2007 sebesar 1,5 %, sedangkan pada tahun 2012 kondom 0,7% sterilisasi pria 0,1% (SDKI, 2012). Partisipasi kaum pria 1

2 dalam program KB dilatarbelakangi oleh faktor, salah satunya adalah keputusan hasil pertemuan ICPD (International Conference Population and Demografi) tahun 1994 di Kairo Mesir, bahwa program KB memperhatikan hak-hak reproduksi perempuan dan kesetaraan gender. Dalam keputusan MDGs (Millenium Development Goals) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dan RPJMN 2010-2014, meningkatkan kesertaan KB Pria tahun 2010 sebesar 3,6 %, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3%, tahun 2013 sebesar 4,6% dan tahun 2014 sebesar 5%. Menurut BkkbN (2011) tingginya angka kelahiran di Indonesia telah menyedot anggaran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan biaya subsidi bagi rakyat miskin. Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang sangat tajam dari perkiraan 1,14 persen pada tahun 2010 menjadi 1,49 persen, hal ini diakibatkan tingginya angka kelahiran secara nasional mencapai 2,6 persen/wanita subur, sedangkan Sumatera Utara mencapai 3,8 persen/wanita subur. Sumatera Utara dihadapkan pada tantangan besar dalam Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana, yaitu tantangan komitmen politis dan dukungan operasional pemerintah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang mengalami penurunan. Terbukti struktur dan penggerak program KB di wilayah pedesaan dan terjauh sangat memprihatinkan dan masih kurangnya pengetahuan, pemahaman dan lemahnya pengendalian pemakaian kontrasepsi. Maka pendekatan

3 pembangunan kependudukan tidak lagi berorientasi kepada kepadatan wilayah, tetapi dengan pendekatan kepadatan jiwa dalam keluarga (BkkbN, 2011). Salah satu target MDGs adalah akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang salah satu indikatornya adalah peningkatan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi CPR (Contraceptive Prevalence Rate), yang didefinisikan sebagai penggunaan kontrasepsi saat ini (metode apapun) di antara perempuan menikah usia 15-49 tahun. Negara-negara di bagian timur dan timur laut Asia (dengan data yang tersedia) memiliki CPR di atas 50%. Berdasarkan data tahun terbaru yang tersedia di setiap negara, CPR terendah tahun 2008 terdapat di Afghanistan (23%), Pakistan (27%), dan tahun 2009 terdapat di Samoa (29%) serta tahun 2010 terdapat di Timor-Leste (22%) (UNESCAP, 2011). Prevalensi pemakaian kontrasepsi di Indonesia masih rendah dan bervariasi antar propinsi, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan desa-kota. Bila dilihat hasil SDK1 2002-2003 dan 2007, prevalensi pemakaian kontrasepsi CPR cara modern tidak menunjukkan peningkatan yang berarti, yaitu 56,7% menjadi 57,4%, dan menurun menjadi 55,85% pada tahun 2010 serta tahun 2012 meningkat menjadi 57,9% (SDKI, 2012). Untuk jenis alat KB yang digunakan secara nasional, menurut SDKI 2007 didominasi dengan cara suntik 32,3%, selanjutnya pil 12,8%. Sedangkan menurut SDKI 2012, terjadi peningkatan, yaitu cara suntik 42,7% dan cara pil 15,6%. Jumlah peserta KB pria diberbagai negara bervariasi yaitu: Korea 27%, Sri Lanka 26%, Filipina 24%, Bangladesh 18%, Nepal 18%, Malaysia 16,8%, China 11%, Thailand 9%, Pakistan 9%, Indonesia 1,3% (BkkbN, 2012a).

4 Kondom merupakan metode kontrasepsi kedua yang paling umum di Eropa, mendekati 30 persen dari penggunaan kontrasepsi modern. Mereka mencapai kurang dari 20 persen dari penggunaan kontrasepsi di setiap wilayah lainnya. Data terakhir prevalensi kondom di Afrika (8%), Asia (12%), Eropa (28%), Amerika latin (14%), Amerika Utara (18%), dan di Osenia (19%) (Earth Policy Institute, 2012). Menurut SDKI 2012, pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan keluarga berencana (KB) merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alat/cara kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya, pengetahuan tersebut akan berpengaruh kepada pemakaian alat/cara kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran. pemakaian alat KB dikalangan pria yang berstatus kawin menunjukkan bahwa pemakaian alat KB pria masih sangat terbatas. Metode yang paling banyak mereka gunakan adalah senggama terputus (2,3%) pantang berkala (1,3%), kondom (1,8%) dan sterilisasi pria (0,2%) (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, ditemukan bahwa akseptor keluarga berencana kondom di perkotaan (l,1%) dan akseptor keluarga berencana kondom diperdesaan (0,3%). Dengan kelompok umur yang terbanyak akseptor keluarga berencana kondom yaitu kelompok umur 30-39 tahun. Latar belakang pendidikan yang terbanyak akseptor keluarga berencana kondom yaitu tamat perguruan tinggi (2,4%) dengan latar belakang pekerjaan pegawai (1,9%), akseptor keluarga berencana

5 MOP di perkotaan dan perdesaan (0,1%). Dengan kelompok umur yang terbanyak akseptor keluarga berencana MOP yaitu kelompok umur 40-49 tahun (0,2%). Latar belakang pendidikan yang terbanyak akseptor keluarga berencana MOP yaitu tamat SD (0,2%) dengan latar belakang pekerjaan pegawai dan petani/nelayan/buruh (0,2%) (Kemenkes RI, 2013) Pencapaian program KB nasional Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 pencapaian akseptor kondom aktif sebesar (18,71%), pencapaian akseptor MOP aktif (53,21%). Pencapaian peserta keluarga berencana kondom di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 13,1% sedangkan pencapaian peserta keluarga berencana MOP 55,2%. (BkkbN, 2011). Dalam rangka menyukseskan visi dan misi program KB, salah satu masalah yang menonjol adalah rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB.Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB pria antara lain: (1) Pelaksanaan program KB masa lalu yang cenderung mengarahkan sasarannya lebih pada perempuan. (2) Terbatasnya informasi yang sampai kepada laki-laki tentang KB dan kesehatan reproduksi yang berakibat kepada terbatasnya pengetahuan kaum laki-laki. (3) Faktor sosial budaya yang menganggap KB merupakan urusan perempuan. (4) Masih terbatasnya jumlah pemberi pelayanan yang berminat kepada pelayanan untuk laki-laki, baik KB maupun kesehatan reproduksi. (5) Terbatasnya jenis metode kontrasepsi pria membuat laki-laki tidak mau menjadi peserta KB. (6) Dominannya suami dalam pengambilan keputusan keluarga (Parwieningrum, 2009).

6 Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam keluarga berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu sosial budaya, dukungan istri, masyarakat (tokoh masyarakat) dan keluarga, keterbatasan informasi dari tenaga kesehatan dan aksesabilitas terhadap pelayanan keluarga berencana pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya persepsi di masyarakat mengenai keluarga berencana pria (BkkbN, 2010). Hasil penelitian Ekarini (2008) diperoleh ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan KB, kualitas pelayanan KB terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana. Ada pengaruh antara variabel pengetahuan terhadap KB, kualitas pelayanan KB, sikap terhadap KB, akses pelayanan KB, sosial budaya terhadap KB terhadap partisipasi pria dalam Keluarga Berencana. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih banyaknya para pria yang kurang perduli terhadap kesertaan keluarga berencana, keputusan untuk menggunakan kontrasepsi diserahkan sepenuhnya kepada istri dan bukan keputusan mereka bersama. Disisi lain, pihak perempuan seringkali keputusannya dalam pemakaian kontrasepsi justru kurang mendukung partisipasi pria, karena perempuan lebih banyak mengalah. Selain itu, masih ada hambatan kultural dalam masyarakat yang menganggap keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. kesehatan ibu dan anak adalah urusan perempuan yang hamil dan melahirkan, selain itu kebiasaan perernpuan untuk menerima perilaku sosial tersebut sebagai hal yang wajar, pilihan

7 kontrasepsi pria hanya dua, yaitu: kondom dan vasektomi, serta kurangnya dukungan dari para tokoh masyarakat/agama/adat yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat (BkkbN, 2009a). Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) determinan masalah kesehatan dibedakan atas dua faktor, yaitu behavioral factor (faktor perilaku) dan non behavioral factor (faktor non perilaku). Faktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu; (a) faktor predisposing atau predisposisi, merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan, pendidikan, dan sosial ekonomi, (b) faktor enabling atau pendorong, merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi prilaku atau tindakan meliputi; lingkungan fisik dan fasilitas/sarana pelayanan kesehatan untuk terjadinya prilaku kesehatan, dan (c) faktor reinforcing atau penguat merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya prilaku meliputi; sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain serta dukungan keluarga. Partisipasi pria dalam keluarga berencana dapat dipengaruhi oleh ketiga faktor (predisposisi, pendorong, dan penguat) tersebut. Partisipasi pria dalam KB dipengaruhi oleh berbagi faktor. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi pria dalam KB masih rendah dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, pendidikan, persepsi, kualitas pelayanan, terbatasnya metode kontrasepsi, dukungan istri, aksesibilitas pelayanan KB pria, dukungan pengambil keputusan, sosial budaya masyarakat (Budisantoso 2008 dan Ekarini 2008).

8 Berdasarkan Data Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2013, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah sebanyak 146.616, yang memakai alat kontrasepsi pria metode kondom sebanyak 4,9%, dan memakai alat kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 0,6%. Kecamatan Pantai Cermin merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Salah satu desa di Kecamatan Pantai Cermin adalah Desa Celawan. Berdasarakan hasil survei pendahuluan ditemukan partisipasi pria dalam KB didesa ini cukup tinggi diantara beberapa desa dikecamatan Pantai Cermin dengan jumlah PUS sebanyak 954, yang memakai alat kontrasepsi pria metode kondom sebanyak 5,2%, dan memakai alat kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 1,0%. Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh gambaran bahwa partisipasi pria dalam mengikuti program keluarga berencana belum optimal, maka perlu dilakukan kajian Analisis faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka sebagai permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aplikasi analisis faktor dengan metode eksploratori dalam mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana meliputi faktor, predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (akses pelayanan dan fasilitas) dan penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan

9 dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana meliputi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (akses pelayanan dan fasilitas) dan penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi petugas kesehatan dan KB dalam rangka meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KB serta pengambilan kebijakan untuk program peningkatan partisipasi pria dalam KB. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan referensi dalam hal yang berkaitan dengan faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana.