BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK F.) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN SUHU DAN WAKTU KEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB III BAHAN DAN METODE

Arinana dan Diba. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(2): (2009) ARINANA 1 dan Farah DIBA 2 Corresponding Author :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU GERUNGGANG (CRATOXYLON ARBORESCEN Bl) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN WAKTU PENGUKUSAN DAN WAKTU KEMPA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KECEPATAN RAMBATAN GELOMBANG DAN KETEGUHAN LENTUR BEBERAPA JENIS KAYU PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR MOHAMMAD MULYADI

BAB III METODE PENELITIAN

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU BENUANG

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

Karlinasari et al. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009)

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

PENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI

BAB III BAHAN DAN METODE

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MAHANG (Macaranga hypoleuca (Reichb.f.et Zoll.) M.A) YANG DIPADATKAN BERDASARKAN LAMA PENGUKUSAN DAN BESARNYA SUHU KEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN

BAB II STUDI PUSTAKA

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III BAHAN DAN METODE

PENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI.

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan saat proses kayu berlangsung (Inoue et al. 1993). Gambar 10 menunjukkan contoh uji dengan perlakuan pendahuluan pengukusan menggunakan air sebelum dan sesudah pemadatan dengan menggunakan kempa panas. Gambar 10 Perbandingan tampilan warna kayu kontrol dengan kayu yang diberikan perlakuan Dari Gambar 10 dapat dibandingkan kondisi kayu sebelum pemadatan dengan kayu hasil pemadatan. Pemadatan kayu jabon pada suhu 150 C menyebabkan perubahan warna pada permukaan. Kayu yang mengalami pemadatan berubah menjadi sedikit lebih gelap dari warna aslinya. Hal ini diduga akibat pengaruh suhu yang tinggi pada saat pengukusan dan pengempaan. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol. Dari hasil penelitian Ramdhania (2010) menunjukkan bahwa pemadatan kayu randu dengan perlakuan pengukusan yang menggunakan jenis bahan pengukus tanin dan pengempaan panas menghasilkan warna yang sedikit berbeda dengan aslinya, yakni di beberapa bagian warnanya menjadi sedikit lebih gelap. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba

26 yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol. Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dari warna aslinya. Kayu terpadatkan memberikan tampilan warna yang atraktif, dimana warnanya berubah menjadi sedikit gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan saat proses pemadatan kayu berlangsung (Inoue et al. 1992). 4.2 Evaluasi Perubahan Dimensi Setelah Pemadatan Pemadatan dilakukan menggunakan mesin kempa panas dimana untuk mencapai target dimensi ketebalan yang diinginkan diperoleh waktu (t) = 4-5 menit dengan tekanan (P) = 25 kg/cm 2 pada suhu (T) = 150 C. Hasil pengukuran terhadap ketebalan menunjukkan sedikit perbedaan antara target awal dengan realisasinya, dimana ketebalan kayu jabon terpadatkan sedikit lebih besar dari yang diinginkan. Hal ini terjadi diduga oleh adanya fenomena springback, yaitu pemulihan tebal pada waktu tekanan dilepaskan. Tabel 3 Nilai rata-rata perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan Perlakuan Dimensi awal Dimensi T1 Dimensi T2 Δ dimensi T2-T1 (%) Pengukusan Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar 30 menit 2,450 2,007 2,104 2,037 2,113 2,040 0,43 0,20 60 menit 2,476 1,993 2,150 2,021 2,156 2,025 0,28 0,20 90 menit 2,505 2,022 2,134 2,064 2,141 2,067 0,33 0,15 Keterangan: T1 = dimensi setelah pemadatan T2 = dimensi setelah kondisi klem Gambar 11 Histogram nilai perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan

27 Dari Gambar 11 diketahui bahwa hasil dari pemadatan setelah pengkondisian dalam klem mengalami perubahan dimensi pada bagian tebal 0,28-0,43%. Perubahan dimensi tebal terbesar terjadi pada contoh uji pengukusan 30 menit yaitu 0,43%, sedangkan yang terendah terjadi pada pengukusan 60 menit yaitu 0,28%. Hal ini diduga terjadi karena kayu sebagai benda mempunyai internal stress sehingga akan memberikan reaksi apabila ada gaya dari luar yang mempengaruhinya, kayu akan berusaha untuk kembali ke bentuk semula sebagai perlawanan terhadap tekanan pada waktu pengempaan. Pada tahap pengkondisian klem dengan bantuan fan, dinding sel kayu akan mengikat rantai OH bebas sehingga mengalami pengembangan tebal kembali. Pada saat proses pengempaan berlangsung, dimensi lebar contoh uji ikut mengalami peningkatan sebesar 0,15-0,20% akibat tekanan yang diberikan dari mesin kempa panas. Perubahan dimensi lebar terbesar terjadi pada contoh uji pengukusan 60 menit yaitu 0,20%, sedangkan yang terendah terjadi pada pengukusan 90 menit yaitu 0,15%. Gambar 12 menunjukkan perubahan dari ketebalan awal 2,5 cm sampai ketebalan target 2 cm. Gambar 12 Perbandingan kayu jabon kontrol dengan kayu jabon terpadatkan Penelitian Sulistiyono (2001) juga menunjukkan bahwa untuk jenis papan tangensial kayu agatis yang mengalami perlakuan awal berupa perendaman, perebusan dan pengukusan, pengembangan tebalnya hanya berkisar antara 2 6 %. Sementara untuk jenis papan radial antara 2 7%. Pengembangan tebal ini terjadi setelah proses pengempaan kayu, yaitu

28 adanya kondisi suhu dan kelembaban pada lingkungan. Jadi mengembang akibat dikeringanginkan (spring back). Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai pengembangan tebal yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Sulistiyono, yaitu hanya berkisar 0,28-0,43%. Hasil ini memberi gambaran bahwa kayu yang dipadatkan dengan perlakuan pendahuluan yang tepat akan membuat dimensi kayu lebih stabil. Pemberian perlakuan pendahuluan dengan memanaskan kayu dengan uap air suhu tinggi (steam treatment) dalam autoklaf mengakibatkan tercapainya fiksasi permanen yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metode perlakuan suhu tinggi pada kayu kering dan tidak banyak mempengaruhi atau menurunkan sifat mekanik kayu. Fiksasi permanen pada suhu 180 C dapat dicapai dalam waktu sekitar 10 menit (Inoue et al. 1993). 4.3 Sifat Fisis Sifat fisis Data hasil pengujian sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 4 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit;90 menit) Waktu Pengukusan Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan Gubal Transisi Teras Rata-rata Gubal Transisi Teras Rata-rata KA (%) 30 menit 16,28 15,47 14,68 15,47 9,30 8,54 7,80 8,55 60 menit 15,94 15,71 15,58 15,74 8,98 8,77 8,64 8,80 90 menit 15.74 16,02 16,14 15,96 8,79 9,28 9,17 9,08 ρ (g/cm³) 30 menit 0,40 0,41 0,43 0,41 0,45 0,45 0,48 0,46 60 menit 0,44 0,43 0,45 0,44 0,48 0,47 0,49 0,48 90 menit 0,46 0,44 0,44 0,45 0,51 0,49 0,50 0,50 BJ 30 menit 0,35 0,36 0,37 0,36 0,41 0,42 0,45 0,43 60 menit 0,38 0,37 0,39 0,38 0,44 0,43 0,45 0,44 90 menit 0,40 0,38 0,38 0,39 0,47 0,45 0,46 0,46 Vus (m/s) 30 menit 6035 5998 6256 6096 5692 5773 5877 5780 60 menit 6197 6222 6250 6223 5875 5970 6097 5981 90 menit 5985 5817 6121 5974 5946 5531 5921 5799 Keterangan : KA = kadar air, ρ = kerapatan, BJ = berat jenis Vus = kecapatan gelombang ultrasonik

29 Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon setelah perlakuan pada selang kepercayaan 95% Sumber KA ρ BJ Vus Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Posisi Kayu 0,8216 tn 0,3153 tn 0,2307 tn 0,2893 tn Perlakuan <,0001* 0,0001* <,0001* 0,4836 tn Posisi Kayu x Perlakuan 0,9863 tn 0,9103 tn 0,8110 tn 0,4415 tn Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% KA = kadar air ρ = kerapatan BJ = berat jenis Vus = velositas gelombang ultrasonik P = probability 4.3.1 Kadar Air Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 13 diketahui bahwa akibat proses pemadatan dengan suhu tinggi 150 C, kadar air kayu menurun dari kondisi kering udara 15,32% sampai 15,96% menjadi 8,55% sampai 9,08% pada kayu terpadatkan. Hasil pemadatan dapat menurunkan nilai kadar air kayu jabon sampai 44,78% dari kayu sebelum perlakuan. Gambar 13 Histogram nilai kadar air kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan

30 Penurunan kadar air sampai dibawah 10% ini diduga disebabkan pengaruh panas pada waktu pengempaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistyono (2001) yang menggunakan perlakuan variasi suhu kempa panas yang cukup tinggi sebesar 125 C, 150 C, 175 C, dan 200 C menghasilkan kayu terpadatkan dengan kadar air 50% lebih rendah dari kadar air kayu sebelum perlakuan. Suhu tinggi tersebut merusak ikatan hidrogen antar molekul air sehingga kayu mengalami pengeringan. Kadar air yang rendah diharapkan dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis kayu tersebut. Kadar air kayu yang rendah ini juga berguna untuk mengurangi terjadinya pemulihan tebal atau springback pada waktu dikeluarkan dari tekanan kempa. Selain itu diduga telah terjadi rusaknya sel dalam kayu sehingga tidak dapat berikatan dengan rantai OH bebas dari lingkungan. Rusaknya molekul air akibat perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan H antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin (Amin & Dwianto 2006) Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan (Tabel 5) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai KA terendah terdapat pada perlakuan pengukusan 30 menit. Pada penelitian ini semakin cepat waktu pengukusan sebelum pengempaan semakin rendah nilai KA kayunya. Hal ini diduga adanya kandungan air yang masih terikat didalam kayu setelah pengukusan dalam autoklaf. Nilai KA yang rendah ini (8,55%) diduga dapat meningkatkan kekuatan kayu menjadi lebih stabil. 4.3.2 Kerapatan Pada Gambar 14 menyajikan histogram nilai kerapatan kayu jabon sebelum dan setelah perlakuan (pengukusan dan pengempaan). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kerapatan kayu jabon mulai dari 0,46 g/cm³ sampai 0,50 g/cm³ pada

31 kondisi setelah pemadatan atau meningkat ±11% terhadap kerapatan kayu jabon dari kondisi sebelum pemadatan. Nilai kerapatan contoh uji kayu jabon yang diberi perlakuan pengukusan dengan air selama 90 menit adalah yang paling tinggi hingga bisa meningkatkan kerapatan sampai 11,43%. Gambar 14 Histogram nilai kerapatan kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan pengukusan 90 menit menghasilkan nilai kerapatan terbaik. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai kerapatan kayu jabon terpadatkan. Kerapatan kayu berhubungan linier dengan sifat kekuatan kayu, semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula sifat kekuatannya. Pada penelitian Murhofiq (2000), pemadatan kayu agatis sampai 50% dari tebal semula mampu meningkatkan kerapatannya dari 0,41 g/cm 3 menjadi 0,9 g/cm 3. Sementara untuk kayu sengon dengan kerapatan 0,23 g/cm 3 meningkat kerapatannya menjadi 0,48 g/cm 3 setelah dipadatkan.

32 Peningkatan kerapatan kayu diduga akibat pemadatan pada suhu tinggi yang menyebabkan kayu menjadi lunak (plastis). Plastisasi dengan pengukusan pada suhu diatas 120 C menyebabkan hemiselulosa dan lignin yang berperan sebagai pengikat dan pengisi selulosa akan elastis pada suhu tersebut. Kondisi elastis dari kayu ini akan lebih memudahkan pada waktu pengempaan. Dwianto et al., (1996) menyatakan bahwa mekanisme perubahan bentuk akibat pengempaan pada saat dibawah titik proporsional deformasi mendekati elastis 4.3.3 Berat Jenis Pada Gambar 15 menyajikan peningkatan berat jenis kayu jabon terpadatkan. Berat jenis kayu jabon terpadatkan mengalami peningkatan sebesar ±18% dari kondisi sebelum pengempaan 0,36 sampai 0,39 menjadi 0,43 sampai 0,46 pada kayu jabon terpadatkan. Sama halnya dengan kerapatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan semakin tinggi nilai berat jenis yang dihasilkan setelah pengempaan. Contoh uji dengan pengukusan 90 menit mengalami peningkatan berat jenis yang paling tinggi. Peningkatan berat jenis ini disebabkan oleh pemampatan volume sebagai akibat dari adanya tekanan oleh plat kempa. Tomme et al. (1998) menyatakan bahwa pemadatan kayu dengan suhu tinggi dapat meningkatkan kerapatan kayu. Gambar 15 Histogram nilai berat jenis kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan

33 Peningkatan ini terjadi karena rongga sel dan dinding sel menjadi padat. Peningkatan nilai berat jenis kayu terpadatkan ada kaitannya dengan perubahan bentuk sel-sel penyusunnya. Sel-sel kayu terpadatkan cenderung memipih sehingga mengurangi volume rongga, yang sekaligus mengurangi volume kayunya, sementara beratnya tetap. Hal ini berdampak pada meningkatnya nilai BJ. Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5) yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap berat jenis kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap berat jenis kayu jabon terpadatkan. Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai terbaik untuk BJ terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pemadatan mampu meningkatkan nilai BJ kayu jabon yang dipadatkan. Meningkatnya BJ berbanding lurus dengan meningkatnya kerapatan kayu sehingga kekuatan kayunya juga meningkat. Penelitian Darwis (2008) menunjukkan berat jenis kayu agatis dan gmelina yang terpadatkan lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis kayu kontrolnya. Peningkatan berat jenis kayu agatis akibat tingkat pemadatan 12,5%, 25% dan 37,5% berturut-turut mencapai 7,14% (0,45), 30,95% (0,55), dan 52,83% (0,64) dibandingkan dengan berat jenis kontrolnya (0,42). Sedangkan pada kayu gmelina berat jenis meningkat secara berurutan mencapai 6,82% (0,47), 27,27% (0,56), dan 50% (0,66) dibanding dengan berat jenis kayu kontrolnya (0,44). Sementara itu pada penelitian yang dilakukan dengan tingkat pemadatan 20% mampu meningkatkan BJ mencapai 18,46% (0,46). Peningkatan nilai berat jenis terkait dengan meningkatnya tingkat pemadatan, sedangkan lamanya pemanasan tidak mempengaruhi nilai berat jenis pada masing-masing tingkat pemadatan. Semakin tinggi tingkat pemadatan, maka volume sel

34 yang terpadatkan akan semakin besar sehingga volume kayu semakin berkurang. Berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini berkisar antara 0,43 0,46. Berdasarkan pembagian kelas kuat kayu Indonesia menurut PKKI (Tabel 6), nilai berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini tergolong kelas kuat III yaitu 0,40 0,60 meningkat dari sebelum pemadatan yang hanya tergolong kelas kuat IV. Tabel 6 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961 Kelas Kuat Berat Jenis Tegangan Lentur Mutlak (kg/cm 2 ) Tegangan Tekan Mutlak (kg/cm 2 ) I > 0,9 >1100 >650 II 0,6-0,9 725-1100 425-650 III 0,4-0,6 500-725 300-425 IV 0,3-0,4 360-500 215-300 V <0,3 <360 <215 (Sumber : PKKI NI-5 1961) 4.3.4 Kecepatan Gelombang Ultrasonik (Vus) Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 16 diketahui bahwa nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon kontrol pada pengukusan 30 menit sebesar 6096 m/detik, pengukusan 60 menit sebesar 6223 m/detik dan pengukusan 90 menit sebesar 5974 m/detik. Setelah kayu jabon terpadatkan nilai Vus mengalami penurunan 3-5%, yaitu untuk pengukusan 30 menit sebesar 5981 m/s, 60 menit sebesar 5799 m/s dan 90 menit sebesar 5780 m/s. Penurunan kecepatan gelombang ultrasonik diduga karena telah terjadi perubahan struktur sel di dalam kayu yang menyebabkan hambatan untuk perambatan gelombang ultrasonik. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada contoh uji untuk pengukusan 90 menit memiliki nilai Vus yang paling rendah. Hal ini diduga karena adanya perubahan struktur sel akibat pengukusan yang lama pada suhu tinggi di dalam autoklaf yang bertekanan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan mampu menurunkan nilai kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon terpadatkan.

35 Gambar 16 Histogram nilai Vus kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan Dari Tabel 5 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal posisi horizontal kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi keduanya tidak ada pengaruh yang nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon terpadatkan. 4.4 Sifat Mekanis Sifat mekanis kayu merupakan sifat kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu. Pada penelitian ini sifat mekanis yang diuji adalah modulus patah (MOR), modulus lentur statis (MOE statis), modulus lentur dinamis (MOE dinamis), kekuatan tekan sejajar serat, dan kekerasan (hardness) yang nilainya tersaji dalam Tabel 7 dan selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam yang tersaji dalam Tabel 8. Pemadatan kayu terbukti dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon. Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rilatupa (2001) dan Sulistyono (2001) yang juga mengalami peningkatan nilai MOE lebih dari 100% setelah pemadatan pada suhu pengempaan optimal 125 C - 175 C, sedangkan untuk suhu pengempaan diatas 175 C cenderung menurunkan sifat fisis, mekanis dan daya dukung baut.

36 Tabel 7 Nilai rataan sifat mekanis kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit; 90 menit) Pengukusan Posisi MOR MOEs MOEd σtk // Serat Kekerasan (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) Tangensial Radial Gubal 596,3 49.994 169.356 336,85 294,50 254,50 Kontrol Transisi 568,02 48.440 145.705 346, 36 296,75 222,00 Teras 605,62 51.404 156.344 383,92 293,00 255.50 Rata-rata 589,92 49.946 157.135 355,71 294,75 244,00 Gubal 760,23 68.099 150.416 401,05 282,50 227,75 30 menit Transisi 739,90 68.118 155.006 410,39 312,75 293,00 Teras 783,40 74.901 164.648 419,48 332,75 282,75 Rata-rata 761,18 70.373 156.690 410,31 309,33 267,83 Gubal 802,37 71.312 155.591 411,52 262,50 237,00 60 menit Transisi 788,45 69.838 160.483 433,08 326,00 300,00 Teras 802,41 73.392 172.334 449,33 334,25 281,25 Rata-rata 797,75 71.514 162.775 431,31 307,58 272.75 Gubal 780,42 71.953 163.094 419,79 339,25 258,00 90 menit Transisi 788,00 71.763 160.912 427,19 359,00 275,50 Teras 837,22 74.216 176.354 449,01 327,75 297,00 Rata-rata 801,88 72.644 166.666 432,00 342,00 276,83 Keterangan : MOR = Modulus patah MOEs = Modulus lentur statis MOEd = Modulus lentur dinamis σtk // Serat = kekuatan tekan sejajar serat Tabel 8 Hasil uji statistik terhadap sifat mekanis kayu jabon pada selang kepercayaan 95% Sumber MOR MOEs MOEd σtk // Serat Hardness Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Posisi Kayu 0,6279 tn 0,3615 tn 0.4481 tn 0,1533 tn 0,0565 tn Perlakuan <.0001* <.0001* 0,0306* 0,0007* 0,4200 tn Posisi 0,9988 tn 0,9952 tn 0,6366 tn 0,2541 tn 0,2541 tn Kayu*Pengukusan Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% p = probability Dari hasil pengujian destruktif contoh uji ditemukan variasi bentuk kerusakan. Pengujian tekan sejajar serat rata-rata ditemukan jenis kerusakan crushing dimana contoh uji mengalami patahan dengan bidang patahan horizontal. Sedang untuk hasil pengujian kekuatan lentur rata-rata terjadi

37 kerusakan jenis cross grained tension. Gambar bentuk kerusakan kayu disampaikan pada Lampiran 3. Kerusakan ini terjadi akibat adanya gaya tarik yang arahnya miring serat. Hal ini biasa terjadi pada contoh uji yang miring serat, baik yang berupa serat diagonal, serat spiral atau yang lainnya dan terjadi di permukaan bawah balok contoh uji. 4.4.1 Pengujian Kekakuan Lentur (MOE) Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat mekanis lentur secara nondestruktif dan destruktif. Pengujian nondestruktif dilakukan untuk mengetahui nilai modulus lentur dinamis (MOE dinamis) sedangkan pengujian destruktif untuk mendapatkan nilai modulus lentur statis (MOE statis) kayu jabon terpadatkan. Gambar 17 Histogram nilai modulus lentur statis (MOE statis) dan modulus lentur dinamis (MOE dinamis) kayu jabon terpadatkan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 17 diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai MOE sebesar 45 % pada kayu jabon terpadatkan. Nilai MOE tertinggi dicapai pada contoh uji dengan waktu pengukusan 90 menit, yaitu 72644 kg/cm 2. Pemadatan kayu terbukti dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon. Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai

38 MOE statis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap MOE statis kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap MOE statis kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai MOEs kayu jabon terpadatkan. Semakin tinggi nilai MOE maka semakin tahan kayu tersebut terhadap perubahan bentuk. Pada Gambar 17 nilai MOE dinamis kayu jabon terpadatkan tertinggi dicapai pada contoh uji dengan waktu pengukusan 90 menit, yaitu sebesar 166666 kg/cm 2. Pada penelitian ini rata-rata nilai MOE dinamis yang didapat lebih besar 144 % dibandingkan nilai MOE statisnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Karlinasari et al. (2006) untuk kayu cepat tumbuh sengon, meranti, manii, dan mangium yang menunjukkan nilai MOE dinamis kayu-kayu tersebut lebih tinggi 50% dari MOE statisnya. Hal ini disebabkan karena faktor sifat visko elastis bahan dan pengaruh efek rangkak (creep) pada pengujian secara defleksi (Bodig dan Jayne 1982). Halabe et al. (1995) diacu dalam Olivera et al. (2002) menyatakan bahwa pengujian destruktif membutuhkan selang waktu lebih lama daripada pengujian nondestruktif dengan pembebanan yang terus meningkat sampai contoh uji patah. Semakin lama pengujian berlangsung maka lebih banyak gaya elastis yang hilang. Sementara itu, pengujian nondestruktif dengan metode perambatan gelombang ultrasonik hanya memerlukan waktu yang lebih singkat. Hal inilah yang menyebabkan nilai MOE dinamis lebih besar daripada MOE statis. Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai MOE dinamis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap MOE dinamis kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

39 nilai terbaik terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap MOE dinamis kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai MOEd kayu jabon yang dipadatkan. 4.4.2 Pengujian Kekuatan Lentur (MOR) Seperti halnya MOE, pemadatan juga mampu meningkatkan nilai MOR beberapa kali lipat dari kayu awalnya. Berat jenis kayu yang meningkat diduga menjadi faktor utama peningkatan nilai MOR kayu jabon. Dari Gambar 18 dapat dilihat pada contoh uji pengukusan 90 menit nilai MOR mengalami kenaikan sampai 801,88 kg/cm 2 atau sekitar 36 % dari kayu kontrol yang hanya memiliki nilai MOR 589,92 kg/cm 2. Gambar 18 Histogram nilai modulus patah (MOR) kayu jabon terpadatkan Berdasarkan Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai MOR kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berbeda nyata terhadap peningkatan nilai MOR kayu jabon terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terdapat pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata

40 terhadap MOR kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengukusan mampu meningkatkan nilai MOR kayu jabon yang dipadatkan. Semakin tinggi nilai MOR maka kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya akan semakin meningkat. Hasil perhitungan MOR tersebut dikelompokkan kelas kekuatannya berdasarkan PKKI NI 5-1961 (Tabel 6). Berdasarkan kriteria tersebut maka kisaran nilai MOR antara 761,18 kg/cm² sampai 801,88 kg/cm² (725-1100 kg/cm²) tergolong dalam kelas kuat II. 4.4.3 Keteguhan Tekan Sejajar Serat Pada Gambar 19 dapat terlihat nilai keteguhan sejajar serat hasil pemadatan meningkat dari 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm². Peningkatan nilai keteguhan sejajar serat pada penelitian ini mencapai ±21% dari kayu kontrol. Nilai terbesar terjadi pada contoh uji dengan pengukusan 90 menit. Keteguhan tekan sejajar serat termasuk salah satu sifat mekanis kayu yang besarnya ditentukan terutama oleh berat jenisnya. Gambar 19 Histogram nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan Berdasarkan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 8), tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai keteguhan

41 tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap peningkatan nilai tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terdapat pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap nilai tekan sejajar serat kayu kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan. Pada umumnya peningkatan nilai keteguhan tekan sejajar serat pada penelitian ini membuktikan bahwa pemadatan kayu menyebabkan struktur sel kayu menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang dipadatkan. Hasil keteguhan tekan sejajar serat tersebut dikelompokkan kelas kekuatannya berdasarkan PKKI NI 5-1961 (Tabel 6). Berdasarkan kriteria tersebut maka keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan yang berkisar antara 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm² termasuk dalam kelas kuat III dan II. 4.4.3 Kekerasan (Hardness) Pada Gambar 20 nilai kekerasan kayu jabon yang diberi perlakuan pengukusan selama 90 menit mengalami peningkatan paling besar. Peningkatan yang terjadi setelah kayu dipadatkan yaitu dari 307,58 kg/cm² sampai 342 kg/cm² pada bidang tangensial. Peningkatan nilai kekerasan ini disebabkan rongga sel kayu menyempit, rata dan merapat akibat pemadatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekerasan kayu diantaranya kerapatan, keuletan kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya (Mardikanto et al. 2011). Murhofiq (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pemadatan kayu sampai 50% mampu meningkatkan nilai kekerasan bidang tangensialnya pada Sengon dan Agatis berturut-turut sebesar 376% dan 229%.

42 Gambar 20 Histogram nilai kekerasan bidang tangensial dan radial kayu jabon terpadatkan Berdasarkan Tabel 8 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal posisi horizontal kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi keduanya tidak ada pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan kayu jabon terpadatkan.