32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi perbandingan kausal atau penelitian kausal komparatif. Studi perbandingan kausal hakikatnya dilakukan untuk memverifikasi hubungan kausal antara dua atau lebih variabel. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian yang menunjukkan, bahwa keberadaan variabel y adalah sebagai akibat dari variabel x (Ali, 2011:226). Penelitian ini dinyatakan sebagai studi perbandingan kausal karena ingin memverifikasi penyebab atau alasan munculnya perbedaan indeks ketidakwajaran skor pada hasil belajar matematika siswa SMP kelas VII, apakah benar dikarenakan perbedaan dalam penggunaan metode pendeteksian ketidakwajaran skornya yaitu dengan menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah skor peserta tes, sedangkan peserta tes merupakan responden penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh skor peserta tes kelas VII di suatu SMP Negeri Bandung yang berjumlah 342. Sampel dalam penelitian ini adalah skor peserta tes kelas VII yang berjumlah 202. Penetapan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, penarikan secara random sampelnya terhadap kelompok kelas VII, yaitu antara kelas VII-A sampai VII-I. Dari penarikan secara random tersebut didapat kelas VII-C, VII-D, VII-F, VII-G, VII-H, dan VII-I. Sehingga diperoleh sebanyak 202 siswa yang dijadikan responden. Penentuan ukuran sampel menggunakan pedoman jika penelitian dengan jenis perbandingan kausal banyaknya sampel minimal 30 sampel setiap kelompoknya (Fraenkel dan Wallen:1993). Jumlah sampel pada setiap kelas yaitu kelas VII C, D, F, G, H, dan I sebagai berikut: 32
33 Tabel. 3.1 Jumlah Sampel Pada Setiap Kelas No. Kelas Jumlah 1 VII C 29 2 VII D 28 3 VII F 34 4 VII G 37 5 VII H 36 6 VII I 38 Jumlah 202 Dari tabel di atas dapat diketahui di kelas VII C terdapat 29 skor peserta tes, kelas VII D terdapat 28 skor peserta tes, kelas VII F terdapat 34 skor peserta tes, kelas VII G terdapat 37 skor peserta tes, kelas VII H terdapat 36 skor peserta tes, dan kelas VII I terdapat 38 skor peserta tes. C. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pendeteksian ketidakwajaran skor, sedangkan variabel terikatnya adalah indeks ketidakwajaran skor. Variabel bebas merupakan variabel yang kemunculannya diasumsikan menjadi sebab munculnya variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang kemunculannya diasumsikan sebagai akibat dari adanya variabel bebas. (Ali, 2011:71). D. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL Metode SHL menyatakan kewajaran skor peserta tes dengan indeks kehatihatian. Indeks kehati-hatian dihitung dengan menggunakan rumus indeks kehatihatian. Komponen dari rumus tersebut adalah selisih antara indeks kehati-hatian kelompok butir mudah untuk peserta yaitu A dengan indeks kehati-hatian kelompok butir sukar untuk peserta yaitu B kemudian dibagi selisih antara
34 indeks kehati-hatian kelompok butir mudah untuk jawaban seluruh peserta yaitu C dengan indeks kehati-hatian kelompok sukar untuk jawaban seluruh peserta yaitu D. Klasifikasi yang dibuat pada metode SHL pada indeks kehati-hatian adalah semakin besar indeks maka skor tersebut semakin tidak wajar dan sebaliknya semakin kecil indeks maka skor tersebut semakin wajar. Peserta yang terwajar adalah peserta yang mempunyai indeks kehati-hatian sebesar nol (0). Klasifikasi skor peserta tes yang terdeteksi wajar, indeks kehati-hatiannya dapat dipertimbangkan dari pola skor dengan kategori kehati-hatian. 2. Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher Metode Donlon-Fisher menggunakan korelasi biserial untuk mengkorelasikan pola kesukaran butir yang dilihat dari satu peserta dengan pola kesukaran yang dilihat dari kelompok peserta. Menyatakan korelasi biserial itu dengan kewajaran skor peserta. Komponen dari rumus indeks kewajaran skor peserta tersebut adalah selisih antara rata-rata kesukaran dalam skala delta yang terkerjakan oleh peserta tes ( dengan rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang dijawab dengan benar oleh peserta tes ( yang dibagi dengan simpangan baku di dalam skala delta semua butir yang dikerjakan ( ) kemudian dikalikan dengan pembagian antara proporsi jawaban benar peserta tes ( dengan probabilitas pada distribusi probabilitas normal baku di titik yang dibagi oleh (y). Makin tinggi koefisien biserial maka makin tinggi indeks kewajaran Donlon dan Fisher, maka makin cocok skor peserta dengan skor kelompok peserta sehingga makin wajar skor peserta itu, begitu pula sebaliknya. Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon dan Fihser dalam perhitungannya menggunakan korelasi biserial, acuan dalam menyatakan tingginya suatu indeks kewajaran skor peserta tes dapat menggunakan indeks daya beda butir soal yang dinyatakan oleh Ebel (Susetyo, 2011:161). Penulis menyatakan indeks yang wajar berada diantara 1-0,70, karena mempertimbangkan korelasi antara pola kesukaran butir soal responden secara individu dengan pola
35 kesukaran butir soal secara kelompok, memiliki daya pembeda yang baik sekali, untuk klasifikasi setelahnya hanya dinyatakan cukup baik, cukup baik saja tidak cukup, maka pada batas indeks 0,70 terlihat adanya perbedaan butir soal yang mudah dan sukar yang baik sekali dan begitu pula apabila dilihat dari pola kesukaran butir soal responden secara individu sesuai dengan pola kesukaran butir soal secara kelompok pada klasifikasi baik sekali. Jika pada responden tidak terlihat dengan jelas antara butir mudah dan butir sukar maka dapat dinyatakan bahwa responden tersebut terdeteksi memiliki skor yang tidak wajar. E. Alur Penelitian
36 Gambar 3.1 Alur Penelitian dan Pengambilan Data Keterangan: c i : indeks kehati-hatian peserta tes : indeks kewajaran peserta tes Dari gambar 3.1 mengenai alur penelitian dapat dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan sebagai berikut: 1. Membuat soal matematika
37 Pembuatan soal matematika yang akan dijadikan instrumen penelitian berpedoman kepada kurikulum yang berlaku pada sekolah yang siswanya akan dijadikan subjek penelitian dan berdasarkan kisi-kisi tes yang telah dirancang terlebih dahulu. Penulis memilih pokok bahasan transformasi yang dipelajarai oleh siswa kelas VII SMP. Instrumen yang dibuat penulis sebanyak 30 butir tes. Langkah-langkah penyusunan soal: a) Menyusun spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini: 1) Menentukan tujuan tes Ditinjau dari tujuannya tes dibagi menjadi empat macam yang digunakan di lembaga pendidikan yaitu tes penempatan, tes diagnotis, tes formatif, dan tes sumatif. 2) Menyusun kisi-kisi tes Kisi-kisi merupakan tabel matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Ada empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu: a. Menulis tujuan umum pelajaran b. Membuat daftar pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diujikan c. Membuat indikator d. Menentukan jumlah soal tiap pokok bahasan dan subpokok bahasan. 3) Memilih bentuk tes Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa, lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajarn yang diujikan. 4) Menentukan panjang tes Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Penentuan panjang tes berdasarkan pengalaman saat melakukan tes. Khusus untuk tes baku penentuan waktu berdasarkan hasil uji coba. Namun tes untuk ulangan di kelas penentuan waktu berdasarkan pengalaman dari tiap tenaga pengajar.
38 b) Menulis soal tes Penulisan tes merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pertanyaanpertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian pada kisi-kisi yang dibuat. Kisi-kisi lengkap sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilihat pada Lampiran A.2 halaman 98 dan Lampiran A.8 halaman 291. 2. Uji validitas isi butir soal Validitas isi butir soal terdiri dari uji keterbacaan butir soal, uji kecocokan kompetensi dasar dengan indikator, dan kecocokan indikator dengan butir soal. Uji keterbacaan butir soal dilakukan oleh siswa kelas VII, sedangkan uji kecocokan kompetensi dasar dengan indikator dan uji kecocokan indikator dengan butir dilakukan oleh jugment ahli yang bertujuan untuk melihat kecocokan antara kompetensi dasar dengan indikator dan juga melihat kecocokan antara indikator dengan butir soal. Perhitungan validitas isi butir soal selanjutnya menggunakan persentase kecocokan. 3. Melakukan uji coba soal Butir soal yang telah di jugment oleh sejumlah ahli dan telah dinyatakan valid, kemudian soal tersebut diujicobakan kepada siswa yang bukan merupakan subjek penelitian. 4. Melakukan analisis butir Setelah mendapatkan skor hasil uji coba tes, penulis melakukan analisis terhadap reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran, dan distraktor. 5. Pengujian Soal Matematika di Kelas VII. Butir soal yang sudah valid dan reliabel kemudian diujikan pada siswa kelas VII di suatu SMP Negeri di kota Bandung sebanyak 202 siswa. 6. Pendeteksian ketidakwajaran skor Pengujian soal matematika pada kelas VII menghasilkan sejumlah skor peserta tes yang kemudian dilakukan pendeteksian ketidakwajaran skor terhadap semua skor
39 peserta tes. Pendeteksian ketidakwajaran skor dilakukan menggunakan dua metode yaitu metode SHL dan juga metode Donlon-Fisher. 7. Melakukan perhitungan statistik deskriptif Pada tahap ini hasil pendeteksian ketidakwajaran skor menghasilkan indeks kehati-hatian dan indeks kewajaran skor siswa. Untuk menginterpretasikan hasil perhitungan menggunakan statistika deskriptif yang meliputi mean, median, modus, standar deviasi, indeks terkecil, dan indeks terbesar, kemudian menampilkan jumlah peserta tes yang dinyatakan skornya wajar dan tidak wajar berdasarkan metode pendeteksian ketidakwajaran skor yaitu metode SHL dan metode Donlon-Fisher. 8. Mentransformasi Indeks Ketidakwajaran Skor Sebelum membandingkan rata-rata ke dua indeks ketidakwajaran skor, terlebih dahulu semua indeks ketidakwajaran skor ditransformasikan ke dalam skor baku T. 9. Menghitung Perbandingan secara Statistik Inferensial Setelah semua indeks ketidakwajaran skor ditransformasi ke dalam skor baku T, kemudian dilakukan pengujian perbandingan dua rata-rata sampel yang berpasangan. F. Instrumen Instrumen dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika SMP kelas VII semester genap. Instrumen yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis tes formatif. Instrumen penelitian dibuat oleh peneliti sendiri. Butir soal mendeskripsikan keterwakilan dari kompetensi dasar atau materi secara proporsional dari keseluruhan materi telah dipelajari. Tes ini mencakup dimensi pengetahuan faktual, konserptual, dan prosedural sesuai dengan kurikulum 2013 yang diterapkan di sekolah tersebut. Selain mencakup dimensi pengetahuan pembuatan instrumen juga mencakup dimensi kemampuan berpikir matematika yaitu kemampuan berpikir tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi.
40 Instrumen dan kunci jawaban lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.6, A.7, A.9, dan A.10 halaman 284, 293, dan 306. G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik tes, karena dengan menggunakan teknik tes dapat dideteksi ketidakwajaran skor. Tahapan pengumpulan datanya sebagai berikut: 1. Bentuk tes yang dibuat untuk masing-masing pendeteksian metode adalah sama. 2. Responden menjawab soal tes yang telah disediakan. 3. Untuk setiap skor peserta tes dideteksi menggunakan dua metode pendeteksian ketidakwajaran skor yaitu metode SHL dan metode Donlon- Fisher. 4. Setelah didapat semua indeks ketidakwajaran skor pada masing-masing skor peserta tes, kemudian dihitung jumlah siswa yang teridentifikasi skornya yang wajar dan yang tidak wajar. 5. Nilai indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher ditranformasikan ke dalam skor baku T. H. Teknik Analisis Data Teknik untuk menganalisis data memiliki beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: a) Uji Instrumen Penelitian Sebelum instrumen ini digunakan untuk kepentingan pengumpulan data penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas isi, kemudian setelah uji coba instrumen dilakukan uji reliabilitas dan analisis butir soal yang meliputi tingkat kesukaran, daya pembeda, dan distraktor. a. Validitas isi Validitas isi dihitung menggunakan perhitungan persentase butir soal yang cocok dengan indikator atau tujuan. Perhitungan kecocokan terhadap validitas isi
41 dilakukan dengan menghitung besarnya persentase pada pernyataan cocok, yaitu persentase kecocokan suatu butir dengan tujuan atau indikator berdasarkan penilaian guru/dosen atau ahli, Noer (Susetyo, 2011:92). Butir yang dinyatakan valid jika kecocokannya dengan indikator mencapai lebih dari 50%. Rumus yang digunakan adalah: Persentase dimana: f = frekuensi cocok menurut penilai = jumlah penilai (Susetyo, 2011:92) Menurut Djaali dan Puji (Susetyo, 2011:90) validitas isi adalah validitas yang akan mengecek kecocokan dinatara butir-butir tes yang dibuat dengan indikator, materi atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Perhitungan dengan rumus persentase ini digunakan juga untuk menghitung persentase kecocokan pada uji keterbacaan soal dan uji kecocokan kompetensi dasar dengan indikator. b. Reliabilitas Suatu perangkat ukur yang dapat dipercaya adalah alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulangulang dan alat ukur yang demikian dinamakan dengan reliabel. (Susetyo, 2011:105). Pengujian reliabilitas yang akan dilakukan terhadap instrumen menggunakan reliabilitas konsistensi internal, karena pengujian soal tersebut hanya satu kali. Reliabilitas konsistensi internal didasarkan pada skor yang diperoleh dari satu perangkat ukur dengan satu kali pengukuran pada peserta tes, dengan jenis Kuder-Richardson-20 (KR 20 ). Penggunaan KR 20 dikarenakan skor yang akan didapat berupa skor dikotomi. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung koefisien reliablitas: [ dimana; ] p = proporsi jawaban benar q = proporsi jawaban salah
42 k = jumlah butir tes = jumlah perkalian jawaban benar dengan salah = koefisien reliabilitas = varian skor tes = jumlah responden ( (Susetyo, 200) c. Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan oleh suatu indeks yang dinamakan Indeks Kesukaran Butir dan disimbolkan oleh huruf p. Indeks kesukaran butir merupakan rasio antar penjawab butir dengan benar dan banyaknya penjawab butir. (Azwar, 2011:134). Formulasi indeks kesukaran butir adalah: p = (Azwar, 2011:134) dimana: n i = banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar N = banyaknya siswa yang menjawab butir soal. Interpretasi angka indeks kesukaran butir menurut Thondrike dan Hagen (Sudijono, 2009:327) mengemukakan sebagai berikut: d. Daya Pembeda Tabel 3.2 Pembagian Tingkat Kesukaran Rentang Tingkat Kesukaran p < 0,30 Sukar 0,30 p 0,70 Sedang p > 0,70 Mudah Daya pembeda (D) butir tes adalah kemampuan butir tes untuk mengetahui seberapa besar suatu butir tes dapat membedakan (diskriminasi) antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya beda tiap butir soal adalah dengan acuan norma dan cara perhitungan daya beda kelompok tinggi-rendah, sebagai berikut: ( (
43 dimana: = frekuensi yang menjawab benar butir tes ke-i untuk kelompok tinggi = frekuensi yang menjawab benar butir tes ke-i untuk kelompok rendah = jumlah seluruh peserta kelompok tinggi = jumlah seluruh peserta kelompok rendad (Susetyo, 2011) Dalam melakukan perhitungan daya beda ini, kemampuan siswa dikelompokkan menjadi kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah. Pembagiannya menggunakan cara, kelompok tinggi sebesar 27% dan kelompok rendah 27%, sisanya sedang 46%. Pada umumnya kriteria penerimaan yang digunakan adalah D 0,2, butir dinyatakan memiliki daya beda dan dapat digunakan sebagai butir tes pada suatu perangkat ukur. (Susetyo, 2011:167) Menurut Hopkins dalam Naga (2013, 292) pembagian daya beda sebagai berikut: e. Distraktor Tabel 3.3 Pembagian Daya Beda Butir Indek Daya Beda Interpretasi (D) 0,40 atau lebih Butir memiliki daya beda sangat baik 0,30 0,39 Butir memiliki daya beda baik 0,11 0,29 Butir memiliki daya beda sedang 0,00 0,10 Butir memiliki daya beda kurang negatif Butir ada kekeliruan Analisis pengecoh atau distraktor tujuannya adalah mengetahui kemampuan responden yang sebenarnya dengan jalan memberikan pilihan alternatif yang memungkinkan untuk dipilih terutama responden yang tidak memahami butir tes tersebut. Kemiripan pilihan jawaban dapat dilihat dari penyebaran frekuensi jawaban peserta pada pilihan jawaban yang disediakan. Pengecoh yang tergolong baik adalah pengecoh yang dipilih oleh peserta tes minimum sebesar 5%. Keberadaan pengecoh digunakan untuk menjebak terutama bagi mereka yang berkemampuan rendah untuk memilih jawaban yang salah. Sedangkan mereka yang berkemampuan tinggi tidak terkecoh oleh jawaban yang salah dan mencegah
44 peserta tes melakukan tebakan. Berikut merupakan rumus untuk perhitungan mengecek keberfungsian pengecoh yaitu analisis distraktor proporsi presentase: (Budi Susetyo, 2011:171) dimana; M = jumlah responden = proporsi masing-masing pilihan jawaban suatu butir tes = frekuensi masing-masing jawaban suatu butir tes b) Pengolahan Data dengan Statistik Deskriptif Semua data yang telah terkumpul nantinya akan diolah dengan statistik deskriptif, karena untuk mengetahui perbedaan indeks ketidakwajaran skor. Sebelum dapat mendeteksi ketidakwajaran skor, terlebih dahulu dilakukan perhitungan skor setiap responden, kemudian dihitung secara deskriptif hasil perhitungan skor tersebut. Pada pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon- Fisher skor yang akan dideteksi perhitungan indeksnya menggunakan rumus korelasi biserial dengan taraf kesukaran ditransformasikan ke distribusi probabilitas normal baku serta nilai y adalah probabilitas pada distribusi probabilitas normal baku di titik yang dibagi oleh p it maka sebelumnya data yang akan dideteksi diuji normalitasnya terlebih dahulu, karena metode Donlon-Fisher akan efektif bila digunakan pada data yang berdistribusi normal. Uji normalitas juga digunakan sebagai persyaratan penggunaan statistika parametrik. a. Deskirpsi Data Sebelum dilakukan Pendeteksian Ketidakwajaran Skor. Berikut merupakan teknik perhitungan ketidakwajaran skor masing-masing metode: 1) Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Kelas VII Data yang telah dikumpulkan kemudian dihitung mean, median, modus, simpangan baku, nilai terbesar dan nilai terkecilnya, yang merupakan deskripsi dari data hasil pengerjaan siswa kelas VII terhadap tes hasil belajar bidang studi matematika dengan pokok bahasan Transformasi. Perhitungan mean, median, modus, simpangan baku, nilai terbesar, dan nilai terkecil dibantu dengan SPSS.16.
45 b. Deskripsi Data Hasil Pendeteksian Ketidakwajaran Skor 1) Deskripsi Hasil Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan Metode SHL Metode SHL menggunakan istilah indeks kehati-hatian untuk menyatakan kewajaran skor peserta tes. Dari data yang sudah didapat kemudian dihitung masing-masing indeks kehati-hatian setiap peserta tes. Berikut merupakan rumus menghitung indeks kehati-hatian: dengan A g =sekor jawaban salah ( ) (http://file.upi.edu) B g = sekor jawaban benar ( ) Tabel 3.4. Kisi Pensekoran Peserta Tes No. Nomor Butir Peserta 1 2 3 4... j... N f t c g 1 X 11 X 12 X 13 X 14... X 1j... X 1N f t1 c g1 2 X 21 X 22 X 23 X 24... X 2j... X 2N f t2 c g2 3 X 31 X 32 X 33 X 34... X 3j... X 3N f t3 c g3 4 X 41 X 42 X 43 X 44... X 4j... X 4N f t4 c g4................................. i X i1 X i2 X i3 X i4... X ij... X in f ti c gi................................. M X M1 X M2 X M3 X M4... X Mj... X MN f tm c gm f gi Setelah indeks kehati-hatian semua peserta tes dihitung, dari data tersebut dapat akan dihitung mean, median, modus, standar deviasi, indeks kehati-hatian terbesar, dan indeks kehati-hatian terkecil, kemudian diklasifikasikan skor responden yang wajar dan tidak wajar, kemudian dilihat peserta yang wajar berasal dari kelas VII C, D, F, G, H, atau I. Sedangkan untuk responden yang
46 skornya dinyatakan tidak wajar akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu indeks ketidakwajaran skor besar, sedang, dan kecil. Untuk melihat penyebaran skor peserta tes yang dinyatakan wajar berdasarkan kategori kemampuan peserta tes maka dilakukan pengklasifikasian terhadap kemampuan peserta tes, yaitu akan dikategorikan menjadi peserta tes dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mempermudah cara menghitung indeks kehati-hatian, berikut merupakan contoh perhitungan indeks kehati-hatian yang tersaji pada tabel 3.5. a) Langkah pertama adalah penyusunan butir dari mudah ke sukar yang dalam hal ini oleh skor butir f gi dari tinggi ke rendah. Banyaknya butir adalah N = 5. b) Langkah kedua membuat pemisah di antara bagian pertama dan bagian kedua melalui banyaknya jawaban betul. Responden 1 dan 2 dengan 4 jawaban betul terpisah pada f t = 4. Responden 3 dan 4 dengan 3 jawaban betul dipisah pada f t = 2. Dengan X gi = 1 untuk jawaban betul dan X gi = 0 untuk jawaban salah, semua data untuk rumus 2.1. sudah tersedia sehingga indeks kehati-hatian dapat dihitung. Pada contoh ini, indeks kehati-hatian responden lainnya dapat dihitung dari data yang tersedia untuk dimasukkan ke dalam rumus. Tabel 3.5. Kisi Pensekoran 5 Peserta yang Mengerjakan 10 Butir dalam Penentuan Kehati-hatian. No Nomor Butir Peserta 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 0 1 4 3 1 1 1 0 0 3 4 1 1 0 1 0 3 5 1 0 0 0 1 2 f gi 5 4 3 2 2 (Naga, 2013:400) Sekor butir f gi : 5 4 3 2 2 f t
47 Sudah diurut dari besar ke kecil Jumlah butir N = 5 Responden 1 dan 2 : f t = 4 Responden 3 dan 4 : f t = 3 Responden 5 : f t = 2 c) Perhitungan indeks kehati-hatian untuk peserta tes ke-5: ( ) ( ) ( ) (( ) (( ) ( ) [( ( ( ] 5 + 4 2 +2 Dari perhitungan di atas didapat nilai dari: A 5 = 4 C = 9 B 5 = 2 D = 4 0,40
48 Jadi diapat indeks kehati-hatian peserta tes ke-5 sebesar 0,40. d) Didapat indeks kehati-hatian peserta ke-5 sebesar 0,40, ini artinya skor peserta ke-5 tidak wajar. Untuk menghitung indeks kehati-hatian peserta lainnya dapat digunakan jalan yang sama. 2) Deskripsi Hasil Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan Metode Donlon-Fisher Metode Donlon-Fisher menggunakan istilah indeks kewajaran skor untuk menyatakan koefisien korelasi biserial. Dari data yang sudah didapat kemudian dihitung masing-masing indeks kewajaran skor setiap peserta tes. Berikut merupakan rumus menghitung indeks kewajaran skor: dimana: = koefisien korelasi biserial (Naga, 1998:450) = rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang terkerjakan oleh peserta ujites = rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang dijawab dengan benar oleh peserta ujites ke-i = simpangan baku kesukaran butir di dalam skala delta untuk smua butir yang dikerjakan = proporsi jawaban benar terhadap butir yang dikerjakan = probabilitas pada distribusi probabilitas normal baku di titik yang dibagi oleh Tabel 3.6 Kisi Penentuan Kewajaran Skor menurut Metode Donlon-Fisher Butir P Skala A B... i... n 1 P 1 Skala X 1A X 1B... X 1i... X 1n 2 P 2 Skala X 2A X 2B... X 2i... X 2n 3 P 3 Skala X 3A X 3B... X 3i... X 3n 4 P 4 Skala X 4A X 4B... X 4i... X 4n 5 P 5 Skala X 5A X 5B... X 5i... X 5n...........................
49 j P j Skala X ja X jb... X ji... X jn Setelah indeks kewajaran semua peserta tes dihitung, dari data tersebut dapat akan dihitung mean, median, modus, standar deviasi, indeks kehati-hatian terbesar, dan indeks kehati-hatian terkecil, kemudian diklasifikasikan skor responden yang wajar dan tidak wajar, kemudian dilihat peserta yang wajar berasal dari kelas VII C, D, F, G, H, atau I. Sedangkan untuk responden yang skornya dinyatakan tidak wajar akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu indeks ketidakwajaran skor besar, sedang, dan kecil. Untuk melihat penyebaran skor peserta tes yang dinyatakan wajar berdasarkan kategori kemampuan peserta tes maka dilakukan pengklasifikasian terhadap kemampuan peserta tes, yaitu akan dikategorikan menjadi peserta tes dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mempermudah cara menghitung indeks kewajaran peserta tes, berikut merupakan contoh perhitungan indeks kewajaran yang tersaji pada tabel 3.6. a) Langkah pertama adalah penyusunan proporsi jawaban benar setiap butir dari mudah ke sukar. b) Langkah ke dua adalah mentransformasi proporsi jawaban benar setiap butir dalam skala delta. Banyaknya butir adalah N = 10. Tabel 3.7 Jawaban Peserta yang Mengerjakan sepuluh butir tes dalam penentuan kewajaran menurut Metode Donlon-Fisher Butir P Skala A B 1 0,80 9,64 1 0 2 0,75 10,32 1 1 3 0,65 11,44 1 1 4 0,60 11,96 1 0 5 0,50 13,00 1 1 6 0,40 14,04 1 1 7 0,35 14,56 0 1 8 0,30 15,08 1 0
50 9 0,25 15,68 0 1 10 0,20 16,36 0 1 (Hulin et al:1983) dimana: P = proporsi jawaban benar A dan B = peserta tes. c) Perhitungan indeks kewajaran peserta A dengan metode Donlon-Fisher. Peserta A mengerjakan semua butir, sehingga rata-rata dan simpangan baku kesukaran butir di dalam skala delta untuk semua butir yang dikerjakannya, yakni dari 1 sampai 10 adalah masing-masing: Rata-rata: = dimana: = rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang terkerjakan oleh peserta ujites = jumlah semua skala pada butir soal 1 sampai N N = banyaknya butir soal = Simpangan Baku: ( dimana: = simpangan baku kesukaran butir di dalam skala delta untuk smua butir yang dikerjakan = nilai skala ke-i = rata-rata nilai skala
51 ( = 2,81 Rata-rata kesukaran butir di dalam skala delta dari butir soal yang berhasil dijawab benar oleh peserta A, yaitu 1, 2, 3, 4, 6, dan 8, serta proporsi jawaban benar adalah sebagai berikut: = = =0,7 Pada tabel distribusi probabilitas normal baku, proporsi = 0,7 terletak pada nilai z = 0,52 sehingga dari tabel distribusi probabilitas normal baku pada Lampiran C.5 halaman 388, kita temukan: = 0,92 Jadi diapat indeks kewajaran peserta tes A sebesar 0,92. d) Didapat indeks kehati-hatian peserta A sebesar 0,92, ini artinya skor peserta A wajar. Untuk menghitung indeks kewajaran peserta lainnya dapat digunakan jalan yang sama. 3) Hasil Pendeteksian Ketidakwajaran Skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher Tabel 3.8 Hasil Pendeteksian Ketidakwajaran Skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher
52 Keterangan: f w1 : f w2 : f tw1 : f tw2 : n : Wajar Tidak Wajar Jumlah SHL f w1 f tw1 n Donlon-Fisher f w2 f tw2 n frekuensi peserta tes yang memiliki skor wajar dideteksi dengan menggunakan metode SHL. frekuensi peserta tes yang memiliki skor wajar dideteksi dengan menggunakan metode Donlon-Fisher. frekuensi peserta tes yang memiliki skor tidak wajar dideteksi dengan menggunakan metode SHL. frekuensi peserta tes yang memiliki skor tidak wajar dideteksi dengan menggunakan metode Donlon-Fisher. Jumlah seluruh siswa yang dideteksi ketidakwajarannya 4) Transformasi Indeks Ketidakwajaran Skor ke Dalam Skor Baku T Semua indeks ketidakwajaran peserta tes yang sudah dihitung menggunakan metode SHL maupun metode Donlon-Fisher, kemudian ditransformasi ke dalam skor baku T, terlebih dahulu ditranformasikan ke dalam skor baku z. Skor z dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: dimana: z = skor baku z X = skor = rata-rata skor ( (Sudjana,1995:116) S = simpangan baku T = skor baku T 5) Pengujian Persyaratan Analisis
53 Uji persyaratan digunakan untuk menentukan data yang telah didapat akan dianalsis menggunakan statistika parametrik atau statistika nonparametrik. Uji persyaratan analisis menggunakan uji normalitas saja tanpa ada uji homogenitas, karena dua kelompok data yang didapat berasal dari sampel yang sama. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan untuk uji prasyarat. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dibantu dengan program SPSS.16. Pengujian normalitas pada taraf signifikansi 5% dengan pengujian hipotesis sebagai berikut: H 0 H 1 : data tidak berdistribusi normal : data berdistribusi normal Kriteria pengujian: I. Jika P-value < 0.05, maka data tidak berdistribusi normal, maka tolak H 0. II. Jika P-value 0.05, maka data berdistribusi normal, maka terima H 0. 3. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik: H 0 : = 0 H 1 : 0 Pengujian dua perbedaan rata-rata sampel yang berpasangan menggunakan teknik analisis statistika nonparametrik yaitu menggunakan uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal. Berikut merupakan rumus dari uji Wilcoxon tersebut: T = nilai terkecil dari merupakan nilai yang didapat dari perhitungan atau formula merupakan nilai dari formula ( ( merupakan nilai dari formula ES merupakan nilai dari formula (Corder dan Foreman, 2009: 39) (
54 Pengujian hipotesis menggunakan uji dua perbedaan rata-rata populasi yang berhubungan pada taraf signifikansi 5% atau 0,05. Kriteria pengujian: i. Jika P-value 0,05 maka terima H 0 ii. Jika P-value < 0,05 maka tolak H 0