BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA] ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan mendasar. Hal ini dikemukakan olah Sudjana (Susilo, 2007:1), Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 2010), hlm. 1. Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dina Herawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sholihatun Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING(BBL) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP ISLAM RAUDHATUL JANNAH PAYAKUMBUH

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imas Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu kepribadian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vika Aprianti, 2013

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang semakin maju, menyadarkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Adinawan, dkk. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN HEURISTIK

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enok Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA MELALUI GUIDED DISCOVERY LEARNING DALAM MENENTUKAN BANYAK SEGI-N BERATURAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta Irmasuryani Abstract

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Dalam perkembangannya, konsep matematika banyak diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Semua upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa tidak hanya berguna untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi, lebih dari itu sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, dan inilah konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan (Hikmah, 2012). Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil dalam berpikir secara rasional dan siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Setiawan, 2011) Matematika dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis, serta mengembangkan sikap berpikir kritis, objektif, dan terbuka. Maka dari itu, mengembangkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dan harus dikembangkan karena dalam

2 pembelajaran matematika setiap konsep berkaitan satu sama lain dengan konsep lainnya. Bruner (1977) menyatakan bahwa anak perlu menyadari bagaimana hubungan antar konsep, karena antara sebuah bahasan dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan. Menurut Wahyudin (2008), apabila para siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis, pemahaman siswa akan lebih dalam dan bertahan lama. Melalui pembelajaran yang menekankan saling keterhubungan dari gagasan-gagasan matematis, para siswa tidak hanya belajar matematika, melainkan juga belajar tentang kegunaan matematika. Dengan melakukan koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010). Sejalan dengan hal tersebut, Lasmawati (2011) mengungkapkan bahwa melalui koneksi matematis, wawasan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, yang kemudian akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri. Melalui proses koneksi matematis, konsep pemikiran dan wawasan siswa terhadap matematika akan semakin lebih luas, tidak hanya terfokus pada topik yang sedang dipelajari. Jika siswa memiliki wawasan yang luas, maka siswa akan memiliki kecakapan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara masuk akal (reasonable), mendalam (reflektif), dapat dipertanggungjawabkan (responsible) dan berdasarkan pemikiran yang cerdas (skillfull thinking). Kecakapan-kecakapan tersebut merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian, penguasaan kemampuan koneksi yang baik dapat menunjang kemampuan siswa untuk dapat berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi berbagai permasalahan. Menurut Anderson (2003) bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir divergen (terbuka

3 dan toleran terhadap ide-ide baru), dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir secara mandiri. Siswa yang berpikir kritis akan menjadikan penalaran sebagai landasan berpikir, berani megambil keputusan dan konsisten dengan keputusan tersebut (Spliter dalam Hanaswati, 2000). Pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis juga didasarkan pada visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan yang dikemukakan oleh Sumarmo (2002) yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah pada konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua untuk kebutuhan masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih luas yaitu pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis, serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Berdasakan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk menyikapi permasalahan dalam realita kehidupan yang tak bisa dihindari. Dengan berpikir kritis, seorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya, sehingga dapat mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika untuk mempersiapkan siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh, pembuat keputusan yang matang dan orang yang tak pernah berhenti belajar. Kemampuan koneksi dan berpikir kritis siswa akan berkembang dengan baik apabila siswa dapat menerima pelajaran matematika. Agar siswa dapat menerima pelajaran matematika perlu ditanamkan motivasi belajar siswa terhadap matematika. Motivasi mempunyai fungsi yang penting dalam belajar matematika, karena motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan oleh siswa.

4 Motivasi belajar yang perlu ditanamakan selama pembelajaran diantaranya dengan menumbuhkan dorongan yang kuat dan kebutuhan belajar, menumbuhkan perhatian dan minat terhadap matematika, melatih ketekunan dan keuletan dalam menghadapi kesulitan, serta menumbuhkan hasrat dan keinginan untuk berhasil. Dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar maka kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis akan berkembang dengan optimal. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu faktor penyebab munculnya permasalahan ini adalah pembelajaran yang masih menganut paradigma lama yaitu belajar yang kurang mengaktifkan siswa. Menurut Park (Hulu, 2009) pendidikan yang menganut paradigma transfer of knowledge didasarkan pada asumsi-asumsi: 1) orang mentransfer pembelajaran secara mudah dengan mempelajari konsep abstrak dan konsep yang tidak berhubungan dengan konteksnya; 2) siswa merupakan penerima pengetahuan; 3) siswa itu bersifat behavioristik dan melibatkan penguatan stimulus dan respon; 4) siswa dalam keadaan kosong yang siap diisi dengan pengetahuan; 5) keterampilan dan pengetahuan sangat baik diperoleh dengan terlepas dari konteksnya. Pembelajaran yang menganut paradigma tersebut tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memberdayakan potensi otaknya, karena pembelajaran semacam itu lebih menekankan pada penggunaan fungsi otak kiri. Sementara itu, mengajarkan kemampuan koneksi matematis dan berpikir kritis perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan melibatkan unsurunsur yang dapat mempengaruhi emosi seperti unsur estetika, serta melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar matematika. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu menyeimbangkan seluruh potensi berpikir siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu menyeimbangkan antara potensi

5 otak kanan dan otak kiri siswa. Jika pembelajaran dalam kelas tidak melibatkan kedua fungsi otak itu, maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif pada diri siswa, yaitu potensi salah satu bagian otak akan melemah dikarenakan tidak digunakannya fungsi bagian otak tersebut. Berdasarkan uraian di atas, diperlukan suatu pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kerja otak serta diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa, serta menumbuhkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran yang cocok dengan karakteristik tersebut adalah pembelajaran berbasis kemampuan otak atau Brain-based Learning (BbL), karena pembelajaran ini diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara alamiah untuk belajar (Jensen, 2008:5). Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini tidak terfokus pada keterurutan, tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar, sehingga siswa dapat dengan mudah menyerap materi yang sedang dipelajari. BbL mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman (Jensen, 2008: 12). Dengan demikian, pembelajaran ini tidak mengharuskan atau menginstruksikan siswa untuk belajar, tetapi merangsang serta memotivasi siswa untuk belajar dengan sendirinya. Syafa at (2009) juga mengungkapkan bahwa BbL menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan otak siswa. Upaya pemberdayaan otak tersebut dilakukan melalui tiga strategi berikut: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Strategi-strategi tersebut memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis seperti kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis. Dengan menciptakan

6 lingkungan belajar yang menantang, jaringan sel-sel saraf akan terkoneksi satu sama lain. Semakin terkoneksi jaringan-jaringan tersebut, akan semakin merangsang kemampuan berpikir siswa, yang pada akhirnya akan semakin besar pula pemaknaan yang diperoleh siswa dari pembelajaran. Tugas-tugas matematika yang bervariasi, dapat melatih siswa untuk menggunakan dan mengembangkan koneksi matematis. Tantangan berupa masalah, dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Di samping itu, lingkungan pembelajaran yang menyenangkan juga akan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan dan pengaruh BbL dalam pembelajaran matematika yang dilakukan oleh Suganda (2012) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan prosedural dan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Firdaus (2012) mengungkapkan bahwa peningkatan kreatifitas matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran cooperatif learning STAD. Selanjutnya, kedua peneliti tersebut menyarankan diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan BbL untuk kemampuan matematis yang lain. Maka dari itu, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian serta analisis lebih mendalam mengenai implementasi pembelajaran Brain-based Learning terhadap peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis serta motivasi belajar siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

7 1. Bagaimana peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional? 3. Bagaimana motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL? 4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran BbL? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 3. Mendeskripsikan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran BbL. 4. Mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran BbL. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi berbagai pihak, baik siswa, guru maupun pembaca. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis, kemampuan berpikir kritis serta motivasi belajar siswa dalam matematika.

8 2. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bahwa pembelajaran BbL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis, berpikir kritis dan motivasi belajar siswa. 3. Bagi penulis dan pembaca, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran BbL. E. Definisi Operasional Guna menghindari terjadinya perbedaan pemahaman terhadap istilahistilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah didefinisikan sebagai berikut: 1. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan dalam mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lain. Indikator kemampuan koneksi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) mencari dan memahami hubungan antar konsep atau aturan matematika; (2) antara konsep atau aturan matematika dengan bidang studi lain; dan (3) antara konsep atau aturan matematika dengan aplikasi pada kehidupan nyata. 2. Kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan berpikir dalam menyelesaikan masalah matematika yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika dan pembuktian matematika. Indikator kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini diantaranya: (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification); (2) membangun keterampilan dasar (basic support); (3) membuat kesimpulan (inference); (4) membuat penjelasan lebih lanjut (advances clarification); (5) menentukan strategi dan taktik (strategi and tactics) untuk memecahkan masalah.

9 3. Motivasi belajar adalah suatu daya, dorongan atau kekuatan, baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar yang mendorong siswa untuk belajar. Indikator motivasi belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah (1) adanya dorongan dan kebutuhan belajar; (2) menunjukkan perhatian dan minat terhadap tugas; (3) tekun menghadapi tugas; (4) ulet menghadapi kesulitan; (5) adanya hasrat dan keinginan berhasil. 4. Pembelajaran BbL adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara ilmiah untuk belajar. Pembelajaran ini mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman, serta tidak terfokus pada keterurutan, tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan siswa akan belajar. Fase pembelajaran BbL yaitu: (1) pra-pemaparan; (2) persiapan; (3) inisiasi dan akuisisi; (4) elaborasi; (5) inkubasi dan memasukkan memori; (6) verifikasi dan pengecekan keyakinan; serta (7) perayaan dan integrasi.