BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya. hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. aspek fisik dan non fisik. Secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman mengenai

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. memadukan secara sistematis dan berkesinambungan suatu kegiatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Selain mendididik siswa untuk. pemahaman, daya pikir, keterampilan dan kemampuan-kemampuan lain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang. maksimal sehingga tercapainya tujuan pendidikan.

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

I. PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu. kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, bahasa, sosial emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan

BAB I PENDAHULUAN. bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk karakter para generasi mudanya. Telah banyak diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara luas diketahui bahwa periode anak dibagi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan. pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyajian hasil penelitian ini merupakan penjelasan mengenai data hasil

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang definisi pendidikan banyak dikemukakan oleh para

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Shinta Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat menunjukkan bakat di lingkungan masyarakat. Pendidikan diarahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam. kreatifitas dan dorongan. Tujuan merupakan arah yang hendak dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aris Risyad Ardi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia mengenai Sistem. didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi keberlanjutan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara, sekaligus sebagai

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan kader keluarga. Remaja selalu diidentifikasi dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan persaingan hidup yang semakin tinggi. Tanpa pendidikan sama sekali

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan. Dalam proses pendidikan diperlukan pembinaan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Berdasarkan penelitian Benyamin S. Bloon (1992)

BAB II LANDASAN TEORITIS

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Peranan kepemimpinan situasional dalam meningkatkan loyalitas kerja pegawai di dinas pariwisata seni dan budaya kota Surakarta tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan yang sangat pesat. Di usia ini sangat penting untuk meletakkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mengenal lingkungannya sendiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia yang tumbuh dan berkembang secara bertahap mulai dari lahir, masa kanak-kanak sampai akhir masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan merupakan masa perkembangan sikap ketergantungan terhadap orangtua ke arah kemandirian, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Tetapi pencapaian hal tersebut sangat sulit dialami oleh remaja tunarungu. 1

Keterbatasan para remaja tunarungu untuk berkomunikasi menyebabkan mereka sulit untuk mencapai aspek perkembangan individu, baik emosi, intelegensi, maupun sosial. Aspek perkembangan individu tersebut satu sama lainnya saling mempengaruhi. Hambatan perkembangan remaja tunarungu erat hubungannya dengan aspek-aspek kemandirian. Kemandirian adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja dan merupakan bagian dari tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya sebagai persiapan untuk memasuki masa dewasa. Steinberg (1993) mengemukakan: Perkembangan kemandirian yang menonjol terjadi selama masa remaja, seperti: perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Steinberg membagi kemandirian ke dalam tiga tipe, yaitu kemandirian emosional, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Kemandirian dalam konteks individu yaitu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik. Aspek-aspek kemandirian menurut Havighurs dalam Mu tadin (2007: 12), antara lain: aspek emosi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orangtua, aspek ekonomi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi dari orangtua, aspek sosial yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, dan aspek intelektual yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. 2

Pada kenyataannya permasalahan yang dihadapi remaja tunarungu untuk mencapai kemandirian tersebut cukup kompleks. Hal tersebut dapat dilihat pada siswa tunarungu kelas X di SLB ABC Ibnu Sina yang menginjak masa remaja, yaitu diantaranya kurangnya rasa percaya diri, kurangnya menunjukkan keberanian saat diberikan pertanyaan serta sulitnya beradaptasi dengan lingkungan yang baik, maupun sulit menentukkan pada siapa dia meminta saran, mereka lebih mudah meniru hal-hal yang negatif dibandingkan hal yang positif ketika bergaul di lingkungan masyarakat. Penanggulangan masalah-masalah dalam pembentukan kemandirian remaja tunarungu dapat dibantu oleh pihak sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga fomal yang menyelenggarakan pendidikan dalam tujuannya tidak hanya menciptakan individu memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan saja tetapi sekolah juga berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan dan membentuk kepribadian individu. Dalam kegiatan di sekolah siswa harus memiliki pemahaman terhadap nilai dan sikap dalam pengembangan potensi dan kepribadian dirinya. 3

Sebagaimana dikemukakan oleh Enung Fatimah (2006: 193), sebagai berikut: Makna keberhasilan pendidikan seseorang terletak pada sejauhmana yang telah dipelajarinya itu dapat membantu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan kehidupannya berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari sekolah maupun luar sekolah, seseorang memiliki sejumlah kecakapan, minat, sikap, cita-cita dan pandangan hidup. Dengan pengalamanpengalaman tersebut secara berkesinambungan individu dibentuk menjadi seorang pribadi yang matang dan memiliki tanggung jawab sosial dan moral. Dalam hal ini, sekolah khususnya sekolah luar biasa dituntut mengadakan suatu kegiatan-kegiatan yang dapat membentuk mereka menjadi lebih baik dalam berperilaku dan bersikap. Tetapi pada kenyataan keadaan di SLB ABC IBNU SINA dalam mengambangkan potensi siswa tunarungu khususnya siswa tunarungu yang beranjak usia remaja terdapat beberapa kendala baik didalam kegiatan belajar mengajar dikelas, maupun kegiatan diluar pelajaran. Sehingga dengan adanya hal tersebut berpengaruh pula pada pengembangan sikap dan potensi mereka. Beberapa kendalan yang dimiliki SLB ABC IBNU SINA anatara lain dikarenakan kurangnya daya dukung, maupun minat siswa yang disebabkan karena kegiatan yang sering dilaksanakan monoton, kurang menarik dan dilakukan hanya pada saat akan ada kegiatan di tingkat gugus contohnya; dilakukan kegiatan latihan tari dan kegiatan latihan pantomin apabila akan diadakan lomba tingkat gugus, sehingga rutinitas kegiatan diluar jam pelajaran kurang dilaksanakan yang menyebabkan manfaat dari 4

kegiatan tersebut tidak dirasakan khususnya dalam pengembangan perilaku dan keterampilan mereka. Seharusnya sekolah luar biasa memiliki berbagai inisiatif dalam mengembangkan potensi peserta didiknya yaitu mengadakan kegiatan yang kreatif dan inovatif seperti halnya siswa tunarungu yang beranjak usia remaja diberikan kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan di luar jam pelajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan yang dapat menyalurkan bakat dan minat mereka. Mereka pun belajar untuk terlibat dalam sebuah organisasi yang membantu mereka mengisi luang secara efektif. Kegiatan yang dapat diikuti di sekolah diantaranya kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ektrakurikuler yang dimaksud merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar, karena dalam kegiatan ektrakurikuler, siswa tunarungu mendapat banyak keterampilan dan pengetahuan yang tidak kalah penting bagi mereka kelak. Mereka dituntut untuk belajar mengerjakan kegiatan secara mandiri tanpa harus selalu mengandalkan segala sesuatu pada orang lain, sehingga mereka berusaha untuk melakukan kegiatan tersebut dengan kemampuan dirinya. Kegiatan ektrakulikuler yang ada di SLB antaralain: kesenian/ seni tari, olahraga, bimbingan mental keagamaan, bimbingan ADL (Activity Daily Living) kegiatan sehari-hari, dan ektrakurikuler pramuka. 5

Pramuka sebagai ekstrakurikuler yang ada di sekolah luar biasa merupakan suatu wadah yang kondusif bagi siswa untuk membina dan mengembangkan sikap yang mandiri. Kegiatan ektrakurikuler pramuka tersebut antara lain, upacara pramuka, baris-berbaris, tali temali, sandi, P3K, latihan dasar kepemimpinan, peta perjalanan dan lain sebagainya. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang dilaksanakan secara optimal dan sungguh-sungguh diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap perkembangan kemandirian remaja terutama remaja tunarungu dalam hal pengembangan kemampuan keterampilan hidup, pengembangan kepribadian dan kemandirian. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti ingin mengetahui pengaruh dilaksanakannnya kegiatan ektrakurikuler pramuka untuk mengembangkan kemandirian perilaku remaja tunarungu, dalam hal ini untuk mengetahui apakah keikutsertaan mereka dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dapat membantu mereka berperilaku mandiri sesuai dengan tugas perkembangan yang dilalui oleh siswa tunarungu yang sedang berada pada masa remaja, yang mungkin tidak didapat dari proses belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas. 6

B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Adapun identifikasi masalah pada penelitian ini adalah: 1. Keterbatasan pendengaran para remaja tunarungu menyebabkan mereka sulit untuk mencapai aspek perkembangan individu yaitu emosi, intelegensi, maupun sosial yang erat hubungannya dengan kemandirian. 2. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap perkembangan kemandirian remaja tunarungu. C. Batasan Masalah Batasan masalah dilakukan agar peneliti lebih terarah dan terfokus. Pada penelitian ini, peneliti membatasi pada: 1. Kemandirian perilaku siswa tunarungu kelas X di SLB ABC Ibnu Sina dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka. 2. Kegiatan ektrakurikuler pramuka yang dilakukan terhadap kemandirian perilaku dibatasi yaitu kegiatan LDK dan mapping. 7

D. Rumusan Masalah Perumusan masalah dimaksud agar penelitian yang dilakukan memiliki arah yang tepat dan jelas. Dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : Apakah kegiatan ektrakurikuler pramuka berpengaruh terhadap pengembangan kemandirian perilaku siswa tunarungu kelas X di SLB ABC Ibnu Sina? E. Variabel Penelitian Variabel dapat didefinisikan sebagai gejala yang bervariasi sedangkan gejala merupakan suatu abjek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Variabel merupakan sifat atau jumlah yang mempunyai nilai kategorial kedudukan yang sangat penting sebab variabel berperan dalam peristiwa atau gejala sesuatu yang diteliti. Rusdini (1990: 7) Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemandirian perilaku 8

1. Definisi Konsep a. Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Moekijat dalam Supriyadi (2000: 44) mengemukakan kegiatan ekstrakurikuler pramuka adalah suatu bentuk kegiatan yang diselenggarakan dalam wadah gugus depan gerakan pramuka. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar mengajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek. b. Kemandirian Perilaku Steinberg (1993) mengemukakan kemandirian perilaku merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dan menyesuaikan diri terhadap pengaruh pihak luar serta memiliki rasa percaya diri untuk melaksanakan keputusan tersebut. Remaja yang berperilaku mandiri tidak benar-benar bebas dari pengaruh orang lain, melainkan mampu berperilaku bebas, mampu bertanya pada oranglain untuk meminta nasihat serta mengambil kesimpulan secara bebas dan melaksanakannya. 9

2. Definisi Operasional Variabel a. Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Kepramukaan itu bukanlah suatu ilmu yang harus dipelajari dengan tekun, bukan pula merupakan kumpulan ajaran-ajaran dan naskah-naskah dari suatu buku. Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan di alam terbuka, tempat orang berkumpul bersama-sama, mengadakan pengembaraan, membina keterampilan dan kesediaan untuk memberi pertolongan bagi yang membutuhkan. Kegiatan pramuka diantaranya yaitu latihan dasar kepemimpinan (LDK) adalah sebuah rangkaian acara pengetahuan dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi yang bertujuan untuk memperkenalkan nilai-nilai organisasi kepada para pesertanya. Didalam latihan dasar kepemimpinan terdapat beberapa aspek kepemimpinan yang dikembangkan antaralain: (a)kemampuan teknis yakni kemampuan awal yang harus dimiliki seorang pemimpin khususnya pemimpin dalam berorganisasi, (b)komunikasi yaitu kemampuan menyampaikan informasi yang dapat disampaikan dan mempengaruhi teman seorganisasinya, (c)motivasi yaitu kemampuan memberikan dorongan yang positif yang harus dimiliki seorang pemimpin, dan (d)pengambilan 10

keputusan yaitu proses pemilihan di antara tindakan-tindakan alternatif yang ada. Sedangkan mapping yaitu suatu kegiatan berupa perjalanan untuk menunjukkan suatu tempat dan bagaimana memahami simbol yang dimaksudkan untuk mencapai tempat yang dituju. Pengetahuan pemetaan ini sangat penting sekali dipelajari oleh seorang anggota pramuka dalam melatih keterampilan khususnya kemandirian. b. Kemandirian Perilaku Kemandirian perilaku merupakan kemampuan menunjukkan perilaku yang mandiri seperti mengambil keputusan yang tepat dimana seorang remaja tunarungu menyadari akan resiko, dan memperhitungkan konsekuensi yang akan terjadi, serta bagaimana mereka memberikan tanggapan ataupun menerima pendapat maupun saran dari pihak lain yang dianggap sesuai bagi dirinya, dan dapat mengapresiasikannya melalui tindakan-tindakan dengan rasa percaya diri. 11

F. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian Hipotesis adalah perumusan jawaban sementara terhadap suatu persoalan yang harus di uji melalui kegiatan penelitian serta dipakai sebagai arah dalam penyelidikan untuk mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Kegiatan ekstrakurikuler pramuka dapat meningkatkan kemandirian perilaku siswa tunarungu kelas X di SLB ABC Ibnu Sina G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tunjuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kegiatan ektrakurikuler pramuka yang berupa kegiatan latihan dasar kepemimpinan dan mapping terhadap kemandirian perilaku siswa tunarungu kelas X di SLB ABC Ibnu Sina. 12

2. Kegunaan Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian diatas maka penelitian ini diharapkan memiliki dua kegunaan, yaitu diantaranya: a. Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong pekembangan ilmu pengetahuan tentang perkembangan siswa tunarungu, khususnya yang terkait dengan pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap kemandirian perilaku siswa tunarunggu. b. Manfaat praktis, dapat memberikan masukan yang berarti bagi SLB ABC IBNU SINA dalam meningkatkan kemandirian siswanya, khususnya melalui perspektif kemandirian perilaku yang ditunjukkan di lingkungan sekolah. 13