BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saja. Namun, bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan (restraint) rotasi

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4

Sambungan diperlukan jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

BAB II STUDI PUSTAKA

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Balok Lentur Pertemuan - 6

Struktur Baja 2. Kolom

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

sipil. Kekuatan kayu sebagai bahan untuk struktur dipengaruhi oleh beberapa Kayu dapat menahan gaya tekan yang berbeda-beda sesuai dengan kelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

Komponen Struktur Tarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

BAB I PENDAHULUAN. bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Bab II STUDI PUSTAKA

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN...1

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM DAN LATAR BELAKANG Dalam bab ini kita akan membicarakan batang yang akan mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tongkak dan batang desal, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekan aksial saja. Namun, bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan (restraint) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang yang bertemu di ujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan dengan tekanan lansung, maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris. Kolom adalah elemen struktur yang mungkin akan mengalami beban aksial secara konsentris atau eksentris, dan mungkin pula mengalami berbagai kombinasi termasuk momen lentur. Kolom dapat dikategorikan berdasarkan panjangnya. Kolom pendek adalah jenis kolom yang kegagalannya berupa kegagalan material ditentukan oleh kekuatan material). Kolom panjang adalah kolom yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk (buckling), jadi kegagalannya adalah kegagalan karena ketidakstabilan, bukan karena kekuatan. Pada kolom panjang, dimensi dalam arah memanjang jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi pada arah lateral. Karena adanya potensi menekuk pada jenis kolom ini, maka kapasitas pikul bebannya menjadi lebih kecil. Fenomena tekuk itu sendiri telah lama dikenal sebagai hal yang sangat menarik. Banyak peneliti yang sudah mencari solusi numerik untuk memprediksi secara eksak beban berapakah yang menyebabkan elemen struktur langsing

(panjang) menekuk. Pada akhirnya masalah ini dipecahkan oleh Leonard Euler (1707 1783). Euler adalah seorang matematikawan yang dilahirkan di Switzerland dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Bernoulli yang kita kenal sebagai ahli matematika juga. Dari mekanika bahan kita tahu bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hngga tegangan lelehnya; keadaan yang umum adalah tekuk (buckling), atau lenturan mendadak akibat ketidakstabilan, terjadi sebelum kekuatan bahan batang sepenuhnya tercapai. Jadi, pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi mereka yang merencanakan struktur baja. Euler telah menganalisa dengan benar aksi pada elemen struktur panjang, langsing, yang dibebani aksial di St. Petersburg, Rusia, pada tahun 1759. Bentuk solusi yang dihasilkannya masih digunakan hingga hari ini. Solusi yang ditemukannya merupakan kontribusi berharga pada teknik struktur, dan hingga kini masih mempunyai bentuk seperti ketika ditemukan oleh Euler. 2.2 MATERIAL BAJA 2.2.1 Jenis Baja Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 2002, disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Kuat Tarik Batas dan Tegangan Leleh 2.2.2 Profil Baja Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Beberapa jenis profil baja menurut AISCM bagian I diantaranya adalah profil IWF, tiang tumpu (HP), O, C, profil siku (L), dan profil T struktural. Gambar 2.1 Profil Baja

Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi. Profil M mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga mempunyai aplikasi yang sama. Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang miring, dan web yang relative lebih tebal. Profil ini jarang digunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar pada bagian flens. Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang mempunyai karakteristik penampang agak bujursangkar dengan flens dan web yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang. Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien. Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan rangka (frame opening). Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang lebih dikenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss. 2.2.3 SIFAT BAHAN BAJA Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lain seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik

dalam tegangan, dalam regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi. Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7% zat arang atau karbon (C), 1,65% mangan (Mn), 0,6% silicon (Si), dan 0.6% tembaga (Cu). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain. Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut : a) Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni lebih kecil dari 0.15% b) Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni 0,15% - 0,29% c) Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) yakni 0,3% - 0,59% d) Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yakni 0,6% - 1,7% Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang yang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung di dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja berdasarkan SNI 2002 adalah sebagai berikut :

a) Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000Mpa. Nilai untuk design lazimnya diambil 210000 Mpa. b) Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan : G = E/2(1+μ) Dimana : μ = angka perbandingan poisson Dengan mengambil μ = 0,30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 810000 Mpa. c) Koefisien ekspansi (α), diperhitungkan sebesar : α = 11,25 x 10-6 per C d) Berat jenis baja (γ), diambil sebesar 7,85 t/m3. Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat mulai meleleh. Sehingga dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. 2.3 BATANG TEKAN Batang tekan (compression member) adalah elemen struktur yang mendukung gaya tekan aksial. Batang tekan banyak dijumpai pada struktur bangunan sipil seperti gedung, bangunan, dan menara. Pada struktur gedung, batang tekan sering dijumpai sebagai kolom, sedangkan pada struktur rangka batang (jembatan atau kuda-kuda) dapat berupa batang tepi, batang diagonal, batang vertikal, dan batang-batang pengekang (bracing). Berdasarkan kelangsingannya, batang tekan atau kolom dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu kolom langsing (slender column), kolom sedang (medium column), kolom sedang (medium column), dan kolom gemuk / pendek (stoky column). Berbeda dengan batang tarik, kestabilan batang tekan kurang baik dan

perlu diperhitungkan dalam perencanaan. Batang akan mengalami kegagalan akibat tekuk (buckling). Batang gemuk akan mengalami kegagalan akibat tekuk dengan tegangan normal cukup besar, sedang tegangan lenturnya masih kecil. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada batang langsing. Tampak di sini bahwa kuat tekan kolom dipengaruhi oleh kelangsingan. Semakin langsing suatu kolom, kuat tekannya semakin kecil. Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis. Batang tekan yang pendek dan gemuk dapat dibebani sampai bahan meleleh, bahkan sampai bahan mencapai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh, keadaan ini dinamakan Tekuk Inelastis. Pada elemen struktur tekan, misalnya kolom pada suatu portal bangunan atau batang tekan sebuah rangka batang, masalah yang paling penting diperhatikan adalah masalah stabilitas. Elemen struktur batang tekan sangat peka terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan peralihan lateral atau tekuk. Situasi demikian adalah analog dengan tekuk lateral pada balok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas daya dukung pada elemen struktur tekan adalah antara lain : beban eksentrisitas, ketidak sempurnaan material, dan ketidak sempurnaan awal pada elemen yang bersangkutan. 2.3.1 KOLOM Kolom adalah elemen struktur yang mungkin akan mengalami beban aksial secara konsentris atau eksentris, dan mungkin pula mengalami berbagai kombinasi termasuk momen lentur.

Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balokbalok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi. Kolom adalah suatu elemen struktur dimana penampang melintangnya jauh lebih kecil dari pada dimensi panjangnya. Kolom dapat dibebani secara konsentris apabila : bahannya homogen, batangnya lurus sempurna, rotasi pada kedua ujungnya dapat dikekang, dan pengaruh lentur sangat kecil bila dibandingkan dengan tekanan yang dipikulnya. Dalam hal kolom konsentris ini, dapat dianggap bahwa pengaruh ensentrisitas yang kecil bisa diimbangi oleh angka keamanaan yang besar. Secara faktual hampir tidak pernah terjadi bahwa sebuah kolom memikul gaya aksial / konsentris saja, namun mengingat faktor keamanan tadi maka anggapan pembebanan konsentris tersebut dapat diterima. Pada umumnya sebuah kolom sudah melentur sebelum tegangan izin bahannya tercapai. Hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapai tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuatan bahan batang sepenuhnya tercapai. Keadaan demikian yang kita sebut dengan tekuk (buckling). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi pembaca yang akan merencanakan struktur baja. 2.3.2 KOLOM PENDEK Kolom pendek adalah jenis kolom yang kegagalannya berupa kegagalan material (ditentukan oleh kekuatan material).

2.3.2.1 Beban Aksial Elemen tekan yang mempunyai potensi kegagalan karena hancurnya material (tegangan langsung) dan mempunyai kapasitas pikul-beban tak tergantung pada panjang elemen, relatif lebih mudah untuk dianalisis. Apabila beban yang bekerja bertitik tangkap tepat pada pusat berat penampang elemen, maka yang akan timbul adalah tegangan tekan merata yang besarnya ff = PP/AA. Kegagalan akan terjadi apabila tegangan langsung aktual ini melebihi tegangan hancur material ff aa FF yy. Beban hancur dinyatakan dengan PP yy = AAFF yy dimana A luas penampang kolom dan FF yy tegangan hancur material. 2.3.2.2 Beban Eksentris Apabila beban bekerja eksentris (yaitu tidak bekerja di pusat berat penampang melintang), maka distribusi teganganyang timbul tidak akan merata. Efek beban eksentris menimbulkan momen lentur pada elemen yang berinteraksi dengan tegangan tekan langsung. Bahkan, apabila beban itu mempunyai eksentrisitas yang relatif besar, maka di seluruh bagian penampang yang bersangkutan dapat terjadi tegangan tarik. 2.3.3 KOLOM PANJANG Kolom panjang adalah kolom yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk (buckling), jadi kegagalannya adalah kegagalan karena ketidakstabilan, bukan karena kekuatan.

2.3.4 STABILITAS DARI STRUKTUR KOLOM Analisa stabilitas suatu struktur abtang berkaitan erat dengan masalah kesetimbangan. Oleh karena itu pemahaman terhadap masalah kesetimbangan merupakan suatu hal yang penting. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menganggap kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi seperti gambar 2.2. Gambar 2.2 Stabilitas Walaupun bola dalam keadaan setimbang pada posisinya masing-masing, dalam pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan dari ketiga keadaan tersebut. - Posisi a Bola berada pada permukaan yang cekung maka bila diberikan gangguan kecil d x, bola akan kembali ke posisi semula setelah berisolasi beberapa kali. Keadaan setimbang ini disebut dengan kesetimbangan stabil. - Posisi b Apabila bola berada pada permukaan yang datar,bila diberikan gangguan kecil d x maka gangguan kecil ini akan merubah gaya-gaya kesetimbangan maupun

energy potensial bola. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan netral. - Posisi c Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan kecil d x maka akan terjadi pergeseran mendadak (progressive movement). Kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil. Gambar 2.3 Tekuk - Batang a, diberi muatan P 1 kecil, dari samping dimuati Q yang menekan batang maka akan terjadi lenturan f 1. Bila gaya Q dihilangkan, lenturan f 1 hilang dan batang lurus kembali. Peristiwa ini disebut dengan bola dalam tempat yang cekung. - Batang b, ditekan dengan P2, dimana P 2 > P 1. Dari samping ditekan Q maka terjadi lenturan f 2, Q dihilangkan tetapi f 2 masih tetap ada. Keadaan ini disebut indifferent. Gaya P 2 disebut gaya P kritis, sedangkan tegangan

ssssss = PP yang timbul dalam luas tampang disebut tegangan kritis FF (σσ kkkkkkkkkkkk ). - Batang c, ditekan dengan P 3, dimana P 3 > P 2 tetapi masih dalam batas batang belum patah. Dari samping ditekan Q bahkan lebih kecil daripada Q pada keadaan a. Lengkung f 3 yang timbul akan menjalar terus sampai batang itu patah. Peristiwa ini disebut Labil. 2.3.5 JENIS-JENIS KEGAGALAN BATANG TEKAN Dari mekanika bahan telah diketahui bahwa batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai batang meleleh sedang batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk. Pada keadaan yang umum keruntuhan akibat tekan terjadi antara keruntuhan akibat kelelehan bahan dan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang lintang meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis (inelastic buckling). Ada tiga macam keruntuhan batang, yaitu: 1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang yang telah melampaui kekuatan materialnya. 2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastis (elastic buckling), ini terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini Hukum Hooke masih berlahu bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proporsional. 3. Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat yang disebut tekuk tak elastis. Keruntuhan semacam ini berada diantara kasus (1) dan (2) dimana

pada saat menekuk sejumlah serat menjadi inelastis maka modulus elastis ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya. Apabila sebagian penampang tegangannya menjadi σσ 1, gaya tekuk batang inelastis ini ditentukan dengan interpolasi linier dari pola keruntuhan yang diakibatkan oleh dilampauinya tegangan leleh dan pola keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Keberadaan tegangan residu dalam profil sangat mempengaruhi kekuatan tekuknya. 2.3.6 BENTUK-BENTUK PENAMPANG MELINTANG BATANG TEKAN Batang tekan dapat dirancang dengan profil tunggal maupun profil tersusun. Jika beban yang didukung relatif kecil dan kapasitas profil tunggal yang tersedia memenuhi, umumnya dipilih profil tunggal yang tersedia tidak memenuhi, dapat digunakan profil tersusun. Penggunaan profil tersusun sangat tepat untuk sebuah penampang batang tekan, terutama untuk memikul beban besar, karena selain untuk memperbesar penampang (menambah luas potongan melintang) kita dapat mengatur profil sedemikian rupa sehingga radius girasi (jari-jari inersia) terhadap sumbu x-x dan sumbu y-y bertambah besar atau daya pikul semakin besar. Secara umum penampang-penampang melintang batang tekan untuk konstruksi baja dapat ditunjukkan pada gambar.

Gambar 2.4 Bentuk-Bentuk Penampang Melintang Batang Tekan 2.4 DESAIN KOLOM Secara umum luas penampang kolom selain balok pendek haruslah mempunyai jari-jari girasi yang sebesar mungkin. Ini memberikan perbandingan L/r yang lebih kecil, sehingga memungkinkan penggunaan tegangan yang lebih tinggi. Tabung membentuk kolom yang baik sekali. Irisan flens-lebar ( yang kadang-kadang disebut irisan H) adalah lebih baik dari irisan I. Dalam kolom yang dibangun dari bentuk rol atau ekstrusi, tiap-tiap potongan direntangkan untuk memperoleh efek yang dikehendaki. Apabila suatu bahan memiliki r yang besar melampaui titik berat suatu luas maka bahan akan menjadi sangat tipis dan kisut secara setempat. Sifat ini disebut ketidak-stabilan lokal. Bila kegagalan disebabkan oleh ketidak-stabilan lokal terjadi dalam flens atau pelat komponen suatu batang, maka batang tersebut akan menjadi tidak berguna. 2.5 TEGANGAN SISA (TEGANGAN RESIDU) Tegangan sisa (residual sress) adalah tegangan yang masih tertinggal tetap dalam profil setelah profil selesai dibentuk, meskipun belum ada beban luar yang bekerja pada profil tersebut.

Menurut hasil penelitian /penyelidikan, tegangan residu ini timbul oleh karena adanya deformasi plastis yang diakibatkan oleh : 1. Proses pendinginan yang tidak merata akibat proses gilas panas (hotrolling) 2. Pengerjaan dingin 3. Pembuatan lubang atau pemotongan saat fabrikasi 4. Proses pengelasan Pada umumnya tegangan sisa banyak dihasilkan akibat proses pendinginan yang tidak merata akibat proses gilas panas dan pembuatan lubang atau pemotongan saat fabrikasi. Besarnya tegangan sisa tak tergantung pada kuat leleh bahan, namun bergantung pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi kecepatan pendinginan. Profil WF dan profil H setelah dibentuk melalui proses hot-rolling, maka bagian sayap menjadi lebih tebal dari bagian badannya, mendingin lebih lambat daripada bagian badan. Bagian ujung sayap mempunyai daerah sentuh dengan udara yang lebih luas dibandingkan daerah pertemuannya dengan badan. Konsekuensinya, tegangan tekan sisa terjadi pada ujung sayap dan pada daerah tengah dari badan. Sedangkan tegangan sisa tarik terjadi pada daerah pertemuan antara sayap dan badan. 2.6 KURVA KEKUATAN KOLOM AKIBAT TEGANGAN SISA Akibat pengaruh tegangan sisa, kurva tegangan regangan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pengaruh Tegangan Sisa Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD Untuk memperhitungkan efek dari leleh awal yang diakibatkan oleh tegangan sisa, diperlihatkan satu serat pada penampang sejarak x dari sumbu dengan regangan nol yang diakibatkan oleh lentur. Gambar 2.6 Tegangan pada Serat Sejarak x dari Sumbu Regangan Nol Akibat Lentur

Maka kontribusi momen lentur dari tegangan pada satu serat adalah : dddd = (tttttttttttttttt)(llllllll)(llllllllllll mmmmmmmmmm) = (θθ. EE tt. xx)(dddd)(xx) 2.6.1 Dan pada seluruh penampang : MM = θθ. EE tt. xx 2 dddd = θθ θθ. EE tt. xx 2 dddd AA AA 2.6.2 Dari teori lenturan balok, bahwa jari-jari kelengkungan : RR = 1 θθ θθ = 1 RR = MM EE.II 2.6.3 2.6.4 Sehingga : EE. II = MM θθ = EE = 1 II = AA AA EE tt. xx 2 dddd EE tt. xx 2 dddd 2.6.5 2.6.6 Lihat kembali kurva tegangan regangan ideal (garis putus) pada Gambar 2.5, untuk ff < ff yy, maka EE tt = EE, dan untuk ff = ff yy, EE tt = 0, maka persamaan 2.6.6 menjadi : EE = EE II =. xx 2 dddd AA(eeeeeeeeeeeeee ) = EE II ee II 2.6.7

ff cccc = ππ2 EE λλ 2 ff cccc = ππ2 EE λλ 2 II ee II 2.6.8 Atau II) PP cccc = ππ 2.EE.(II ee. AA ) 2 gg (kk.ll rr PP cccc = ff cccc. AA gg 2.6.9 Bila tidak ada tegangan sisa dalam komponen struktur tekan, pada saat II ee = II, dan ff cccc = ff yy, berlaku : ff cccc = ππ 2 EE λλ 2 = ff yy aaaaaaaa λλ yy = ππ EE ff yy 2.6.10 Gambar 2.7 Komponen Struktur Tekan Tanpa Tegangan Sisa Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD

2.7 TEORI EULER Teori tekuk kolom pertama dikemukakan oleh Leonhardt Euler pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil seperti pada gambar 2.8 Gambar 2.8 Perilaku Kolom Yang Dibebani Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit di salah satu ujung dan bertumpu sederhana (simply supprted) di ujung yang lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berpeletakan sendi, yang tidak memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Kita akan mendapatkan rumus-rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu batang sebelum tekuk terjadi.

Gambar 2.9 Kolom Euler Di suatu titik sejarak x, momen lentur MM xx ( terhadap sumbu x ) pada batang yang sedikit melengkung adalah MM xx = PP. yy (2.7.1) dan karena dd 2 yy = MM xx ddxx 2 EI (2.7.2) Persamaan diferensialnya menjadi dd 2 yy ddxx 2 = PP EI yy (2.7.3) Harga PP EEEE digantikan oleh k 2 dd 2 yy ddxx 2 = kk2 yy (2.7.4) Persamaan umum : yy = ee aaaa (2.7.5) dddd dddd = aa eeaaaa (2.7.6) dd 2 yy ddxx 2 = aa2 ee aaaa (2.7.7) aa 2 ee aaaa + kk 2 (ee aaaa ) = 0 (2.7.8)

(aa 2 + kk 2 ) = 0 dddddddddddd aa ± ii kk Persamaan umum : yy = CC 1 ee iiiiii + CC 2 ee iiiiii (2.7.9) Seperti diketahui : sin xx = ee iiii +ee iiii 2ii cos xx = ee iiii ee iiii 2 (2.7.10) (2.7.11) Persamaan umum : yy = AA sin kkkk + BB sin kkkk (2.7.12) Syarat batas : Pada xx = 0 yy = 0 AA = 0 yy = BB sin kkkk (2.7.13) Pada xx = ll yy = 0 0 = BB sin kkkk (2.7.14) bb 0, sin kkkk = 0 (2.7.15) kkkk = 0 + nnnn (2.7.16) kk = nnnn ll, dddddddddddd nn = 1,2,3 Untuk n=1, maka : kk = ππ ll (2.7.17) PP cccc EEEE = kk2 (2.7.18) PP cccc = ππ 2 EEEE ll 2 (2.7.19)

atau apabila dinyatakan dalam tegangan tekan rata-rata dan II = AA gg rr 2 FF cccc = PP cccc AA gg = ππ2 EE (LL rr) 2 (2.7.20) Pendekatan Euler umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena tidak sesuai dengan hasil percobaan; dalam praktek, kolom dengan panjang yang umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh Persamaan 2.7.19. Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastis sebelum tekuk terjadi dan harga regangan diatas batas proporsional. Jadi mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastis dan bukan akibat tekuk elastis. Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban konsentris baru tercapai pada tahun 1946 ketika Shaneey menjabarkan teorinya yang ternyata sekarang benar. Ia menemukan bahwa hakekatnya kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan pengaruh inelastis pada sejumlah atau sama serat penampang melintang. Elemen struktur tekan dan perilakunya terhadap beban tekan dapat diilustrasikan seperti gambar 2.8 apabila bebannya kecil elemen masih dapat mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai linearnya, begitu pula jika bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai taraf tertentu, elemen tersebut tiba-tiba mengalami perubahan

seperti gambar 2.8. Hal inilah yang disebut fenomena tekuk (buckling). Tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Pada saat tekuk terjadi, taraf gaya internal dapat sangat rendah. Fenomena tekuk berkaitan dengan kekuatan elemen struktur. Suatu elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan elemen yang mempunyai kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya. Apabila suatu elemen struktur tekan mulai tidak stabil, seperti halnya kolom yang mengalami beban tekuk, maka elemen tersebut tidak dapat memberikan gaya tahanan internal lagi untuk mempertahankan konfigurasi linearnya. Gaya tahanannya lebih kecil daripada beban tekuk. Pada gambar 2.8 diperlihatkan sistem yang stabil, yang tidak stabil dan berada dalam keseimbangan netral. Kolom yang tepat berada dalam keadan mengalami beban tekuk sama saja dengan sistem yang berada dalam keadaan keseimbangan netral. Sistem dalam keadaan demikian tidak mempunyai kecenderungan mempertahankan konfigurasi semula. Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk ( beban ini disebut P cr ) antara lain panjang kolom, perletakan kedua ujung kolom, ukuran dan bentuk penampang kolom. Kapasitas pikul beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang kolom. Selain itu, faktor lain yang menentukan besarnya P cr adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material, bentuk serta ukuran penampang). Kolom cenderung menekuk ke arah sumbu terlemah. Akan tetapi, elemen tersebut dapat juga mempunyai kekakuan

cukup pada sumbu lainnya untuk menahan tekuk. Dengan demikian, kapasitas pikul beban elemen tekan bergantung juga pada bentuk dan ukuran penampang. Ukuran penampang ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersi (I). Faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi besarnya beban tekuk P cr adaah kondisi ujung elemen struktur. Apabila ujung-ujung suatu kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban yang lebih kecil dibandingkan dengan kolom yang sama yang kedua ujungnya dalam kondisi dijepit. Kolom yang dibebani gaya tekan eksentris : Gambar 2.10 Kolom yang dibebani gaya tekan eksentris Lendutan di tengah bentang = y Pada jarak x dari ujung, lendutan = y o MM xx = PP. yy EEEE dd2 yy ddxx 2 = MM xx = PP. yy

EEEE dd2 yy + PP. yy = 0 ddxx2 dd 2 yy ddxx 2 + PP EEEE. yy = 0 Dimana PP EEEE = kk2 Maka: dd 2 yy ddxx 2 + kk2. yy = 0 Persamaan differensial yy = AA cos kkkk + BB sin kkkk Syarat batas : 1. Pada xx = 0 yy = ee ee = AA Maka yy = ee cos kkkk + BB sin kkkk 2. Pada xx = ll yy = ee ee = ee cos kkkk + BB sin kkkk BB = = ee(1 cos kkkk ) sin kkkk ee.2 ssssss 2kkkk 2 sin kkkk

= ee.2 ssssss 2kkkk 2 2 sin kkkk kkkk cos 2 2 = ee tttt kkkk 2 Maka : yy = ee cos kkkk + ee tttt kkkk sin kkkk 2 3. Pada xx = 1 2 ll yy = yy 0 yy 0 = ee (cccccc kkkk kkkk kkkk + tttt. ssssss ) 2 2 2 = ee (cccccc kkkk 2 = ee cccccc kkkk 2 = ee sec kkkk 2 ssssss 2kkkk 2 + cccccc kkkk 2 ) = ee sec 1 2 PP EEEE MMMMMMMMMM MMMMMMMMMMMMMMMM = PP. yy 0 = PP. ee sec 1 2 PP EEEE σσ mmmmmm = PP AA + MM WW Dimana : 1 = PP PP.ee sec + 2 PP EEEE AA II yycc II AA = ii2

Maka : 1 σσ mmmmmm = PP PP. ee sec AA + 2 PP EEEE ii 2. AA yy cc 1 = PP ee. yy cc. sec (1 + 2 PP EEEE ) AA ii 2 2.8 BATAS BERLAKUNYA PERSAMAAN EULER Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, harus dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λλ). Dari persamaan 2.7.19 apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka diperoleh : PP = ππ2 EEEE AA LL 2 kk AA (2.8.1) Karena ii 2 = II AA maka diperoleh: PP = ππ2 EEEE AA LL kk ii 2 Dimana LL kk ii adalah kelangsingan (λλ) maka diperoleh: ff = ππ2 EE λλ 2 (2.8.2)

2.9 PANJANG EFEKTIF Pembahasan kekuatan kolom sampai saat ini menganggap bahwa kedua ujung kolom adalah sendi atau tidak mengekang momen. Ujung yang tidak mengekang momen merupakan keadaan terlemah untuk batang tekan bila translasi salah satu ujung terhadap ujung lainnya dicegah. Untuk kolom berujung sendi ini, panjang ujung sendi ekivalen yang disebut panjang efektif sama dengan panjang yang sesungguhnya, yakni K = 1,0. Kolom dengan kekangan yang besar terhadap rotasi dan translasi pada ujung-ujungnya (contohnya tumpuan jepit) akan mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan kolom yang mengalami rotasi serta translasi pada bagian tumpuan ujungnya (contohnya adalah tumpuan sendi). Selain kondisi tumpuan ujung, besar beban yang dapat diterima oleh suatu komponen struktur tekan juga tergantung dari panjang efektifnya. Semakin kecil panjang efektif suatu komponen strukur tekan, maka semakin kecil pula resikonya terhadap masalah tekuk. Pada keadaan yang sesungguhnya, pengekangan momen di ujung selalu ada dan titik belok pada kurva bentuk tekuk terjadi di titik yang bukan merupakan ujung batang. Jarak antara titik-titik belok, baik yang riil maupung imajiner, adalah panjang efektif atau panjang ujung sendi ekivalen untuk kolom. Dalam banyak hal, derajat pengekangan momen yang ditimbulkan oleh batang yang bertemu di suatu kolom, atau oleh fondasi dan tanah di bawahnya, sulit ditentukan. Pengekangan ini sebenarnya bergantung pada interaksi semua batang portal baja.

Penentuan derajat pengekangan ujung secara akurat memerlukan pengertian tentang perbedaan antara portal tak bergoyang (braced frame) dan portal bergoyang (unbraced frame). Panjang efektif suatu kolom secara sederhana dapat didefenisikan sebagai jarak diantara dua titik pada kolom tersebut yang mempunyai momen sama dengan nol, atau didefenisikan pula sebagai jarak di antara dua titik belok dari kelengkungan kolom. Dalam perhitungan kelangsingan komponen struktur tekan (λλ = LL rr), panjang komponen struktur yang digunakan harus dikalikan suatu faktor panjang tekuk k untuk memperoleh panajng efektif dari kolom tersebut. Besarnya faktor panjang efektif sangat tergantung dari kondisi perletakan pada ujung-ujung komponen struktur tersebut. Prosedur penentuan nilai k dilakukan dengan analisa tekuk terhadap suatu kolom. SNI 03-1729-2002 pasal 7.6.3.1 memberikan daftar nilai faktor panjang tekuk untuk berbagai kondisi tumpuan ujung dari suatu kolom. Nilai k ini diperoleh dengan mengasumsikan bahwa kolom tidak mengalami goyangan atau translasi pada ujung-ujung tumpuannya.

Gambar 2.11 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan (Sumber : SNI 03-1729-2002) Panjang efektif batang kolom pada suatu portal, bergantung pada jenis portal yang ditinjau, yaitu portal bergoyang dan portal tidak bergoyang. Portal tak bergoyang (yang disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya diberikan oleh penyambung yang memadai ke penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di dekatnya yang memiliki stabilitas lateral yang memadai, atau ke platlantai atau penutup atap yang diikat secara horizontal terhadap dinding atau dengan sistem penopang yang sejajar dengan bisang portal. Atau dengan kata lain portal bergoyang didefenisikan sebagai portal yang tekuk bergoyangnya dicegah oleh elemen penopang yang tidak termasuk rangka struktural itu sendiri. Faktor k untuk portal bergoyang adalah 0,5<k<1. Sedangkan portal bergoyang (yang tidak disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya bergantung pada kekakuan lentur balok dan kolom yang

disambung secara kaku. Tekuk portal bergoyang merupakan tekuk bergoyang di mana puncak kolom bergerak ke samping relatif terhadap dasar kolom. Faktor k untuk portal bergoyang adalah k>1. 2.10 SUMBU UTAMA Sumbu utama adalah sumbu yang menghasilkan inersia maksimum atau minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah. Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun sumbu utama belum tentu sumbu simetri. Gambar 2.12 Sumbu Utama Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen bahan, sedangkan sumbu bebas bahan adalah yang sama sekali tidak memotong elemen bahan atau hanya memotong sebagian elemen bahan. Sumbu X-X untuk gambar 2.12 adalah sumbu bahan. Sedangkan sumbu Y-Y adalah sumbu bebas bahan. Pada profil siku ganda yang disusun saling membelakangi, inersia arah sumbu Y

(Iy) dipastikan akan selalu bernilai lebih besar (lebih dominan) daripada inersia arah sumbu X (Ix), berapapun jarak antara dua profil tersebut. Gambar 2.13 Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan 2.11 BATAS-BATAS LENDUTAN Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut. Batas lendutan maksimum diberikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Batas Lendutan Maksimum Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor Beban tetap Beban sementara Balok pe mikul dinding atau finishing yang getas L/360 - Balok biasa L/240 - Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200 Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200 1 L adalah panjang bentang, h adalah tinggi tingkat, beban tetap adalah beban mati dan beban hidup, beban sementara meliputi beban gempa atau beban anginadalah tinggi tingkat, beban tetap adalah beban mati dan beban hidup, beban sementara meliputi beban gempa atau beban angin. Sumber : SNI 03-1729-2002 1

2.12 KOMPONEN STRUKTUR TEKAN TERSUSUN Profil siku ganda adalah gabungan dua buah profil siku, dimana antara profil yang satu dengan profil yang lain dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan. Untuk membentuk profil siku ganda diperlukan penghubung yang berupa pelat kopel. Hubungan profil dengan penghubungnya dapat dilaksanakan dengan baut, paku keling, atau las. Profil siku ganda sering digunakan pada konstruksi kuda-kuda. Nilai-nilai yang terdapat pada tabel profil baja, seperti A, I x, dan I y merupakan data untuk profil tunggal. Pada penggabungan dua profil tunggal, maka nilai-nilai tersebut tidak berlaku lagi. Nilai karakteristik profil siku ganda didapat dengan rumus berikut : AA ggaaaa = 2AA II xx gggggg = 2II xx II yy gggggg = 2 II yy + AA 1 2 aa 2 aa = xx + 2ee ; dengan x = jarak diantara dua profil e dan h diperoleh dari tabel profil tunggal baja Komponen struktur tekan bila menerima beban yang besar sehingga profil tunggal tidak mencukupi, maka profil dapat disusun dari dua atau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel, membentuk profil tersusun. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 9.3, komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya dapat dihitung sebagai komponen struktur tunggal. Sedangkan komponen struktur tersusun dari beberapa

elemen yang dihubungkan pada tempat-tempat tertentu, menggunakan pelat kopel baja, kekuatannya dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Analisa kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur tersebut, sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya memotong sebagian dari elemen komponen struktur tersebut. Analisis dilakukan sebagai berikut : Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x) dihitung dengan : λλ xx = kk.ll xx rr xx (2.12.1) Dan pada arah sumbu bebas bahan harus dihitung kelangsingan ideal λλ iiii : λλ iiii = λλ yy 2 + mm 2 λλ ll 2 (2.12.2) Dan λλ yy = kk.ll yy rr yy dddddd λλ ll = LL ll rr mmmmmm (2.12.3) Syarat penggunaan rumus di atas adalah: a. Sebagai kopel dipakai pelat baja b. Pelat kopel baja dipasang pada jarak sama c. Hubungan pelat kopel baja dengan profil adalah kaku, disambung dengan las atau baut pas d. Pelat kopel baja harus cukup kaku

Pelat kopel yang digunakan harus cukup kaku sehingga memenuhi persamaan : II pp aa 10 II ll LL ll (2.12.4) II pp = 2 1 12 tth3 (2.12.5) Selain ketentuan tersebut di atas, untuk menjaga kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur tersusun, maka batasan-batasan kestabilan komponen struktur adalah : λλ xx 1,2 λλ ll λλ iiii 1,2 λλ ll λλ ll 50 (2.12.6) 2.13 DAYA DUKUNG NOMINAL KOMPONEN STRUKTUR TEKAN Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris, akibat beban terfaktor N u, menurut SNI 03-1729-2002, pasal 9.1 harus memenuhi: NN uu < nn. NN nn (2.13.1) Tegangan kritis untuk daerah elastik, dituliskan sebagai: ff cccc ff yy = ππ2 EE λλ 2 ff yy = 1 λλ cc 2 (2.13.2) Sehingga λλ cc = λλ ππ ff yy EE (2.13.3)

Daya dukung nominal N n struktur tekan dihitung sebagai berikut: NN nn = AA gg. ff cccc = AA gg. ff yy ωω (2.13.4) Dengan besarnya ωω ditentukan oleh λλ cc, yaitu: Untuk λλ cc < 0,25 maka ωω = 1 Untuk 0,25 < λλ cc < 1,2 maka ωω = 1,43 1,6 0,67λλ cc Untuk λλ cc > 1,2 maka ωω = 1,25 λλ cc 2 Keterangan : A g : adalah luas penampang bruto, mm f f cr y λλ c : adalah tegangan kritis penampang, Mpa : adalah tegangan leleh material, Mpa : faktor angka kelangsingan 2 2.14 PELAT KOPEL BAJA Profil majemuk dihubungkan / disatukan pada tempat-tempat tertentu dengan pelat kopel baja atau terali kisi sehingga dinamakan profil majemuk. Apabila beberapa profil tunggal disatukan dengan plat penghubung dari pangkal parofil sampai ujung profil, maka profil tadi bukanlah profil majemuk tetapi adalah profil tersusun. Berarti : Pelat kopel baja adalah plat pengikat untuk profil majemuk yang dibuat pada jarak tertentu sepanjang profil sehingga profil majemuk menjadi satu kesatuan dalam memikul gaya tekan.

Jarak titik berat ke titik berat masing-masing plat koppel baja sepanjang profil dinamakan panjang satu medan. Dengan demikian pada panjang satu medan, profil majemuk tadi bekerja sendiri-sendiri memikul gaya tekan dengan panjang tekuk = panjang satu medan. Apabila panjang tekuk tersusun = l k dan panjang tekuk profil tunggal tadi = l 1 = l k /n, dimana n = jumlah medan, maka dengan menghitung gaya tekuk profil majemuk sepanjang l k sama dengan gaya tekuk profil tunggal (kali jumlah profil) sepanjang satu medan (= l 1 ), maka jumlah medan ekonomis dapat ditentukan. Gaya tekan N akan menimbulkan lenturan andaikan plat koppel baja tidak ada dan profil majemuk tadi akan collaps / gagal / runtuh. Dengan adanya plat koppel baja maka lanturan tadi tidak akan terjadi, paling sedikit jadi berkurang. Lenturan tadi akan menimbulkan gaya lintang pada pelat kopel baja dan ternyata D max terjadi pada pangkal kolom (kedua ujung kolom), dan pada tengah kolom D=0. Teoritis tidak perlu ada pelat kopel baja pada tengah kolom, dengan demikian diusahakan / direncanakan bahwa jumlah medan adalah ganjil jumlah plat koppel baja selalu genap. Akibat lenturan tersebut timbul D = gaya lintang. Gaya lintang ini akan menimbulkan gaya geser diantara profil majemuk, dimana gaya geser ini bekerja pada sumbu profil majemuk, sebagai berikut : Dimana : LL mmmmmm = DD mmmmmm. ll 1. SS 1 II yy LL mmmmmm = gggggggg gggggggggg mmmmmmmmmmmmmmmm yyyyyyyy bbbbbbbbbbbbbb ppppdddd ssssssssss pppppppppppp mmmmmmmmmmmmmm

DD mmmmmm = gggggggg llllllllllllll mmmmmmmmmmmmmmmm ll 1 = pppppppppppppp ssssssss mmmmmmmmmm = jjjjjjjjjj pppppppppp kkkkkkkkkk bbbbbbbb kkkk pppppppppp kkkkkkkkkk bbbbbbbb bbbbbbbbbbbbbbbbbbbb pppppppp ssssssssss ssssssssssssss pppppppppppp mmmmmmmmmmmmmm. SS 1 = SSSSSSSSSSSS mmmmmmmmmm pppppppppppp tttttttttttttt tttttthaaaaaaaa ssssssssss pppppppppppp tttttttttttttttt = AA 1. bb 2 AA 1 = llllllll pppppppppppp tttttttttttttt bb = jjjjjjjjjj mmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmm pppppppppppp tttttttttttttt tttttthaaaaaaaa ssssssssss mmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmm. II yy = mmmmmmmmmm iiiiiiiiiiiiii pppppppppppp mmmmmmmmmmmmmm tttttthaaaaaaaa ssssssssss yy II yy = 2 AA 1 (bb 2) 2 + 2 II yyyy Karena harga I yo << dari 2 A 1 (b/2) 2 maka sebagai pendekatan dapat diambil : Maka : II yy = 2AA 1 (bb 2) 2 = 2AA 1. bb 2. bb 2 LL mmmmmm = DD mmmmmm. ll 1. AA 1. bb 2 LL mmmmmm = DD max. ll1 bb 2AA 1. bb 2. bb 2 = DD mmmmmm. ll 1 bb Dimana b = jarak titik berat masing-masing profil. 2.15 GAYA GESER (D) Gaya geser D timbul akibat adanya kelengkungan batang sebagai hasil dari gaya tekan N. Dari mekanika dapat ditulis hubungan antara D dan N adalah : DD = NN ssssssss

Gambar 2.14 Kelengkungan Batang Akibat Gaya Tekan Rumus di atas akhirnya didekati dengan rumus empirik : DD = 4,54 NN 100 λλ+100 + λλ.σσ ll 232.221 Di mana N adalah gaya tekan yang dipikul oleh kolom. Gambar 2.15 Grafik Gaya Lintang Untuk batang-batang susun umumnya harga kelangsingan terletak pada batas-batas antara 63-127. Sehingga untuk praktisnya diambil DD = 0,02NN. Selanjutnya gaya lintang D dapat dipakai untuk menghitung dimensi pelat kopel dengan rumus sebagai berikut : Untuk kolom dengan 2 batang tunggal : TT = DD.LL 1 aa Untuk kolom dengan 3 batang tunggal : TT = DD.LL 1 2aa

Untuk kolom dengan 4 batang tunggal : TT = 0,5 DD.LL 1 aa TT = 0,3 DD.LL 1 aa Alasan kenapa jumlah pelat kopel harus genap adalah : Gambar 2.16 Diagram Gaya Lintang Akibat Normal Tekan Akibat Gaya tekan N, batang akan menekuk, besarnya lendutan = y yy = ff sin ππππ LL f = lendutan maksimum ditengah bentang yy = ff sin ππππ LL dddd dddd = ff ππ ππππ cos LL LL dd 2 yy ππ2 ππππ = ff sin ddxx2 LL2 LL dd 3 yy ππ3 ππππ = ff cos ddxx3 LL3 LL DD = EEEE dd3 yy ddxx 3

DD = ff ππ3 ππππ cos LL3 LL Dari diagram diatas, Untuk xx = oo, maka DD = EEEE. ff. ππ 3 Untuk xx = 1 2 LL, maka DD = 0 Untuk xx = LL, maka DD = EEEE. ff. ππ3 LL 3 LL 3 Jadi ditengah bentang D = 0 sehingga tidak perlu dipasang pelat kopel baja. 2.16 SAMBUNGAN Sambungan dalam struktur baja merupakan bagian yang penting yang harus diperhitungkan secara cermat dalam perencanaannya, karena kegagalan pada struktur sambungan dapat mengakibatkan kegagalan pada keseluruhan struktur. Pada prinsipnya, struktur sambungan diperlukan apabila : a) Batang standar tidak cukup panjang b) Sambungan yang dibuat untuk menyalurkan gaya dari yang satu ke bagian yang lainnya, misalnya pada sambungan antara balok dan kolom c) Sambungan pada struktur rangka batang dimana batang-batang penyusun saling membentuk keseimbangan pada satu titik d) Pada tempat dimana terdapat perubahan dimensi penampang lintang batang akibat perubahan besarnya gaya batang Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat penyambung (baut pengencang dan las). Adapun perencanaan sambungan struktur baja harus memenuhi syaratsyarat yang harus diperhatikan, seperti :

a. Kuat, aman dan ekonomis b. Mudah dilaksanakan baik saat pabrikasi maupun saat pemasangan c. Sebaiknya dihindari pemasangan beberapa alat sambng yang berbeda pada satu titik sambungan, dikarenakan kekakuan yang berbeda dari berbagai macam alat sambung d. Gaya dalam yang dialurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan e. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kapasitas deformasi sambungan f. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya Pada struktur rangka batang, sambungan diperlukan pada joint-joint pertemuan antar batang. Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada satu titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya. Berdasarkan sifat sambungannya, sambungan dapat diklasifikasikan menjadi sambungan kaku, sambungan semi kaku, dan sambungan sendi. Sedangkan berdasarkan jenis alat penyambungannya, sambungan baja dapat dibedakan menjadi sambungan baut dan sambungan las (SNI 2002).

2.16.1 Sambungan Baut Jenis baut yang biasa digunakan di Indonesia adalah baut hitam dan baut mutu tinggi. Menurut SNI 2002, sambungan baut berdasarkan tipe keruntuhannya dapat direncanakan sebagai : a. sambungan tipe tumpu, adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang diisyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan b. sambungan tipe friksi, adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang diisyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak. Jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal baut. Sedangkan jarak minimum dari pusat baut ke tepi pelat atau pelat sayap profil tidak boleh kurang 1,5 kali diameter nominal baut (SNI 2002). Pemasangan baut dilakukan pada sumbu berat profil, sehingga tidak menimbulkan momen pada struktur. Apabila pemasangan baut tidak terdapat pada satu baris, maka harus diatur sehingga menghasilkan momen yang minimal. 2.16.2 Sambungan Las Selain menggunakan alat sambung baut, baja dapat pula disambungkan dengan menggunakan las. Alat sambung las ini cukup banyak digunakan, karena

mudah dalam penggunaannya, serta tidak memerlukan perlubangan baja, seingga kekuatan baja tidak berkurang. Perencanaan alat sambung las ini meliputi penentuan tebal dan panjang las. 2.16.2.1 Tebal Las Penentuan tebal las didasarkan pada dimensi profil baja yang disambungkan. Tebal las (a) harus memenuhi ketentuan di bawah ini : Gambar 2.16 Tebal Las Tabel 2.3 Ukuran Minimum Las Sudut 2.16.2.2 Panjang Las Pengertian panjang las meliputi dua pengertian, yaitu panjang las total (L) dan panjang las netto (L n ). Panjang total adalah panjang yang sebenarnya dari sambungan las tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan panjang netto adalah panjang yang diperhitungkan kekuatannya sebagai struktur las, berupa panjang las total yang

direduksi. Pengurangan panjang ini diakibatkan oleh adanya perlemahan las pada saat pelaksanaan. Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a 10 kali tebal teras batang las. Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Apabila ternyata dibutuhkan panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputus-putus (las terputus). Untuk las terputus pada batang tekan, jarak antara bagian-bagian las itu tidak boleh melebihi 16t atau 30 cm, sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh melebihi 24t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas. Las terputus tidak diperkenankan jika dikhawatirkan terjadi pengkaratan pada permukaan bidang kontak di bagian yang tidak ada lasnya, atau pada elemen yang dipengaruhi gaya getar. Tebal las sudut tidak boleh lebih dari 1 2 tt 2, dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas.