BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutang dan Jenis-Jenis Hutang. jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi dimasa lalu.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

II. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Myers (1977) memandang nilai perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini semakin banyaknya perusahaan-perusahaan besar yang

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. Dana yang diperoleh dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Wolk et al. (2001) dalam Thiono (2006:4), teori sinyal (signaling

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BABI PENDAHULUAN. Manajer dan pemegang saham selalu berbeda kepentingan, yang dikenal. dengan konflik keagenan (Jensen, 1986). Konflik keagenan akan

PENGARUH FREE CASH FLOW

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang merupakan organisasi bisnis umumnya memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh profitabilitas, arus kas bebas, dan investment

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang meningkat dalam suatu periode, menuntut pihak

BAB I PENDAHULUAN. melalui kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Namun pihak. diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi dan Pengklasifikasian Hutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, karena Corporate Governance merupakan tata kelola. Minow, 2001). Isu mengenai CG ini mulai mengemuka, khususnya di

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Hal ini berarti memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai prinsipal/pemberi

Bab 1 Pendahuluan. Peristiwa yang terjadi pada dunia global membawa perubahan-perubahan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB 1 PENDAHULUAN. (principle) bisa mempercayakan dananya kepada profesional (managerial)

BABl PENDAHULUAN. Kebijakan dividen merupakan keputusan perusahaan tentang pembagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

Penelitian tentang Pengaruh Aliran Kas Bebas Dan Keputusan. Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. (real assets) dan investasi dalam bentuk surat-surat berharga (financial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah

Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set. (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB 1 PENDAHULUAN. mengharapkan return investasi dalam bentuk dividen dan atau capital gains.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. abad ke-18 dan awal abad ke-19 di Eropa khususnya di Inggris, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi dan memasarkan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang sudah go

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk tetap going concern. Pertumbuhan perusahaan menunjukkan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara variabel-variabel melalui analisis data dalam pengujian hipotesis.

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder)

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap entitas bisnis (perusahaan) dalam operasinya tentu memiliki tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI. waktu yang tertentu. Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan. dibedakan menjadi dua, yaitu :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Marcella Fransisca Santosa dan Paskah Ika Nugroho (2014)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Signal merupakan suatu hal yang dilakukan manajemen perusahaan bertujuan

BAB II LANDASAN TEORITIS. pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi

BAB I PENDAHULUAN. aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB I PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder. Kartika

BAB I PENDUHULUAN. mengembangkan usahanya perusahaan harus mengembangkan perusahaannya

BAB II URAIAN TEORITIS. Suharli (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh profitability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan perusahaan dapat didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh: Kesempatan Investasi, dan Arus Kas Bebas, Terhadap Utang.

lokal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan sebaliknya semakin

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Hutang juga

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dividen (dividend policy). Keputusan pembagian dividen seringkali menimbulkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Kebijakan Utang Keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan berasal dari kreditur yang merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari pemilik perusahaan merupakan modal sendiri. Pembiayaan dengan utang memiliki tiga implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan maka resiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur, (3) Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding dengan pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Utang jangka pendek maupun jangka panjang harus dibayar kembali. Semakin panjang periode pembayaran kembali utang dan semakin sedikit cadangan

pembayaran kembali, semakin mudah bagi suatu perusahaan untuk mendapatkan modal utang. Namun, utang harus dibayar kembali pada waktu tertentu tanpa memperhatikan kondisi keuangan perusahaan, juga bunga berkala pada sebagian utang perlu dibayar. Kegagalan membayar pokok utang dan bunga biasanya menyebabkan proses hukum dimana pemegang saham biasanya kehilangan kendali atas perusahaan dan sebagian atau seluruh perusahaan mereka. Semakin besar proporsi utang pada struktur modal suatu perusahaan, semakin tinggi beban tetap dan komitmen pembayaran kembali yang ditimbulkan. Kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar bunga dan pokok pinjaman jatuh tempo dan kemungkinan kerugian kreditor juga meningkat. Bagi investor saham biasa, utang mencerminkan resiko kerugian investasi, namun diimbangi dengan potensi keuntungan dari leverage keuangan. Leverage keuangan ( financial leverage) merupakan penggunaan utang untuk meningkatkan laba. Leverage meningkatkan baik keberhasilan (laba) maupun kegagalan (rugi) manajerial. Utang yang terlalu besar menghambat inisiatif dan fleksibilitas manajemen untuk mengejar kesempatan mengejar keuntungan. Kreditor lebih menyukai peningkatan modal ekuitas sebagai pelindung atas kerugian pada saat saat sulit. Menurunkan modal ekuitas sebagai proporsi pendanaan perusahaan akan menurunkan perlindungan kreditor terhadap kerugian dan karenanya meningkatkan resiko kredit. Tugas analisis adalah mengukur tingkat resiko yang berasal dari struktur modal suatu perusahaan. Sisa bagian ini akan melihat motivasi utang dan mengukur dampaknya.

Teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham sering kali bertentangan. Jensen (1992) mengemukakan ada dua potensi konflik dalam agency cost yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur dan konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen. Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, sedangkan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak. Pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer karena hal tersebut akan menambah kos perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang akan diterima. Akibat perbedaan itulah maka terjadi konflik yang biasa disebut konflik agency (agency cost). Agency cost dari sisi pemegang saham dapat dikurangi dengan cara melibatkan pihak ketiga yang masuk melalui kebijakan utang. Beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu pertama, dari free cash flow, khususnya aliran kas dibawah control manajemen. Kedua, meningkatkan pendanaan dengan utang, penurunan utang akan menurunkan konflik antara pemegang saham dengan manajer. Ketiga, dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. Proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh menajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Variabel lain yang juga mempengaruhi kebijakan utang adalah investment opportunity set (IOS) atau set kesempatan berinvestasi.

2.1.2. Free Cash Flow dan Kebijakan Utang Free cash flow menggambarkan kepada investor bahwa deviden yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Sementara bagi perusahaan yang mengeluarkan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan atau tidak. Pasar akan bereaksi jika terlihat ada free cash flow yang dapat meningkatkan harapan mereka untuk mendapatkan deviden di masa depan. Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap ( Ross et al, 2000) yang dikutip dari Tarjo dan Jogiyanto (2003). Aliran kas bebas merupakan bagian arus kas perusahaan yang tidak diinvestasikan secara menguntungkan (Keown et al,2000). Free cash flow dapat digunakan untuk pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan, pembayaran utang dan pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk deviden. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang dan deviden. Kas tersebut biasanya akan menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Free cash flow yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan kelebihan

keuntungan untuk konsumsi dan perilaku opportunistik yang lain karena mereka menerima manfaat yang penuh dari kegiatan tersebut tetapi kurang mau menangggung risiko dari biaya yang dikeluarkan. Dengan adanya utang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Selain itu pemegang saham juga akan menikmati kontrol yang lebih atas tim manajemennya misalnya, jika perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham biasa yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi utang ini, secara simultan mengurangi jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Dengan adanya utang ini, manajemen akan bekerja lebih efisien agar tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi biaya agensi arus kas bebas. Hal ini sesuai dengan teori arus kas bebas struktur modal (Keown et al, 2000). Biaya keagenan adalah jumlah dari pengeluaran-pengeluaran monitoring oleh pemegang saham, pengeluaran-pengeluaran penggunaan utang oleh manajer dan residual loss. Penelitian yang dilakukan oleh Gull dan Jaggi (1999) menyebutkan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif dengan utang untuk perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Tarjo dan Jogiyanto (2003) yang menggunakan sampel 295 perusahaan manufaktur di Indonesia dengan periode pengamatan tahun 1996-2000 menunjukkan bahwa perilaku perusahaan publik di Indonesia yang memiliki IOS rendah, ketika free cash flow tinggi cenderung menggunakan utang untuk kegiatan pendanaan perusahaan.

2.1.3. Struktur Kepemilikan Saham Struktur kepemilikan saham dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Struktur kepemilikan saham dapat dijelaskan dari dua pendekatan yaitu, pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan saham sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai pemegang klaim. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan saham sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Strukur kepemilikan saham secara umun terbagi atas kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. 2.1.3.1. Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership) Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan utang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan melainkan untuk kepentingan opportunistik mereka. Hal ini dapat dilihat melalui pemilihan proyek-proyek berisiko tinggi. Hal ini menyebabkan meningkatnya beban bunga perusahaan karena risiko kebangkrutan semakin tinggi sehingga biaya agensi utang semakin tinggi. Peningkatan biaya keagenan tesebut akan berpengaruh pada penurunan nilai perusahaan. Masalah agensi akan terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk

mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama keputusan mengenai utang. Dengan demikian manajer ikut memiliki perusahaan sehingga manajer tidak mungkin bertindak opportunistik lagi dan akan semakin hati-hati dalam menggunakan utang dan berusaha meminimumkan biaya keagenan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif dengan kebijakan utang perusahaan. Wahidahwati (2001) dengan menggunakan perusahaan manufaktur antara tahun 1995-1996 membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang perusahaan. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Moh d et al (1998) bahwa kepemilikan saham manajerial yang tinggi akan meningkatkan risiko hutang yang non-diversiviable, sehingga manajer akan semakin hati-hati dalam menggunakan utang. Hal ini menyebabkan rasio utang menurun jika tingkat kepemilikan saham oleh manajerial meningkat. Penelitian lain yang membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dan memiliki arah hubungan yang negatif terhadap kebijakan

utang adalah penelitian yang dilakukan oleh Mahadwartha (2002) dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan periode pengamatan tahun 1990 sampai tahun 2000. Hasil penelitian Taswan (2003) juga menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang. 2.1.3.2. Kepemilikan Institutional (Institutional Ownership) Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan ini mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistik yang dilakukan oleh para manajer. Tindakan monitoring tesebut akan mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat utang yang lebih rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2001) menunjukkan bahwa kehadiran kepemilikan institutional pada industri manufaktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hal ini konsisten dengan Moh d et al (1998) bahwa para investor institutional pada industri manufaktur yang terdaftar di BEJ sadar bahwa keberadaan mereka dapat memonitor perilaku manajer perusahaan secara efektif sehingga pihak manajemen akan bekerja untuk kepentingan para

pemegang saham. Adanya monitoring yang efektif oleh investor institutional menyebabkan penggunaan utang untuk pendanaan menurun sehingga mengurangi biaya agensi utang. Penelitian Faisal (2000) menunjukkan hasil yang sama bahwa kepemilikan institutional berhubungan negatif dengan kebijakan utang perusahaan. 2.1.4. Konsep Investment Opportunity Set (IOS) Investment Opportunity Set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (asset in place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut mempengaruhi nilai suatu perusahaan dan berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dengan kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable). Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitiannya. Selanjutnya IOS dijadikan dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan dimasa depan apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi tumbuh atau tidak tumbuh. Proksi pertumbuhan perusahaan dengan nilai IOS yang telah digunakan oleh para peneliti diantaranya (Gaver dan Gaver, 1993; Jones dan Sharma,2001; dan Kallapur dan Trombley,2001) dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Proksi berdasarkan harga Investment Opportunity Set berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam

harga pasar. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan-perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Rasio-rasio yang berkaitan dengan proksi pasar adalah market to book value of equity, market to book value of asset, Tobin s Q, earnings to price ratios, ratio of property, plant, and equipment to firm value, ratio of depreciation to firm value. 2. Proksi berdasarkan investasi Proksi IOS berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki suatu IOS tinggi seharusnya juga memiliki suatu tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Proksi ini berbentuk suatu rasio yang membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yang telah diinvestasikan. Rasio-rasio tersebut adalah the ratio of R&D to assets, the ratio of R&D to sales, ratio of capital expenditure to firm value,investment intensity, ratio of capital expenditure to book value of assets, investment to sales ratio. 3. Proksi berdasarkan varian Proksi pengukuran varian (variance measurement) mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari

peningkatan aktiva. Rasio dalam proksi tersebut adalah variance of returns, asset betas, the variance of asset deflated sales. Penelitian ini menggunakan proksi IOS berdasarkan harga dengan rasio market to book value of asset (MBVA). Rasio MBVA menggambarkan pertumbuhan aktiva dan ekuitas perusahaan. Perusahaan yang memiliki rasio MBVA yang tinggi memiliki pertumbuhan aktiva dan ekuitas yang besar. Penelitian yang dilakukan oleh Imam dan Indra (2001) membuktikan bahwa rasio MBVA ini menunjukkan arah korelasi yang positif terhadap pertumbuhan aktiva. Pertumbuhan perusahaan merupakan harapan yang diinginkan oleh pihak internal perusahaan yaitu manajemen maupun pihak eksternal perusahaan yaitu investor dan kreditor. Menurut Barclay et al (1998 dalam Imam dan Indra (2001) perusahaan yang pertumbuhannya tinggi akan mempunyai kesempatan yang besar yang memungkinkan untuk membayar dividen yang rendah karena mereka mempunyai kesempatan yang profitable dalam mendanai investasinya secara internal sehingga perusahaan tidak tergoda untuk membayar bagian yang lebih besar labanya kepada pihak luar. Sebaliknya perusahaan yang pertumbuhannya rendah berusaha menarik dana dari luar untuk mendanai investasinya dengan mengorbankan sebagian besar labanya dalam bentuk deviden maupun bunga. Penentuan kebijakan pendanaan dan deviden ini berkaitan dengan masalah free cash flow perusahaan. Perusahaan yang mempunyai IOS rendah dalam hubungannya dengan free cash flow yang tinggi akan meningkatkan utang. Hal ini berarti bahwa perusahaan tidak mempunyai kesempatan untuk bertumbuh sehingga manajer sudah tidak mempunyai kesempatan untuk

berinvestasi. Manajer cenderung akan berperilaku opportunistik dengan tujuan untuk memuaskan kepentingan pribadinya. Dengan meningkatkan utang maka manajer harus menyisihkan dana yang lebih besar untuk membayar bunga dan pinjaman pokoknya secara periodik sehingga dana yang tersisa menjadi kecil. Hal ini dapat mengurangi kontrol manajer terhadap aliran kas perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Agrawal dan Jayaraman (1994) secara empiris menguji hubungan antara free cash flow dengan kebijakan utang perusahaan perusahaan yang didasarkan pada sampel yang tidak mempertimbangkan perbedaan perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah dan tinggi. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian Jensen (1986) yang berjudul corporate and capital structure, agency cost and owner control, menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash flow besar cenderung akan mempunyai level utang yang lebih tinggi khususnya ketika perusahaan mempunyai set kesempatan investasi (IOS) rendah. Perusahaan perusahaan dengan free cash flow besar yang mempunyai level utang tinggi akan menurunkan agency cost free cash flow. Penurunan tersebut menurunkan sumber sumber discreationary, khususnya aliran kas di bawah kendali manajemen. Disisi lain, perusahaan dengan tingkat free cash cash flow rendah akan mempunyai level utang rendah sebab mereka tidak harus mengandalkan utang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost of free cash flow.

Penelitian Jensen et.al (1992) yang berjudul simultineous determination of insider ownership, debt and devidend policies, menguji pengaruh insider ownership, dan kebijakan deviden terhadap kebijakan utang (debt to equity ratio) pada perusahaan publik dari berbagai sektor di Amerika Serikat. Penelitian ini menyatakan bahwa rasio utang merupakan fungsi dari insider ownership, deviden, resiko bisnis, profitabilitas, riset dan pengembangan dan aset tetap. Teknis analisis adalah teknik regresi berganda. Hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif antara insider ownership dengan kebijakan utang. Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan peningkatan insider ownership, maka akan mensejajarkan kepentingan pemegang saham dan manajer, sehingga kepemilikan manajerial bisa menggantikan peranan utang dalam mengurangi agency cost. Penelitian ini juga menemukan bahwa peningkatan insider ownership menyebabkan penurunan dividend payout ratio. Penelitian Agrawal dan Jayaraman (1994) yang berjudul agency costs of free cash flow, corporate finance and takeover, secara empiris menguji hubungan antara free cash flow dan level utang yang didasarkan atas sampel yang tidak mempertimbangkan perbedaan antara perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah dan tinggi. Hasil penelitian ini adalah kepemilikan manajerial adalah substitusi yang mekanis untuk menurunkan agency cost, free cash flow pada semua ekuitas perusahaan. Penelitian Lang et.al (1996) dengan judul leverage, investment, and firm growth yang menguji hubungan investasi perusahaan di masa datang terhadap leverage. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara

leverage dan pertumbuhan pada masa datang untuk perusahaan yang hanya memiliki kesempatan pertumbuhan yang terbatas. Penelitian Gull dan Jaggi (1999) yang berjudul a test of free cash flow and debt monitoring hypothesis, menemukan hubungan antara free cash flow dengan kebijakan utang berbeda antara perusahaan yang memiliki IOS rendah dengan perusahaan yang memiliki IOS tinggi. Peneitian P.A. Mahadwartha dan Jogiyanto Hartono (2002) yang berjudul uji teori keagenan dalam hubungan indepedensi antara kebijakan utang dan kebijakan dividen, meneliti tentang pengaruh invesment opportunity set (IOS), kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang. Sampel pada penelitian P.A. Mahadwartha dan Jogiyanto Hartono (2002) adalah perusahaan perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta pada periode 1990-2000. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan mengabaikan normalitas data. Hasil penelitian P.A. Mahadwartha dan Jogiyanto Hartono (2002) adalah bahwa investment opportunity set (IOS) memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan utang, sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan utang. Penelitian Wahidahwati (2001) yang berjudul pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang perusahaan, mengkaji tentang variabel variabel yang mempengaruhi kebijakan utang. Variabel bebas yang diteliti adalah kepemilikan manajerial, kebijakan utang, resiko, ukuran perusahaan, pengeluaran modal, ROA, dan tingkat pertumbuhan. Sampel dalam

penelitian Wahidahwati (2001) adalah perusahaan perusahaan sektor manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta pada periode 1993-1996. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan mengabaikan normalitas data. Hasil penelitian Wahidahwati (2001) adalah bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang. Penelitian Tarjo dan Jogiyanto (2003) yang berjudul analisis free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan utang pada perusahaan publik di Indonesia, dengan sampel perusahaan manufaktur di Indonesia pada tahun 1996-2000 dengan jumlah observasi sebanyak 295 menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki IOS rendah maka free cash flow berhubungan positif dengan utang. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku perusahaan publik di Indonesia yang memiliki IOS rendah sebagai moderasi ketika free cash flow tinggi cenderung menggunakan utang untuk kegiatan pendanaan perusahaan. Selanjutnya penelitian ini juga membuktikan bahwa variabel free cash flow terhdap kebijakan utang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Variabel kepemilikan manajerial juga memberikan koefisien positif dan signifikan sehingga dapat mengendalikan kos keagenan penggunaan utang. Penelitian Fitri Ismiyanti dan M. Hanafi (2003) yang berjudul kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, resiko, kebijakan utang, dan kebijakan dividen: analisis persamaan simultan, mengkaji pengaruh deviden, kepemilikan manajerial, resiko, kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 1998-2001. Hasil dari penelitian ini bahwa variabel resiko mempunyai hubungan positif terhadap penggunaan utang. Kebijakan deviden mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional keduanya memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kebijakan utang. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kepemilikan manajerial maka semakin tinggi utang. Sementara itu perusahaan dengan kepemilikan manajerial memiliki konflik keagenan ekuitas yang rendah sehingga kecenderungannya menggunakan utang dapat meningkatkan konflik keagenan. Tabel 2.1 Theoritical Mapping Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Kesimpulan Gull and Jaggi (1999) An Analisys of Joint Effects of Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, and Size on Corporate debt Policy Independent, investment opportunity se,t free cash flow and size. Dependent, corporate debt policy. Hubungan antara free cash flow dengan kebijakan utang berbeda antara perusahaan yang memiliki IOS rendah dengan perusahaan yang memiliki IOS tinggi. Jensen (1992) et.al simultineous determination of insider ownership, debt and devidend policies, Independent, insider ownership. Dependent, debt policies and dividend policies Terdapat hubungan negatif antara insider ownership dengan kebijakan utang. Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan peningkatan insider ownership kebijakan utang turun.

Agrawal dan Jayaraman (1994) Corporate Capital Structure, Agency Cost and Owner-control Independent, free cash flow and Investment opportunity set, Dependent, debt policies. Kepemilikan manajerial adalah substitusi yang mekanis untuk menurunkan agency cost, free cash flow pada semua ekuitas perusahaan. Lang et. al (1996) Leverage, Investment and Firm Growth Independent, Leverage Dependent, Investment opportunity set Terdapat hubungan negatif antara leverage dan pertumbuhan pada masa datang untuk perusahaan memiliki pertumbuhan terbatas. P.A. Mahadwartha dan Jogiyanto Hartono (2002) Uji teori keagenan dalam hubungan interdepedensi antara kebijakan utang dan kebijakan dividen Variabel independen adalah investment opportunity set, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan. Sedangkan variabel dependen adalah kebijakan utang dan kebijakan deviden Investment opportunity set (IOS) memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan utang, sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan utang Wahidahwati (2001) Pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang perusahaan Variabel independen adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Sedangkan variabel dependen adalah kebijakan utang Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional keduanya memiliki pengaruh dan hubungan negatif yang signifikan terhadap kebijakan utang. Fitri Ismiyanti dan M. Hanafi (2003) Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, Variabel independen adalah kepemilikan manjerial, kepemilikan institusional dan resiko. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional keduanya

resiko, kebijakan utang, dan kebijakan dividen: analisis persamaan simultan. Sedangkan variabel dependen adalah kebijakan utang dan kebijakan deviden memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kebijakan utang dan deviden. Begitu juga resiko berpengaruh terhadap kebijakan utang dan deviden Tarjo dan Jogiyanto (2003) Analisis free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan utang pada perusahaan publik di Indonesia Variabel independen adalah free cash flow dan kepemilikan manajerial dan. Sedangkan variabel dependen adalah kebijakan utang dengan variabel moderating investment opportunity set dan ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki IOS rendah maka free cash flow berhubungan positif dengan utang. Pengaruh variabel free cash flow terhadap kebijakan utang pada perusahaan besar dan kecil hasilnya sama sama memiliki koefisien positif dan signifikan. Variabel kepemilikan manajerial juga memberikan koefisien positif dan signifikan sehingga dapat mengendalikan kos keagenan penggunaan utang.