BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengambilan keputusan, maka akuntansi sering disebut sebagai bahasa

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting bagi bangsa dan negara.

NOMOR : % TAHUN 2017

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2017

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB II TELAAH PUSTAKA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah tempat belajar bagi para peserta didik dan merupakan tempat

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

KATA PENGANTAR. menengah.

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 08 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KABUPATEN WONOSOBO

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan semata-mata bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat tetapi pemerintah daerah dan masyarakat, begitu juga dalam hal pembiayaan pendidikan. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu: Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Perundang-undangan tersebut di atas merupakan wujud komitmen kuat pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan yang memadahi di seluruh Indonesia, sehingga diharapkan terjadi perluasan kesempatan dan pemerataan pendidikan yang berkeadilan dan demokratis terutama bagi peserta didik wajib belajar usia 7-15 tahun sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat (2) Undangundang nomor 20 tahun 2003. Berkenaan dengan pembiayaan pendidikan, dalam Bab IX pasal 62 ayat(1) Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dijelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Ketiga biaya tersebut harus terpenuhi secara memadai pada setiap satuan pendidikan. 1

2 Pendidikan di daerah dapat terlaksana secara memadahi, dibutuhkan dukungan stakeholders baik dunia usaha, orang tua siswa, pemerintah. Aspirasi dari semua stakeholders harus dapat ditampung, dikomunikasikan, dan disalurkan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Komite sekolah dibentuk untuk menampung aspirasi masyarakat dan menjembatani hubungan masyarakat dengan sekolah. Peranan Komite Sekolah sebagimana diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 56 adalah memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Program kerja Komite Sekolah dalam kaitannya dengan pembiayaan pendidikan di tingkat satuan pendidikan adalah menggali dana dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah agar program yang telah disusun dapat terlaksana secara efektif, efisien, dan berkelanjutan sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan baik proses maupun hasil dapat tercapai. Dalam pengelolaan dana pendidikan hendaklah sekolah menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang disahkan oleh kepala sekolah dan mendapat persetujuan dari komite sekolah. Sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007, bahwa:

3 Sekolah / madrasah hendaknya menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada standar pembiayaan. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/ madrasah diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala sekolah serta pendapatkan persetujuan dari atasannya, pedoman tersebut kemudian disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel. Dalam pengelolaan dana pendidikan masih banyak terjadi inefisiensi dan kesenjangan baik dalam menggali sumber dana maupun dalam pengalokasiannya. Pengelolaan dana baik dari pemerintah maupun masyarakat, harus dilandasi semangat akuntabilitas dan transparansi. Dengan pengelolaan dana yang transparan masyarakat dapat mengetahui kemana saja dana sekolah dibelanjakan. Tetapi yang terjadi dilapangan pengelolaan dana pendidikan, khususnya masalah transparansi dan akuntabilitasnya masih ditemukan adanya sekolah yang melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah khususnya dana BOS. Sehingga masalah transparansi dan akuntabilitas belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Orang tua siswa, khususnya orang tua siswa baru dilibatkan untuk menentukan anggaran dan menyetujui anggaran yang dibuat sekolah, tetapi pada saat pertanggungjawaban orang tua tidak pernah diberi laporan pertanggungjawaban keuangan. Oleh karena itu wajar jika orang tua menuntut pertanggungjawaban yang lebih transparan tentang penggunaan dana komite sekolah.

4 MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah. Penerapan MBS secara langsung mengurangi praktik korupsi dan penyimpangan dana di sekolah. Untuk menghindari praktik korupsi dan penyimpangan dana hendaklah harus ada pemisahan tugas dan wewenang antara kepala sekolah dengan bendahara sekolah, sebagaimana dijelaskan oleh Mulyasa bahwa: Dalam pelaksanaan manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordorator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. ( Mulyasa, 2005 : 49) Kepala sekolah sebagai manajer,berfungsi sebagai otorisator dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.pengendalian yang baik terhadap administrasi keuangan pendidikan akan memberikan pertanggungjawaban sosial yang baik kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

5 Pembentukan karakter sebagaimana yang diamanahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Sistem Pendidikan Nasional bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter Pendidikan karakter merupakan langkah awal untuk memberantas tindak korupsi yang didukung dengan penerapan MBS dengan baik. Nilai-nilai karakter dalam pengelolaan sekolah sangat identik dengan prinsip-prinsip MBS, yaitu adanya kemandirian, keterbukaan, bertanggung jawab dan partisipatif. Dijelaskan oleh Aqib dan Sujak bahwa : Nilai-nilai karakter yang ada dalam pengelolaan sekolah pada dasarnya adalah prinsip-prinsip manajemen pendidikan yang baik, yaitu mandiri, terbuka, bertanggung jawab, kerjasama, dan partisipatif.semua nilai karakter ini sering disebut dengan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yaitu kemandirian, keterbukaan, akuntabilitas, kerjasama/kemitraaan, dan partisipasi. Sekolah yang telah melaksanakan MBS dengan baik, pada dasarnya sekolah tersebut telah berkarakter. (Aqib, Sujak, 2011: 31) Pengelolaan dana pendidikan di sekolah dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan karakter. Dana pendidikan juga digunakan untuk mengondisikan pendidikan karakter. Pengalokasian dana untuk program dan kegiatan pendidikan karakter dituangkan di dalam RKS dan RKAS. Lebih lanjut Aqib dan Sujak menjelaskan bahwa pendidikan karakter tidak hanya diberlakukan

6 terhadap siswa dalam kegiatan belajar mengajar tetapi pendidikan karakter hendaklah diberlakukan bagi semua pemangku pendidikan: Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan (Aqib, Sujak, 2011: 3) Lulusan pendidikan dasar dan menengah ( SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, SMK/MAK) yang berkarakter baik, selain dibentuk melalui proses pembelajaran dikelas, juga sangat dipengaruhi pola manajemen sekolah. Tentang nilai-nilai dalam MBS yang memandu kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang berbasis karakter, baik bagi kepala sekolah sendiri, para guru, karyawan, dan para siswa di sekolah, juga bagi para stakeholder sekolah yang bersangkutan. Apabila pengelolaan sekolah telah mengandung nilai-nilai karakter yang baik, maka akan dihasilkan lulusan yang berkarakter baik pula. Syamsuddin (suara merdeka, 30 agustus 2012) menjelaskan bahwa, Muhammadiyah senantiasa menekankan warganya agar memegang prinsip-prinsip karakter dalam kehidupan sehari-hari, supaya pada masa yang akan datang mereka menjadi generasi penerus bangsa, pemimpin dan intelektual yang bisa bertanggungjawab serta memegang amanah. Selain terciptanya intelektual yang berkarakter, target lain yaitu generasi bangsa ini nantinya menjadi generasi yang unggul, punya komitmen, amanah

7 Sebagai sekolah di bawah naungan Muhammadiyah dan tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional, SD Aisyiyah Unggulan Gemolong telah berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membentuk generasi yang unggul, punya komitmen dan amanah. SD Aisyiyah merupakan lembaga yang multi-fungsional. Hingga kini prestasi dan lulusan SD Aisyiyah Gemolong secara umum berada di atas sekolah lain. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan, jikalau schoolingnya efektif maka akan memberi kontribusi yang penting bagi perkembangan kecerdasan anak. Artinya bahwa kualitas input yang rendah akan bisa dipola menjadi output berkualitas tinggi yang lebih mahal harganya. Keberhasilan sebuah lembaga yang dapat merubah input yang rendah menjadi output yang mumpuni dan siap berkompetisi tidak lepas dari pelaksanaan pengelolaan pendidikan karakter di lembaga tersebut. Sebagai sekolah unggulan SD Aisyiyah Gemolong membuat program kegiatan dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan agar tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat maupun pemerintah. Semakin banyak program berarti semakin banyak dana yang diperlukan untuk terlaksananya program sekolah tersebut baik yang berasal dari pemerintah, orang tua dan masyarakat, oleh karena itu dalam rangka membangun dan mempertahankan kepercayaan publik serta melaksanakan proses pendidikan

8 yang demokratis dan berkeadilan, penulis ingin mengungkap bagaimana SD Aisyiyah Unggulan Gemolong dalam mengelola dana pendidikan, Khususnya dana yang bersumber dari orang tua dan masyarakat. B. FokusPenelitian Berdasarkan uraian tersebut maka kajian dalam penelitian ini difokuskan pada : Bagaimanakah Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan berbasis karakter di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong Kabupaten Sragen. Fokus tersebut kemudian dijabarkan menjadi tiga subfokus yaitu: 1. Bagaimanakah transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan RKS dan RKAS di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong? 2. Bagaimanakah transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program kegiatan dan anggaran sekolah di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong? 3. Bagaimanakah transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan dan evaluasi program kegiatan dan anggaran sekolah di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan berbasis karakter di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong, kabupaten Sragen.

9 Adapun tujuan khusus penelitian adalah mendeskripsikan tentang: 1. Transparansi dan akuntabilitas dalam Penyusunan RKS dan RKAS di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong. 2. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program kegiatan dan anggaran sekolah di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong. 3. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan dan evaluasi program kegiatan dan anggaran sekolah di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Dinas Pendidikan kabupaten Sragen, kepala sekolah, guru dan warga sekolah, serta komite sekolah. 1. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan sumber informasi dalam mengembangkan kebijakan yang berhubungan dengan dana pendidikan di Kabupaten Sragen. 2. Bagi Kepala SD di Kabupaten Sragen, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan mengenai pengelolaan dana pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.

10 3. Bagi guru dan warga sekolah adalah merupakan kesempatan yang sangat baik untuk berperan serta dalam pengelolaan dana pendidikan disekolah-nya secara transparan dan bertanggung jawab. 4. Bagi komite sekolah, orang tua / wali murid dan masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan gambaran dasar serta umpan balik mengenai sistem pembiayaan pendidikan yang transparancy dan accountable. E. Definisi Istilah 1. Partisipasi adalah proses dimana stakeholders terlibat aktif, baik dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan dalam bentuk RKS dan RKAS, pelaksanaan dan pengawasan RKS dan RKAS di sekolah. 2. Transparansi merupakan keadaan dimana setiap orang yang terkait dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kegiatan yang ada dalam RKS dan RKAS dapat mengetahui proses dan hasil akhir dari RKS dan RKAS. Artinya, transparansi sama dengan polos, apa adanya, jujur dan terbuka terhadap publik tentang RKS dan RKAS. 3. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi/pengawasan terhadap RKS dan RKAS berikut dengan semua hasilnya.

11 4. Pendidikan karakter adalah merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu warga sekolah dalam memahami nilai-nilai karakter atau perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat. 5. Pengelolaan dana pendidikan berbasis karakter adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengalokasian biaya untuk program dan kegiatan pendidikan karakter yang tertuang dalam RKS dan RKAS yang didasarkan nilainilai karakter, yaitu mandiri, terbuka, bertanggung jawab, kerjasama dan partisipatif. 6. RKS adalah Proses menentukan tindakan masa depan (4 tahun) sekolah/madrasah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan ketersediaan sumber daya. Dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah/madrasah di masa depan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah/ madrasah yang telah ditetapkan. 7. RKAS adalah Pernyataan rencana kerja program dan kegiatan serta estimasi kinerja yang hendak dicapai sekolah/madrasah yang dinyatakan dalam ukuran finansial tertentu untuk periode waktu tertentu (4 tahun).