Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN MODEL STRUKTUR PERKERASAN LENTUR PADA KONDISI CROSS ANISOTROPIC DAN INTERFACE TIDAK KASAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SAP2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Jurnal Rekayasa Sipil ASTONJADRO 13

I.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari - Cirebon

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Rentang Modulus dari Thin Layer yang Menunjukkan Kondisi Bonding Antar Lapisan Beraspal. Eri Susanto Hariyadi 1)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

Institut Teknologi Nasional

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

ANALISIS KONDISI BONDING ANTAR LAPISAN BERASPAL SECARA TEORITIS DAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM

EVALUASI KONDISI PERKERASAN LENTUR DAN PREDIKSI UMUR LAYAN JALINTIM PROVINSI SUMATERA SELATAN (Study Kasus: Ruas Batas Prov. Jambi Peninggalan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *)

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

TUGAS AKHIR LUTHFI PRATAMA

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang buruk pula. Jalan yang baik memberikan manfaat seperti ;

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

M. Yoga Mandala Putra

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

PROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

ANALISA TEGANGAN DAN REGANGAN PADA PERKERASAN PORUS DENGAN SKALA SEMI LAPANGAN DAN SOFTWARE ANSYS

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Bab III Pendekatan Simulasi Terhadap Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

PENGARUH JENIS PEMBEBANAN DALAM ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN LENTUR TERHADAP KINERJA PERKERASAN

ANALISA PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan salah satu dari prasarana transportasi yang mempunyai fungsi vital dalam usaha pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Peningkatan Ruas Jalan Ketapang Pasir Padi (KM PKP s/d KM PKP ) Di Kota Pangkalpinang Provinsi Kep.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR - RC

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

Perbandingan Koefisien Kekuatan Relatif dan Umur Rencana Perkerasan Jalan Lapis Aus (AC-WC) menggunakan BNA Blend 75/25 dan Aspal Pen 60/70

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

Transkripsi:

ANALISIS PENGARUH KONDISI BONDING PADA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODA AUSTROADS (Studi Kasus : Ruas Jalan Jatibarang Palimanan) Linda Aisyah 1,Eri Susanto Hariyadi 2 Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung, Jawa Barat 40132 Email :lindadd92@gmail.com 1, erisdi@yahoo.com 2 Abstrak Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisis pengaruh kondisi bonding pada interface diantara lapisan AC overlay lapis permukaan terhadap perencanaan tebal lapis tambah (overlay) menggunakan metoda AUSTROADS 2011. Desain lapis tambah (overlay) menggunakan data lendutan FWD (Falling Weight Deflectometer) sebagai masukan (input) dalam metoda AUSTROADS 2011. Proses backcalculation dilakukan untuk menentukan nilai layer moduli menggunakan program ELMOD. Data lalu lintas digunakan untuk mencari nilai beban rencana dalam metoda AUSTROADS 2011 dengan dua kriteria yaitu kriteria kerusakan fatigue (DSAR5) dan permanent deformation (DSAR7). Dari hasil studi kasus di lapangan didapatkan hasil tebal overlay maksimum berdasarkan pemodelan 3 lapis dan 4 lapis menunjukan bahwa pemodelan 3 lapis menghasilkan tebal lapis tambah (overlay) yang lebih tipis yaitu saat kondisi full bonding ialah ± 10 mm, intermediate bonding ialah ± 10 mm dan no bonding ialah ± 20-50 mm sedangkan pemodelan 4 lapis yaitu saat kondisi full bonding ialah ± 10 20 mm, intermediate bonding ± 20 mm dan no bonding ialah ± 50 mm. Dari hasil analisis tebal lapis tambah (overlay) dengan mempertimbangkan kondisi bonding dapat disimpulkan bahwa perencanaan overlay yang mempertimbangkan kondisi bonding (tidak full bonding) menghasilkan tebal overlay yang lebih tebal dibandingkan dengan kondisi full bonding. Kata Kunci : AUSTROADS 2011, BISAR,Fatigue, Interface,Overlay PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi perkerasan jalan merupakan parameter yang penting untuk menilai tingkat pelayanan suatu ruas jalan baik itu dari kondisi struktural maupun kondisi fungsional. Kondisi struktural dapat dilihat dari kekuatan struktur perkerasan yang ditandai dengan dua kriteria kerusakan struktural perkerasan (fatigue&permanent deformation) dan umur sisa perkerasan selama masa layan. Kerusakan struktural (fatigue &permanent deformation) disebabkan oleh beberapa hal, diantarannya ialah dilampauinnya batas kritis regangan vertikal (ɛv) dan regangan horizontal (ɛh) pada struktur perkerasan. Parameter nilai tegangan atau regangan pada respon struktur perkerasan merupakan salah satu pendekatan analitis yang digunakan untuk mendapatkan tebal lapis tambah (overlay) perkerasan. Penyebab lain terjadinya kerusakan struktural perkerasan ialah asumsi bahwa pada interface antar layer perkerasan dianggap dalam kondisi full bonding. Pengasumsian kondisi full bonding pada interface perkerasan dilakukan untuk menyederhanakan proses pemodelan maupun analisis respon struktur perkerasan. Pada kenyataanya kondisi ini jarang terjadi pada struktur perkerasan Program BISAR dapat menganalisis pengaruh bonding pada struktur perkerasan. Kondisi bonding pada program BISAR diwakili dengan nilai variasi modulus geser (Ks). Perhitungan tebal perkerasan (overlay) menggunakan metoda General Mechanistic Procedure dihitung dengan mempertimbangkan kondisi bonding pada struktur perkerasan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini diantaranya : 55 dari 430

1. Mendapatkan tebal lapis tambah (overlay) pada lokasi studi kasus ruas jalan Jatibarang Palimanan Sta 31+100 Sta 33+100 menggunakan metoda General Mechanistic Procedure, Austroads 2011 yang dipengaruhi oleh variasi kondisi bonding. 2. Membandingkan hasil tebal perkerasan pada pemodelan 3 lapis dan 4 lapis pada setiap variasi kondisi bonding (full bonding, intermediate bonding, dan no bonding) pada lokasi studi kasus ruas jalan Jatibarang Palimanan Sta 31+100 Sta 33+100. 3. Mengetahui pengaruh variasi kondisi bonding terhadap analisis tebal lapis tambah (overlay). METODOLOGI PENELITIAN Alur Penelitian Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan penulis dapat dilihat pada bagan alir berikut ini : Mulai Penentuan topik, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan lokasi penelitian Pemilihan lokasi penelitian (lokasi studi kasus) Data Studi Kasus Ruas Jalan Jatibarang Palimanan Data struktur perkerasan terpasang di lapangan Lendutan (FWD) Temperatur udara Lalu lintas Segmentasi struktur perkerasan eksisting (Pengecekan nilai FK) Mencari nilai WF (Weighting Factor) Menentukan nilai pertumbuhan lalu lintas (2010 2014) FK < 30% YA Pemodelan struktur perkerasan (eksisting) 3 layer dan 4 layer Menentukan nilai modulus elastisitas menggunakan program ELMOD TIDAK Mencari nilai WMAAT (Weighted Mean Annual Air Temperature) Menentukan nilai WMAPT (Weighted Mean Annual Pavement Temperature) Menentukan Nilai Modulus Elastisitas Aspal (Overllay Trial) Menentukan nilai cumulative growth factor (CGF) (2015 2019) Mencari presentase kendaraan berat (%HV) Menentukan beban rencana (DSAR, DSAR5, DSAR7, DSAR12) Nilai modulus elastisitas setiap lapisan (E1, E2, E3, E4) Nilai modulus elastisitas setiap lapisan (E1,E2,E3,E4) Penentuan Lokasi Bonding Pada Struktur Perkerasan Eksisting Lokasi bonding terletak diantara lapisan AC Overlay Lapis Permukaan TIDAK Input program BISAR : 1. modulus elastisitas setiap lapisan 2. tebal perkerasan 3. poisson ratio 4. variasi kondisi bonding (full bonding, intermediate bonding, no bonding) Trial tebal lapis tambah (overlay) 0 50 mm Menjalankan program BISAR Menentukan nilai horizontal tensile strain dan vertical compressive strain Syarat beban ijin > beban rencana YA Tebal lapis tambah (overlay) memenuhi syarat Selesai Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 56 dari 430

Tahapan Persiapan Tahapan persiapan dilakukan untuk mempersiapkan acuan penelitian dan alur penelitian akan dilakukan dari awal sampai dengan akhir penelitian.lingkup pada tahapan persiapan penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Penentuan topik penelitian 2. Studi literatur terkait kondisi bonding di interface lapis perkerasan. 3. Penentuan latar belakang dan tujuan penelitian. 4. Pemilihan lokasi studi kasus. Lokasi studi kasus yang dipilih ialah ruas Jatibarang Palimanan (Sta 31+100 Sta 33+100) Tahapan Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini ialah data sekunder yang digunakan pada studi kasus. Berikut data data yang dibutuhkan untuk studi kasus antara lain : 1. Data struktur perkerasan eksisting, data ini dibutuhkan untuk input pada program komputer yang akan digunakan. Data struktur perkerasan ini meliputi tebal dan jenis material tiap lapis perkerasan. 2. Data Lendutan yang didapatkan dari alat FWD dilapangan 3. Data lalu lintas meliputi volume lalu lintas serta klasifikasi kendaraan. Tahapan Analisis Tahapan analisis pada penelitian ini diawali dengan analisis data pemodelan struktur perkerasan, lendutan dari alat FWD (Falling Weight Deflectometer), temperatur dan lalu lintas. Hasil dari analisis pemodelan struktur perkerasan dan temperatur nantinya digunakan untuk mencari nilai modulus elastisitas menggunakan program ELMOD. Nilai modulus elastisitas digunakan sebagai salah satu input program BISAR. Hasil dari program BISAR ialah nilai regangan horizontal (ɛh) dan nilai regangan vertikal (ɛv) kritis yang nantinya digunakan untuk mencari nilai tebal lapis tambah (overlay) menggunakan metoda General Mechanistic Procedure, AUSTROADS 2011. Hasil dan Kesimpulan Tahap terakhir dari penelitian ini ialah membandingkan hasil tebal lapis tambah (overlay) yang dipengaruhi pleh beberapa variasi kondisi bonding yang telah dianalisa sebelumnya. Dari perbandingan hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai pengaruh bonding pada interface terhadap nilai dan lokasi regangan kritis tebal dan desain lapis tambah perkerasan (overlay). HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Studi Kasus Lokasi studi kasus yang ditinjau oleh penulis ialah jalur pantura di ruas jalan Jatibarang- Palimanan (Sta 31+100 Sta 33+100). Ruas jalan ini dipilih karena seperti yang kita ketahui jalur pantura merupakan jalur utama yang sering dilewati oleh kendaraan berat dari arah barat pulau Jawa ke arah timur pulau Jawa atau sebaliknya. Ruas jalan ini memiliki panjang jalan 34,7 km, lebar jalan 7 meter dengan bahu 2,3 meter. Ruas jalan ini sebelumnya pernah dioverlay menggunakan aspal local (asbuton) pada tahun 2006 dan kinerjanya dievaluasi oleh pihak Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan dengan uji gelar aspal (asbuton) di lapangan. Hasil dari uji gelar tersebut menghasilkan overlay dengan menggunakan aspal lokal modifikasi menghasilkan struktur perkerasan yang lebih tahan terhadap deformasi plastis dan berkurangnya kerusakan alur pada perkerasan. Input Data a. Data Perkerasan Dari hasil coredrill dilapangan didapatkan struktur perkerasan eksisting yang akan digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut : 57 dari 430

Lendutan (mm) Lendutan (mm) Lendutan (mm) Lendutan (mm) Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: 2459-9727 Gambar 2a. Struktur Perkerasan Arah Jatibarang Gambar 2b. Struktur Perkerasan Arah Palimanan b. Data Lendutan Data lendutan didapatkan dari alat FWD (Falling Weight Deflectometer) di lapangan. Lendutan Sta 33+100 - Sta 31+100 Lajur Cepat arah Palimanan Lajur Lambat Arah Palimanan Sta 31+000-33+199 200 100 0 DROP 1 200 100 0 DROP 1 DROP 2 DROP 2 Stasiun Gambar 3a. Lendutan Sta 33+100 Sta 31+100 Lajur Cepat Arah Palimanan Lendutan Lajur Cepat Arah Jatibarang Sta 30+904-33+108 Stasiun Gambar 3b. Lendutan Sta 31+100 Sta 33+199 Lajur Lambat Arah Palimanan Lajur Lambat Arah Jatibarang Sta 30+841-33+212 200 100 0 DROP 1 200 100 0 DROP 1 DROP 2 DROP 2 Stasiun Stasiun Gambar 4a. Lendutan Sta 30+904 Sta 33+108 Lajur Cepat Arah Palimanan Gambar 4b. Lendutan Sta 30+841 Sta 33+212 Lajur Cepat Arah Palimanan c. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Untuk memprediksi jumlah lalu lintas kendaraan dari tahun tinjauan sampai dengan akhir periode analisis makan diperlukan perhitungan faktor pertumbuhan lalu lintas (CGF). Berikut nilai faktor pertumbuhan lalu lintas (CGF) dengan nilai pertumbuhan rata rata lalu lintas ialag 6,98%. Tabel 1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (CGF) Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 CGF 1,00 2,07 3,21 4,44 5,75 Analisis Beban Lalu Lintas Rencana Metode AUSTROADS 2011 untuk menghitung besarnya beban lalu lintas dapat dihitung dengan cara presumtif (N DT ) dimana nantinya hasil beban lalu lintas rencana presumtif akan dibandingkan dengan hasil analisis sumbu standar. Untuk mengetahui analisis yang dapat digunakan dilapangan (Indonesia) maka dilakukan perbandingan antara hasil metode Bina Marga dengan hasil metode presumtif (N DT ) maupun analisis sumbu standar. 58 dari 430

Tabel 2. Nilai Beban Lalu Lintas Rencana TahunDamage Index Nilai SAR/ ESA Presumtif Presumtif Analisis Beban Sumbu Standar CESA L Bina NDT DESA DSAR5 DSAR 7 DSAR 12 DESA DSAR5 DSAR7 DSAR12 Marga ESA/HVAG 0.9 1,212,722.26 2015 SAR5/ESA 1.1 1,212,722.26 1.09E+061.33E+061.94E+061.45E+072.09E+062.14E+06 2.46E+06 4.81E+06 SAR7/ESA 1.6 1,212,722.26 SAR12/ESA 12 1,212,722.26 ESA/HVAG 0.9 2,709,132.28 2016 SAR5/ESA 1.1 2,709,132.28 2.43E+062.98E+064.33E+063.25E+074.68E+064.79E+06 5.50E+06 1.07E+07 SAR7/ESA 1.6 2,709,132.28 SAR12/ESA 12 2,709,132.28 ESA/HVAG 0.9 4,531,021.38 2017 SAR5/ESA 1.1 4,531,021.38 4.07E+064.98E+067.25E+065.43E+077.83E+068.04E+06 9.22E+06 1.80E+07 SAR7/ESA 1.6 4,531,021.38 SAR12/ESA 12 4,531,021.38 ESA/HVAG 0.9 6,934,931.56 2018 SAR5/ESA 1.1 6,934,931.56 6.24E+067.62E+061.11E+078.32E+071.16E+071.19E+07 1.37E+07 2.69E+07 SAR7/ESA 1.6 6,934,931.56 SAR12/ESA 12 6,934,931.56 ESA/HVAG 0.9 9,459,644.60 2019 SAR5/ESA 1.1 9,459,644.60 8.51E+061.04E+071.51E+071.13E+081.63E+071.67E+07 1.92E+07 3.76E+07 SAR7/ESA 1.6 9,459,644.60 SAR12/ESA 12 9,459,644.60 Analisis Nilai Modulus Elastisitas (E) Menggunakan Program ELMOD Untuk analisis nilai modulus elastisitas menggunakan program ELMOD perlu dilakukan asumsi pemodelan layer pada struktur perkerasannya. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan 3 layer dan 4 layer. Berikut nilai modulus elastisitas (E) hasil dari program ELMOD untuk pemodelan 3 layer dan 4 layer. Tabel 3. Nilai Modulus Elastisitas untuk Pemodelan 4 Layer Lajur Modulus Elastisitas Pemodelan 4 Layer Modulus Elastisitas Pemodelan3 Layer Arah E1 (Mpa) E2 (Mpa) E3 (Mpa) Esub (Mpa) E1 (Mpa) E2 (Mpa) Esub (Mpa) Cepat - Palimanan 4525 111 9346 260 1735 2432 251 Lambat - Palimanan 3171 1202 5035 189 1735 2432 220 Cepat - Jatibarang 3126 1591 9236 172 1974 3546 199 Lambat - Jatibarang 3146 1317 5123 167 2172 2427 192 Analisis Tebal Lapis Tambah (Overlay) Asumsi Pemodelan Struktur Perkerasan 4 Layer Input yang dibutuhkan untuk analisis ini ialah tebal lapis tambah perkerasan presumtif (trial), tebal lapis perkerasan eksisting, modulus dari setiap lapis perkerasan, poisson ratio dan nilai CBR dari lapisan tanah dasar beserta variasi kondisi bonding (full bonding, intermediatebonding, dan no bonding). berikut pada Tabel 4. data input properties material untuk program BISAR. Tabel 4. Input Program BISAR untuk Pemodelan Struktur Perkerasan 4 Layer Lajur Modulus Modulus Poisson Jenis Material Tebal (mm) Variasi Bonding Arah (Mpa) (1) (Mpa) (2) ratio Cepat-Palimanan (1) Lambat-Palimanan (2) Cepat-Jatibarang (1) Lambat - Jatibarang (2) Lapis AC - overlay trial 0-50 mm 1200 1200 0.4 Lapis Permukaan 100 690 690 0.4 CMRFB 250 1216 1202 0.35 Sirtu 300 400 400 0.35 Subgrade infinite 298 298 0.45 Lapis AC - overlay trial 0-50 1200 1200 0.4 Lapis Permukaan 120 690 690 0.4 CMRFB 250 1591 1317 0.35 CTRB 300 500 500 0.2 Sugrade infinite 243 243 0.45 1.97E +06 4.33E +06 7.12E +06 1.04E +07 1.43E +07 Full, Intermediate, No bonding Full, Intermediate, No bonding 59 dari 430

Hasil dari program BISAR ialah nilai regangan horizontal (ɛh) dan nilai regangan vertikal (ɛv) yang nantinya disubtitusi pada persamaan yang terdapat pada pedoman AUSTROADS dengan dua kriteria kerusakan yaitu fatigue dan permanent deformation. Untuk hasil tebal lapis tambah masing-masing variasi kondisi bonding dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tebal Lapis Tambah (Overlay) untuk Pemodelan 4 Layer Lajur Tebal Overlay (mm) Arah Full Bonding Intermediate Bonding No Bonding Cepat - Palimanan 10 10 50 Lambat - Palimanan 10 20 50 Cepat - Jatibarang 20 20 50 Lambat - Jatibarang 20 20 50 Dari hasil analisis tebal lapis tambah (overlay) pemodelan 4 layer pada kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah pada kondisi no bonding atau kondisi interface pada keadaan tidak ada ikatan sama sekali memiliki tebal lapis tambah yang lebih tebal (±50 mm) dibandingkan pada kondisi full bonding dan intermediate bonding (±10 20 mm). Analisis Tebal Lapis Tambah (Overlay) Asumsi Pemodelan Struktur Perkerasan 3 Layer Input yang dibutuhkan untuk analisis ini ialah tebal lapis tambah perkerasan presumtif (trial), tebal lapis perkerasan eksisting, modulus dari setiap lapis perkerasan, poisson ratio dan nilai CBR dari lapisan tanah dasar beserta variasi kondisi bonding (full bonding, intermediatebonding, dan no bonding). berikut pada Tabel 3.8 data input properties material untuk program BISAR. Tabel 6. Input Program BISAR untuk Pemodelan Struktur Perkerasan 3 Layer Lajur Tebal Modulus Modulus Jenis Material Arah (mm) (Mpa) (1) (Mpa) (2) Cepat-Palimanan (1) Lambat-Palimanan (2) Cepat-Jatibarang (1) Lambat - Jatibarang (2) Poisson ratio Lapis AC - overlay trial 0-50 1200 1200 0.4 Lapis Permukaan 100 690 690 0.4 Lapis Pondasi 550 2908 2432 0.35 Subgrade infinite 298 298 0.45 Lapis AC - overlay trial 0-50 1200 1200 0.4 Lapis Permukaan 120 690 690 0.4 Lapis Pondasi 550 3546 2427 0.2 Subgrade infinite 243 243 0.45 Variasi Bonding Full, Intermediate, No bonding Full, Intermediate, No bonding Hasil dari program BISAR ialah nilai regangan horizontal (ɛh) dan nilai regangan vertikal (ɛv) yang nantinya disubtitusi pada persamaan yang terdapat pada pedoman AUSTROADS dengan dua kriteria kerusakan yaitu fatigue dan permanent deformation. Untuk hasil tebal lapis tambah masing-masing variasi kondisi bonding dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tebal Lapis Tambah (Overlay) untuk Pemodelan 3 Layer Lajur Tebal Overlay (mm) Arah Full Bonding Intermediate Bonding No Bonding Cepat - Palimanan 20 20 20 Lambat - Palimanan 10 10 50 Cepat - Jatibarang 10 10 50 Lambat - Jatibarang 10 10 50 60 dari 430

Dari hasil analisis tebal lapis tambah (overlay) pemodelan 3 layer pada kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah pada kondisi no bonding atau kondisi interface pada keadaan tidak ada ikatan sama sekali memiliki tebal lapis tambah yang lebih tebal (± 20 50 mm) dibandingkan pada kondisi full bonding dan intermediate bonding (± 10 20 mm). Hasil dari kedua asumsi pemodelan, baik itu pemodelan 3 layer maupun 4 layer menghasilkan kecendrungan hasil yang sama yaitu pada kondisi no bonding menghasilkan tebal lapis tambah yang lebih tebal dibandingkan pada kondisi intermediate bonding maupun full bonding, Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi bonding mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap perencanaan tebal lapis tambah (overlay). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis perhitungan lapis tambah (overlay) yang dipengaruhi kondisi bonding dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah yang dibutuhkan untuk ruas jalan Jatibarang Palimanan dengan pemodelan 4 layer ialah sebagai berikut : a. Pada lajur cepat arah Palimanan terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding yaitu berturut turut tebalnya 10 mm, 10 mm dan 50 mm. b. Pada lajur lambat arah Palimanan terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding yaitu berturut turut 10 mm, 20 mm, dan 50 mm. c. Pada lajur cepat arah Jatibarang terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediatebonding dan no bonding yaitu berturut turut 20 mm, 20 mm, dan 50 mm. d. Pada lajur lambat arah Jatibarang terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding yaitu berturut turut 20 mm, 20 mm, dan 50 mm. Sedangkan untuk pemodelan 3 layer tebal lapis tambah maksimum yang dibutuhkan ialah sebagai berikut : a. Pada lajur cepat arah Palimanan terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediatebonding, dan no bonding yaitu berturut turut 20 mm, 20 mm, dan 20 mm. b. Pada lajur lambat arah Palimanan terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediatebonding, dan no bonding yaitu berturut turut 10 mm, 10 mm, dan 50 mm. c. Pada lajur cepat arah Jatibarang terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediate bonding, dan no bonding yaitu berturut turut 10 mm, 10 mm dan 50 mm. d. Pada lajur lambat arah Jatibarang terjadi kenaikan tebal lapis tambah (overlay) mulai dari kondisi full bonding, intermediatebonding, dan no bonding yaitu berturut turut 10 mm,10 mm dan dan 50 mm. b. Dari hasil analisis perhitungan tebal lapis tambah (overlay) dengan asumsi pemodelan 3 layer dan 4 layer dapat dibandingkan, pada umumnya asumsi pemodelan 3 layer menghasilkan tebal lapis tambah (overlay) yang lebih tipis dibandingkan dengan dengan asumsi pemodelan 4 layer. Hal dapat dilihat dari nilai tebal lapis tambah (overlay) tiap kondisi bonding, untuk kondisi full bonding rata rata tebal perkerasan maksimum asumsi 3 layer (arah jatibarang dan arah palimanan) ialah ± 10 mm, intermediate bonding ialah ±10 mm, no bonding ialah ± 20 50 mm sedangkan untuk asumsi 4 layer (arah jatibarang dan arah palimanan) pada kondisi full bonding ialah ± 10 20 mm, intermediate bonding ialah ± 61 dari 430

20 mm dan no bonding ialah ± 50 mm. Perbedaan nilai tebal overlay disebabkan oleh nilai modulus elastisitas yang diasumsikan pada pemodelan 3 layer dan 4 layer berbeda, dimana nilai modulus elastisitas pada pemodelan 3 layer lebih besar dibandingkan dengan nilai modulus elastisitas pemodelan 4 layer. Nilai modulus elastisitas pemodelan 3 layer lebih besar dikarenakan adanya asumsi penggabungan material dua material menjadi satu material (CMRFB Sirtu dan CMRFB CTRB). c. Dari hasil analisis tebal lapis tambah (overlay) menggunakan metoda General Mechanistic Procedure AUSTROADS 2011, menghasilkan bahwa kondisi bonding pada interface sangat mempengaruhi terhadap perencanaan tebal lapis tambah, dimana nilai tebal lapis tambah (overlay) pada kondisi no bonding menghasilkan tebal lapis tambah (overlay) yang lebih tebal dibandingkan dengan tebal lapis tambah kondisi full bonding dan intermediate bonding. Saran 1. Diperlukan studi lanjutan mengenai analisis kondisi bonding pada interface dengan variasi kondisi bonding yang lebih beragam. 2. Diperlukan studi lanjutan mengenai analisis kondisi bonding menggunakan metode lain seperti metode elemen hingga yang dapat merepresentasikan lebih detail kondisi bonding pada interface. 3. Diperlukan data yang akurat dan terbaru untuk menganalisis kondisi lalu lintas pada lokasi studi kasus. d. Diperlukan studi lanjutan mengenai pengaruh kondisi variasi bonding terhadap tebal e. lapis tambah menggunakan metode lain. DAFTAR PUSTAKA Aurum, K.P. (2013) Analisis Kondisi Bonding Pada Interface Antar Lapis Perkerasan Lentur Menggunakan Program BISAR 3.0, Tesis Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya,ITB.Bandung AUSTROADS (1992) Pavement Design, Sydney : Australian Road Research Board AUSTROADS (2010) Guide to Pavement Technology Part 2 : Pavement structural design. Sydney : Australian Road Research Board. AUSTROADS (2011) Guide to Pavement Technology Part 5 : Pavement evaluation and treatment design. Sydney : Australian Road Research Board. Direktorat Jendral Bina Marga, Kementrian Pekerjaan Umum (2013) Manual Desain Pekerjaan Jalan. Jakarta Hakim, B.A (1997) An Improved Backcalculation Method To Predict Flexible Pavement Layers Moduli and Bonding Condition Between Wearing Course and Base Course, Liverpool John Moors University,England. Hariyadi, E.S. (2006) Rentang Modulus dari Thin Layer yang Menunjukkan Kondisi Bonding Antar Lapisan Beraspal. Jurnal Teknik Sipil,Vol.14 No.4 hh 177-182. Kruntcheva, M. R., Collop, A.C, Thom, N.H. (2005), Effect of Bond Condition On Flexible Pavement Performance, Journal of Transportation Engineering ASCE,vol. 18, no.3 hh 467-471. Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Jawa Barat (2014), Kementrian Pekerjaan Umum. Shell Bitumen, (1998), BISAR 3.0 User Manual, Shell International Oil Products B.V., The Hague. Shell Pavement Design Manual, (1978), Asphalt Pavements and Overlays For Road Traffic. London. Utami, R. (2014), Analisis Pengaruh Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Terhadap Umur Perkerasan Lentur (Studi Kasus : Jalan Lintas Timur Sumatera Ruas Tempino Batas Sumatera Selatan),Tesis Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya ITB,Bandung. Wibowo.A (2015), Kajian Perbandingan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AUSTROADS 2011 dan Metode BINA MARGA 2013 (Studi Kasus : Jalan Nasional Pantura Palimanan), Tesis Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, ITB.Bandung. 62 dari 430