BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR BAGI SISWA YANG MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA DI SMP NEGERI 1 WONOGIRI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

I. PENDAHULUAN. bervariasi dalam suatu proses pembelajaran. Perbedaan tersebut dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam memberdayakan suatu bangsa adalah melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, sehingga dapat memfungsikan diri sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan tahap anak berada pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB V PENUTUP. Akselerasi (Studi kasus di SMP Islam Pekalongan), maka dapat. 1. Desain pembelajaran PAI dalam program akselerasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

Manajemen program akselerasi belajar: studi kasus di SMA Negeri 3 Jombang / Iva Faradiana

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar

Rizki Lestari F

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Dengan ilmu,

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas seseorang. Semakin baik hasil belajar matematika yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia. Melalui pendidikan, peserta didik dibina untuk. perubahan jaman, bahkan mampu mengendalikannya.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tanggung jawab setiap siswa dan kualitas hasil

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi ABSTRAK

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek-praktek dalam pengelompokan di dalam ataupun antar kelas patut

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. itu berlangsung seumur hidup dimulai dari keluarga kemudian di teruskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. PISA atau Program for International Student Assessment yang

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar berkulitas guna

Kata Kunci: Kelas Bilingual, Kelas Reguler, Prestasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia secara garis besar masih lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

PERMASALAHAN YANG DIALAMI PESERTA DIDIK UNDERACHIEVER DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN BK (Studi Deskriptif Pada Kelas X di SMA Adabiah 2 Padang)

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. lama, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, sementara siswa yang harus siap

HUBUNGAN READINESS BELAJAR DAN PERSEPSI MATA PELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua dasawarsa menjelang milenium baru telah memunculkan wacana baru dalam berbagai lapangan kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Pada tingkat nasional, respon dunia pendidikan terhadap globalisasi telah menjadi wacana sejak awal 1990-an, dan menemukan momentum melalui perumusan paradigma baru pendidikan nasional (Azra dalam Jajat Burhanudin, 2006). Upaya untuk mengembangkan dan mencetak sumber daya manusia berkualitas demi mengejar ketertinggalan bangsa dari bangsa-bangsa lainnya adalah core dari paradigma baru tersebut. Sebab, pada hakikatnya kemajuan suatu bangsa tergantung pada bagaimana bangsa tersebut mengenali, menghargai, menggali, dan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya (Munandar, 1999). Dengan paradigma barunya, pendidikan nasional telah banyak melakukan berbagai perubahan signifikan, antara lain; perubahan kebijakan dari sentralistik ke desentralistik yang telah melahirkan kebijakan bottom up, orientasi pendidikan holistik, kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lain, pendidikan dalam rangka pemberdayaan bangsa, dan yang lainnya. Selain respon terhadap globalisasi, pada dasarnya perubahan-perubahan tersebut adalah upaya untuk melahirkan manusia yang berkualitas sebagai tujuan akhir dari sebuah proses pendidikan (Danim, 2006).

2 Imbas dari perubahan tersebut, menyentuh segi penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan secara regular yang dilaksanakan selama ini lebih banyak bersifat klasikal massal, yaitu berorientasi secara kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah anak. Kelemahan yang segera tampak adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual anak. Anak yang relatif lebih cepat dari pada yang lain tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang dimilikinya tidak dapat disalurkan atau dikembangkan secara optimal. Akibatnya, mereka gagal mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya (Hawadi, 2004). Lebih jauh, Sidi (2001) menyatakan, berbagai hasil penelitian menunjukan sekitar sepertiga peserta didik yang dapat digolongkan sebagai anak yang cerdas luar biasa mengalami gejala prestasi kurang optimal (underachievement). Hal ini disebabkan antara lain oleh: Pertama, lingkungan belajar yang kurang menantang mereka untuk mengembangkan kemampuan secara optimal. Kedua, model pembelajaran yang kurang kondusif. Hawadi (2004) menyatakan bahwa anak yang berkemampuan jauh di atas normal cenderung lebih cepat menguasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Akibatnya, mereka akan mengganggu anak lain yang lebih lamban yang pada akhirnya akan mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Keadaan ini memungkinkan munculnya kesan dan tindakan yang kurang baik bagi anak tersebut. Di samping itu, mereka juga sering terkesan santai dan tampak kurang memperhatikan pelajaran. Keadaan demikian, menyiratkan bahwa sikap anak yang berkemampuan luar biasa memerlukan penanganan dan program

3 khusus agar dapat berkembang secara optimal. Untuk melayani anak yang mempunyai potensi lebih itu, diperlukan program khusus yang lebih cepat dari program reguler. Permasalahan di atas akhirnya membawa pemerintah kepada sebuah keputusan untuk menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Pendidikan tersebut diharapkan mempunyai peran untuk mengoptimalisasi potensi individu agar dapat berkembang dan mewujudkan diri sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Selain itu juga, pendidikan ini bertanggung jawab dalam mengidentifikasi, membina, mengembangkan, dan meningkatkan bakat individu. Pada tahun ajaran 1998/1999, model layanan pendidikan berupa program akselerasi mulai dirintis oleh beberapa sekolah swasta atas inisiatif mereka sendiri. Baru setelah hasil rintisan sekolah ini terlihat menggembirakan, pemerintah memutuskan tahun ajaran 2000/2001 program akselerasi dicanangkan sebagai program nasional untuk seluruh jenjang pendidikan, SD, SLTP dan SLTA. Program akselerasi berkeinginan memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat. Akan tetapi, tidak cukup dengan menyelenggarakan program akselerasi (pendidikan dengan kurikulum berdiferensiasi) saja untuk memenuhi kebutuhan khusus anak berbakat. Perlu adanya pelayanan khusus pula seperti bimbingan dan konseling. Sebab, keberbakatan sebagai suatu anugerah justru dapat menimbulkan permasalahan

4 bagi penyandangnya apabila tidak memperoleh dukungan dan bantuan yang diperlukannya. Salah satu tujuan dari proses pembelajaran di sekolah termasuk di dalamnya program akselerasi adalah untuk mencapai prestasi, hasil yang maksimal sesuai dengan potensi dan tugas-tugas perkembangan siswa. Namun dalam pencapaian prestasi tersebut tidak semua siswa lancar karena dalam pencapaian hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor yang berasal dari dalam individu (intern) dan faktor dari luar individu (ekstern). Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar individu atau dari lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial, sedangkan faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri termasuk di dalamnya kebiasaan siswa dalam belajar. Kebiasaan belajar merupakan faktor yang dimungkinkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, tidak terkecuali siswa berbakat akademik. Disadari atau tidak, siswa berbakat memiliki kemampuan dan minat di banyak bidang, sehingga sulit membuat keputusan untuk menentukan dalam bidang mana ia akan menekuninya secara serius. Mereka juga sangat responsif terhadap persaingan akademis. Namun demikian, motivasi mereka untuk berkompetisi sekiranya juga perlu diimbangi dengan motivasi untuk mau bekerja sama dengan orang lain. Menurut Djamal (2006) kepercayaan terhadap potensi keunggulan yang dimiliki siswa berbakat seperti yang terdapat dalam beberapa konsep teori, nampaknya mempengaruhi pandangan setiap orang pada umumnya. Sehingga,

5 menutupi penilaian yang objektif terhadap kenyataan yang sesungguhnya. Sebagai contoh, ada teori yang menyebut siswa berbakat sebagai seorang pembelajar yang baik (Tidwell, 1980 dalam Galagher,1985). Ia juga lebih cepat dalam belajar (Roger & Silverman 1986; Clark. B, 1983 dalam Munandar, 1992). Memiliki daya konsentrasi yang tinggi (Roger& Silverman 1986; Clark. B, 1985; Martinson, 1974 dalam Munandar, 1992), daya ingat luar biasa (Johnson, 1984 dalam Munandar, 1999; Roger & Silverman 1986), kemampuan membaca yang lebih baik dan lebih cepat (Clark. B, 1983; Martinson, 1974 dalam Munanadar, 1992). Karakteristik-karakteristik tersebut tentu saja masih bersifat umum dan tidak bisa langsung digeneralisasikan. Apalagi dalam pendidikan, selain dikenal ada karaktersitik umum, ada juga karakteristik individual. Salah satu karakteristik yang perlu diketahui adalah karakteristik belajar termasuk di dalamnya karakteristik keterampilan belajar (study skills) dan kebiasaan belajar yang berbeda-beda pada setiap siswa. Perbedaan indidvidu dalam belajar ini biasanya sulit diamati. Seperti diungkapkan Natawijaya (1978:1 dalam Ilyas, 1998) ada siswa yang dilihat oleh guru tidak punya malasah. Padalah siswa tersebut menghadapi masalah yang cukup berat. Sebaliknya ada siswa yang diduga mengalami masalah yang berat tetapi siswa tersebut tidak mempunyai masalah sama sekali. Perhatian terhadap masalah belajar umumnya lebih banyak diberikan kepada siswa yang dinilai kurang dalam kemampuan akademisnya. Padahal, masalah belajar itu meliputi seluruh kondisi yang dialami oleh siswa dan dapat menghambat proses belajarnya. Kondisi itu dapat berkenaan dengan keadaan

6 dirinya berupa kelemahan-kelemahan yang dimiliki atau berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya (Amri & Marjohan, 1992). Hal yang sering terabaikan dalam pembelajaran termasuk pembelajar siswa berbakat dalam hal pengembangan kreativitas dan sosial-emosional. Pembelajaran biasanya lebih banyak mengembangkan aspek intelektual. Hal ini dapat dimaklumi karena guru dalam melakukan pembelajaran sering terburu-buru dan kehabisan waktu untuk mengejar target kurikulum. Aspek kreativitas anak jarang tersentuh. Maka menjadi tidak mengherankan, jika pendidikan kita hanya menghasilkan siswa yang siap untuk ujian bukan siswa kreatif yang siap mengahadapi tantangan hidup. Selain itu, banyak masalah yang mungkin muncul seperti kesulitan belajar, underachiever, kebosanan belajar, frustrasi karena merasa tidak puas dengan pembelajaran dan informasi yang didapatkan, penolakan dari teman sebaya karena tidak mampu bekerjasama dalam belajar Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa sedikit siswa yang berbakat akademik tinggi, namun kurang mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Salah satu contohnya terjadi pada siswa kelas akselerasi SMP Negeri 5 Bandung. Seperti dinyatakan oleh guru BK SMP Negeri 5 Bandung, bahwa prestasi siswa kelas akselerasi tidak jauh berbeda dengan prestasi siswa di kelas regular (Sulistiawati, 2005). Hasil penelitian Poppy (2004) di SMP Negeri 5 Bandung mengenai profil motif sosial pada siswa kelas akselerasi menunjukkan bahwa motif berprestasi pada siswa akselerasi rendah (35%) demikian juga dengan motif powernya (0%) sedang motif persahabatan justru lebih tinggi (65%). Hasil serupa juga terjadi

7 pada siswa kelas regular, di mana 74,28 % siswa didominasi oleh motif persahabatan, 17,14 5 didominasi motif berprestasi dan 8,5 % didominasi oleh motif power. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Slameto (2003) yaitu, banyaknya siswa gagal atau tidak mendapat hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif. Mereka kebanyakan hanya mencoba menghafal pelajaran tanpa pemahaman yang lebih mendalam, dan belajar menjelang ujian saja atau lebih populer dengan sistem kebut semalam dikalangan siswa. Berdasarkan hasil studi pendahuluan ke SMPN 1 Sumedang, ditemukan beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh siswa berbakat baik yang berada di kelas akselerasi maupun di kelas reguler. Siswa berbakat di SMPN 1 Sumedang khususnya kelas akselerasi, cenderung sering menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas, mengalami stres dan kejenuhan (burnout) karena beban materi pelajaran yang berbeda dan tugas yang lebih banyak dibandingkan dengan anak di kelas reguler. Siswa berbakat akademik dituntut mendapatkan nilai yang memuaskan sesuai dengan KKM dalam setiap mata pelajaran. Sehingga, ada beberapa anak berbakat yang mengalami underachievement dan memilih untuk kembali belajar di kelas regular. Bertolak dari uraian fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai: Perbandingan Kebiasaan Belajar antara Siswa Berbakat Akademik di Kelas Akselerasi dengan Kelas Reguler.

8 B. Batasan Masalah 1. Kebiasaan Belajar Hasil riset terdahulu menunjukan bahwa prestasi akademik yang dicapai siswa sangat kuat dipengaruhi oleh pengetahuan siswa tentang teknik belajar yang sesua. Namun, yang terjadi justru kebanyakan siswa kurang memiliki pengetahuan tentang cara belajar yang baik. Pihak sekolah sering kali lebih menekankan siswa untuk menguasai isi materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Biasanya siswa diharapkan untuk memperoleh sendiri keterampilan belajar (study skills) ini, dan jarang sekali para siswa mempelajarinya secara sistematis (Marshak & Burkle, 1981; Maher & Zins 1987 dalam Djamal 2006). Setiap siswa memiliki kebiasaan atau cara yang berbeda-beda dalam belajar. Meskipun demikian siswa perlu mengetahui dan memiliki kebiasaan belajar efektif yang dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Menurut Gie (2002) kebiasaan belajar dikatakan efektif jika mengikuti aspek-aspek dalam belajar efektif yaitu: keteraturan, disiplin, dan konsentrasi dalam belajar. Dengan kebiasaan belajar yang efektif siswa akan menjadi orang yang bertanggung jawab dalam proses belajarnya guna tercapainya prestasi belajar yang tinggi. Kenyataan yang sering dijumpai prestasi belajar yang tinggi tidak dapat tercapai karena siswa tidak memiliki kebiasaan belajar yang efektif. Kebiasaan belajar tidak efektif yang sering dilakukan siswa yaitu belajar jika menghadapi ulangan, mengerjakan PR jika diperiksa oleh guru atau memang PR tersebut gampang, mengulang-ulang pelajaran tidak sempat dilakukan karena waktu belajar siswa sebagian besar hanya untuk diisi dengan bermain-main..

9 Menurut Gie (1995), kebiasaan belajar yang efektif adalah belajar secara teratur, disiplin, dan penuh konsentrasi dalam mengikuti pelajaran, membaca buku-buku pelajaran, melatih diri, mendengarkan pelajaran, tidak pernah absen, dan menyimpan serta memelihara peralatan yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar. Dengan demikian, penelitian ini memfokuskan kajiannya pada kebiasaan belajar siswa berbakat akademik yang berada di kelas regular dan kelas akselerasi. Kebiasaan belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cara-cara atau teknik-teknik yang mantap yang dilakukan siswa pada waktu ia menerima pelajaran dari guru, membaca buku dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, serta pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas kebiasaan belajar terdiri dari aspek-aspek. Dalam penelitian aspek-aspek tersebut dibatasi yaitu hanya aspek keteraturan, disiplin, dan konsentrasi yang merupakan aspek-aspek kebiasaan belajar efektif. 2. Siswa Berbakat Akademik Pada awal perkembangannya, keberbakatan diidentifikasikan dengan mereka yang memiliki tingkat intelegensi tinggi atau di atas rata-rata. Pengertian anak berbakat sangat luas sehingga masing-masing orang dapat membuat definisi yang berbeda. Untuk itulah pengertian tentang siswa berbakat dalam program percepatan belajar yang dikembangkan oleh pemerintah dibatasi pada dua hal berikut (Depdiknas, 2001)

10 a. Mereka yang mempunyai taraf intelegensi atau IQ di atas 140 b. Mereka yang oleh psikolog atau guru diidentifikasikan sebagai siswa yang telah mencapai prestasi ysng memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai. Individu yang masuk kedalam kategori akseleran atau siswa berbakat akademik adalah individu yang memiliki kemampuan tinggi dalam segala hal, atau yang sering kita sebut dengan siswa berkemampuan khusus. Keberkemampuan yang mereka miliki bukanlah sekedar berkemampuan dalam bidang keterampilan saja, tetapi berkemampuan yang dimaksud adalah berkemampuan dari segi intelekual. Coleman (Lismaniar, 2005: 34) mengungkapkan: Siswa berkemampuan adalah mereka yang tingkat intelegensinya jauh diatas rata-rata anggota kelompoknya, yaitu sekitar IQ 120 keatas. Sedangkan Marland (Lismainar, 2005:34) mengartikan siswa berbakat sebagai: Siswa yang diidentifikasi sebagai siswa yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Berdasarkan kedua definisi inilah, Pemerintah (Dikdasmen, 2004: www.dikdasmen,depdiknas.go.id) membatasi karakteristik siswa program akselerasi pada hal-hal berikut: Siswa yang diterima sebagai peserta program akselerasi adalah siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa sesuai kriteria yang telah ditetapkan, yakni mempunyai taraf intelegensi atau IQ di atas 140; mereka yang diidentifikasi oleh psikolog atau guru sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang

11 berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yag tergolong baik serta kreativitas yang memadai; dan yang tak kalah penting adalah adanya persetujuan dari orang tuanya. Dalam pedoman penyelenggaraan program akselerasi Depdiknas 2001b, indikator penentu perekrutan siswa program akselerasi diperoleh dari sumber, yaitu NEM (nilai hasil UN), Tes kemampuan akademis, dan Rapor. Idealnya persyaratan nilai calon siswa akselerasi yang diminta untuk nilai rata-rata bidang studi IPA, Matematika, dan Bahasa di Rapor ataupun Tes Kemampuan Akademis (TPA), tidak kurang dari 8,0 tanpa adanya nilai 6,0 dalam bidang studi lainnya (Hawadi, 2003: 45). Namun, jika calon siswa program akselerasi memiliki kecerdasan umum dibawah skor IQ 140 (minimal IQ 125) mereka masih perlu memenuhi persyaratan tambahan, yaitu kreativitas yang memadai dan pengikatan diri terhadap tugas yang tergolong baik. Siswa berbakat akademik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa yang telah diidentifikasi oleh ahli melalui tes intelegensi memiliki tingkat intelegensi tinggi atau di atas rata-rata yaitu IQ diatas 120 dan mempunyai kemampuan yang tinggi di bidang akademik, baik yang berada di kelas akselerasi maupun di kelas reguler berdasarkan seleksi yang diselenggarakan di sekolah dengan syarat-syarat yang telah ditetepkan.

12 C. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang diungkap dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kebiasaan belajar siswa berbakat akademik di kelas akselerasi SMPN 1 Sumedang tahun pelajaran 2009/2010? 2. Bagaimana gambaran kebiasaan belajar siswa berbakat akademik di kelas reguler SMPN 1 Sumedang tahun pelajaran 2009/2010? 3. Bagaimana perbedaan kebiasaan belajar antara siswa berbakat akademik di kelas akselerasi dengan kelas regular SMPN 1 Sumedang tahun pelajaran 2009/2010? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memperoleh gambaran tentang kebiasaan belajar siswa berbakat akademik di kelas akselerasi SMPN 1 Sumedang b. Untuk memperoleh gambaran tentang kebiasaan belajar siswa berbakat akademik di kelas regular SMPN 1 Sumedang c. Untuk mengetahui perbedaan antara kebiasaan belajar siswa berbakat akademik di kelas akselerasi dengan kelas regular SMPN 1 Sumedang

13 2. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: a. Konselor (Guru Pembimbing) Sebagai masukan dalam pengembangan program bimbingan konseling bagi siswa berbakat akademik, sehingga dapat membantu siswa dalam mengoptimalkan potensi dan memenuhi kebutuhannya di masa mendatang. b. Guru Sebagai bahan masukan bagi guru mata pelajaran dalam menciptakan iklim pembelajaran yang dapat menstimulasi siswa agar memiliki kebiasaan belajar yang efektif dengan memperhatikan karakteristik, kebutuhan khusus, bakat dan minatnya. c. Sekolah Sekolah dapat memfasilitasi perkembangan siswa berbakat akademik dalam berbagai aspek, khususnya akademik. E. Asumsi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan asumsi sebagai berikut: 1. Siswa berbakat dapat mengalami masalah dalam belajar, dimana siswa yang memiliki bakat cukup tinggi, memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana (Amri&Marjohan, 1992)

14 2. Underachievement merupakan masalah yang paling mencolok dari berbagai masalah yang dihadapi oleh siswa berbakat yang disebabkan oleh faktorfaktor non-intelektual seperi kebiasaan belajar (Semiawan: 1997) 3. Prestasi akademik sangat kuat dipengaruhi oleh pengetahuan siswa tentang teknik belajar yang sesuai (Djamal: 2005) F. Hipotesis penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat perbedaan kebiasaan belajar antara siswa berbakat akademik di kelas akselerasi dengan kelas regular Ha : Terdapat perbedaan kebiasaan belajar antara siswa berbakat akademik di kelas akselerasi dengan kelas regular G. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Alasan pemilihan metode deskriptif ini adalah karena penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa kejadian, yang terjadi pada saat sekarang. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penilitian ini adalah dengan menggunakan angket. Selain menggunakan angket, alat pengumpul

15 data pendukung yang digunakan adalah studi dokumentasi berupa data hasil psikotes. H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian terletak di SMP Negeri 1 Sumedang di Jl. Kebonkol Kelurahan Regolwetan Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa berbakat akademik di SMPN 1 Sumedang tahun pelajaran 2009/2010, baik yang berada di kelas akselerasi maupun kelas regular yang berjumlah 87 orang.